Anda di halaman 1dari 22

REVISI MAKALAH

SEJARAH MUHAMMADIYAH

Di susun guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah Kemuhammadiyahan

Dosen Pengampu:

Syamsurizal Yazid, Dr. Drs., M.A

Di Susun Oleh:

Kelompok Dua (2)

Siti Rahmani 202010510311029


Ainul Millah 202010510311014
Muhammad I’zaz S.N 202010510311019
Samy Abiyyu 202110510311039

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2023
BAB I

PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Muhammadiyah

Kelahiran Muhammadiyah tidak lepas dari gerakan pembaharuan Islam. Sosok KH.
Ahmad Dahlan sebagai pencetus sekaligus sebagai inovator pola gerakan merupakan figur
central yang tidak bisa dilepaskan dalam memberikan warna dan ciri khas dalam gerakan
Muhammadiyah. Pola gerakan Muhammadiyah yang vis a vis kultur masyarakat Jawa pada
saat itu, dianggap sebagai gerakan yang bertentangan dengan tradisi masyarakat. Gaya
dakwah dan gerakan KH. Ahmad Dahlan yang banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh gerakan
pembaharuan seperti Jamaludin Al-Afghani, Rasyid Ridha, Muhammad Abduh, dan tentu
saja figur central gerakan wahabiah yaitu Muhammad Ibn Abdul Wahad. Pengaruh tokoh-
tokoh tersebut tercermin dan dapat dilihat dari pola gerakan dan gaya dakwah KH.Ahmad
Dahlan yang cenderung modert yang merujuk pada model Muhammad Abduh dan Rasyid
Ridha.

Pengaruh gerakan pembaharuan Islam terhadap KH. Ahmad Dahlan sebagai fitur
central pada gerakan Muhammadiyah, melahirkan perspketif Muhammadiyah sebagai
gerakan reformis modernis. Sehingga tiga ciri gerapak yang menjadi identitas
Muhammadiyah yang terangkum dalam triloginya yaitu sebagai gerakan Islam, dakwah dan
tajdid. Realitas ini merujuk pada sosio-agama di Indonesia, dimana tradisi tahaul, bid’ah dan
khurafat. Disisi lain realitas sosio-pendidikan Islam dan sistem umum, sehingga melahirkan
ketimpangan pada lulusan sekolah umum di satu pihak dan lulusan pesantren di lain pihak
(Nashir, 5: 2016).1

Muhammadiyah adalah gerakan modernis Islam yang paling berpengaruh di


Indonesia, gerakannya didasari pada sumber pokok ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an dan As-
Sunnah. Sekalipun tidak anti mazhab, namun Muhammadiyah tidak mengikatkan dirinya
pada satu mazhab. Dalam memahami dan melaksanakan ajaran Islam, Muhammadiyah
mengembangkan semangat tajdid dan ijtihad, serta menjauhi taqlid. Dalam menghadapi
perbedaan-perbedaan yang sering ditemukan dalam pelaksanaan ajaran Islam,
Muhammadiyah mengembangkan sikap toleransi dan tidak memperlihatkan keberpihakan

1
Setiawan, B. A. (2019). Manhaj Tarjih Dan Tajdid: Asas Pengembangan Pemikiran dalam
Muhammadiyah. Tarlim: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 2(1), 35-42.

2
pada satu golongan. Pada prinsipnya setiap ajaran Islam yang di laksanakan haruslah
bersumber dari Al-Qur’an dan as-sunnah.
KH. Ahmad Dahlan memberi nama Muhammadiyah kepada pergerakan Islam yang
didirikannya dengan maksud untuk bertafa’ul (berpengharapan baik) dapat mencontoh dan
meneladani jejak perjuangannya dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi agama
Islam semata-mata demi terwujudnya Izzul Islam Wal Muslimin, kejayaan Islam sebagai
realita dan kemuliaan hidup umat Islam.
Muhammadiyah lahir dengan orintasi keagamaan, lebih menampilkan diri sebagai
gerakan puritan untuk menghapus beban-beban kultural Islam yang terkena pengaruh budaya
agraris. Dari orientasi yang cenderung bersifat keagamaan seperti itu bisa dinilai bahwa
Muhammadiyah berupaya untuk melakukan pembaharuan kualitatif yang bersifay
keagamaan. Dengan semangat kembali kepada Al-Quran dan hadist, Muhammadiyah beruapa
keras untuk memurnikan agama dan menghilangkan pengaruh-pengaruh kultural dan simbol-
simbol yang tidak relevan dengan Islam agar dapat lebih dinamis dalam suasana sosial dan
kulturan yang baru.2
Muhammadiyah adalah salah satu organisasi Islam yang cukup banyak dikenal baik
oleh kaum intelektual maupun oleh kaum awam. Namun terkadang terjadi kesalahpahaman
terhadap ajaran-ajaran yang dianggap paham dari Muhammadiyah dikarenakan oleh
kekeliruan dalam memahami makna dari Muhammadiyah itu sendiri. Adapun arti dari
Muhammadiyah dapat dilihat dari dua aspek yaitu aspek bahasa dan aspek istilah
(terminology). Menurut bahasa Muhammadiyah berasal dari bahasa Arab “Muhammad” yaitu
nama Nabi dan Rasul Allah yang terakhir. Kemudian mendapat “ya” nisbiyah yang artinya
menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti umat Muhammad saw atau pengikut Muhammad
saw, yakni semua orang Islam yang mengakui dan meyakini bahwa Nabi Muhammad saw
adalah hamba dan pesuruh Allah yang terakhir.
Sedangkan menurut Istilah Muhammadiyah diartikan sebagi gerakan Islam, dakwah
amar ma’ruf dan nahi mungkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur’an dan sunnah,
didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 18 Dzulhijjah 1330 Hijriyah bertepatan
dengan tanggal 18 november 1912 Miladiyah di kota Yogyakarta. Kebangkitan
Muhammadiyah Menurut pendapat Ahmad Syafi’i Ma’arif merupakan usaha memperbaharui
pengertian kaum muslimin tentang agamanya, mencerahkan hati dan pikirannya dengan jalan
mengenalkan kembali ajaran Islam sejati sesuai dengan dasar al-qur’an dan as-sunnah.

2
Anis, A. (2019). Muhammadiyah Dalam Penyebaran Islam. Jurnal Mimbar: Media Intelektual Muslim
Dan Bimbingan Rohani, 5(2), 65-80.

3
Sebagaimana layaknya suatu organisasi, Muhammadiyah memiliki lambang tersendiri
yang mencerminkan identitasnya. Lambang Muhammadiyah yaitu matahari yang
memancarkan duabelas sinar yang mengarah ke segala penjuru, dengan sinar yang putih
bersih bercahaya, ditengah-tengah matahari terdapat tulisan dengan huruf Arab;
Muhammadiyah, pada lingkaran atas yang mengelilingi tulisan muhammadiyah terdapat
tulisan berhuruf Arab, berujud kalimat tauhid, yang seluruhnya terletak pada warna dasar
hijau.
Adapun makna dari lambang Muhammadiyah ini adalah seperti matahari yang memiliki
kekuatan memancarkan sinar panas yang sangat berguna bagi kehidupan biologis semua
makhluk hidup yang ada di bumi, Muhammadiyah berharap akan menjadi penyebab lahir dan
berlangsungnya kehidupan spiritual, rohaniah bagi semua orang yang mau menerima
pancaran sinarnya yang berupa ajaran Islam sebagaimana yang termuat dalam Al-Qur’an dan
As-Sunnah. Adapun makna dari duabelas sinar matahari yang memancar keseluruh penjuru
mengibaratkan tekad dan semangat pantang menyerah dari warga Muhammadiyah dalam
memperjuangkan Islam di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia. Sedangkan sinar
putih pada seluruh gambar melambangkan kesucian dan keikhlasan dan warna hijau yang
menjadi warna dasar melambangkan kedamaian dan kesejahteraan.3

1.2 Faktor Obyektif Yang Mendorong Berdirinya Muhammadiyah (Kondisi Sosial dan
Keagamaan Bangsa Indonesia Pada Zaman Kolonial)
Ada beberapa sebab yang bersifat objektif yang melatar belakangi berdirinya
Muhammadiyah, yang dapat dikelompokkan dalam faktor internal, yakni faktor-faktor yang
muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat Islam Indonesia dan eksternal yaitu faktor-
faktor penyebab yang ada di luar tubuh masyarakat Islam Indonesia. Faktor objektif bersifat
internal, yakni ketidakmurnian ajaran Islam akibat tidak dijadikan al-Qur`an dan al-Sunnah
sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat dan lembaga pendidikan yang dimiliki
umat Islam belum mampu menyiapkan generasi yang siap mengemban misi selaku khalifah
Allah di bumi. Faktor objektif eksternal, yaitu: semakin meningkatnya gerakan kristenisasi di
tengah-tengah masyarakat Indonesia dan penetrasi bangsa-bang Eropa terutama bangsa
Belanda ke Indonesia.
Demikian pula Mukti Ali menyimpulkan bahwa dari sekian banyak faktor yang
melatar belakangi berdirinya Muhammadiyah, setidaknya tersimpul dalam empat faktor yang
utama. Pertama, ketidakbersihan dan campur aduk kehidupan agama Islam di Indonesia.
3
Ibid, h. 72-73

4
Kedua, ketidakefisienan lembaga-lembaga pendidikan Islam Indonesia. Ketiga, aktifitas misi-
misi Khatolik dan Protestan. Keempat, sikap acuh tak acuh, malah kadang-kadang sikap
merendahkan golongan intelegensia terhadap Islam. Sementara Achmad Jainuri
menambahkan bahwa faktor eksternal kelahiran Muhammadiyah selain berkaitan dengan
politik Belanda terhadap kaum muslimin Indonesia, juga karena pengaruh ide dan gerakan di
Timur Tengah,dan juga kesadaran beberap pemimpin Islam terhadap kemajuan yang telah
dicapai oleh Barat.
Pada zaman kolonial, Belanda mendirikan sekolah-sekolah sekuler, yang bertujuan
untuk mendidik anak-anak priyayi untuk menjadi juru tulis tingkat rendah dan pemegang
buku sebagai pegawai-pegawai yang dapat membantu majikan-majikan Belanda dalam tugas
di bidang perdagangan, teknik dan administrasi. Jadi orientasi pendidikan itu hanya ditujukan
untuk pemenuhan kebutuhan pemerintah Belanda untuk tenaga-tenaga pembantu di kantor.
Di sekolah ini para siswa tidak diperkenalkan sama sekali dengan pendidikan Islam, sehingga
menjadikan corak berfikir dan tingkah laku lulusan-lulusannya (walaupun pada umumnya
beragama Islam) jauh dari ajaran Islam. Selanjutnya, dengan bergulirnya kebijakan politik
etis, lembaga sekolah yang didirikan oleh pemerintah Belanda tidak hanya dikhususkan untuk
orang Belanda atau orang Indonesia yang berasal dari kalangan priyayi saja, tetapi juga
diperuntukkan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Maraknya pendidikan yang dikelola pemerintah kolonial Belanda dengan sendirinya
melemahkan eksistensi lembaga pendidikan Islam tradisional, seperti pesantren. Lembaga
pendidikan tradisional yang diharapkan mampu mengimbangi pendidikan pemerintah yang
sekuler justru tidak berdaya. Kelemahan yang paling menonjol dalam pendidikan ini adalah
sistem pendidikannya masih bersifat tradisional dan tidak teratur.27 Hal ini masih dibarengi
dengan sikap konfrontasi kaum pesantren terhadap pemerintah kolonial yang berakibat
munculnya perilaku eksklusif atau menutup diri dari pengaruh luar. Pada permulaan abad ke-
20, di kalangan muslim terpelajar Indonesia mulai muncul kesadaran baru untuk mengatasi
kondisi pendidikan Islam Indonesia yang mengalami keterpurukan. Mereka terbuka dengan
terhadap ide-ide dan pemikiran yang membawa pada perubahan dan kemajuan untuk
menemukan solusi yang terbaik. K.H. Ahmad Dahlan dan para pemimpin Muhammadiyah
bertekad mengadakan pembaharuan pendidikan. Pembaharuan tersebut meliputi dua segi,
yaitu cita-cita dan teknik. Dari segi cita-cita, ingin membentuk muslim yang berakhlak mulia,
alim dalam agama, luas pandangan dan faham masalah keduniaan, yang kemudian
menimbulkan ide intelek-ulama dan ulama-intelek, cakap dan bersedia berjuang untuk
kemajuan masyarakatnya. Dengan demikian target yang ingin dicapai oleh setiap lulusan

5
pendidikan Muhammadiyah meliputi: akidah yang benar, akhlak yang mulia, cerdas, trampil
dan pengabdian masyarakat. Ahmad Jainuri menegaskankan bahwa tujuan pendidikan
Muhammadiyah adalah berkeinginan mencetak elit muslim terdidik yang memiliki identitas
Islam yang kuat, mampu memberikan bimbingan dan keteladanan terhadap masyarakat, dan
sekaligus sebagai kekuatan yang mengimbangi tantangan kaum elit sekuler berpendidikan
Barat yang dihasilkan oleh pendidikan Belanda pada waktu itu.4
Untuk merealisasaikan ide pembaharuan dalam dunia pendidikan, Muhammadiyah
telah melakukan aktifitasnya dalam bentuk mendirikan madrasahmadrasah dan pesantren
dengan memasukkan kurikulum pendidikan dan pengajaran ilmu pengetahuan umum dan
modern, mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan kurikulum keislaman dan
kemuhammadiyahan. Lembaga pendidikan yang didirikan di atas dikelola dalam bentuk amal
usaha dengan penyelenggaranya dibentuk sebuah majelis dengan nama Majelis Pendidikan
Dasar dan Menengah, secara vertikal mulai dari Pimpinan Pusat sampai ke tingkat Pimpinan
Cabang. Majelis Dikdasmen yang diserahi tugas sebagai penyelenggaran amal usaha di
bidang pendidikan, dalam melaksanakan program mengacu kepada Tanfidz Keputusan
Muktamar, Tanfidz Keputusan Musywil dan Tanfidz Keputusan Musda. Agar
penyelenggaraan pendidikan di lingkungan Muhammadiyah mempunyai acuan dan aturan
yang jelas, Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah mentanfidzkan
Keputusan Rapat Kerja Nasional Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah
seluruh Indonesia.
Seperti sekolah-sekolah yang didirikan oleh kolonial Belanda, Muhammadiyah juga
mendirikan sekolah-sekolah sejenis dengan menambahkan mata pelajaran agama pada
kurikulmnya. Untuk maksud tersebut Muhammadiyah mendirikan HIS met the Quran, yang
kemudian berganti menjadi HIS Muhammadiyah. Muhammadiyah telah mendirikan
lembaga-lembaga pendidikan di berbagai wilayah Hindia Belanda di bawah naungan majlis
pengajaran. Sekolah Dasar pertama didirikan tahun 1915 di lingkungan Kraton Yogyakarta.
Sekolah tersebut menggunakan ruang belajar berupa kelas, kurikulum modern dan seragam
sekolah. Di sekolah ini diberikan pendidikan agama Islam dan mata pelajaran lain seperti
yang ada di sekolah-sekolah pemerintah.5

1.3 Faktor Subyektif Yang Mendorong Berdirinya Muhammadiyah (Keprihatinan dan


Keterpanggilan KH. A. Dahlan Terhadap Umat dan Bangsa)
4
Yusra, N. (2018). Muhammadiyah: gerakan pembaharuan pendidikan Islam. POTENSIA: Jurnal
Kependidikan Islam, 4(1), 103-125.
5
Ibid, h. 115-117

6
Sebelum mendirikan Muhammadiyah K.H. Ahmad Dahlan sering terlibat dialog
dengan sahabat-sahabatnya berkaitan kondisi umat Islam dan solusinya. Solusinya adalah,
pertama, menegakkan kembali peranan Al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber utama
agama islam, kedua, dibutuhkannya sekelompok ummat guna menegakkan ajaran agama
Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan as Sunnah. Surat Ali Imran ayat 104 dan
mendorong umat Islam dan K.H. Ahmad Dahlan untuk mendirikan sebuah organisasi.  faktor
subjektif yaitu ingin melaksanakan hasil pemahaman K.H.Ahmad Dahlan terhadap frrman
Allah surat Ali Imran ayat 104 : (Revisian)

َ‫ولِٓئكَ ُه ُم ا ْل ُم ْفلِ ُح ْون‬


ٰ ُ‫ۗ وا‬
َ  ‫َن ا ْل ُم ْن َك ِر‬ ِ ‫َو ْلتَ ُكنْ ِّم ْن ُك ْم اُ َّمةٌ يَّ ْدع ُْونَ اِلَى ا ْل َخ ْي ِر َويَْأ ُم ُر ْونَ بِا ْل َم ْع ُر ْو‬
ِ ‫ف َويَ ْن َه ْونَ ع‬

"Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah
orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran: 104)

Pada ayat tersebut dijelaskan menurut beberapa tokoh Muhammadiyah bahwa ayat
terbut mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara
terorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang hidup
berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
dinyatakan, melancarkan amal usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang
mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya. Dalam
prosesnya, gerakan Muhammadiyah semakin berciri semangat membantu tata sosial dan
pendidikan masyarakat menjadi lebih maju dan terdidik dengan semakin banyaknya jumlah
lembaga pendidikan yang dimiliki oleh Muhammadiyah.

Berdasarkan Surat Ali Imran, ayat : 104 inilah Muhammadiyah meletakkan khittah
atau strategi dasar perjuangannya, yaitu dakwah (menyeru, mengajak) Islam, amar ma’ruf
nahi munkar dengan masyarakat sebagai medan juangnya. Gerakan Muhammadiyah
berkiprah di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia dengan membangun berbagai ragam
amal usaha yang benar-benar dapat menyentuh hajat orang banyak seperti berbagai ragam
lembaga pendidikan sejak taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, membangun sekian
banyak rumah sakit, panti-panti asuhan dan sebagainya. Semua amal usaha Muhammadiyah
seperti itu tidak lain merupakan suatu manifestasi dakwah islamiyah. Semua amal usaha
diadakan dengan niat dan tujuan tunggal, yaitu untuk dijadikan sarana dan wahana dakwah
Islamiyah.

7
Faktor subyektif yang mendorong berdirinya Muhammadiyah:

a. Keprihatinan terhadap umat Islam Pribumi


Ia prihatin melihat negara pribumu yang semakin terpuruk dan tenggelam
karena situasi dan kondisi global. Hal ini semakin diperparah dengan politik kolonial
Belanda yang sangat merugikan bangsa Indonesia (bahwa hanya anak bangsawanlah
yang bisa sekolah di pemerintahan Belanda). Dari situlah KH. Ahmad Dahlan untuk
bangkit semangatnya yang menggelora, bagaimana untuk bisa membantu dan bisa
membebaskan itu semua, KH. Ahmad Dahlah yakin bahwa agama Islam kalau
digerakkan dengan benar, dijalankan dengan benar sesuai dengan Al-Qur’an dan
Hadist akan mampu mendobrak dan menjadi jalan untuk bisa mengatasi itu semua
(Suyanto et al., n.d.). 6
Menurutnya, upaya tepat yang harus dilakukan adalah
membenahi sistem pendidikan pribumi. Pendidikan harus di-tempatkan pada skala
prioritas dalam proses pembangunan umat. Ilmu agama adalah terpenting, namun
harus diimbangi dengan ilmu umum.
a. Kesenjangan Pendidikan
Kesenjangan pendidikan ilmu agama dan ilmu umum pada saat itu membuat
K.H Ahmad Dahlan semakin tergerak hati untuk membenahi sistem pendidikan
di Indonesia. Ia sadar bahwa kita adalah bangsa terjajah, namun untuk melepaskan
belenggu itu kita harus memperbaharui cara pandang generasi melalui pendidikan
agama disertai ilmu umum, sehingga akan tercipta kualitas manusia yang lebih tinggi.
Gagasan terpentingnya adalah memasukkan pendidikan agama Islam kedalam sekolah
yang dikelola pemerintah,karena sekolah pemerintah Belanda pada waktu itu hanya
menawarkan ilmu umum saja.
KH.Ahmad Dahlan tidak langsung merubah sistem pendidikan dengan
mendirikan sekolah sendiri, namun diawali dengan ia meminta izin kepada
pemerintah Belanda saat itu untuk mengajarkan ilmu agama dalam sekolahnya.
Permintaan tersebut disetujui oleh Belanda karena mengira kerja keras ia akan sia-sia
bahwa murid akan tertarik pada ilmu umum saja bukan pada ilmu agama. Perkiraan
yang dipikirkan Belanda ternyata melesat, justru dengan awal itu KH.Ahmad Dahlan
atas usulan para muridnya mampu mendirikan sekolah sederhana yang mempelajari
dua ilmu, yaitu ilmu agama dan ilmu umum.
b. Pertarungan melawan Kristen

6
Suyanto, Y., Sukidi, S., & Feri Firmansyah, F. (2022). AIK III (Kemuhammadiyahan). hlm. 23

8
Menurut Addison, gerakan-gerakan keagamaan di Indonesia selama 400 tahun
bisa dianggap sebagai salah satu pertarungan antara Kristen dan Islam. Untuk
memperkuat teori ini, terdapat data yang menawarkan beberapa petunjuk tambahan di
sekitar motif-motif didirikannya Muhammadiyah. Terpenting dalam hal ini adalah
berbagai pernyataan dan tindakan Dahlan di depan publik dalam hubungannya misi
Kristen. Dahlan pernah berkata, “... Meskipun Islam tidak akan pernah lenyap dari
muka bumi, kemungkinan Islam lenyap di Indonesia tetap terbuka.
Ahmad Dahlan menganggap bahwa pendirian lembaga pendidikan merupakan
tujuan pokok melawan Kristenisasi. Dalam sekolah-sekolah Muhammadiyah, agama
diajarkan sebagai mata pelajaran wajib dan ilmu umum sebagai penunjang. Langkah
monumental ini dalam wacana Islam kontemporer disebut dengan “teologi
transformatif”, karena Islam tidak sekedar menjadi seperangkat ajaran ritual ibadah
dan “hablum min Allah” semata, tetapi justru peduli dan terlibat dalam memecahkan
masalah-masalah kongkret yang dihadapi manusia. Inilah teologi amal yang tipikal
dari Kyai Dahlam dan awal kelahiran Muhammadiyah.7

1.4 Profil KH. Ahmad Dahlan


KH. Ahmad Dahlan lahir dengan nama Ahmad Darwis yang lahir pada tahun 1868
( Adapun versi lain yang menuliskan pada tahun 1869 ) beliau terlahir dari keluarga yang
religius dan terpandang di masyarakat sekitar yaitu masyarakat kauman. Ayahnya bernama
Abu Bakar bin Sulaiman yang merupakam khatib besar Masjid Kesultanan Yogyakarta.
Sementara, ibunya yang bernama Siti Aminah merupakan putri dari Haji Ibrahim bin Hasan
yang merupakan seorang penghulu yang mengabdi di Keraton Yogyakarta ( Imran Mustofa,
2018:15 ).
Darwis merupakan anak laki – laki satu – satunya setelah Siti Aminah melahirkan tiga
anak perempuan. Seakan – akan Darwis adalah anak yang diharapkan akan menjadi penerus
abdi nagari kesultanan yang bertugas sebagai ‘ Ketib Amin ‘ Masjid Agung Yogyakarta.
Seiring dengan perkembangan usia, Darwis pun belajar dasar – dasar ilmu agama islam dan
bahasa arab ( Didik L.Hariri , 2018:13 ). Setelah pendidikan yang diberikan ayahnya dirasa
cukup, KH. Ahmad Dahlan dikirim untuk belajar ilmu – ilmu lainnya seperti : (1) Ilmu fikih
atau hukum islam pada KH. Muh Saleh, (2) Ilmu nafsu ( Sintaksis bahasa arab ) pada KH.
Mukhsin, (3) Ilmu falak ( astronomi dan geografi ) kepada K. Raden Haji Dahlan, (4) Ilmu

7
Arofah, S. (2016). Gagasan Dasar dan Pemikiran Pendidikan Islam KH Ahmad Dahlan. Tajdida:
Jurnal Pemikiran dan Gerakan Muhammadiyah, 13(2), 114-124.

9
hadist ( tradisi nabi ) kepada K. Mahfudh dan Syekh Khayyat, (5) Ilmu qiraah ( seni
membaca al-qur’an ) kepada Syekh Amien dan Sayyid Bakri Satock ( Widodo, 2012 :16 ).
KH. Ahmad Dahlan dulu pernah menikah dengan Nyai Abdullah janda dari
H.Abdullah, beliau juga pernah menikah dengan Nyai Rumu adik ajengan penghulu Cianjur,
dan konon beliau juga pernah menikah dengan Nyai Salekhah putri Kanjeng Penghulu M.
Syafi’i adiknnya Kyai Yasin Paku Alam Yogya. Dan terkahir menikah dengan ibu Walidah
binti Kyai Penghulu Haji Fadhil yang terkenal dengan panggilan Nyai Ahmad Dahlan yang
menemani beliau hingga akhir hayat beliau. Pernikahan KH. Ahmad Dahlan dengan Nyai Siti
Walidah dikaruniai empat orang putri dan dua orang putra ( Widodo, 2012 :13 ).8
K.H.Ahmad Dahlan bin K.H.Abubakar bin K.H. Muhammad Sulaiman bin Kyai
Muthodho bin Kyai Teyas bin Demang Jurang Kapindo ke-2 bin Demang Jurang Sapisan
ke-1 bin Maulana (Kiageng Gresik yang makamnya di Jati Anom, Klaten, Jawa Tengah)
bin Maulana Fadhlullah (Sunan Prapen bin Maulana Ainul Yaqin (Sunan Giri) bin Maulana
Ishak dan seterusnya hingga Saidina Husin, cucu Rasulullah SAW. Namannya semasa
kecil adalah Muhammad Darwisy. Ayahnya K.H.Abu Bakar bin K.H.M.Sulaiman, menjabat
sebagai khatib Masjid Agung Yogyakarta (Kesultanan) sedangkan ibunya Nyai Abu
bakar adalah puteri KH.Ibrahim bin K.H Hasan juga menjabat sebagai Kepengulon
Kesultanan Ngayogyakarto. Ibunya Ny. Abubakar putri KH. Ibrahim bin KH. Hasan.
Muhammad Darwisy memperoleh pendidikan agama pertama kali dari ayahnya
sendiri. Pada saat berusia 8 tahun sudah lancar membaca Al-Qur’an dan khatam 30
juz. Darwisy dikenal sebagai anak yang ulet pandai memanfaatkan sesuatu, wasis atau
pandai-cerdik-cerdas. Beliau rajin dan selalu fokus, sehingga ngajinya cepat mengalami
kemajuan. Suka bertanya hal-hal yang belum diketahuinya (dregil) karena
selalu kreatif dan banyak akal untuk mengatasi berbagai kendala. (PP Muh, 2014:2)Tanda
– tanda kepemimpinan sudah tampak sejak dini atau sejak masih kanak-kanak. Teman-
temannya selalu lulut, mengikuti Darwisy karena sifat kepemimpinanya. Darwisy
adalah anak yang rajin, jujur, serta suka menolong, oleh karena itu, banyak temannya.
Keterampilannya merupakan bakat dari kecil , pandai membuat barang – barang ,
mainan, dan suka main layang-layang serta gangsing.
Menginjak masa remaja Darwisy mulai belajar fiqih dengan K.H .M. Saleh
dan belajar ilmu nahwu kepada Kyai Haji Muchsin, Kedua gurunya adalah kebetulan
kakak iparnya. Beliau belajar ilmu falak kepada K.Raden Haji Dahlan (putera Kyai
Pesantren Termas Pacitan), belajar ilmu Hadist kepada Kyai Mahfudz dan Syaikh
8
DAHLAN, D. P. K. A. PADA BIDANG PENDIDIKAN ISLAM.

10
Khayyat, belajar ilmu Qiraah Al-Qur’an kepada Syaikh Amien dan Sayyid Bakri
Syatha. Beliau juga belajar ilmu tentang bisa racun binatang buas kepada Syaikh
Hasan. Beberapa gurunya yang lain yakni R. Ngabehi Sastrosugondo, R. Wedana
Dwijosewoyo dan Syaikh Muhammad Jamil Jambek dari Bukittinggi. Muhammaad
Darwisy menikah dengan Siti Walidah binti Kyai Penghulu Haji Fadhil pada tahun
1889.Siti Walidah ini masih terhitung saudara sepupu . Perkawinan ini kelak
dikaruniai enam orang anak antara lain Djohanah (1890), Siraj Dahlan (1897), Siti
Busyro (1903), Siti Aisyah (1905), Irfan Dahlan (1905), Siti Zuharoh (1908).Beberapa
bulan setelah menikah, beliau berangkat ke Mekkah untuk menunaikan
ibadah Haji sambil berniat mempermudah ilmu agama Islam disana dan akhirnya tinggal
disana selama 5 tahun dan selama itu beliau banyak membaca tulisan-tulisan dari
Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rashid Ridha. Kemudian setelah itu ,
beliaupun mendapat sertifikat untuk berganti nama , dari Sayyid Bakri Syatha seorang
syaikh/ guru di Mekkah, dia mendapat nama baru Haji.Ahmad Dahlan. Lalu setelah
itu, kembali ke Indonesia dengan membawa banyak sekali buku buku tebal.
Sekembalinya dari Haji dan belajar agama kepada para syekh di Mekkah, K.H. A.
Dahlan membantu ayahnya mengajar agama kepada murid-murid ayahnya di Masjid
Besar Kauman. Beliau mengajar pada waktu siang, ba’da dhuhur dan sesudah maghrib
sampai isya’.
Tahun 1903, KH. Ahmad Dahlan mengajak putranya Muhammad Siraj yang berumur
6 tahun pergi haji ke Mekkah untuk kedua kalinya. Beliau belajar ilmu fiqh kepada Kyai
Makhful Termas dan Sa’id Babusyel, belajar ilmu hadist kepada Mufti Syafi’i, belajar ilmu
falak kepada Kyai Asy’ari Baceyan, dan berguru kepada syaikh Ali Mishri Makkah dalam
ilmu qiraah. KH. Ahmad Dahlan juga menjalin hubungan dan berkawan dengan orang-orang
Indonesia di sana, yaitu Syaikh Muhammad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari
Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih Maskumambang dari Gresik.
Sepulang dari Mekkah kedua kalinya itu, KH. Ahmad Dahlan mulai mendirikan
pondok (asrama) untuk murid-murid yang datang dari jauh, yaitu Pekalongan, Batang,
Magelang, Solo dan Semarang. Selain dari daerah-daerah itu, murid-muridnya juga datang
dari yang lebih dekat seperti Bantul, Srandakan, Brosost, dan Kulonprogo. Sebagaimana
umumnya kaum santri Indonesia masa itu, kitab-kitab yang dipelajari Kyai Dahlan adalah
kitab-kitab dari Ahlussunnah wal jamaah dalam ilmu Aqaid, kitab Madzab Syafi’i dalam
ilmu fikih dan dari Imam Ghazali dalam ilmu tasawuf. Namun, sekembalinya dari Mekkah,
setelah persinggungannya dari Mekkah dan bertemu dengan bebrapa tokoh pembaharu, KH.

11
Ahmad Dahlan mulai membaca kitab-kitab yang berjiwa pembaharuan itu, diantara kitab
yang sering dibaca adalah Al-Tauhid karangan Muhammad Abduh, Tafsir Jus Amma
karangan Muhammad Abduh, Kanzul Ulum, Dairah Al-Ma’arif karangan Farid Wajdi, Fi’al-
Bid’ah karangan ibn Taimiyyah: Al-Tasawuf wal wasilah, karangan ibn Taimiyyah, dll.9
KH. Ahmad Dahlan dikenal sebagai pribadi yang kuat dalam memegang prinsip, tapi
tidak fanatik. Gerak-gertiknya selalu didasarkan pada prinsip yang ia pegang dan yakini
kebenarannya. Sehingga, dalam menjalankan dakwahnya, meski banyak rintangan yang
mengadang ia tetap tegar. Perjuangan KH.Ahmad Dahlan dalam berdakwah penuh liku,
hingga melahirkan Muhammadiyah. Berdasarkan surat Ali Imran ayat 104, ia mendirikan
Muhammadiyah dengan harapa bisa melakukan tugas agama, yaitu amar ma’ruf nahi
munkar. Semangatnya dalam berdakwah dan keberpihakannya kepada mustadha’afin (orang-
orang lemah) telah melahirkan berbagai fasilitas publik, seperti rumah sakit, panti asuhan,
dan sekolah. Sebuah gebrakan yang pada masanya dianggap menyimpang, karena dianggap
meniru gaya Barat dan agama Kristen.
Sampai sekarang, kita masih bisa menikmati fasilitas-fasilitas yang dulu dibangun
KH. Ahmad Dahlan dengan peluh keringat kerja keras. Dan, tanpa disadari model perjuangan
KH. Ahmad Dahlan yang dulu dianggap menyimpang, kini diadopsi oleh pemerintah dan
komunitas-komunitas lain. Untuk sampai kepada capaian tersebut tentu saja tidak mudah.
Dibutuhkan tekad yang kuat dan kerja keras. Terlebih dalam situasi yang ditentang
masyarakat setempat, tanpa prinsip dan tekad yang kuat, tidak mugkin KH.Ahmad Dahlan
bisa bertahan. Sehingga, mengetahui prinsip-prinsip hidup KH.Ahmad Dahlan amatlah perlu
bagi kita. Prinsip-prinsip tersebut kemudian bisa kita teladani sebagai bekal untuk berjuang di
masyarakat.10
1.5 Pemikiran-Pemikiran KH.Ahmad Dahlan Tentang Islam Dan Umatnya
Dalam struktur pemikiran KH. Ahmad Dahlan, terdapat lima pokok pemikiran yakni:
Pertama, bidang ekonomi, disebutkan bahwa kebijakan ekonomi liberal yang diberlakukan
secara formal sejak tahun 1870 telah memberi kesempatan tidak hanya kepada pemerintah
koonial, melainkan juga kepada pihak asing untuk melakukan eksploitasi terhadap sumber-
sumber ekonomi di seluruh Indonesia. Kedua, bidang keagamaan, dibidang ini
Muhammadiyah telah melakukan perubahan sebagi berikut: 1) penentuan arah kiblat yang
tepat dalam shalat, sebagai koreksi dari kebiasaan sebelumnya yang menghadap tempat
kearah barat. 2) Penggunaan perhitungan astronomi dalam menentukan permulaan dan akhir

9
Abdullah, N. (2017). KH Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis). Jurnal Sosiologi Agama, 9(1), 22-37.
10
Mustofa, I. (2018). KH. Ahmad Dahlan si penyantun. Diva Press.hal 51-52

12
bulan puasa (hisab), sebagai kebalikan dari pengamatan perjalanan bulan oleh petugas agama.
3) Menyelenggarakan shalat bersama di lapangan terbuka pada hari raya Islam, idul fitri, dan
idul adha, sebagai ganti dari shalat serupa dalam jumlah jamaah yang lebih kecil yang di
selenggarakan di mesjid. 4) Pengumpulan dan pembagian zakat fitrah dan qurban pada dua
hari raya (idul fitri dan idul adha) oleh panitia khusus (amil) untuk didistribusikan kepada
mereka yang berhak menerimanya. ` Ketiga, bidang sosial, dalam bidang sosial dan
kemasyarakatan, usaha yang dirintis oleh Muhammadiyah ialah mendirikan rumah sakit,
poliklinik, rumah yatim piatu, yang dikelola melalui lembagalembaga dan bukan secara
individual sebagaimana dilakukan orang pada umumnya. Keempat, bidang dakwah, cara-
cara dakwah yang dilakukan oleh Muhammadiyah pada awal berdirinya tidak hanya
memakai cara-cara konfensional. Gerakan dakwah Muhammadiyah juga menggunakan
media. Muhammadiyah melakukan penyebaran agama Islam melalui tulisan sesuai dengan
perkembangan dalam bidang pendidikan dan penerbitan pada waktu itu. Muhammadiyah
mencetak selebaran yang berisi do’a sehari-hari, jadwal shalat, jadwal puasa ramadhan, dan
masalah agama Islam lain. Selain menerbitkan buku, Muhammadiyah sejak tahun 1916
menerbitkan soewara Muhammadiyah, sebuah majalah tentang pemahaman Muhammadiyah
yang menggunakan bahasa jawa. Kelima, bidang pendidikan, dunia pendidikan juga banyak
didominasi oleh kalangan eropa dan elit terakomodasi dalam sistem pendidikan moderen
yang banyak dikelola oleh pemerintah kolonial indonesia kebekuan sistem pendidikan
tradisional di indonesia semakin meninggalkan mayoritas pribumi dalam ketidak berdayaan
ditengah sistem sosial yang semakin moderen dan rasional. Kesadaran sebagai bangsa
terjajah tidak banyak muncul dikalangan masyarakat akibat pembodohan yang secara
sistematis dikelolah oleh pemerintah kolonial.Elit feodal pribumi, bahkan banyak yang tidak
tercerahkan.

KH.Ahmad Dahlan, melalui Muhammadiyah telah berkiprah khususnya dibidang


pendidikan sejak lahirnya tahun 1912 untuk kemajuan bangsa jauh sebelum republik
indonesia tercinta lahir tahun 1945. Kiprah Muhammadiyah antara lain sebagai berikut:

1. Membangun Sistem Pendidikan Islam Modern


Muhammadiyah diakui sebagai organisasi Islam yang paling menonjol dalam
amal usaha pendidikan. Pendidikan bahkan menjadi ciri penting bahkan melekat pada
gerakan Muhammadiyah. Lembaga pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan
tinggi dimiliki Muhammadiyah, termasuk taman kanak-kanak Aisyiyah Busthanul
Athfal yang terbesar di seluruh tanah air. Ciri penting dan merupakan kepeloporan

13
Muhammadiyah dan lembaga pendidikan yang dirintis dan dikembangkannya adalah
sistem pendidikan Islam moderen yang terpadu atau holistik. Artinya pendidikan
Islam yang diperkenalkan oleh Muhammadiyah memadukan pendidikan agama dan
pendidikan umum dalam satu kesatuan sistem, baik dalam bentuk sekolah atau
perguruan umum atau madrasah dan pondok pesantren.
Lembaga pendidikan Islam moderen yang dipelopori Muhammadiyah sejak
kelahirannya merupakan alternatif dari sistem pendidikan Islam tradisional yang
waktu itu hanya memperkenalkan pendidikan agama secara khusus, yang tidak
responsif terhadap tantangan dan perkembangan zaman. Apa yang dirintis
Muhammadiyah tersebut pada awalnya ditanggapi negatif oleh kalangan Islam
tradisional karena telah memakai sistem sekolah model barat, tetapi lama-kelamaan
diterima secara luas bahkan dibelakang hari ditiru dan menjadi sistem pendidikan
yang berlaku umum di lingkungan umat Islam dengan sistem pendidikan Islam
moderen tersebut. Muhammadiyah menghadirkan generasi muslim terpelajar yang
kuat iman dan kepribadian selaku muslim sekaligus memiliki kualitas intelektual dan
kemampuan menghadapi kemajuan zaman.
2. Memperbarui Paham Islam
Muhammadiyah dengan semangat kembali pada Al-Qur’an dan Sunnah nabi
(al-ruju’ila al-qur’an wa al-sunnah) telah berhasil meluruskan pemahaman agama
yang bersifat serba taklid dan perbuatan kemusyrikan, tahayul, dan bid’ah ke paham
Islam yang otentik atau murni pada al-qur’an dan sunnah nabi yang sakhihah/
maqbulah. Bagi Muhammadiyah, Islam tidak ada sumber ajarannya, yang otentik
kecuali pada al-qur’an dan sunnah Nabi yang sakhiha/ maqbulah. Adapun pandangan
madzhab, ulama, dan sejenisnya yang bersifat faham yang dasarnya substansi
kebenarannya harus diuji oleh al- qur’an dan sunnah nabi bukan sebaliknya, qaul dan
pendapat ulama jangan sampai mengugurkan dan mengaburkan pandangan Al-qur’an
dan sunnah Nabi yang maqbulah, apalagi menetapkan sebagai kebenaran mutlak yang
harus diikuti secara taqlid atau tanpa kritis. Hal demikianlah menjadi sangat penting
karena warisan ulama tersebut sering disalahkan, yang hingga saat ini ada sementara
kalangan mudah yang begitu kritis bahkan berani melakukan dekonstruksi terhadap
pandangan dan mazhab ulama.
Dalam kaitan ini Muhammadiyah benar-benar berhasil mendobrak kebekukan
dalam paham keagamaan, sehingga Islam memiliki ujukan yang otentik. Bahwa
sumber utama rujukan ajaran Islam itu adalah Al-Qur’an dan sunnah nabi yang

14
maqbulah, yang harus diyakini, dipahami dan diamalkan secara mendalam dan luas
pandangan sebagai fundamental dan luasnya cakrawala Islam dalam memperbaharui
faham Islam yang bersumber pada ajaran yang otentik itu, Muhammadiyah
mengembangkan tajdid dan ijtihad, sehingga kembali pada Al-Qur’an dan sunah nabi
bukan sekedar mencari kemurnian semata (purifikasi) tetapi sekaligus pembaruan
yang bersifat dinamisasi (ishlah,tajdid) disertai pengayaan baik pada aspek pemurnian
maupun pengembangan, untuk kemudian membumikan Islam dalam realitas jaman
sehingga Islam itu melahirkan kemajuan dan menjadi agama rahmatan lilalamin.
Gerakan purifikasi (pemurnian) yang cenderung keras pada periode tertentu
terutama dalam pemberantasan TBC (Tahayul, Bid’ah Khurafat) harus dibaca dalam
konteks dinamika gerakan,yang sering mengalami diskontinuitas atau perubahan,
disamping kesinambungan atau kontinuitas. Tetapi Muhammadiyah mencoba
pembaharuan cara atau metodologi dengan pendekatan dakwah kultural. Pendekatan
dakwah kultural tersebut bukan berarti Muhammadiyah membenarkan TBC yang
bertentangan dengan prinsip aqidah yang murni, tetapi lebih pada memperkaya
pendekatan sehingga tidak serba konfrontasi yang pada akhirnya menjauhkan gerakan
Islam ini dari umat awam.
3. Memperbarui Alam Pikiran Ke arah Kemajuan Atau Kemoderenan
Ketika Muhammadiyah lahir umat Islam khususnya dan masyarakat indonesia
berada dalam keadaan tradisional yakni terkungkung oleh tradisi yang menunjukkan
keadaan dan sikap yang tertinggal, terbelakang, dan jauh dari kemajuan. Umat Islam
saat itu identik dengan kemiskinan, kolot, dan anti kemajuan.
Ketika Muhammadiyah lahir, umat Islam khususnya dan masyarakat
Indonesia pada umumnya berada dalam keadaan tradisional, yakni terkungkung oleh
tradisi menunjukkan keadaan dan sikap yang tertinggal, terbelakang, dan jauh dari
kemajuan. Umat Islam saat itu identik dengan kemiskinan sebagaimana sejarah
menunjukkan Islam berhasil membangun kejayaan peradaban Islam sekitar enam
abad lamanya. Tradisi tidak boleh menentang dan memenjara umat atau masyarakat
dalam keterbelakangan. Keberhasilannya melakukan usaha menuju kemajuan hidup di
segala bidang. Muhammadiyah berhasil melakukan pembaharuan pemahaman Islam
dan membangun cara hidup yang moderen sepanjang kemajuan ajaran Islam
kemudian dijuluki atau diberi predikat oleh banyak pihak sebagai gerakan
pembaharuan Islam atau tajdid fialIslam yang dalam istilah kontemporer disebut pula
sebagai gerakan reformisme Islam atau modernisme.

15
Muhammadiyah hingga saat ini tetap berkomitmen untuk menawarkan
pikiran-pikiran yang berkemajuan. Jangan sampai roda sejarah terulang kembali ke
belakang. Tradisionalitas yang membawa kemujuran, ketinggalan, dan
keterbelakangan tidak boleh dibiarkan dengan alasan merawat khazanah lama yang
baik sesungguhnya semu dan hanya mengawetkan status-kuo. Umat Islam yang
mayoritas dhuafa kemudian menjadi korban sub-kordinasi para elit tradisional yang
bersembunyi di atas isu kekayaan kultural tetapi menyimpan pengawetan status-kuo
penghegemoni umat. Disinilah Muhammadiyah harus tetap terpanggil menawarkan
Islam yang berkemajuan, sekaligus mengucapkan selamat tinggal pada tradisional
yang mengawetkan ketertinggalan dan sistem yang mengekang kehidupan Islam.
4. Gerakan Al-Maa’un (Penyantu- nan) Dan Penolong Kesengsaraan Umum
Muhammadiyah termasuk organisasi Islam yang mengedepankan pada
pelayanan sosial dan kesehatan Muhammadiyah merintis dan mengembangkan
pelayanan sosial dan kesehatan secara lembaga yang kini terus berkembang. Bagi
Muhammadiyah amal usaha di bidang pelayanan sosial dan kesehatan itu bukan
sekedar kariatif atau kedermawaan, tetapi merupakan gerakan pemberdayaan sebagai
penolong kesengsaraan omeom (PKO). Bahwa melayani kaum miskin anak yatim dan
kaum duafa lainnya merupakan panggilan keagamaan sebagai wujud konsistensi
ajaran agama, sebaliknya menelantarkan dan tidak peduli pada kaum lemah itu
merupakan bentuk pendustaan terhadap agama Islam melalui al- ma’un dan PKO
Muhammadiyah menghadirkan Islam sebagai gerakan pembebasan dan
pemberdayaan mayarakat.
Al-ma’un (penyantunan) bagi Muhammadiyah bukan hanya gerakan, bahkan
menjadi teologi amal. Artinya melalui al-ma’un Muhammadiyah membangun alam
pikiran keIslaman yang bersifat membebaskan anak-anak yatim atau miskin sebagai
wujud kelibatan agama dalam memperdayaan kaum lemah dan tertindas dalam
kehidupan. Surat al-ma’un mengandung isi sebagai berikut (terjemahan) : 1. Tahukah
kamu(orang) yang mendustakan agama. 2. Itulah orang yang menghardik anak yatim.
3. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. 4. Maka kecelakaanlah
bagi orang-orang yang shalat. 5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. 6.
Orang-orang yang membuat riya. 7. Dan enggan (menolong dengan) barang berguna
(Qs. Al-ma’un)(114):1-7).
5. Membentengi Umat Islam Dalam Berbagai Ancaman Luar

16
Muhammadiyah tanpa menggemborkan diri melalui gerakan amal usaha dan
pemberdayaannya secara langsung maupun tidak langsung sebenarnya telah
memagari atau membentangi umat dari segala bentuk ancaman dari luar, termasuk
ancaman kemurtadan atau pemindahan agama. Namun langkah yang dilakukan
Muhammadiyah bersifat elegan, yakni tidak dengan cara konfrontasi dengan pihak
lain. Muhammadiyah melakukan pendekatan kulturaldan karya nyata, sehingga tampil
secara kompetitif dan objektif. Kyai Dahlan bahkan mengajak pendeta untuk
berdialog dan berdebat soal kebenaran agama, dengan tetap santun dan cerdas.
Gerakan inilah yang oleh Alwi Syihab disebut dengan usaha membendung arus.
Dampak positif yang dilakukan Muhammadiyah ialah menjaga keberadaan umt Islam
agar disuatu pihak tetap istiqomah dengan agamanya, tetapi pada saat yang sama
diperkuat dan diberdayakan kehidupannya, sehingga lama kelamaan tumbuh dan
berkembang menjadi umat yang relatif kuat.
Sejarah menunjukkan bahwa sejak jaman penjajahan portugis hingga belanda
sampai pada pasca kemerdekaan umat Islam indonesia harus berlomba menghadapi
golongan agama lain yang demikian ekspansif, yang sampai batas tertentu masuk
kewilayah komunitas muslim. Dalam konteks sosiologis hal demikian wajar adanya
terjadi di seluruh belahan dunia manapun dan oleh agama manapun terutama dari tiga
agama yang bercorak ekspansionistik (memiliki watak penyebar dan disebarkan)
seperti yahudi, nasrani, dan Islam. Dalam lalulintas mobilitas agama- agama itu,
Muhammadiyah tidak meratapi dengan menunjukkan sikap perlawanan yang
konfrontatif, tetapi menghadapinya dengan sikap berani dan dewasa yakni melalui
pembentengan aqidah umat Islam sekaligus memperbaharui kondisi kehidupan
mereka agar tidak rentan secara ekonomis, politik, dan budaya yang berpeluang pada
kerentangan aqidah.
6. Memodernisasi Kehidupan Masyarakat
Muhammadiyah melalui gerakan pembaharuan pemahaman dan pengalaman
Islam yang beroreontasi pada kemajuan, amal usaha yang membawa kemaslahatan
secara nyata, dan berbagai langkah dakwah masyarakat lainnya secara lansung
maupun tidak langsung telah melakukan proses modernisasi sosial dalam kehidupan
masyarakat indonesia. Muhammadiyah telah mempelopori perubahan sosial dari
masyarakt yang berkemajuan, dan dari orientasi kehidupan yang statis kepada
kehidupan yang dinamis. Karena itu, Dr. Alfian menyebut Muhammadiyah sebagai

17
agen of social change, yakni kekuatan yang menjadi perantara sekaligus pelaku
perubahan sosial.
Proses modernisasi sosial yang demikian merupakan tonggak penting dalam
sejarah perkembangan masyarakat indonesia pada awal abad ke-20, ketika bangsa
indonesia kala itu oleh Sutan Takdir Ali Syahbana disebut masih berada dalam
kebudayaan,”praindonesia” aliran tradisional yang jauh dari nilai-nilai kemajuan.
Mulai gerakan sosial kemasyarakatan dan kegemaran dalam bekerja, Muhammadiyah
menurut Soekarno telah melakukan modernisasi sosial dalam kehidupan masyarakat
indonesia.
7. Mempelopori Kemajuan Perempuan Islam Ke ruang Publik
Muhammadiyah melalui gerakan Aisyiyah yang dilahirkan pada tahun 1917
merupakan satu-satunya gerakan pembaharuan Islam diindonesia muslim yang berani
melakukan terbosan dengan menghadirkan gerakan perempuan Islam ke ruang publik.
Terobosan tersebut dikatakan berani karena seakan melawan dua arus, yaitu paham
keagamaan yang masih bias gender terhadap perempuan dan budaya masyarakat yang
menganut sistem patriarki, yang melahirkan diskriminasi yang sekuler-liberal, telah
menghadirkan pembaharuan tatanan yang berkeadilan antara laki-laki dan perempuan
sistem sosial muslim yang demoktratis yang berakhlak utama.11

BAB III
KESIMPULAN
Muhammadiyah adalah gerakan modernis Islam yang paling berpengaruh di
Indonesia, gerakannya didasari pada sumber pokok ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an dan As-
11
Mawardi, A. (2016). Studi pemikiran pendidikan KH. Ahmad dahlan. TARBAWI: Jurnal Pendidikan
Agama Islam, 1(2), 94-102.

18
Sunnah. Sekalipun tidak anti mazhab, namun Muhammadiyah tidak mengikatkan dirinya
pada satu mazhab. Dalam memahami dan melaksanakan ajaran Islam, Muhammadiyah
mengembangkan semangat tajdid dan ijtihad, serta menjauhi taqlid.
Ada beberapa sebab yang bersifat objektif yang melatar belakangi berdirinya
Muhammadiyah, yang dapat dikelompokkan dalam faktor internal, yakni faktor-faktor yang
muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat Islam Indonesia dan eksternal yaitu faktor-
faktor penyebab yang ada di luar tubuh masyarakat Islam Indonesia.
Faktor subyektif yang mendorong berdirinya Muhammadiyah seperti Keprihatinan
terhadap umat Islam Pribumi, dimana KH.Ahmad Dahlan prihatin melihat negara pribumi
yang semakin terpuruk dan tenggelam karena situasi dan kondisi global, Kesenjangan
Pendidikan Kesenjangan pendidikan ilmu agama dan ilmu umum pada saat itu membuat K.H
Ahmad Dahlan semakin tergerak hati untuk membenahi sistem pendidikan di Indonesia.
Pertarungan melawan Kristen, Menurut Addison, gerakan-gerakan keagamaan di Indonesia
selama 400 tahun bisa dianggap sebagai salah satu pertarungan antara Kristen dan Islam.
Dalam struktur pemikiran KH. Ahmad Dahlan, terdapat lima pokok pemikiran yakni
bidang ekonomi, bidang keagamaan, bidang sosial, bidang dakwah dan bidang pendidikan.
KH. Ahmad Dahlan lahir dengan nama Ahmad Darwis yang lahir pada tahun 1868
( Adapun versi lain yang menuliskan pada tahun 1869 ) beliau terlahir dari keluarga yang
religius dan terpandang di masyarakat sekitar yaitu masyarakat kauman. Ayahnya bernama
Abu Bakar bin Sulaiman yang merupakam khatib besar Masjid Kesultanan Yogyakarta.
Sementara, ibunya yang bernama Siti Aminah merupakan putri dari Haji Ibrahim bin Hasan
yang merupakan seorang penghulu yang mengabdi di Keraton Yogyakarta.

Pertanyaan:

1. Apa saja yang dilakukan oleh organisasi Muhammadiyah sehingga berjalan dengan
baik? Alya Rufaidah (2020-024)
Jawab: Hal yang dilakukan oleh Muhammadiyah supaya tujuan organisasinya
berjalan dengan baik yaitu mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, mengadakan
19
rapat-rapat dan tabligh dimana membicarakan Islam, mendirikan lembaga wakaf dan
masjid-masjid serta menerbitkan buku-buku, majalah, surat kabar, dan sebagainya.
(Siti Rahmani_2020-019)
2. Bagaimana Muhammadiyah menyebarkan ajarannya di Indonesia? Ahmad Mauludy
Firmansyah (2020-017)
Jawab: Dalam menyebrkan ajarannya, Muhammadiyah melakukan empat hal yang
bisa dengan mudah menyebarkan ajarannya di Indonesia, yang pertama yaitu dakwah
bili lisan, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh Muhammadiyah memalui kegiatan
ceramah, khutbah, diskusi, seminar, dan nasihat-nasihat. Kedua yaitu dakwah bil hal,
yaitu metode dakwah melalui perbuatan-perbuatan secara langsung kepada
masyarakat seperti pengelolaan zakat, infaq, dan shodaqah. Ketiga yaitu dakwah bi-
tadwil yaitu metode dakwah yang dilakukan melalui tulisan untuk menyampaikan
penjelasan mengenai seruan yang hendak disampaikan kepada masyarakat, maupun
pimpinan Muhammadiyah dan sebagainya. Keempat yaitu dakwah bil-hikmah yaitu
menyampaikan seruan secara arif dan bijaksana. (Sami Abiyyu_2021-039)
3. Apa saja metode yang diterapkan Muhammadiyah di nidang/lembaga pendidikan?M.
Zinedyne Zidane (2020-025)
Jawab: Dalam bidang/lemabag pendidikan, Muhammadiyah menerapkan beberapa
metode untuk menunjang kemajuan dalam bidang pendidikan seperti mendirikan
sekolah-sekolah modern yang tatap mengajarkan tentang keagamaan. (M. I’zaz
S.N._2020-019)
4. Apa saja visi misi gerakan Muhammadiyah? Dhani Herdiansyah (2020-001)
Jawab: Gerakan Muhammadiyah di Indonesia memiliki visi yaitu terwujudnya
masyarakat Islam yang sebenar-bnarnya, madiri, maju, dan sejahtera. Sedangkan misi
gerakan Muhammdiyah yaitu menegakkan tauhid yang murni berdasarkan Al-Quran
dan As-Sunnah, yaitu dengan cara menyebarluaskan dan memajukan ajaran Islam
yang bersumber pada Al-Quran dan Hadist, serta mewujudnkan kehidupan yang
islami dalam kehidupan pribadi.(Ainul Millah_2020-014)
5. Upaya apa saja yang dilakukan oleh Muhammadiyah agar terus berkembang?
Sabhrina(2021-023)
Jawab: Uapay-upaya yang dapat dilakukan oleh Muhammadiyah agar terus
berkembang yaitu seperti reaktualisasi nilai gerakan yang bersumber pada Al-Quran
dan As-Sunnah yang didukung oleh ijtihad. Optimalisasi peran pimpinan yaitu
mengarahkan, mengatur, mengaktifkan, dan memobilisasi seluruh potensi yang ada.
Perlunya pengembangan pemikiran yang bisa membawa umat pada peradaban dan
kemajuan. Revitalisasi amal usaha, dimana seluruh amal usaha Muhammadiyah harus
dapat tersebar keseluruh pelosok. (Siti Rahmani_2020-029)
6. Mengapa KH. Ahmad Dahlan menjadikan pendidikan sebagai fokus utama dalam
Muhammadiyah? Diana (2021-031)
Jawab: Karena KH. Ahmad Dahlan melihat persoalan disintegrasi dan segregasi itu
melalui pendidikan. Dan kalau kita baca bukunya Kiai Syudja’, KH Amad Dahlan
dalam mengajarkan pelajaran agama lewat ekstrakulilkuler itu yang ikut bukan
terbatas yang beragama Islam, bahkan yang berbeda agama pun diperbolehkan
mengikuti pelajaran. (Siti Rahmani_2020-029)

20
7. Apa saja tantangan dalam berkembangnya Muhammadiyah di Indonesia? Ummi
Latifah (2021-04)
Jawab: Tantangan dalam berkembangnya Muhammadiyah saat ini adalah Pertama,
kita sekarang berhadapan dengan realitas baru dunia media sosial dan perkembangan
teknologi IT yang mempengaruhi pola hidup dan dakwah kita. Kedua, kita
berhadapan dengan realitas paham keagamaan yang berkembang dalam kehidupan
masyarakat kita, lebih khusus dikaum muslimin yang perkembangan praktik
keagamaannya di tengah proses yang semakin demokratis sekarang ini dan juga
dalam merespon perkembangannya bermunculan paham-paham keislaman.
Ketiga, kita juga berhadapan dengan dinamika perkembangan multikulturalisme yakni
paham tentang hak asasi manusia, demokrasi, toleransi, plurarisme, yang itu menjadi
bagian dari setiap perkembangan kehidupan modern dimana pun. Keempat, kita
berhadapan dengan realitas kehidupan global atau yang disebut globalisasi yang
bukan hanya membawa misi dan kemajuan ekonomi global sekaligus juga ekspansi
ekonomi global yang tentu sangat liberal tetapi juga membawa misi dan ekspansi
politik dan budaya yang siapa pun tidak bisa mencegahnya di era sekarang ini. (Samy
Abiyyu_2021-039)
8. Beban yang terkena budaya agraris kenapa dihapus? Alyani (2021-047
Jawab: Karena, gerakan Muhammadiyah lebih mengutamakan/memprioritaskan
terhadap pendidikan. Karena dengan pendidikan bisa mengubah nasib umat. (Ainul
Millah_2020-014).
9. Apa madzhab yang dianut oleh Muhammadiyah atau lebih condong ke madzhab apa?
Muhammad Gefa (2021-020)
Jawab: Ketika Muhammadiyah memutuskan untuk tidak berafiliasi pada mazhab
tertentu, gosip pun berkembang. Dari yang menyatakan keputusan tersebut benar-
benar ahistoris, sampai dituduh melakukan diskontinuitas ilmu pengetahuan lantaran
dianggap mengabaikan turats. Gerakan Islam modernis yang memiliki jargon
“kembali ke al-Quran dan al-Sunah” dan ijtihad ilmiah ini dituduh melakukan
pemutusan dengan tradisi keilmuan klasik Islam yang begitu kaya. Padahal
Muhammadiyah dengan tegas mengatakan bahwa tidak mengikuti Mazhab namun
tidak juga anti dengan Mazhab. Artinya, dalam menyikapi karya-karya ulama masa
lampau, Muhammadiyah memposisikan mereka secara proporsional, dan tidak secara
ideologis: tidak membuang seluruhnya tapi juga tidak mengambil seluruhnya. (M.
I’zaz S.N_2020-019)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, N. (2017). KH Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis). Jurnal Sosiologi Agama, 22-
37.

21
Anis, A. (2019). Muhammadiyah Dalam Penyebaran Islam. Jurnal Mimbar: Media
Intelektual Muslin Dan Bimbingan Rohani, 65-80.

Arofah, S. (2016). Gagasan Dasar dan Pemikiran Pendidikan Islam KH Ahmad Dahlan.
Tajdida: Jurnal Pemikiran dan Gerakan Muhammadiyah, 114-124.

Dahlan, D. (n.d.). PADA BIDANG PENDIDIKAN ISLAM.

Mawardi, A. (2016). Studi Pemikiran Pendidikan KH. Ahmad Dahlan. TARBAWI: Jurnal
Pendidikan Agama Islam, 94-102.

Mustofa, I. (2018). KH Ahmad Dahlan si Penyantun. Diva Press.

N.Yusra. (2018). Muhammadiyah: Gerakan Pembaharuan Pendidikan Islam. POTENSIA:


Jurnal Kependidikan Islam, 103-125.

Setiawan, B. (2019). Manhaj Tarjih Dan Tajdid: Asas Pengembangan Pemikiran dalam
Muhammadiyah. Tarlim: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 35-42.

Suyanto, Sukidi, & Feri Firmansyah. (n.d.). AIK 3 KEHUMAMMADIYHAN, 1-123

22

Anda mungkin juga menyukai