Anda di halaman 1dari 8

atar Belakang

Muhammadiyah adalah salah satu oraganisasi Islam besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari
nama Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal
sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18
Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan Kiyai Haji
Ahmad Dahlan. Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan
sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan
penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka
kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist.

Berdasarkan itu kami ingin menggali lebih dalam tentang Muhammadiyah yang satu-satunya menjadi
organisasi masa islam yang modern tanpa mengesampingkan ajaran islam itu sendiri.

B.  Rumusan Masalah

1.      Bagaimana latar belakang berdirinya Muhammadiyah?

2.      Apa saja faktor yang melatar belakangi berdirinya Muhammadiyah?

3.      Apa visi dan misi Muhammadiyah?

4.      Siapa tokoh pendiri Muhammadiyah?

5.      Apa maksud dan tujuan didirikannya Muhammadiyah?

BAB II

PEMBAHASAN

A.  Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah

Muhammadiyah secara etimologis berarti pengikut nabi Muhammad, karena berasal dari kata
Muhammad, kemudian mendapatkan ya nisbiyah, sedangkan secara terminologi berarti gerakan Islam,
dakwah amar ma’ruf nahi mungkar dan tajdid, bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah. Bulan
Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18 November 1912 M) merupakan momentum penting
lahirnya Muhammadiyah. Itulah kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, yang
melakukan perintisan atau kepeloporan pemurnian sekaligus pembaruan Islam di negeri berpenduduk
terbesar muslim di dunia.

Keinginan dari Kiyai Haji Akhmad Dahlan untuk mendirikan organisasi yang dapat dijadikan sebagai alat
perjuangan dan da’wah untuk nenegakan amar ma’ruf nahyi munkar yang bersumber pada Al-Qur’an,
surat Al-Imron:104 dan surat Al-ma’un sebagai sumber dari gerakan sosial praktis untuk mewujudkan
gerakan tauhid.

Ketidak murnian ajaran islam yang dipahami oleh sebagian umat islam Indonesia, sebagai bentuk
adaptasi tidak tuntas antara tradisi islam dan tradisi lokal nusantara dalam awal bermuatan faham
animisme dan dinamisme. Sehingga dalam prakteknya umat islam di indonesia memperlihatkan hal-hal
yang bertentangan dengan prinsif-prinsif ajaran islam, terutama yang berhubuaan dengan prinsif akidah
islam yag menolak segala bentuk kemusyrikan, taqlid, bid’ah, dan khurafat. Sehingga pemurnian ajaran
menjadi pilihan mutlak bagi umat islam Indonesia.

Keterbelakangan umat islam indonesia dalam segi kehidupan menjadi sumber keprihatinan untuk
mencarikan solusi agar dapat keluar menjadi keterbelakangan. Keterbelakangan umat islam dalam dunia
pendidikan menjadi sumber utama keterbelakangan dalam peradaban. Pesantren tidak bisa selamanya
dianggap menjadi sumber lahirnya generasi baru muda islam yang berpikir moderen. Kesejarteraan
umat islam akan tetap berada dibawah garis kemiskinan jika kebodohan masih melengkupi umat islam
indonesia.

Maraknya kristenisasi di indonesia sebegai efek domino dari imperalisme Eropa ke dunia timur yang
mayoritas beragama islam. Proyek kristenisasi satu paket dengan proyek imperialalisme dan
modernisasi bangsa Eropa, selain keinginan untuk memperluas daerah koloni untuk memasarkan
produk-produk hasil refolusi industeri yang melada erofa.

Imperialisme Eropa tidak hanya membonceng gerilya gerejawan dan para penginjil untuk
menyampaikan ’ajaran jesus’ untuk menyapa umat manusia diseluruh dunia untuk ’mengikuti’ ajaran
jesus. Tetapi juga membawa angin modernisasi yang sedang melanda erofa. Modernisasi yang
terhembus melalui model pendidikan barat (belanda) di indonesia mengusung paham-paham yang
melahirkan moernisasi erofa, seperti sekularisme, individualisme, liberalisme dan rasionalisme. Jika
penetrasi itu tidak dihentikan maka akan terlahir generasi baru islam yang rasional tetapi liberal dan
sekuler.

B.  Faktor – Faktor Yang Melatar Beakangi Berdirinya Muhammadiyah

Setiap organisasi yang ada di dunia pada umumnya pasti memiliki faktor-faktor yang melatar belakangi
berdirinya organisasi tersebut. Khususnya dalam organisasi Muhammadiyah memiliki beberapa faktor
penting yaitu ada faktor dari dalam dan faktor dari luar. Berikut kami kutip dari situs resmi
Muhammadiyah tentang faktor yang melatar belakangi berdirinya Muhammadiyah yaitu:

1.       Faktor Internal


Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri umat islam sendiri yang tercermin dalam dua
hal, yaitu sikap beragama dan sistem pendidikan islam. Sikap beragama umat islam saat itu pada
umumnya belum dapat dikatakan sebagai sikap beragama yang rasional. Sirik, taklid, dan bid’ah masih
menyelubungai kehidupan umat islam, terutama dalam lingkungan kraton, dimana kebudayaan hindu
telah jauh tertanam. Sikap beragama yang demikian bukanlah terbentuk secara tiba-tiba pada awal abad
ke 20 itu, tetapi merupakan warisan yang berakar jauh pada masa terjadinya proses islamisasi beberapa
abad sebelumnya. Seperti diketahui proses islamisasi di indonesia sangat di pengaruhi oleh dua hal,
yaitu Tasawuf/Tarekat dan mazhab fikih, dan dalam proses tersebut para pedagang dan kaum sufi
memegang peranan yag sangat penting. Melalui merekalah islam dapat menjangkau daerah-daerah
hampir diseluruh nusantara ini.

2.      Faktor eksernal

Faktor lain yang melatarbelakangi lahirnya pemikiran Muhammadiah adalah faktor yang bersifat
eksternal yang disebabkan oleh politik penjajahan kolonial belanda. Faktor tersebut antara lain tanpak
dalam system pendidikan kolonial serta usaha kearah westrnisasi dan kristenisasi.

Pendidikan kolonial dikelola oleh pemerintah kolonial untuk anak-anak bumi putra, ataupun yang
diserahkan kepada misi and zending Kristen dengan bantuan financial dari pemerintah belanda.
Pendidikan demikian pada awal abad ke 20 telah meyebar dibeberapa kota, sejak dari pendidikan dasar
sampai atas, yang terdiri dari lembaga pendidikan guru dan sekolah kejuruan. Adanya lembaga
pendidikan colonial terdapatlah dua macam pendidikan diawal abad 20, yaitu pendidikan islam
tradisional dan pendideikan colonial. Kedua jenis pendidikan ini dibedakan, bukan hanya dari segi tujuan
yang ingin dicapai, tetapi juga dari kurikulumnya.

Pendidikan kolonial melarang masuknya pelajaran agama dalam sekolah-sekolah colonial, dan dalan
artian ini orang menilai pendidikan colonial sebagai pendidikan yang bersifat sekuler, disamping sebagai
peyebar kebudayaan barat. Dengan corak pendidikan yang demikian pemerintah colonial tidak hanya
menginginkan lahirnya golongan pribumi yang terdidik, tetapi juga berkebudayaan barat. Hal ini
merupakan salah satu sisi politik etis yang disebut politik asisiasi yang pada hakekatnya tidak lain dari
usaha westernisasi yang bertujuan menarik penduduk asli Indonesia kedalam orbit kebudayaan barat.
Dari lembaga pendidikan ini lahirlah golongan intlektual yang biasanya memuja barat dan menyudutkan
tradisi nenekmoyang serta kurang menghargai islam, agama yang dianutnya. Hal ini agaknya wajar,
karena mereka lebih dikenalkan dengan ilmu-ilmu dan kebudayaan barat yang sekuler  anpa
mengimbanginya dengan pendidiakan agama konsumsi moral dan jiwanya. Sikap umat yang demikianlah
tankanya yang dimaksud sebagai ancaman dan tantangan bagi islam diawal abad ke 20.

C.   Visi Dan Misi Muhammadiyah

Muhammadiyah adalah Gerakan Islam yang melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi munkar dengan
maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah berpandangan bahwa Agama Islam menyangkut seluruh
aspek kehidupan meliputi aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu’amalat dunyawiyah yang merupakan satu
kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif. Dengan
mengemban misi gerakan tersebut Muhammadiyah dapat mewujudkan atau mengaktualisasikan Agama
Islam menjadi rahmatan lil-’alamin dalam kehidupan di muka bumi ini.

Visi Muhammadiyah adalah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan al-Qur’an dan as-Sunnah dengan
watak tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqamah dan aktif dalam melaksanakan dakwah Islam amar
ma’ruf nahi mungkar di segala bidang, sehingga menjadi rahmatan li al-‘alamin bagi umat, bangsa dan
dunia kemanusiaan menuju terciptanya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang diridhai Allah
Subhanahu wa taala dalam kehidupan di dunia ini. Misi Muhammadiyah adalah:

1)      Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah Subhanahu wa taala yang
dibawa oleh Rasulullah yang disyariatkan sejak Nabi Nuh hingga Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa
sallam.

2)      Memahami agama dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam untuk
menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan yang bersifat duniawi.

3)      Menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber pada al-Qur’an sebagai kitab Allah yang terakhir
untuk umat manusia sebagai penjelasannya.

4)      Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat. Lihat
Tanfidz Keputusan Musyawarah Wilayah ke-39 Muhammadiyah Sumatera Barat tahun 2005 di Kota
Sawahlunto

D.  Tokoh Pendiri Muhammadiyah

Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868, Nama kecil KH. Ahmad Dahlan
adalah Muhammad Darwis. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan
saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Pendiri Muhammadiyah ini termasuk keturunan yang
kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka di antara Walisongo, yaitu
pelopor penyebaran agama Islam di Jawa.

Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin,
Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang
Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad
Sulaiman, KH. Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan).

Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini,
Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti
Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya
tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah
dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga
guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung
Kauman, Yogyakarta.

Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu
Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri
Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu
Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti

Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga
pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera
dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Ia
pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.

E.  Maksud dan Tujuan Muhammadiyah

Segala hal yang dikerjakan oleh muhammadiyah didahului dengan adanya maksud dan tujuan tertentu.
Dan dengan maksud dan tujuan itu pula akan mengarahkan gerak perjuangan gerak perjuangan,
menentukan besar kecillnya kegiatan serta macam macam amal usaha muhammadiyah. Pada waktu
pertama berdirinya Muhamadiyah memiliki maksud dan tujuan sebagi berikut:

1.    Menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada penduduk
bumi-putra, di dalam residensi Yogyakarta.

2.    Memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya

Sejak pertama kali didirikan oleh Ahmad Dahlan sampai Muktamar Muhammadiyah ke-44 di Jakarta
tahun 2000. Rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah telah mengalami tujuh kali perubahan
redaksional, susunan bahasan dan istilah yang dipergunakan. Saat ini Muhammadiyah menggunakan
rumusan yang dihasilkan saat Muktamar ke-34 di Yogyakarta, yaitu : “Menegakkan dan menjunjung
tinggi agama Islam sehingga terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.”

Muhammadiyah juga hadir dengan ciri-ciri yang melekat dalam aktivis pergerakannya sebagai berikut :

1.    Muhammadiyah sebagai gerakan Gerakan Islam

Muhammadiyah secara proaktif tampil mempelopori pembaharuan untuk  


kesempurnaan. Karena Muhammadiyah merupakan gerakannya Islam, maka gerak- gerik langkah
usahanya selalu berdasarkantuntunan agama Islam, sehingga segala sesuatunya dijalankan dengan cara-
cara yang dibenarkan oleh ajaran Islam.

Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah, maka jelaslah bahwa sesungguhnya  


kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain karena di ilhami, di motivasi dan di semnangati oleh ajaran-
ajaran Al Quran. Oleh karena itu, seluruh gerak dan langkahnya tidak ada motif lain, kecuali semata-
mata untuk merealisasikan prinsip- prinsip ajaran Islam, baik dalam bidang pendidikan dan pengajaran,
kemasyarakatan, kerumahtanggaan, perekonomian dan sebagainya yang tidak dapat dilepaskan dari
ajaran-ajaran Islam.

Tegasnya, gerakan Muhammadiyah hendak berusaha untuk menampilkan wajah Islam


dalam wujud yag riil, konkret dan nyata, yang daopat dihayati dirasakan dan dinikmati oleh umat,
sebagai rahmatan lil a’lamin.

2.    Muhammadiyah sebagai gerakan Dakwah

Karena pola gerakannya berdasarkan pada QS. Ali Imran ayat 104, maka tampak bahwa
sifat gerakannya selalu mendakwahkan Islam, di tengah-tengah masyarakat dalam berbagai bentuk.
Dalam dakwah amar ma’ruf nai nahi mungkar Muhammadiyah mengarahkan kepada dua bidang :

·      Bidang perorangan

Ø Orang yang telah masuk Islam, sifat dakwahnya adalah tajdid, yaitu pemurnian ajaran agama Islam
sebagaimana yang telah diajarkan dalam Al-Quran dan Al-Hadist, pemurnian itu meliputi :

Pemurnian Akidah, yaitu tauhid yang bersih dari tahayyul. Khutofat dan syirik serta pengamatan
terhadap benda-benda serta pengeramatan terhadapan manusia baik yang hidup maupun yang sudah
mati.

Pemurnian Ibadah, yaitu membersihkan amal ibadah dari bid’ah dan taqlid, seperti : berkirim
pahala kepada orang yang telah mati dengan bermacam-macam bacaan dan memperingatinya pada hari
tertentu. Memurnikah Akhlak, yaitu berakhlak sesuai yang dituntunkan Nabi Muhammad SAW.

Ø Orang yang belum masuk Islam, sifat dakwahnya adalah seruan dan ajakan disertai dengan berbagai
alasan dan penjelasan yang penuh dengan kebijaksanaan, sehingga akhirnya menjatuhkan pilihan Islam
sebagai agama yang mampu menyelamatkan dirinya baik di dunia maupun di akhirat.

·      Bidang Masyarakat

Sifat dakwahnya berupa bimbingan, perbaikan, dan peringatan kepada masyarakat, sambil
meyakinkan mereka, bahwa perbaikan masyarakat akan mereka peroleh apabila mereka melaksanakan
petunjuk-petunjuk Allah sebagai pedoman dalam segala segi kehidupannya. Semua itu
dilaksanakansemata-mata untuk kemaslahatan masyarakat itu sendiri.

3.    Muhammadiyah Sebagai Gerakan Tajdid

            Muhammadiyah selalu melangkah dan bergerak sesuai tuntunan nash Al Quran dan Sunnah, serta
menunjukkan metode-metode baru dalam melaksanakan ajaran Islam di tengah-tengah kehidupan dan
perkembangan masyarakat.
            Pada ciri ketiga ini yang sangat melekat pada gerakan Muhammadiyah adalah adanya gerakan
tajdid atau reformasi. Sejak awal berdirinya, Muhammadiyah menempatkan diri sebagai salah satu
organisasi yang berkhidmat menyebarluaskan ajaran ajaran Islam sebagaimana yang tercantum dalam Al
Quran dan Sunnah. Disamping itu juga sekaligus membersihkan berbagai amalan umat yang terang-
terangan menyimpang dari ajaran Islam, baik berupa bid’ah, khurafat dan syirik, karena bagi
Muhammadiyah segala bentuk amalan yang bernuansa sinkretisme maupun formalis merupakan benalu
yang dapat merusak akidah dan ibadah seseorang.

Sifat tajdid yang dilakukan Muhammadiyah tidak hanya sebatas pengertian upaya
pemurnian ajaran Islam dari kotoran yan menempel pada tubuhnya, melainkan juga termasuk upaya
Muhammadiyah melakukan pembaharuan dalam hal cara-cara pelaksanaan ajaran Islam dalam
kehidupan bermasyarakat, semacam penyantunan terhadap fakir miskin dan anak yatim, cara
pengelolaan rumah sakit, pelaksanaan shalat id, pelaksanaan qurban, dan sebagainya.

Untuk membedakan antara keduanya, maka tajdid dalam pengertian ‘pemurnian’ dapat
disebut dengan purifikasi dan tajdid dalam pengertian pembaharuan dapat disebut reformasi.

            Jadi jelas, bahwa persyarkiatan Muhammadiyah adalah merupakan sebuah gerakan tajdid yang
tergolong dalam purifikasi sekaligus reformasi.
BAB III

PENUTUP

A.  Kesimpulan

Muhammadiyah adalah salah satu oraganisasi Islam besar di Indonesia. Nama organisasi ini
diambil dari nama Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sehingga Muhammadiyah juga dapat
dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18
Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan Kiyai Haji
Ahmad Dahlan. Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan
sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan
penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka
kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist.

B.  Saran

Dalam penyusunan makalah yang berjudul “Sejarah Muhammadiyah”, kami dari kelompok 3
menyadari bahwa masih banya

Anda mungkin juga menyukai