Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN ANALISIS PENGERTIAN SEJARAH BERDIRINYA NUHAMMADIYAH

MATA KULIAH AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN

Oleh:

Nurul Fajriah, S.Pd.

Dosen Pengampu : Antoni, M.Hi.

PENDIDIKAN PROFESI GURU PRAJABATAN

GELOMBANG 2 TAHUN 2022

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2023
PENGERTIAN DAN LATAR BELAKANG BERDIRINYA MUHAMMADIYAH

1. Pengertian Muhammadiyah
Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia
dan memiliki jaringan yang luas di seluruh Indonesia. Secara etimologi,
Muhammadiyah berasal dari bahasa Arab “Muhammad”, yakni Nabi dan Rosul Allah
yang terakhir mendapatkan ya nasabiyah berarti menjeniskan. Muhammadiyah berarti
pengikut Muhammad atau umat Nabi Muhammad SAW. Semua orang Islam yang
mengakui bahwa Nabi Muhammad merupakan Nabi yang terakhir dan utusan Allah
SWT. Secara terminologi, Muhammadiyah memiliki pengertian sebagai berikut :
a. Anggaran Dasar Muhammadiyah Bab III Pasal 4 ayat (1), Muhammadiyah adalah
gerakan Islam, dakwah amar makruf nahi mungkar dan tajdid, bersumber pada Al-
Quran dan sunnah.
b. Muhammadiyah adalah persyarikatan, gerakan Islam dakwah amar makruf nahi
mungkar, maksud dakwahnya ditujukan pada dua bidang perseorangan dan
masyarakat. Bidang pertama dibagi dua pula yang sudah beragama Islam bersifat
pemurnian dan kepada yang belum Islam bersifat ajakan masuk Islam sedangkan
kepada masyarakat bersifat bimbingan pengarahan dan peringatan.
c. Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCHM) menyatakan
bahwa Muhammadiyah adalah gerakan berasaskan Islam, bercita-cita dan bekerja
untuk terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, untuk melaksanakan
fungsi dan visi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.
Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang telah berusia 105 tahun.
Keberadaan Muhammadiyah di tengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia tidak
bisa dipungkiri, meskipun pada saat ini banyak kalangan yang melontarkan kritik
kepada Muhammadiyah. Namun hal tersebut tidaklah membuat arti Muhammadiyah
yang sebenarnya menjadi kabur bahkan lenyap oleh waktu (Gusfirah, 2017 : 18).
Muhammadiyah adalah Gerakan Islam yang melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi
munkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam
sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Selain itu,
Muhammadiyah juga bergerak pada bidang pendidikan yang ikut serta mencerdaskan
bangsa dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Muhammadiyah saat ini
menjadi organisasi yang berpengaruh dalam dunia pendidikan, walaupun awalnya
didirikan oleh kelompok Islam, namun Muhammadiyah mampu berkembang dengan
baik seiring kemajuan zaman sehingga mudah diterima oleh seluruh elemen masyarakat
Indonesia. Banyak hal yang mendorong kemajuan organisasi ini seperti halnya visi-
misi.
Visi dan misi pendidikan Muhammadiyah mengandung makna bahwa
pendidikan di lingkungan Muhammadiyah dalam pengembangan sumber daya manusia
mengantisipasi berbagai tantangan ke depan, yang memerlukan titik tumpu
pengembangan yang strategis. Konteks ini, dua titik tumpu utama yang dijadikan
andalan proses antisipasi, yaitu upaya penguatan iman dan takwa kepada Allah SWT,
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Rusydi, 2020 : 140)
Visi Muhammadiyah adalah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan Al-
Qur’an dan as-Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqamah dan
aktif dalam melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar di segala bidang,
sehingga menjadi rahmatan li al-‘alamin bagi umat, bangsa dan dunia kemanusiaan
menuju terciptanya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang diridhai Allah SWT.
Misi Muhammadiyah adalah: 3 (1) Menegakkan keyakinan tauhid yang murni
sesuai dengan ajaran Allah swt yang dibawa oleh Rasulullah yang disyariatkan sejak
Nabi Nuh hingga Nabi Muhammad saw. (2) Memahami agama dengan menggunakan
akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam untuk menjawab dan menyelesaikan
persoalan-persoalan kehidupan yang bersifat duniawi. (3) Menyebarluaskan ajaran
Islam yang bersumber pada alQur’an sebagai kitab Allah yang terakhir untuk umat
manusia sebagai penjelasannya. (4) Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam
kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat. Lihat Tanfidz Keputusan Musyawarah
Wilayah ke-39 Muhammadiyah Sumatera Barat tahun 2005 di Kota Sawahlunto 1.

2. Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah


Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung
Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H).
Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan
untuk memurnikan ajaran Islam yang menurut anggapannya, banyak dipengaruhi hal-
hal mistik. Keinginan dari KH. Akhmad Dahlan untuk mendirikan organisasi yang
dapat dijadikan sebagai alat perjuangnan dan da’wah untuk menegakan amar ma’ruf
nahi munkar yang bersumber pada Al-Qur’an, surat Al-Imron:104 dan surat Al-ma’un
sebagai sumber dari gerakan sosial praktis untuk mewujudkan gerakan tauhid. Ketidak
murnian ajaran Islam yang dipahami oleh sebagian umat Islam Indonesia, sebagai
bentuk adaptasi tidak tuntas antara tradisi Islam dan tradisi lokal nusantara dalam awal
bermuatan paham animisme dan dinamisme. Sehingga dalam prakteknya umat Islam di
Indonesia memperlihatkan hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran
Islam, terutama yang berhubuaan dengan prinsip akidah Islam yang menolak segala
bentuk kemusyrikan, taqlid, bid’ah, dan khurafat. Sehingga pemurnian ajaran menjadi
pilihan mutlak bagi umat Islam Indonesia.
Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada saat awal berdirinya juga tidak
terlepas dari perjuangan pendirinya, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan. Setelah Kyai
Dahlan berziarah ke tanah suci dan menetap untuk kedua kalinya pada tahun 1903, ia
mulai menabur benih untuk pembaruan di Indonesia. Kyai Dahlan muncul dengan ide
reformasi setelah belajar dengan para imam Indonesia yang tinggal di Mekah, seperti
Syekh Ahmad Khatib di Minangkabau, Kyai Nawawi di Banten, Kyai Mas Abdullah di
Surabaya, dan Kyai Faqih di Maskumambang. Selain itu juga membaca pemikiran-
pemikiran para pembaharu Islam seperti Ibnu Taimija, Muhammad bin Abduh Wahab,
Jamaldin al Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan membaca karya
intelektual dan pertukaran selama tinggal di Arab Saudi serta para pembaharu
pemikiran Islam, Kyai Dahlan menabur benih-benih gagasan pembaruan. Jadi,
sekembalinya dari Arab Saudi, Kyai Dahlan tidak konservatif dan justru membawa ide
dan gerakan reformasi.
Secara garis besar, terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi berdirinya
Muhammadiyah, yaitu :
a. Faktor teologis, yaitu hasil hasil pengkajian K. H. Ahmad Dahlan terhadap Al-
Qur’an. la melakukan tadabbur, memperhatikan dan mencermati terhadap apa yang
tersirat dalam ayat-ayat al-Quran, kemudian termotivasi ketika melihat QS. Ali-
Imran ayat 104 yang artinya “Dan hendaklah ada di antara kamu sekalian segolongan
umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh yang makruf dan mencegah yang
munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.
b. Faktor sosiologis. Faktor ini dibagi dalam dua bagian yaitu internal eksternal.
• Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri umat Islam sendiri yang
tercermin dalam dua hal, yaitu sikap beragama dan sistem pendidikan Islam.
Sikap beragama umat Islam saat itu pada umumnya belum dapat dikatakan
sebagai sikap beragama yang rasional. Sirik, taklid, dan bid’ah masih sering
terjadi pada kehidupan umat Islam, terutama dalam lingkungan keraton, dimana
kebudayaan Hindu telah jauh tertanam. Sikap beragama yang demikian bukanlah
terbentuk secara tiba-tiba pada awal abad ke 20 itu, tetapi merupakan warisan
yang berakar jauh pada masa terjadinya proses islamisasi beberapa abad
sebelumnya. Seperti diketahui proses islamisasi di indonesia sangat dipengaruhi
oleh dua hal, yaitu Tasawuf/Tarekat dan mazhab fikih, dan dalam proses tersebut
para pedagang dan kaum sifi memegang peranan yag sangat penting. Melalui
merekalah Islam dapat menjangkau daerah-daerah hampir diseluruh nusantara
ini.
• Faktor eksernal
Faktor lain yang melatarbelakangi lahirnya pemikiran Muhammadiyah adalah
faktor eksternal yang disebabkan oleh politik penjajahan kolonial Belanda. Faktor
tersebut antara lain tampak dalam sistem pendidikan kolonial serta usaha ke arah
westernisasi dan kristenisasi. Pendidikan kolonial dikelola oleh pemerintah
kolonial untuk anak-anak bumi putra, ataupun yang diserahkan kepada misi and
zending Kristen dengan bantuan finansial dari pemerintah Belanda. Pendidikan
demikian pada awal abad ke 20 telah menyebar dibeberapa kota, sejak dari
pendidikan dasar sampai atas, yang terdiri dari lembaga pendidikan guru dan
sekolah kejuruan. Adanya lembaga pendidikan kolonial terdapatlah dua macam
pendidikan diawal abad 20, yaitu pendidikan Islam tradisional dan pendidikan
kolonial. Kedua jenis pendidikan ini dibedakan, bukan hanya dari segi tujuan
yang ingin dicapai, tetapi juga dari kurikulumnya.
Pendidikan kolonial melarang masuknya pelajaran agama dalam sekolah-sekolah
kolonial, dalam artian orang menilai pendidikan kolonial sebagai pendidikan
yang bersifat sekuler, disamping sebagai peyebar kebudayaan barat. Dengan
corak pendidikan yang demikian pemerintah kolonial tidak hanya menginginkan
lahirnya golongan pribumi yang terdidik, tetapi juga berkebudayaan barat. Hal ini
merupakan salah satu sisi politik etis yang disebut politik asisiasi yang pada
hakikatnya tidak lain dari usaha westernisasi yang bertujuan menarik penduduk
asli Indonesia ke dalam orbit kebudayaan barat. Dari lembaga pendidikan ini
lahirlah golongan intlektual yang biasanya memuja barat dan menyudutkan tradisi
nenek moyang serta kurang menghargai Islam, agama yang dianutnya. Hal ini
agaknya wajar, karena mereka lebih dikenalkan dengan ilmu-ilmu dan
kebudayaan barat yang sekuler tanpa mengimbanginya dengan pendidikan
agama, konsumsi moral, dan jiwanya. Sikap umat yang demikianlah merupakan
ancaman dan tantangan bagi Islam diawal abad ke 20.

Sejak didirikan, Muhammadiyah telah memainkan peran penting dalam


pembangunan masyarakat Indonesia, baik secara lokal maupun nasional. Organisasi ini
memiliki jaringan yang luas dan memiliki anggota yang tersebar di seluruh Indonesia.
Selain itu, Muhammadiyah juga menjalin kerja sama dengan organisasi-organisasi
Islam dan lembaga-lembaga pemerintah untuk memperkuat peran dan pengaruhnya
dalam masyarakat. Pada saat ini, Muhammadiyah memiliki lebih dari 29 juta anggota
dan memiliki sekitar 15.000 sekolah dan 20 universitas. Organisasi ini terus berupaya
untuk memperkuat peran dan pengaruhnya dalam masyarakat dan memimpin
pembangunan masyarakat melalui program-program yang inklusif dan berkualitas
(Tahir, 2010 : 162).
DAFTAR PUSTAKA

Gusfira, Novil. 2017. Strategi Dan Dinamika Muhammadiyah Di Takengon. Jurnal As-
Salam, 1(3): 18.
Tahir, Gustia. 2010. Muhammadiyah (Gerakan Sosial Keagamaan dan Pendidikan). Jurnal
Adabiyah, 10 (2): 162.
Rusydi, Rajiah. 2020. Peran Muhammadiyah ( Konsep Pendidikan, Usaha-usaha di Bidang
Pendidikan, dan Tokoh). Jurnal Tarbawi, 1(2): 140.

Anda mungkin juga menyukai