Anda di halaman 1dari 9

Materi 2:

Al-Islam dan Ke Muhammadiyahan (AIK) II


“Ke Muhammadiyahan”
Uraian materi :
a. Sejarah Lahirnya Muhammadiyah (Faktor internal dan eksternal, serta esensi
kelahirannya)
b. Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah (pokok pikiran Muhammadiyah)
c. Identitas, Azas, dan tujuan Muhammadiyah
d. Keanggotaan dalam Muhammadiyah
e. Keorganisasian Muhammadiyah (Jenjang Kepemimpinan, Ortom, dan Makna
Lambang Muhammadiyah)
Pembahasan

a. Sejarah lahirnya Muhammadiyah

Dengan berbagai latar belakang diatas maka K.H. Ahmad Dahlan mengambil inisiatif untuk
mendirikan muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912 M (8 Dzulhijjah 1330 H) di
Yogyakarta. Secara etimologis Muhmmadiyah dapat diartikan sebagai “pengikut Muhammad
SAW”, yang terdiri dari kata ‘Muhammad’ dan ‘ya nisbiyah’. Sehingga setiap orang yang
meyakini dan menjadi pengikut Muhammad SAW adalah orang muhammadiyah tanpa
dibatasi oleh ideologi golongan, bangsa, dan organisasi. Sementara secara terminology,
muhammadiyah adalah gerakan dawah amar ma’ruf nahi munkar berasas Islam dan
bersumber Al Qur’an dan sunnah demi terwujudnya baldhatun thaibatun warobbul ghofur,
yang bersumber pada QS. Ali Imron: 104.

Landasan Historis Muhammadiyah

Masa kegelapan Islam baru berakhir dan memperlihatkan tanda-tanda kebangkitan pada awal
abad ke-19. seiring dengan lahirnya tokoh-tokoh pembaharu islam dan berbagai gerakan
islam di dunia Arab. Pertama, gerakan muncul di Mesir dengan tiga tokoh, yaitu : Jamaluddin
Al Afghani ynag berkebangsaan Afghanistan dijuluki sebagai ‘tokoh Renaisance Islam’,
Muhammad Abduh yang berkebangsan Mesir bercita-cita terwujudnya kejayaan dan
kemuliaan ummat Islam di negeri mana pun, serta Rasyid Ridho dan Muhammad Iqbal.
Walaupun sebelum mereka sudah terlebih tumbuh benih-benih kebangkitan melalui tokoh-
tokoh seperti Ibnu Taimiyah dan Abdul Wahab dengan gerakan wahabi-nya (islam murni).
Mata rantai pembaharuan Islam di dunia Arab akhirnya pun melanda nusantara
melalui pemikiran para ulama yang belajar di Arab. Gerakan pebaharuan Islam yang
berkembang di Arab mengusung cita-cita mengembalikan Islam pada jalan sesungguhnya
dengan kembali pada Al-Qur’an dan Sunnah. Sebagai solusi keterbelakangan terhadap umat
Islam. Dengan kembali kepada sumber ajaran Islam yang sesungguhnya, yaitu Al-Qur’an dan
sunnah maka umat Islam di seluruh dunia bisa keluar dari perbedaan interpretasi ajaran yang
terpolar dengan beberapa aliran teologi yang menjadi sumber perpecahan ummat Islam.

Selain pengaruh gerakan di atas, ada beberapa sebab lahirnya muhammadiyah, antara
lain :

a. Keinginan dari KH. Ahmad Dahlan untuk mendirikan organisasi yang dapat dijadikan
sebagai alat perjuangan dan da’wah untuk menegakkan ammar ma’ruf nahi munkar
yang bersumber pada Al-Qur’an, Surat Ali Imron : 104 dan surat Al-Ma’un sebagai
sumber bagi gerakan sosial-praktis untuk mewujudkan gerakan tauhid.

b. Ketidakmurnian ajaran Islam yang dipahami oleh sebagian umat Islam Indonesia, sebagai
bentuk ‘adaptasi tidak tuntas’ antara tradisi islam dan tradisi lokal nusantara awal yang
bermuatan paham animisme dan dinamisme. Sehingga dalam prakteknya umat Islam di
Indoneia memperlihatkan hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam,
terutama yang berhubungan dengan prinsip aqidah Islam yang menolak segala bentuk
kemusryikan, taqlid, bid’ah dan khurafat. Sehingga purifikasi (pemurnian) ajaran
menjadi pilihan mutlak bagi umat Islam Indonesia.

Faktor Internal dan Eksternal Lahirnya Muhammadiyah


1.    Faktor obyektif yang bersifat Internal, yang terbagi atas :
a.   Kelemahan dan praktek ajaran Islam.
a)    Tradisionalisme
Pemahaman dan praktek Islam tradisionalisme ini ditandai dengan pengukuhan yang
kuat terhadap khasanah intelektual Islam masa lalu dan menutup kemungkinan untuk
melakukan ijtihad dan pembaharuan-pembaharuan dalam bidang agama. Paham dan
praktek agama seperti ini mempersulit agenda ummat untuk dapat beradaptasi dengan
perkembangan baru yang banyak datang dari luar (barat). Tidak jarang, kegagalan
dalam melakukan adaptasi itu termanifestasikan dalam bentuk-bentuk sikap
penolakan terhadap perubahan dan kemudian berapologi terhadap kebenaran
tradisional yang telah menjadi pengalaman hidup selama ini.

b)   Sinkretisme
Pertemuan Islam dengan budaya lokal disamping telah memperkaya khasanah budaya
Islam, pada sisi lainnya telah melahirkan format-format sinkretik, percampuradukkan
antara sistem kepercayaan asli masyarakat-budaya setempat. Sebagai proses budaya,
percampuradukkan budaya ini tidak dapat dihindari, namun kadang-kadang
menimbulkan persoalan ketika percampuradukkan itu menyimpang dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan dalam tinjauan aqidah Islam. Orang Jawa misalnya, meski
secara formal mengaku sebagai muslim, namun kepercayaan terhadap agama asli
mereka yang animistis tidak berubah. Kepercayaan terhadap roh-roh halus, pemujaan
arwah nenek moyang, takut pada yang angker, kuwalat dan sebagainya menyertai
kepercayaan orang Jawa. Islam, Hindu, Budha dan animisme hadir secara bersama-
sama dalam sistem kepercayaan mereka, yang dalam aqidah Islam banyak yang tidak
dapat dipertanggung jawabkan secara Tauhid.

b.   Kelemahan Lembaga Pendidikan Islam


Lembaga pendidikan tradisional Islam, Pesantren, merupakan sistem pendidikan
Islam yang khas Indonesia. Transformasi nilai-nilai keIslaman ke dalam pemahaman
dan kesadaran umat secara institusional sangat berhutang budi pada lembaga ini.
Namun terdapat kelemahan dalam sistem pendidikan Pesantren yang menjadi kendala
untuk mempersiapkan kader-kader umat Islam yang dapat tumbuh dan berkembang
sesuai dengan zaman. Salah satu kelemahan itu terletak pada materi pelajaran yang
hanya mengajarkan pelajaran agama, seperti Bahasa Arab, Tafsir, Hadist, Ilmu
Kalam, Tasawwuf dan ilmu falak. Pesanteren tidak mengajarkan materi-materi
pendidikan umum seperti ilmu hitung, biologi, kimia, fisika, ekonomi dan lain
sebagainya, yang justru sangat diperlukan bagi umat Islam untuk memahami
perkembangan zaman dan dalam rangka menunaikan tugas sebagai khalifah di muka
bumi ini. Ketiadaan lembaga pendidikan yang mengajarkan kedua materi inilah yang
menjadi salah satu latar belakang dan sebab kenapa KH. Ahmad Dahlan mendirikan
Muhammadiyah, yakni untuk melayani kebutuhan umat terhadap ilmu pengetahuan
yang seimbang antara ilmu agama dan ilmu duniawi.

1.    Faktor Objektif yang Bersifat Eksternal


a.   Kristenisasi
Faktor objektif yang bersifat eksternal yang paling banyak mempengaruhi kelahiran
Muhammadiyah adalah kristenisasi, yakni kegiatan-kegiatan yang terprogram dan
sistematis untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang muslim maupun bukan,
menjadi kristen. Kristenisasi ini mendapatkan peluang bahkan didukung sepenuhnya
oleh pemerintah Kolonialisme Belanda. Missi Kristen, baik Katolik maupun Protestan
di Indonesia, memiliki dasar hukum yang kuat dalam Konstitusi Belanda. Bahkan
kegiatan-kegiatan kristenisasi ini didukung dan dibantu oleh dana-dana negara
Belanda. Efektifitas penyebaran agama Kristen inilah yang terutama mengguggah
KH. Ahmad Dahlan untuk membentengi ummat Islam dari pemurtadan.

b.  Kolonialisme Belanda
Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi perkembangan
Islam di wilayah nusantara ini, baik secara sosial, politik, ekonomi maupun
kebudayaan. Ditambah dengan praktek politik Islam Pemerintah Hindia Belanda yang
secara sadar dan terencana ingin menjinakkan kekuatan Islam, semakin menyadarkan
umat Islam untuk melakukan perlawanan. Menyikapi hal ini, KH. Ahmad Dahlan
dengan mendirikan Muhammadiyah berupaya melakukan perlawanan terhadap
kekuatan penjajahan melalui pendekatan kultural, terutama upaya meningkatkan
kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan.

c.   Gerakan Pembaharuan Timur Tengah


Gerakan Muhammadiyah di Indonesia pada dasarnya merupakan salah satu mata
rantai dari sejarah panjang gerakan pembaharuan yang dipelopori oleh Ibnu
Taymiyah, Ibnu Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin al-Afgani,
Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan lain sebagainya. Persentuhan itu terutama
diperolah melalui tulisan-tulisan Jamaluddin al-Afgani yang dimuat dalam majalah al-
Urwatul Wutsqa yang dibaca oleh KH. Ahmad Dahlan. Tulisan-tulisan yang
membawa angin segar pembaharuan itu, ternyata sangat mempengaruhi KH. Ahmad
Dahlan, dan merealisasikan gagasan-gagasan pembaharuan ke dalam tindakan amal
yang riil secara terlembaga.

Esensi Kelahiran Muhammadiyah


Dengan melihat seluruh latar belakang kelahiran Muhammadiyah, dapat dikatakan bahwa
KH. Ahmad Dahlan telah melakukan lompatan besar dalam beritijtihad. Prinsip-prinsip dasar
perjuangan Muhammadiyah tetap berpijak kuat pada al-Quran dan Sunnah, namun
implementasi dalam operasionalisasinya yang memeiliki karakter dinamis dan terus berubah-
ubah sesuai dengan perkembangan zaman Muhammadiyah banyak memungut dari berbagai
pengalaman sejarah secara terbuka (misalnya sistem kerja organisasi yang banyak diilhami
dari yayasan-yayasan Katolik dan Protestan yang banyak muncul di Yogyakarta waktu itu).
Sehingga dapat kita pahami secara komprehensif bahwa esensi dari kelahiran
Muhammadiyah yakni murni atas dasar kondisi objektif pada waktu itu yang mana berdirinya
persyarikatan Muhammadiyah adalah untuk menjawab persoalan-persoalan serta
permasalahan yang ada didalam masyarakat sebagai perwujudan konkrit atas bentuk
pembebasan dan keberpihakannya kepada kaum mustadh’afin atau kaum-kaum yang lemah
serta bentuk penolakan akan segala bentuk penindasan dan penghisapan yang terjadi
sekaligus dalam menegakkan dan menjunjung tinggi ajaran agama Islam secara kaffah.

b. Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah


A.     SEJARAH PERUMUSAN
Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah disusun dan dirumuskan oleh Ki Bagus
Hadikusuino sebagai hasil penyorotan dan pengungkapan kembali terhadap pokok-
pikiran pokok-pikiran yang dijadikan dasar amal usaha dan perjuangan Kyai Ahmad
Dahlan dengan menggunakan wadah persyarikatan Muhamnadiyah. Rumusan
“Muqaddimah” diterima dan disahkan oleh Muktamar Muhammadiyah ke 31 yang
dilangsungkan di kota Yogyakarta pada tahun 1950, setelah melewati penyempurnaan
segi redaksional yang dilaksanakan oleh sebuah team yang dibentuk oleh sidang Tanwir.
B.     POKOK-POKOK PIKIRAN MUQADDIMAH A.D.MUHAMMADIYAH
1.      Pokok Pikiran Pertama:
"Hidup manusia harus berdasar Tauhid (meng-esakan) Allah: ber-Tuhan, ber-ibadah
serta tunduk dan ta'at hanya kepada Allah".
Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut:
“AMMA BA’DU, bahwa sesungguhnya ke-Tuhanan itu adalah hak Allah semata-mata.
Ber-Tuhan dan ber’ibadah serta tunduk dan tha’at kepada Allah adalah satu-satunya
ketentuan yang wajib atas tiap-tiap makhluk, terutama manusia”.
2.      Pokok Pikiran Kedua:
“Hidup manusia itu bermasyarakat”
Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut:
“Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qudrat iradat) Allah atas kehidupan
manusia di dunia ini”.
3.      Pokok Pikiran Ketiga:
“Hanya hukum Allah yang sebenar-benarnyalah satu-satunya yang dapat dijadikan sendi
untuk membentuk pribadi yang utama dan mengatur ketertiban hidup bersama
(masyarakat) dalam menuju hidup bahagia dan sejahtera yang haqiqi, di dunia dan
akhirat”.
Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqqaddimah Anggaran Dasar sebagai
berikut: “Masyarakat yang sejahtera, aman damai, makmur dan bahagia hanyalah dapat
diwujudkan di atas keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong royong, bertolong-
tolongan dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh
syaitan dan hawa nafsu.
4.      Pokok Pikiran Keempat:
“Berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, adalah wajib, sebagai ibadah kepada Allah
berbuat ihsan dan islah kepada manusia/ masyarakat”.
2
Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai
berikut: “Menjunjung tinggi hukum Allah lebih daripada hukum yang manapun juga,
adalah kewajiban mutlak bagi tiap-tiap orang yang mengaku ber-Tuhan kepada Allah.
Agama Islam adalah Agama Allah yang dibawa oleh sekalian Nabi, sejak Nabi Adam
sampai Nabi Muhammad saw, dan diajarkan kepada umatnya masing-masing untuk
mendapatkan hidup bahagia Dunia dan Akhirat”.
5.      Pokok Pikiran Kelima:
“Perjuangan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, hanyalah akan dapat berhasil bila kita
mengikuti jejak (ittiba') perjuangan para Nabi terutama perjuangan Nabi Muhammad
saw”.
Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqadimah Anggaran Dasar sebagai berikut:
“Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang bahagia dan sentausa sebagai yang
tersebut di atas itu, tiap-tiap orang, terutama umat Islam, umat yang percaya akan Allah
dan Hari Kemudian, wajiblah mengikuti jejak sekalian Nabi yang suci: beribadah kepada
Allah dan berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala kekuatan dan menggunakannya
untuk menjelmakan masyarakat itu di Dunia ini, dengan niat yang murni-tulus dan ikhlas
karena Allah semata-mata dan hanya mengharapkan karunia Allah dan ridha-Nya belaka,
serta mempunyai rasa tanggung jawab di hadirat Allah atas segala perbuatannya, lagi
pula harus sabar dan tawakal bertabah hati menghadapi segala kesukaran atau kesulitan
yang menimpa dirinya, atau rintangan yang menghalangi pekerjaannya, dengan penuh
pengharapan perlindungan dan pertolongan Allah Yang Maha Kuasa”.
6.      Pokok Pikiran Keenam :
“Perjuangan mewujudkan pokok pikiran-pokok pikiran tersebut hanyalah dapat
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan berhasil, bila dengan cara berorganisasi.
Organisasi adalah satu-satunya cara atau perjuangan yang sebaik-baiknya”.
7.      Pokok Pikiran Ketujuh:
“Pokok-pokok pikiran/prinsip-prinsip/pendirian-pendirian seperti yang diuraikan dan
diterangkan dimuka itu, adalah yang dapat untuk melaksanakan idiologinya terutama
untuk mencapai tujuan yang menjadi cita-citanya, ialah terwujudnya masyarakat adil dan
makmur lahir bathin yang diridlai Allah, ialah MASYARAKAT ISLAM YANG
SEBENAR-BENARNYA”.
Pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar sebagai berikut:
Kesemuanya itu, perlu untuk menunaikan kewajiban mengamalkan perintah-perintah
Allah dan mengikuti sunnah Rasul-Nya, Nabi Muhammad saw., guna mendapat karunia
dan ridla-Nya di dunia dan akhirat, dan untuk mencapai masyarakat yang sentausa dan
bahagia, disertai nikmat dan rahmat Allah yang melimpah-limpah.

c. Identitas azas dan tujuan Muhammadiyah

 Identitas / hakikat Muhammadiyah adalah gerakan islam, dakhwah amar ma’ruf nahi munkar
dan tajdid, bersumber pada Al Qur’an dan Sunnah. Asas Nabi Muhammad adalah islam
sedangkan maksud dan tujuannya adalah menegakkan dan menjunjung tinggi agama islam
dalam mencapau maksud dan tujuan serta mewujudkan misi yang ideal tersebut
muhammadiyah melakukan usaha-usaha yang bersifat pokok , yang kemudian diwujudkan
dalam amal usaha, program dan kegiatan.
           
Langkah-langkah dakwah dan tajdid muhammadiyah tersebut tercermin dalam kepeloporan
mendirikan sekolah islam modern pelayanan kesehatan dan kesejahteraan dengan mendirikan
sekolah islam yang modern seperti saat ini, dan kesejahrteraan dengan menddirikan PKU
( penolong kesengsaraan Umat), penyantunan anak – anak yatim piatu dan miskin melalui
gerakan Al Ma’un dan mendobrak praktik dan pemikiran islam yang statis atau beku, dengan
ijtihad. Karena dalam masyarakat umum muhammadiyah lebih dikenal sebagai gerakan
pembaharuan (tajdid) bahkan tajdid sudah melekat dalam Muhammadiyah. Karena
kepeloporan dalam pembaharuan itu maka Muhammadiyah dikenal sebagai reformisme atau
lebih ke modernisasi islam.
           
            Gerakan muhammadiyah yang berkarakter dakwah dan tajdid tersebut dilakukan
melalui system organisasi dan bersifat ekspansi ( penyebara luasan ). Kata-kata “waltakum
minkum ummatun” dalam Al Imran 104 merupakan pemaknaan baru mengenai kepentingan
menggerakkan islam melalui organisasi atau persyarikatan. Dari perjalanan awal
muhammadiyah tersebut maka jelas sekali karakter yang kuat persyarikatan, yaitu sebagai
gerakan islam yang menjalankan dakwah dan tajdid melalui system organisasi yang selalu
dinamis dan berkemajuan. Muhammadiyah telah hadir sebagai gerakan yang berpegang teguh
pada prinsi-prinsip islam yang kokoh berdasarkan Al Quran dan sunnah.
d. Keanggotaan Muhammadiyah

KEANGGOTAAN MUHAMMADIYAH
Keanggotaan muhammadiyah secara resmi diatur dalam anggaran dasar (ad)
muhammdiyah bab IV, pasal 8, ayat 1, dimana sebagai anggota muhammadiyah
terdiri atas : anggota biasa, anggotaluar biasa, dan anggota kehormatan
1.      Anggota biasa harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
A.     Warga Negara Indonesia beragama islam
B.     Laki-laki atau perempuan berumur 17 tahun atau sudah menikah
C.     Menyetujui maksud dan tujuan muhammadiyah
D.     Berisi mendukung dan melaksanakan usaha-usaha muhammadiyah
E.      Mendaftarkan diri dan membayar uang pangkal
2.      Anggota luar biasa adalah seorang bukan warga Negara Indonesia, beragama
islam, setuju dengan maksud dan tujuan muhammadiyah serta bersedia mendukung
amal usahanya
3.       Anggota kehoormatan adalah seseorang beragama islam, berjasa terhadap
muhammadiyah dan atau karena kewibawaan dan keahlian diperlukan atau bersedia
membantu muhammadiyah. Sebagai anggota muhammadiyah mempunyai hak dan
kewajiban yang diatur secara rinci dalam anggaran rumah tangga (ART)
Muhammadiyah pasal 4

e. KEORGANISASIAN MUHAMMADIYAH
            Susunan dan penetapan organisasi muhammadiyah diatur dalam AD
muhammadiyah bab V pasal 9, terdiri atas :
1. Ranting (Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah, Pasal 5)
 ialah kesatuan anggota dalam satu tempat atau kawasan yang terdiri atas sekurang-
kurangnya 15 orang yang berfungsi melakukan pembinaan dan pemberdayaan
anggota

2. Cabang (Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah, Pasal 6)


ialah kesatuan Ranting dalam satu tempat yang terdiri atas sekurang-kurangnya tiga
ranting. Pengesahan pendirian cabang dan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan
oleh pipmpinan wilayah atas usul ranting setelah memperhatikan pertimbangan
pimpinan daerah.
4

3. Daerah (Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah, Pasal 7)


 ialah kesatuan Cabang dalam satu Kota atau Kabupaten yang terdiri atas sekurang-
kurangnya tiga cabang. Pengesahan pendirian daerah ditetapkan oleh pimpinan pusat
atas usul cabang setelah memperhatikan pertimbangan pimpinan wilayah.

4. Wilayah (Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah, Pasal 8)


ialah kesatuan Daerah dalam satu Propinsi yang terdiri atas sekurang-kurangnya tiga
daerah. Pengesahan pendirian wilayah ditetapkan oleh pimpinan pusat atas usul
daerah yang bersangkutan.
5. Pusat (Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah, Pasal 9)
 ialah kesatuan Wilayah dalam Negara Republik Indonesia.
f. Makna lambang

Bentuk lambang:

Lambang persyarikatan berbentuk matahari


yang memancarkan duabelas sinar yang
mengarah kesegala penjuru dengan sinarnya
yang putih bersih bercahaya. Di tengah-tengah matahari terdapat tulisan dengan huruf arab
‘Muhammadiyah’. Pada lingkaran yang mengelilingi tulisan arab berwujud kalimat syahadat
tauhid ‘asyhadu anla ilaha illahllah’ di lingkaran sebelah atas dan pada lingkaran bagian
bawah bertulis kalimat syahadat rasul ‘wa asyhadu anna muhammaddar rasulullah’. Seluruh
gambar matahari dengan atributnya berwarna putih dan terletak diatas warna dasar hijau
muda.

Arti lambang:

1. Matahari merupakan titik pusat dalam tata surya dan merupakan sumber kekuatan
semua makluk hidup yang ada di bumi. Jika matahari menjadi kekuatan cikal bakal
biologis, muhammadiyah diharapkan dapat menjadi sumber kekuatan spiritual dengan
nilai-nilai islam yang berintikan dua kalimat syahadat;
2. Dua belas sinar matahari yang memancar ke seluruh penjuru diibaratkan sebagai
tekad dan semangat warga muhammadiyah dalam memperjuangkan islam, semangat
yang pantang mundur dan pantang menyerah seperti kaum hawai (sahabat nabi isa
yang berjumlah 12);
3. Warna putih pada seluruh gambar matahari melambangkan kesucian dan keikhlasan;
4. Warna hijau yang menjadi warna dasar melambangkan kedamaian dan kesejahteraan.
g. Ortom muhammadiyah

Ortom dalam Persyarikatan Muhammadiyah mempunyai karakteristik dan spesifikasi bidang


tertentu. Adapun Ortom dalam Persyarikatan Muhammadiyah yang sudah ada ialah sebagai
berikut :

1. Aisyiyah
2. Pemuda Muhammadiyah
3. Nasyiyatul Aisyiyah
4. Ikatan Pelajar Muhammadiyah
5. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
6. Tapak Suci Putra Muhammadiyah
7. Hizbul Wathan

h. Ciri perjuangan muhammadiyah

Ada 3 ciri dari perjuangan muhammadiyah

1) Muhammadiyah sebagai gerakan Islam

Gerakan Islam dijadikan sebagai ciri perjuangan Muhammdiyah sebagai telaah terhadap
QS Ali Imron : 104 serta 17 ayat Al-Qur’an lainnya yang didalamnya tergambar dengan
jelas asal-usul ruh, jiwa, nafas, semangat muhammadiyah dalam pengabdiannya kepada
Allah SWT. Segala hal yang dilakukan oleh muhammadiyah di segala bidang di atas
adalah semata-mata untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam menuju
masyarakat utama yang rahmatan lil ‘alamin.

2) Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar

QS. Ali Imron: 104 menjadi khittah dan sumber strategi perjuangan muhammadiyah,
yakni dakwah (menyuruh amar ma’ruf nahi munkar, dengan masyarakat sebagai objek
perjuangannya). Dan semua amal usaha muhammadiyah merupakan media bagi
gerakan dakwah Islamiyah

3) Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid (purifikasi dan reformasi)

Sifat tajdid yang dikenakan pada gerakan muhammadiyah sebenarnya tidaklah hanya
pada sebatas pengertian upaya memurnikan ajaran Islam dari berbagai penyimpangan
ajaran Islam, tetapi juga upaya Muhammadiyah untuk melakukan berbagai
pembaharuan tata cara pelaksanaan ajaran Islam, dalam realitas sosial kemasyarakatan,
dan lain sebagainya.

Dalam hubungannya dengan salah satu ciri muhammadiyah sebagai gerakan tajdid,
maka muhammadiyah dapat dinyatakan sebagai gerakan purifikasi dan gerakan dinamisasi.

Anda mungkin juga menyukai