Anda di halaman 1dari 14

SEJARAH MUHAMMADIYAH

MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah ……….
Yang dibina oleh Bapak ……

Disusun Oleh:
Muhammad Zainullah Zain (Isi NIM)

PRODI TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK

Oktober 2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembaharuan pemikiran dalam dunia Islam secara metodologis merupakan
usaha para pemikir dan ulama untuk memahami ajaran Islam dengan
mempergunakan segenap kemampuan kemanusiaannya sebagaimana
dianugerahkan Allah. Usaha pemikiran tersebut kemudian dikaitkan dengan
berbagai perkembangan sosial budaya yang sedang berkembang dalam usaha untuk
mencari penyelesaian dan mengatasi persoalan di dalam kehidupan kemasyarakatan
yang sedang dihadapi.
Hasil pemikiran yang dilakukan secara mendalam dan sungguh-sungguh
tersebut, kemudian melahirkan berbagai gerakan pembaharuan yang merupakan
operasionalisasi dan pelaksanaan dari hasil pemahaman dan pemikirannya terhadap
ajaran Islam di Indonesia lahir beberapa organisasi atau gerakan Islam, diantaranya
adalalah Muhammadiyah yang lebih dari 30 tahun sebelum merdeka, dan organisasi
lainnya yang bergerak di bidang politik, sosial dan pendidikan.
Muhammadiyah adalah organisasi yang berdiri bersamaan dengan
kebangkitan masyarakat Islam Indonesia pada dekade pertama yang sampai hari ini
bertahan dan membesar yang sulit dicari persepadanannya. Jika dilihat dari amal
usaha dan dan gerakan Muhammadiyah di bidang sosial kemasyarakatan,
khususnya di bidang pendidikan dan dan kesehatan, maka Muhammadiyah
merupakan organisasi sosial keagamaan yang terbesar di Indonesia, bahkan banyak
kalangan menyebutkan sebagai terbesar di seluruh dunia. Demikian pula dalam
berbagai hal yang menyangkut amal usaha dan konseptualisasi nilai-nilai Islam
secara kontekstual. Dengan usaha Muhammadiyah yang terakhir itu, nilai-nilai
ajaran Islam dapat dirasakan oleh masyarakat menjadi lebih dekat dan akrab dengan
permasalahan kehidupan manusia sehari-hari.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor subyektif (keprihatinan dan keterpanggilan KH.Ahmad
Dahlan terhadap umat bangsa) ?
2. Bagaimana profil dari KH.Ahmad Dahlan ?
3. Apa saja pemikiran-pemikiran KH.Ahmad Dahlan tentang Islam dan
umatnya ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui faktor subyektif (keprihatinan dan keterpanggilan
KH.Ahmad Dahlan terhadap umat bangsa)
2. Untuk mengetahui profil KH.Ahmad Dahlan
3. Untuk mengetahui pemikiran-pemikiran KH.Ahmad Dahlan tentang
Islam dan umatnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Muhammadiyah


Perserikatan Muhammadiyah sudah dikenal luas sejak beberapa puluh tahun
yang lalu oleh masyarakat Internasioanal, khususnya oleh masyarakat alam Ialamy.
Nama Muhammadiyah sudah sangat akrab di telinga masayrakat pada umumnya.
Adapun arti nama Muhammadiyah dapat dilihat dari dua segi, yaitu arti bahasa atau
etimologis dan arti istilah atau terminologis.

1. Arti Bahasa atau estimologis:


Muhammadiyah berasal dari kata bahasa arab "Muhammad" yaitu
nama nabi atau Rasul yang terakhir. Kemudian mendapatkan "ya nisbiyah"
yang artinya menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti umatnya
Muhammad atau pengikut Muhammad. Yaitu semua orang yang meyakini
bahwa Muhammad adalah hamba dan pesuruh Allah yang terakhir. Dengan
demikian siapapun yang beragama Islam maka dia adalah orang
Muhammadiyah, tanpa dilihat atau dibatasi oleh perbedaan organisasi,
golongan bangsa, geografis, etnis dan sebagainya..
2. Arti Istilah atau terminologis:
Muhammadiyah adalah gerakan Islam, Dakwah Amar Makruf Nahi
Munkar, berasas Islam dan bersumber dari Al Qur'an dan Sunah didirikan
oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H, bertepatan
tanggal 18 November 1912 M di kota Yogyakarta .
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Faktor Subyektif


Faktor Subyektif yang sangat kuat, bahkan dikatakan sbagai faktor utama
dan faktor penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil
pendalaman KH. Ahmad Dahlan terhadap Al Qur'an dalam menelaah, membahas
dan meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Sikap KH. Ahmad Dahlan seperti ini
sesungguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah sebagaimana yang
tersimpul dalam dalam surat An-Nisa ayat 82 dan surat Muhammad ayat 24 yaitu
melakukan taddabur atau memperhatikan dan mencermati dengan penuh ketelitian
terhadap apa yang tersirat dalam ayat. Sikap seperti ini pulalah yang dilakukan KH
Ahmad Dahlan ketika menatap surat Ali Imran ayat 104 : "Dan hendaklah ada
diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-
orang yang beruntung". Memahami seruan diatas, KH. Ahmad Dahlan tergerak
hatinya untuk membangan sebuah perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang
teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada melaksanakan misi dakwah Islam
amar Makruf Nahi Munkar di tengah masyarakat.
Terdapat cukup banyak penjelasan tentang faktor-faktor yang melatar
belakangi berdirinya Muhammadiyah. Faktor subjektif berkenaan dengan pribadi
Ahmad KH. Ahmad Dahlan sendiri. Sedangkan faktor objektif dibedakan atas dua
macam, yaitu intern dan ekstern. Teori lain yang hanya mempertimbangkan aspek
realitas sosial yang mendorong lahirnya Muhammadiyah yaitu hanya ada dua
faktor, internal dan eksternal. Faktor Internal berkenaan dengan kondisi
keberagamaan umat Islam di Jawa, sedangkan faktor eksternalnya adalah adanya
pengaruh gerakan pembaruan Islam di Timur Tengah dan politik Islam-Belanda
tarhadap kaum muslimin di Indonesia.
A. Faktor objektif yang pertama secara internal, yaitu terdapat ketidak
murnian amalan Islam akibat tidak dijadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai
rujukan.
1. Realitas sosio agama di Indonesia
Kondisi masyarakat yang masih sangat kental dengan kebudayaan
Hindu dan Budha, memunculkan kepercayaan dan praktik ibadah yang
menyimpang dari Islam. Kepercayaan dan praktik ibadah tersebut dikenal
dengan sitilah Bid’ah dan Khurafat. Khurafat adalah kepercayaan tanpa
pedoman yang sah menurut Al-Qur’an dan Al-Hadits, hanya ikut-ikutan
orang tua atau nenek moyang mereka. Sedangkan bid’ah adalah bentuk
ibadah yang dilakukan tanpa dasar pedoman yang jelas, melainkan hanya
ikut-ikutan orangtua atau nenek moyang saja.
Melihat realitas sosio-agama ini mendorong KH. Ahmad Dahlan untuk
mendirikan Muhammadiyah. Namun, gerakan pemurniannya dalam arti
pemurnian ajaran Islam dari bid’ah dan khurafat baru dilakukan pada tahun
1916. Dalam konteks sosio-agama ini, Muhammadiyah merupakan gerakan
pemurnian yang menginginkan pembersihan Islam dari semua sinkretisme
dan praktik ibadah yang terlebih tanpa dasar akaran Islam (Takhayul,
Bid’ah, Khurafat).
2. Realitas sosio pendidikan di Indonesia
KH. Ahmad Dahlan mengetahui bahwa pendidikan di Indonesia
terpecah menjadi dua yaitu pendidikan pesantren yang hanya mengajarkan
ajaran-ajaran agama dan pendidikan barat yang sekuler. Kondisi ini menjadi
jurang pemisah antara golongan yang mendapat pendidikan agama dengan
golongan yang mendapatkan pendidikan sekuler. Kesenjangan ini
termanifestasi dalam bentuk berbusana, berbicara, hidup dan berpikir.
Ahmad KH. Ahmad Dahlan mengkaji secara mendalam dua sistem
pendidikan yang sangat kontras ini.
Dualisme sistem pendidikan diatas membuat prihatin Ahmad KH.
Ahmad Dahlan, oleh karena itu cita-cita pendidikan Ahmad KH. Ahmad
Dahlan ialah melahirkan manusia yang berpandangan luas dan memiliki
pengetahuan umum, sekaligus yang bersedia untuk kemajuan
masyarakatnya. Cita-cita ini dilakukan dengan mendirikan lembaga
pendidikan dengan kurikulum yang menggabungkan antara Imtak (Iman
dan Takwa) dan Iptek.
B. Faktor objektif yang kedua secara ekternal, yaitu disebabkan politik
kolonialisme dan imperialisme Belanda yang menimbulkan perpecahan di
kalangan bangsa Indonesia.
1. Periode Pertama (periode sebelum Snouck Hurgronje)
Belanda berprinsip agar penduduk Indonesia yang beragama Islam
tidak memberontak.
a. Menerapkan dua strategi yaitu membuat kebijakan-kebijakan yang
sifatnya membendung dan melakukan kristenisasi bagi penduduk
Indonesia.
b. Dalam pelarangan pengalaman ajaran Islam, Belanda membatasi
masalah ibadah haji dengan berbagai aturan tetapi pelarangan ini justru
kontraproduktif bagi Belanda karena menjadi sumber pemicu
perlawanan terhadap Belanda sebagai penjajah karena menghalangi
kesempurnaan Islam seseorang.
2. Periode Kedua (periode setelah Snouck Hurgronje menjadi penasihat
Belanda untuk urusan pribumi di Indonesia)
a. Dalam hal ini, tidak semua kegiatan pengamalan Islam dihalangi bahkan
dalam hal tertentu didukung. Kebijakan didasarkan atas pengalaman
Snouck berkunjung ke Makkah dengan menyamar sebagai seorang
muslim bernama Abdul Ghaffar.
b. Kebijakan Snouck didasarkan tiga prinsip utama, yaitu : Pertama rakyat
indonesia dibebaskan dalam menjalankan semua masalah ritual
keagamaan seperti ibadah; Kedua pemerintah berupaya
mempertahankan dan menghormati keberadaan lembaga-lembaga sosial
atau aspek mu’amalah dalam Islam; Ketiga pemerintah tidak
menoleransi kegiatan apapun yang dilakukan kaum muslimin yang
dapat menyebarkan seruan-seruan Pan-Islamisme atau menyebabkan
perlawanan politik atau bersenjata menentang pemerintah kolonial
Belanda.
3.2 Profil KH.Ahmad Dahlan
KH. Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis (lahir di Yogyakarta, 1
Agustus 1868 – meninggal di Yogyakarta, 23 Februari1923 pada umur 54 tahun)
adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putera keempat dari tujuh
bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. KH Abu Bakar adalah seorang ulama
dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan
ibu dari KH. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat
penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu.

A. Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan


Nama kecil KH. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan
anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan saudaranya
perempuan, kecuali adik bungsunya. Ia termasuk keturunan yang kedua belas dari
Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka di antara Walisongo, yaitu
pelopor penyebaran agama Islam di Jawa. Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik
Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah
(Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung
Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH.
Muhammad Sulaiman, KH. Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (KH. Ahmad
Dahlan). Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun.
Pada periode ini, KH. Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-
pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid
Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888.
Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun.
Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran
pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid
Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia
berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke
Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada
Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada
tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak
Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai KH. Ahmad Dahlan,
seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan
Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah,
Siradj KH. Ahmad Dahlan, Siti Busyro, Irfan KH. Ahmad Dahlan, Siti Aisyah, Siti
Zaharah. Disamping itu KH. Ahmad KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi
Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai
Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari
perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang
bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman
Yogyakarta. KH. Ahmad Dahlan dimakamkan di KarangKajen, Yogyakarta.

B. Pengalaman Organisasi
Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah
Muhammadiyah, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup
berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi wiraswasta yang
cukup menggejala di masyarakat. Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan
bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, KH. Ahmad Dahlan
juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat,
sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair,
Budi Utomo, Syarikat Islam dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Pada tahun 1912, KH. Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah
untuk melaksanakan cita-cita pembaruan Islam di bumi Nusantara. KH. Ahmad
Dahlan ingin mengadakan suatu pembaruan dalam cara berpikir dan beramal
menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk
kembali hidup menurut tuntunanal-Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri
bertepatan pada tanggal 18 November 1912. Dan sejak awal KH. Ahmad Dahlan
telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat
sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh KH. Ahmad Dahlan ini juga
mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya.
Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh
hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang
menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen,
mengajar di sekolah Belanda, serta bergaul dengan tokoh-tokoh Budi Utomo yang
kebanyakan dari golongan priyayi, dan bermacam-macam tuduhan lain. Saat itu
KH. Ahmad Dahlan sempat mengajar agama Islam di sekolah OSVIA Magelang,
yang merupakan sekolah khusus Belanda untuk anak-anak priyayi. Bahkan ada pula
orang yang hendak membunuhnya. Namun ia berteguh hati untuk melanjutkan cita-
cita dan perjuangan pembaruan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan
tersebut.
Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad KH. Ahmad Dahlan mengajukan
permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum.
Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan
Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah
Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari
Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi
ini. Maka dari itu kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi
di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, Imogiri dan lain-Iain telah berdiri
cabang Muhammadiyah.
Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda.
Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan
menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama
lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Ujung Pandang, Ahmadiyah
di Garut. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah
(SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota
Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk
mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. KH. Ahmad Dahlan
juga bersahabat dan berdialog dengan tokoh agama lain seperti Pastur van Lith pada
1914-1918. Van Lith adalah pastur pertama yang diajak dialog oleh KH. Ahmad
Dahlan. Pastur van Lith di Muntilan yang merupakan tokoh di kalangan keagamaan
Katolik. Pada saat itu KH. Ahmad Dahlan tidak ragu-ragu masuk gereja dengan
pakaian hajinya.
Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh KH. Ahmad
Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, disamping juga melalui
relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan
yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari
berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap
Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di
seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 KH. Ahmad Dahlan
mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan
cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan
oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.
Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan
dakwah Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan juga memfasilitasi para anggota
Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam
Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah
Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota (sekali
dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah AIgemeene Vergadering (persidangan
umum).

C. Pahlawan Nasional
Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa
Indonesia melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik
Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan
Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut:
1. KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk
menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan
berbuat.
2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak
memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang
menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat,
dengan dasar iman dan Islam.
3. Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial
dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa,
dengan jiwa ajaran Islam
4. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah
mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan
berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria.

3.3 Pemikiran-pemikiran KH.Ahmad Dahlan tentang Islam dan Umatnya


Aksi sosial Ahmad Dahlan bukan semata gerakan keagamaan dalam arti
ritual, melainkan bisa disebut sebagai “revolusi kebudayaan”. Berbagai gagasan
dan aksi sosial KH. Ahmad Dahlan tidak hanya mencerminkan nalar kritisnya,
melainkan juga menunjukkan kepedulian pada nasib rakyat kebanyakan yang
menderita, tidak berpendidikan dan miskin. Aktualisasi Islam tidak hanya secara
pribadi, manusia diwajibkan menegakkan Islam ditengah-tengah masyarakat. KH.
Ahmad Dahlan tidak menginginkan masyarakat Islam yang seperti dahulu, ataupun
masyarakat baru yang membentuk budaya Islam baru.
Jalan yang ditempuh KH. Ahmad Dahlan adalah dengan menggembirakan
umat Islam Indonesia untuk beramal dan berbakti sesuai dengan ajaran Islam.
Bidang pendidikan misalnya, KH. Ahmad Dahlan mengadopsi sistem pendidikan
Belanda karena diangap efektif. Bahkan membuka peluang bagi wanita Islam untuk
sekolah, padahal di Arab, India dan Pakistan ini menjadi masalah. Sedangkan
dibidang sosial Ahmad Dahlan mendirikan panti asuhan untuk memelihara anak
yatim dan anak-anak terlantar lainnya. Yang kemudian banyak berkembang
Yayasan-yayasan Yatim Piatu Muhammadiyah, Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah, dan tersbesar adalah lembaga pendidikan Muhammadiyah baik
TK, SD, SMP, SMU dan Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang jumlahnya
terbesar di Indonesia.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Muhammad Darwis atau lebih dikenal dengan K.H. Ahmad Dahlan
menuntut ilmu di kota suci Makkah, dan hasil dari pendidikannya itu kemudian
beliau membentuk sebuah wadah perubahan untuk kembali kepada Al-Qur’an dan
As -unnah Rasullullah sesuai dengan arti Muhammadiyah yaitu pengikut Nabi
Muhammad SAW. Dari terbentuknya Muhammadiyah di kampung Kauman
Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H yang bertepatan pada 18 November
1912 M dan tersebar luas hampir seluruh Indonesia sehingga menjadi organisasi
besar sampai dengan sekarang tidak lepas dari buah pikiran K.H. Ahmad Dahlan.
Terdapat cukup banyak penjelasan tentang faktor-faktor yang melatar belakangi
berdirinya Muhammadiyah. Faktor subjektif berkenaan dengan pribadi Ahmad KH.
Ahmad Dahlan sendiri. Sedangkan faktor objektif dibedakan atas dua macam, yaitu
intern dan ekstern. Aksi sosial Ahmad Dahlan bukan semata gerakan keagamaan
dalam arti ritual, melainkan bisa disebut sebagai “revolusi kebudayaan”. Berbagai
gagasan dan aksi sosial KH. Ahmad Dahlan tidak hanya mencerminkan nalar
kritisnya, melainkan juga menunjukkan kepedulian pada nasib rakyat kebanyakan
yang menderita, tidak berpendidikan dan miskin. Aktualisasi Islam tidak hanya
secara pribadi, manusia diwajibkan menegakkan Islam ditengah-tengah
masyarakat. KH. Ahmad Dahlan tidak menginginkan masyarakat Islam yang
seperti dahulu, ataupun masyarakat baru yang membentuk budaya Islam baru.
Daftar Pustaka

http://violetaindriani.blogspot.com/2013/11/makalah-kemuhammadiyahan-latar-
belakang.html (diakses tanggal 07 Nopember 2014)
http://www.muhammadiyah.or.id/content-50-det-sejarah.html (diakses tanggal
3 Nopember 2014)

Anda mungkin juga menyukai