Tradisionalisme
Pemahaman dan praktek islam tradisionalisme ini ditandai dengan pengukuhan
yang kuat terhadap khasanah intelektual islam masa lalu dan menutup
kemungkinan untuk melakukan ijtihad dan pembaharuan-pembaharuan dalam
bidang agama. Paham dan praktek agama seperti ini mempersulit agenda umat
untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan baru yang banyak datang dari
luar (barat). Tidak jarang, kegagalan dalam melakukan adaptasi itu
termanifestasikan dalam bentuk-bentuk sikap penolakan terhadap perubahan dan
kemudian berapologi terhadap kebenaran tradisional yang telah menjadi
pengalaman hidup selama ini.
Sinkretisme
Pertemuan islam dengan budaya local disamping telah memperkaya khasanah budaya islam, pada
sisi lainnya telah melahirkan format-format sinkretik, pemcampuradukkan antara system
kepercayaan asli masyarakat budaya setempat. Sebagai proses budaya, percampuradukkan budaya
ini tidak dapat dihindari , namun kadang-kadang menimbulkan persoalan ketika percampuradukkan
itu menyimpang dan tidak dapat dipertanggung jawabkan dalam tinjauan akidah islam.
Contohnya, orang Jawa meski secara formal mengaku sebagai muslim, namun kepercayaan terhadap
agama asli namun mereka yang animistis tidak berubah. Kepercayaan terhadap roh-roh halus,
pemujaan arwah nenek moyang, takut pada yang angker, dan sebagainya.
Faktor Objektif yang bersifat Eksternal
Kristenisasi
Kegiatan-kegiatan yang terprogram dan sistematis untuk mengubah agama penduduk asli,
baik yang muslim maupun bukan, menjadi Kristen. Kristenisasi ini mendapatkan peluang
bahkan didukung sepenuhnya oleh pemerintah kolonialisme Belanda. Misi Kristen, baik
Katolik maupun Protestan di Indonesia, memiliki dasar hukum yang kuat dalam konstitusi
Belanda. Bahkan kegiatan-kegiatan kristenisasi ini di dukung dan dibantu oleh dana-dana
negara Belanda. Efetifitas penyebaran agama Kristen inilah yang terutama mengunggah
KH Ahmad Dahlan untuk membentengi umat islam dari permutadan.
Kolonialisme Belanda
Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi perkembangan islam di wilayah
nusantara ini, baik secara social, politik, ekonomi maupun kebudayaan. Ditambah dengan praktek politik Islam
Pemerintah Hindia Belanda yang secara sadar dan terencana ingin menjikkan kekuatan Islam, semakin
menyadarkan umat islam untuk melakukan perlawanan. Menyikapi hal ini, KH Ahmad Dahlan dengan
mendirikan Muhammadiyah berupaya melakukan perlawanan terhadap kekuatan penjajahan melalui pendekatan
kultural, terutama upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melaluijalur Pendidikan.
Faktor Internal dan Eksternal
Pendorong Berdirinya
Muhammadiyah
Faktor Subjektif
Bersifat subjek ialah pelakunya sendiri, dan ini merupakan factor sentral.
Artinya, kalua mau mendirikan Muhammadiyah maka harus dimulai dari orangnya
sendiri. Lahirnya Muhammadiyah tidak dapat dipisahkan dengan KH Ahmad
Dahlan, tokoh kontroversial pada zamannya. Dengan pemahaman agama islam
yang mendalam, maka semua ilmu agama yang selama ini diperoleh baik di
Indonesia maupun di Mekkah, maka beliau menyebarkan ilmunya itu melalui
perserikatan Muhammadiyah yang didirikannya itu. Paham dan keyakinan agama
K.H Ahmad Dahlan yang dilengkapi dengan penghayatan dan pengamalan
agamanya, inilah yang membentuk K.H Ahmad Dahlan sebagai subjek yang
mendirikan amal jariah Muhammadiyah.
Faktor Objektif
Keadaan dan kenyataan yang berkembang saat itu. Apa yang ada dalam pikiran
K.H Ahmad Dahlan merupakan kesadarannya, dinyatakan, disulut dengan api
yang ada di dalam masyarakat. Faktor Objektif ini dibagi dalam dua bagian yakni
intern umat islam dan ekstern umat islam.
Faktor Intern