Anda di halaman 1dari 4

Klasifikasi drama

Secara umum dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu:

1. tragedi (duka cita)

Tragedi atau drama duka adalah drama yang melukiskan kisah sedih (pelaku utamanya
menderita kesengsaraan lahir batin yang luar biasa atau sampai meninggal).

2. komedi (drama ria)

Komedi adalah drama ringan yang sifatnya menghibur dan didalamnya terdapat dialog kocak
yang bersifat menyindir dan biasanya berakhir dengan kebahagiaan. Drama komedi ditampilkan
tokoh yang tolol, konyol, atau tokoh bijaksana tapi lucu.

3. melodrama

Melodrama adalah lakon yang sangat sentimental, dengan tokoh dan cerita yang
mendebarkan hati dan mengharukan. Tokoh dalam melodrama adalah tokoh tidak ternama. Dalam
kehidupan sehari-hari, sebutan melodramatik kepada orang yang sering kali merendahkan martabat
orang tersebut, karena dianggap berperilaku yang melebih-lebihkan perasaannya.

4. dagelan (farce)

Dagelan disebut juga banyolan. Sering kali jenis drama ini disebut dengan komedi murahan
atau komedi picisan atau komedi ketenangan. Dagelan adalah drama kocak dan ringan, alurnya
tersusun bedasarkan arus situasi dan tidak bedasarkan arus situasi., tidak bedasarkan struktur
perkembangan dramatik dan perkembangan cerita sang tokoh.

Aliran-aliran Dalam Drama

Klasifikasi drama bedasarkan aliran dapat dilihat sebagai berikut:

1. Aliran Klasik

Beberapa orang menentang aliran. Elizabeth, mereka membentuk aliran baru yang mereka
beri nama aliran klasik, karena mengarah pada duka cerita yunani dan romawi. Klasik adalah aturan
sebuah naskah yang sangat ditaati (tunduk pada tritologi Aristoteles),dan mengarah kepada cerita
Yunani-Romawi. Pada aliran ini, watak pelaku yang baik dan buruk/jahat sangat tampak yang benar
akan mendapat ganjaran, dan yang jahat akan mendapat hukuman.

Ciri-ciri dari aliran klasik adalah sebagai berikut:

a. Ditulis dalam sajak berirama.


b. Aktingnya bergaya deklarasi.
c. Laku statis, monolog sangat panjang untuk memberi kesempatan deklarasi yang berlebih-
lebihan, akibatnya laku dramatis terhambat.
d. Materi bedasarkan motif Yunani/Romawi, baik cerita klasik maupun cerita sejarah.
e. Aliran ini tunduk pada tritologi Aristoteles.

Adapun tokoh-tokoh pada aliran klasik ini adalah: Piere Corneille, Jean Racine, dan Joost Van De
Vandel.

2. Aliran Non-Klasik
Aliran ini merasuki drama dan teater terutama di Prancis, yaitu ketika teori neo-klasik dan
italia masuk ke Prancis kira-kira tahun 1930-an. Dasar-dasar teori neo-klasik menurut Sumarjo,
hanya ada dua bentuk drama, yaitu tragedi dan komedi, dan keduanya tidak boleh dicampur. Drama
harus berisi ajaran moral yang disajikan secara menarik. Kesatuan waktu, tempat dan kejadian harus
dipertahankan.

Neoklasisme merupakan bentuk drama dengan tiga segi yang mendasar: kebenaran,
kesusilaan, dan kegaiban. Syahadat kaum neo-klasik adalah segenap alam dikuasai oleh satu Tuhan.

Para penulis drama neo-klasik:

a. Piere Corniele (1606-1684), karyanya: Horace, Cinna, Polyeucite, buku teori drama dengan
judul risalah tentang tragedi.
b. Jean Racine (1639-1699), karyanya: Les Plaiderus, Esther, Athalie.
c. Moliere (1622-1673), nama aslinya adalah Jean Baptise Poequelin, karyanya: Dokter
gadungan, calon istri, calon gentelman.

3. Aliran Romantik

Lahirnya aliran romantik ditandai dengan adanya prinsip kaum romantik, bahwa dalam
menulis drama berkreativitas untuk memahami manusia dan semesta, atau drama berkaitan dengan
kehidupan manusia. Disamping itum aliran ini begitu sangan mementingkan curahan perasaan dan
menggetarkan yang diungkapkan dalam estetika diksi dan gaya bahasa yang mendayu-dayu.

Aliran romantik ini berkembang dan bertumbuh pesat pada abad ke-18, aliran ini sukar
untuk memberi penjelasan secara umum, namun yang jelas drama romantik juga bertentangan
dengan aliran drama klasik, mereka tidak memenuhi hukum-hukum drama yang tetap.

Ciri-ciri aliran romantik ini adalah:

a. Kebebasan bentuk.
b. Isinya yang fantastis namun sering tidak logis.
c. Materinya tentang bunuh-membunuh, teriakan-teriakan dalam gelap, korban pembunuhan
yang hidup kembali, tokoh-tokoh sentimental.
d. Mementingkan keindahan bahasa.
e. Dalam penyutradaraan segi visual sangat ditonjolkan.
f. Akting-aktingnya bernafsu bombastis, mimik wajah yang berlebih-lebihan.

Tokoh-tokoh aliran romantik adalah:

a. Victor Hugo
b. Hendrich Von Kleist, drama Prinz Friedrich Van Hamburg
c. Cristian Dietrich Grabbe, dramanya Hanibal

4. Aliran Realisme

Aliran realisme adalah aliran seni yang berusaha untuk mencapai kenyataan dengan ilusi.
Kejadian yang terjadi bertahun-tahun hanya digambarkan beberapa jam saja, harus berfantasi dan
memilih topik yang penting. Drama realis tidak hanya memberikan hiburan, tetapi membebaskan
problem dari suatu masa. Aliran realisme terbagi menjadi dua bagian yaitu:

a. Realisme sosial
Ciri-ciri yang sangat menonjol pada aliran ini, yaitu: peran utama biasanya rakyat jelata,
aktingnya wajar dan tidak patetis (pennuh dengan perasaan).
Realisme sering disebut realisme murni atau naturalisme yang apaa danya.
b. Realisme Psikologis
Ciri-ciri aliran ini adalah pernah ditekan pada peristiwa-peristiwa intern/ unsur-unsur
kejiwaan, secara teknis perhatian diarahkan pada akting yang wajar dan tekanan intonasi
yang kuat, suasana digunakan perlambang (simbolo).

5. Aliran Ekspresionisme

Aliran seni di abad ke-20 ini menentang realisme. Mula-mula ia berkembang di senirupa,
pada Van Gogh dan Gaunguin, dan di musik pada Shconberg. Pelopor ekspresionisme dalam teater
adalah August Strindberg (Sang Ayah, terjemahan Boen S. Oemarjati), Ernt Toller (Transfigurasi), dan
George Kaisar (Dari Pagi Sampai Tengah Malam).

Aliran ini menolak anggapan bahwa drama hanya sesuatu yang tidak berkaitan dengan hati
penulis atau masyarakatnya, namun harus menyuarakan hati nurani.

Ciri-ciri Aliran ekspresionisme adalah:

a. Pergantian antar adegan sangat cepat


b. Penggunaan pentas yang ekstrem
c. Fragmen-fragmen yang filis (meniru gaya dan cara film) misalnya layar diproyeksikan seperti
film.

6. Aliran Naturalisme

Aliran ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari aliran realisme dengan menampakkan
kenyataan yang digambarkan diusahakan sedetail mungkin dengan kenyataan alam (natural),
sehingga menampilkan mendekati alam sesungguhnya.

7. Epik Teater

Bentuk drama sekitar Perang Dunia II, dibenahi oleh Bertolt Brecht. Ia menganggap teater
telah terkulai dalam keadaan lelah, oleh sebab itu perlu adanya tenaga yang sanggaup
mendenyutkannya lagi. Ia mengunakan tiga kunci, yaitu historifikasi adalah bagian terbesar dari
aliensasi, yakni perumusan teori Brecht tentang teater “harus jadi asing” kembali.

8. Aliran Absurdisme

Bentuk drama dari tahun 50-an sama sekali bersumbu pada pandangan bahwa dunia ini
netral. Kenyataan dan kejadian adalah tak berwujud. Jika manusia mengatakan suatu peristiwa tak
bersusila, hal itu tidaklah dianggap dengan sendirinya asusila, tetapi itu disebabkan oleh pikirannya
sendiri yang mengatakan itu asusila. Tak ada kebenaran objektif. Setiap insan harus menemukan
sendiri nilai-nilai hidup yang sanggup menghidupkan hidupnya, sejauh itu ia pun harus mau
menerima bahwa nilai-nilai yang ditemukannya itu sesungghnya absurd.
Gaya Penulisan Naskah Drama

Dalam naskah drama

Anda mungkin juga menyukai