KRITIK SASTRA
OLEH
KELAS A.3.2
Contoh kritik judisial misalnya adalah menilai puisi-puisi karya Sutardji Calzoum Bachri
(“POT”) (1981:30) berikut dengan menggunakan ukuran kehebatan puisi seperti
halnya puisi Chairil Anwar, misalnya karena puisi-puisi Chairil Anwar yang sebelumnya
dianggap sebagai puisi yang hebat.
POT
pot apa pot itu pot kaukah pot aku
pot pot pot
yang jawab pot pot pot pot kaukah pot itu
yang jawab pot pot pot pot kaukah pot aku
pot pot pot
potapa potitu potkaukah potaku?
POT
Berdasarkan standar kehebatan (keindahan) puisi-puisi Chairil Anwar, pilihan kata dan
ungkapan-ungkapannya memiliki daya estetis dan menimbulkan citraan yang hidup
bagi pembacanya. Dengan ukuran penilaian
tersebut, bisa jadi puisi “POT” menjadi tidak bernilai karena diksi dan ungkapannya
ambigu, tidak menimbulkan citraan yang jelas dan pasti pada pembaca.
Contoh kritik mimetik adalah mengkritik novel Saman karya Ayu Utami dan
menghubungkannya dengan realitas yang terjadi dalam masyarakat, misalnya yang
berkaitan dengan peristiwa hilangnya (penculikan) sejumlah aktivis politik, seperti Pius
Lustri Lanang, Andi Arief, Haryanto Taslam, dan lain-lain pada awal dan pertengahan
1997 karena dalam novel itu juga diceritakan aktivis yang diculik yang bernama
Wisanggeni.
Contoh kritik pragmatik misalnya menilai karya sastra dari adanya nilai pendidikan
budi pekerti, seperti diharapkan pada penerbit Balai Pustaka masa kolonial Belanda
tahun 1920-an atau kritik Takdir Alisyahbana terhadap novel Belenggu, yang dari segi
isinya menurutnya akan melemahkan semangat bangsa yang sedang membangun,
seperti dapat kita baca dalam kutipan berikut.
“Dan buku Armijn ini diletakkan di tengah-tengah usaha dan perjuangan sekarang ini
untuk kemajuan bangsa, maka hampir dapat kita masukkan dalam lektur defaitistis
yang melemahkan semangat ....”(Dikutip dari “Sambutan” terhadap Belenggu, hlm. 8)
Contoh kritik objektif adalah mengkritik puisi-puisi Chairil Anwar berdasarkan unsur-
unsur intrinsiknyasaja, terlepas dari hubungannya dengan pengarang, realitas, dan
dampaknya bagi pembaca. Contohnya dapat kita baca pada kutipan beriku, yang
diambil dari kritik A. Teeuw terhadap puisi “Kawanku dan Aku” karya Chairil Anwar
dalam Tergantung pada Kata (1980:20).