Anda di halaman 1dari 28

ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA DALAM CERPEN “USAHA YANG TIDAK

MENGKHIANATI HASIL” KARYA LIFIAN RAHMAH ANDRIANI

DISUSUN OLEH:

Samsul Bahri (180702018)

DOSEN PENGAMPUH :

Arie Azhari Nasution, S.S., M.Si.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

SASTRA MELAYU

2020/2021
PENDAHULUAN

Sastra merupakan hasil pemikiran pengarang berdasarkan realitas sosial budaya suatu
masyarakat, oleh karena itu dalam karya sastra banyak menceritakan interaksi antarmanusia dan
dengan lingkungannya. Karya sastra juga merupakan salah satu ungkapan rasa estetis yang peka
dan kelembutan jiwa yang besar oleh pengarang terhadap alam sekitarnya. Pengarang yang
memiliki imajinatif yang tinggi dan dilandasi kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas
sebagai karya seni dapat memberikan gambaran kehidupan.

Sebuah karya sastra pada hakikatnya merupakan suatu pengungkapan kehidupan melalui
bentuk bahasa. Sastra merupakan hasil ciptaan tentang karya kehidupan dengan menggunakan
bahasa imajinatif dan emosional. Karya sastra merupakan refleksi hati nurani sastrawan dalam
pembeberan estetika untuk mendapatkan perhatian bersama.

Manusia adalah sumber dari sastra dan psikologi, maka pada manusia lah pertautannya
dapat ditemukan. Antara psikologi dan sastra merupakan dua sisi yang saling berpasangan,
berbeda tetapi saling melengkapi karena terpaut dengan hal yang sama. Psikologi suatu ilmu
yang mengandalkan analisis, sedangkan sastra lebih mengandalkan sistesis

Psikologi sastra lahir sebagai salah satu jenis kajian sastra yang digunakan untuk membaca
dan menginterpretasikan karya sastra, pengarang karya sastra dan pembacanya dengan
menggunakan berbagai konsep dan kerangka teori yang ada dalam psikologi. Dengan
memfokuskan pada karya sastra, terutama fakta cerita dalam sebuah fiksi atau drama, psikologi
karya sastra mengkaji tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra

Pengertian Psikologi Sastra

Walgito (2004:l) menjelaskan bahwa, ditinjau dari segi bahasa, psikologi berasal dari kata
psyche yang berati Jiwa'dan logos berarti 'ilmu' atau 'ilmu pengetahuan', karena itu psikologis
sering diartikan dengan ilrnu pengetahuan tentang jiwa. psikologi merupakan ilmu yang
mempelajari dan menyelidiki aktivitas dan tingkah laku manusia. Aktivitas dan tingkah laku
tersebut merupakan manifestasi kehidupan jiwanya. Jadi, jiwa manusia terdiri dari dua alam,
yaitu alam sadar (kesadaran) dan alam tak sadar (ketidaksadaran). Kedua alam tidak hanya saling
menyesuaikan, alam sadar menyesuaikan terhadap dunia luar, sedangkan alam tak sadar
penyesuaiannya terhadap dunia dalam. Jadi psikologi dapat diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari gejala jiwa yang mencakup segala aktivitas dan tingkah laku manusia.

Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan.
Pengarang akan menggunakan cipta rasa, dan karsa dalam berkarya. Pembaca dalam menanggapi
karya tidak lepas dari kejiwaan masing-masing. Psikologi sastra juga mengenal karya sastra
sebagai pantulan kejiwaan. Pengarang akan menangkap gejala jiwa, kemudian diolah ke dalam
teks dan dilengkapi dengan kejiwaannya. Proyeksi pengalaman sendiri dan pengalaman hidup di
sekitar pengarang akan terproyeksi secara imajiner ke dalam teks.

Pada dasarnya kajian psikologi sudah banyak diterapkan oleh pengarang sejak dulu, namun
terkadang pengarang dengan sengaja tidak memunculkan gejala-gejala psikologi secara terang-
terangan. Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan psikologi pada karya
sastra memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh, dari tokoh-tokoh tersebut maka akan ditemukan
adanya konflik batin di dalamnya. Oleh karena itu, pendekatan psikologi sastra sangat diperlukan
untuk menganalisis dan menemukan gejala-gejala yang tidak terlihat atau bahkan dengan sengaja
disembunyikan oleh pengarang pada karya sastra.

Istilah "psikologi sastra" mempunyai empat kemungkinan pengertian (1) pengarang, (2)
proses kreatif (3) karya sastra, dan (4) pembaca. Psikologi sastra dengan demikian memiliki tiga
gejala utama, yaitu pengarang, karya sastra dan pembaca. Fokus psikologi dalam psikologi karya
sastra pada pengarang dan karya sastra, dibandingkan dengan pembaca. Untuk memahaminya
harus dilihat bahwa pendekatan terhadap pengarang merupakan pemahaman atas ekspresi
kesenimannya, karya sastra mengacu pada objektivitas karya, dan pembaca mengacu pada
pragmatisme.

Psikologi dan Sastra

Manusia dijadikan objek sastrawan sebab manusia merupakan gambaran tingkah laku yang
dapat dilihat dari segi kehidupannya. Tingkah laku merupakan bagian dari gejolak jiwa sebab
dari tingkah laku manusia dapat dilihat gejalagejala kejiwaan yang pastinya berbeda satu dengan
yang lain. Pada diri manusia dapat dikaji dengan ilmu pengetahuan yakni psikologi yang
membahas tentang kejiwaan. Oleh karena itu, karya sastra disebut sebagai salah satu gejala
kejiwaan (Ratna, 2004: 62).

Asumsi dasar penelitian psikologi sastra antara lain dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama,
adanya anggapan bahwa karya sastra merupakan produk dari suatu kejiwaan dan pemikiran
pengarang yang berbeda pada situasi setengah sadar atau subconscious self dan baru dituangkan
ke dalam bentuk secara sadar (conscious). Antara sadar dan tak sadar selalu mewarnai dalam
proses imajinasi pengarang. Kekuatan karya sastra dapat dilihat seberapa jauh pengarang mampu
mengungkapkan ekspresi kejiwaan yang tidak sadar itu ke dalam sebuah cipta sastra.

Kedua, kajian psikologi sasta di samping meneliti perwatakan tokoh secara psikologis juga
aspek-aspek pemikiran dan perasaan pengarang ketika menciptakan karya tersebut. Pengarang
mampu menggambarkan perwatakan tokoh sehingga menjadi semakin hidup. Sentuhan-sentuhan
emosi melalui dialog atau pemilihan kata, sebenarnya merupakan gambaran kekalutan dan
kejernihan batin pencipta. Kejujuran batin itulah yang menyebabkan orisinalitas karya (Suwardi
Endraswara, 2008:96).

Sastra berbeda dengan psikologi, sebab sebagaimana sudah kita pahami sasta berhubungan
dengan dunia fiksi, drama, puisi, esai yang diklasifikasikan ke dalam seni, sedang psikologi
merujuk kepada studi ilmiah tentang perilaku manusia dan proses mental. Meski berbeda
keduanya memiliki titik temu atau kesamaan yakni keduanya berangkat dari manusia dan
kehidupan sebagai sumber kejadian. Bicara tentang manusia, psikologi jelas terlibat erat, karena
psikologi mempelajari perilaku-perilaku manusia tidak lepas dari aspek kehidupan yang
membungkusnya dan mewarnai perilakunya (Siswantoro, 2005:29).

Penelitian psikologi sastra memang memiliki landasan pijak yang kokoh. Karena, baik sastra
maupun psikologi sama-sama mempelajari kehidupan manusia. Bedanya kalau sastra
mempelajari manusia sebagai ciptaan imajinasi pengarang, sedangkan psikologi mempelajari
manusia sebagai ciptaan Ilahi secara riil.
Hubungan antara Psikologi dan Sastra

Menurut Ratna (2004:343) Terdapat tiga cara yang dapat dilakukan untuk memahami
hubungan antara psikologis dengan sastra. Pertama , memahami unsur kejiwaan pengarang
sebagai penulis, kedua memahami unsur kejiwaan tokoh fiksional sastra. Ketiga memahami
kejiwaan pembaca. Walaupun lebih menyoroti pada tokoh fiksional dalam penerapanya karena
pengaruh analisi struktualisme dimana terjadi penolakan terhadap objek manusia, unsur-unsur
yang berkaitan dengan pengarang dianggap sebagai kekeliruan biografis.

Dengan penjelasan tersebut jelas bahwa hubungan psikologi dan sastra sangat erat didalam
menganalisis karya sastra. Namun psikologi sastra lebih mengacu pada sastra bukan pada
psikologi praktis. Pada penerapanya sastra atau karya sastra-lah yang menetukan teori, bukan
teori yang menentukan sastra. Sehingga dalam penelitian dipilih dahulu objek karya sastra
barulah kemudian menentukan kajian teori psikologis praktis yang relevan untuk menganalisis.

Menganalisis tokoh dalam karya sastra dan perwatakannya seorang pengkaji sastra harus
berdasarkan teori dan hukum-hukum psikologi yang menjelaskan tentang perilaku dan karakter
manusia tersebut.

Hubungan antara psikologi dan sastra atau antara gejala-gejala kejiwaan dan sastrawan, baik
yang mendahuluinya maupun yang kemudian terungkapkan dalam karyanya seolah-olah
dikukuhkan penemuan psikoanalisis, Sigmund Freud (1856-1939). Bersamaan dengan itu, C.G.
Jung (1875-1961) melalui psikologi dalam hubungannya dengan sastra. Baginya, arketipe adalah
imaji asli dari ketidaksadaran, penjelmaan yang turun temurun sejak zaman purba. Penyair
adalah manusia kolektif, pembawa, pembentuk dan pembina dari jiwa manusia yang aktif secara
tak sadar (Bertenz, 2006).

Psikologi dan sastra memiliki hubungan, yakni sama-sama berguna untuk sarana
mempelajari keadaan kejiwaan orang lain. Hanya perbedaannya, gejala-gejala kejiwaan yang ada
dalam karya sastra adalah gejala-gejala kejiwaan dari manusia-manusia imajiner, sedangkan
dalam psikologi adalah manusia-manusia rill. Namun keduanya, dapat saling melengkapi dan
saling mengisi untuk memperoleh pemahaman lebih mendalam terhadap kejiwaan manusia.
Konsep Psikologi

Dalam kaitannya dengan konsep psikologi sastra teori psikologi yang sering digunakan
dalam melakukan penelitian sebuah karya sastra adalah psikoanalisis yang dikemukakan oleh
Sigmun Freud. Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar
(Conscious),bawah sadar (Preconscious), dan tidak sadar (Unconscious). Alam sadar adalah apa
yang anda sadari pada saat tertentu, penginderaan langsung, ingatan, persepsi, pemikiran, fantasi,
perasaan yang anda miliki. Terkait erat dengan alam sadar ini adalah apa yang dinamakan Freud
dengan alam bawah sadar, yaitu apa yang kita sebut dengan saat ini dengan kenangan yang sudah
tersedia‟ (available memory), yaitu segala sesuatu yang dengan mudah dapat di panggil ke alam
sadar, kenangan-kenangan yang walaupun tidak anda ingat waktu berpikir, tapi dapat dengan
mudah dipanggil lagi. Adapun bagian terbesar adalah alam tidak sadar (unconscious mind).
Bagian ini mencakup segala sesuatu yang tak kita sadari tetapi ternyata mendorong perkataan,
perasaan, dan tindakan kita. Sekalipun kita sadar akan perilaku yang nyata.

Teori psikoanalisis ala Freud

Dalam konsepnya Freud bertolak pada psikologi umum, dia membedakan kepribadian
manusia menjadi tiga unsur kejiwaan, yaitu Id, Ego, dan Super Ego. Ketiga aspek itu masing-
masing mempunyai fungsi, sifat komponen, prinsip kerja dan dinamika sendiri-sendiri, namun
ketiganya saling berhubungan sehingga sukar (tidak mungkin) untuk memisah-misahkan
pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia, tingkah laku selalu merupakan hasil kerja sama dari
ketiga aspek itu. Ketiga sistem itu diuraikan sebagai berikut.

1) Id

Id dalam Bahasa Jerman adalah Das es. Id atau Das Es merupakan wadah dari jiwa manusia
yang berisi dorongan primitif. Dorongan primitif adalah dorongan yang ada pada diri manusia
yang menghendaki untuk segera dipenuhi atau dilaksanakan keinginan atau kebutuhanya.
Apabila dorongan tersebut terpenuhi dengan segera maka akan menimbulkan rasa senang, puas
serta gembira. Sebaliknya apabila tidak dipenuhi atau dilaksnakan dengan segera maka akan
terjadi hal yang sebaliknya. Id adalah istem kepribadian manusia yang paling dasar. Id
merupakan aspek kepribadian yang paling gelap dalam bawah sadar manusia yang berisi insting
dan nafsu-nafsu tak kenal nilai dan agaknya berupa “energy buta”. (Endraswara, 2003: 101).
Berdasarkan pengertian tersebut, bahwa id merupakan dorongan dari aspek biologis yang terjadi
secara spontan.

Id merupakan struktur kepribadian paling primitif dan berhubungan dengan prinsip mencari
kesenangan. Ini dapat kita lihat pada fase kanak-kanak seseorang. Id banyak berhubungan
dengan nafsu semena-mena yang tidak sanggup membedakan realitas dan khayalan.

2) Ego

Ego timbul karena kebutuhan-kebutuhan organisme yang memerlukan transaksi-transaksi


yang sesuai dengan dunia kenyataan objektif. Orang yang lapar harus mencari, menemukan, dan
memakan makanan untuk menghilangkan rasa lapar. Hal itu berarti orang harus belajar
membedakan antara makanan dan persepsi aktual terhadap makanan seperti yang ada didunia
aktual terhadap makanan seperti yang ada di dunia luar. Setelah melakukan pembedaan makanan
perlu mengubah gambaran ke dalam persepsi yang terlaksana dengan menghadirkan makanan di
lingkungan. Dengan kata lain, orang mencocokan gambaran ingatan tentang makanan dengan
penglihatan atau penciuman terhadap makanan yang dialaminya dengan panca indera.

Ego merupakan kelanjutan upaya mencari kesenangan, tetapi sudah dirangkai dengan
keharusan tunduk pada realitas dan tak bisa semena-mena lagi. Fase ini dapat dilihat ketika
seorang anak mulai mengenal berbagai aturan sosial dan terpaksa mengekang nafsu pemuasan
dirinya yang bersifat semena-mena.

3) Super Ego

Super ego adalah sistem kepribadian yang berisi nilai-nilai aturan yang bersifat evaluatif
(menyangkut baik dan buruk). Super ego merupakan penyeimbang dari id. Semua keinginan-
keinginan id sebelum menjadi kenyataan, dipertimbangkan oleh super ego. Apakah keinginan id
itu bertentangan atau tidak dengan nilai-nilai moral yang ada dalam masyarakat. Super ego berisi
nilai-nilai moral yang ditanamkan pada diri seseorang. Pada dasarnya, super ego sama dengan
kesadaran. Aspek sosiologi kepribadian, merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-
cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan orang tua kepada anak-anaknya, yang dimasukkan
dengan berbagai perintah dan larangan.
Superego, merupakan perwakilan dari berbagai nilai dan norma yang ada dalam masyarakat
tempat individu itu hidup. Superego ini memungkinkan manusia memiliki pengendalian diri
selalu akan menuntut kesempurnaan manusia dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Tahapan
ini seiring dengan kedewasaan seorang individu. Berhubungan dengan alam tak sadar dan alam
sadar, id terletak pada bagian pertama sedang yang lain meliputi keduanya.Superego juga dapat
dikatakan sebagai pengontrol (nilai agama, sosial, dan lain-lain)
PEMBAHASAN

1. Analisis Unsur-unsur Intrinsik Dalam Cerpen “Usaha Yang Tidak Mengkhianati Hasil”

a. Tema

Tema dari cerpen “Usaha Yang Tidak Mengkhianati Hasil” menceritakan tentang
ketekunan seorang anak demi membahagiakan orang tuanya . Hal tersebut dapat dilihat dari
kutipan berikut :

“Darmin memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya, setelah dulu ia diberi kabar
oleh tetangganya bahwa nenek Minah sedang sakit. Akhirnya setelah kepulangannya dari kota
metropolitan itu, Darmin berusaha untuk membuka kedai Mie ayam sayur yang ia dapat dari
hasil perasan keringatnya saat di Jakarta”

“Tuhan memang adil, disaat nenek Minah sudah berbaring lemah di atas kasur rentah, bisnis
yang dilakoni Darmin berjalan dengan lancar. Semakin hari warung yang ia bangun hanya
dengan karung lebar dan beberapa potong bambu laris terjual. Nenek Minah senang mendengar
kabar itu. Syukurlah, kalau ada orang mengatakan hidup itu bagai roda yang berputar,
sekarang saya percaya. Karena saya sudah membuktikannya”

Dari kutipan diatas tampak bahwa seorang tokoh yang bernama Darmin menceritakan
bagaimana kepedulian ia terhadap ibunya sehingga ia memutuskan pulang kampung dan
membuka kedai di Jakarta di kediaman ibunya. Seiring berjalannya waktu, atas keteguhan dan
kesuguhannya seketika berjualan mie ayam akhirnya kedai tersebut menjadi berkembang pesat
karena berkat ketekunannya selama ia berjualan.

Peristiwa dari kutipan diatas memberi pelajaran kepada kita semua untuk selalu pantang
menyerah sebelum mendapatkan hasil yang terbaik dari usaha yang kita tekuni seperti yang
digambarkan seorang tokoh Darmin yang tak kenal lelah sebelum meraih hasil.

b. Alur

Alur yang digunakan dalam cerpen “Usaha Yang Tidak Mengkhianati Hasil” adalah alur
maju. Menurut Nurgiyantoro (1995) dalam alur maju peristiwa diikuti (menyebabkan) terjadinya
peristiwa kemudian, dimulai dari tahap awal, tengah dan akhir.
a. Pada bagian pengenalan dapat dilihat dari kutipan berikut :

“Rumah sederhana dengan dinding bambu yang dianyam itu terlihat sepi… seperti tidak ada
suatu tanda-tanda kehidupan manusia di dalamnya. Hanya ada suara yang menggema dari
mulut beberapa ekor jangkrik yang menembus gendang telinga. Entah berapa lama lagi malam
ini akan menjadi sunyi bagi seorang nenek renta yang kini tengah berbaring menikmati desiran
angin yang membelai kulitnya dengan lembut. Menurut nenek Minah, malam saat itu enggan
untuk menjadi pagi… Menjadi hari dimana ia berjalan mengitari perkampungan untuk
mendapatkan sejumput uang dengan menjadi pedagang kue yang ia buat sendiri dengan
tangannya yang sudah mulai berkeriput”

Kutipan diatas tampak begitu jelas bahwa diawali oleh seorang tokoh yang bernama nenek
Minah yang hidup di rumah sederhana dengan dinding anyaman bambu yang sehari-harinya
menjadi pedagang kue demi kebutuhan bersama cucunya. Kutipan tersebut mengambarkan
adanya pengenalan tokoh utama yang bernama nenek Minah.

b. Pada bagian konflik dapat dilihat dari kutipan berikut:

“Semakin tinggi pohon, semakin tinggi pula angin yang menerpa. Begitu juga usaha yang
Darmin alami. Setelah beberapa tahun usahanya berjalan dengan mulus tanpa rintangan, kini
usahanya telah gagal dalam sekejap. Ia menandatangani sebuah surat pernyataan yang
diberikan oleh pegawainya yang bilang bahwa pernyaataan itu adalah kontrak antara dirinya
dengan karyawanya. Ia tidak sadar bahwa dirinya telah tertipu oleh karyawan sekaligus
tetangganya sendiri”

Kutipan diatas menunjukkan terjadinya sebuah konflik ketika usaha yang ditekuni Darmin
telah mengalami kegagalan yang tidak sangka-sangka karena ia telah ditipu oleh karyawannya
sendiri.

c. Pada bagian klimaks dapat dilihat dari kutipan dialog berikut:

“Dengan perasaan geram Darmin mendatangi rumah tetangga yang beberapa hari lalu
memberikaan suratnya itu kepadanya. Namun… nihil tetangganya sudaah pergi entah kemana
seperti angin. Akibat kejadian itu Darmin terserang stress hebat”
Kutipan diatas menunjukkan bahwa komplikasi menuju puncak cerita ketika Darmin
mendatangi rumah karyawannya yang telah menipu usahanya sendiri. Tak disangka pun pelaku
itu telah kabur dari rumahnya dan Darmin pun jatuh stress.

d. Pada bagian leraian dapat dilihat dari kutipan dialog berikut:

“Semua pekerjaan pasti ada resikonya Nak,” kata nenek Minah mengelus punggung Darmin

“Ibu dulu punya sahabat pena. Dia pernah seperti kamu. Dia sudah menjadi pengusaha
martabak manis sukses, tapi tidak lama setelah itu usahanya bangkrut dalam sekejapan mata
gara-gara tertipu.” Darmin terdiam tetapi masih menyimak perkataan nenek Minah.

“Awalnya ia memang tak menyangka akan ada orang yang tega melakukan itu kepadanya. Tapi
akhirnya, ia sadar sedekat dekatnya kita dengan seseorang, kita harus tetap berhati-hati.
Karena bisa saja orang yang paling dekat dengan kita ternyata malah musuh terbesar kita.”

“Melawan nasib, bukan berarti kita tidak menerima nasib kita. Kita memang disuruh untuk
menerima nasib. Tapi nggak ada salahnya kan kalau di coba lagi?”

Kutipan diatas menunjukkan bahwa leraian yang ditampilkan ketika nenek Minah menasehati
Darmin supaya berusaha bangkit dari rasa stres yang ia alami dan supaya selalu berhati-hati
terhadap orang lain yang kita kenal walaupun sahabat baik sendiri.

e. Pada bagian penyelesaian dapat dilihat dari kutipan dialog berikut:

“Setelah satu tahun Darmin menekuni usahanya lagi, manatanya lagi, Darmin akhirnya bisa
menjadi seorang pengusahaa mie ayam yang sukses. Kini ia sudah mempunyai lima belas cabang
warung mie ayam dan dua puluh orang pekerja. Kehidupanya kini pun berubah. Tetapi tetap saja
ia masih menerapkan kesederhanaan dan bersedekah dengan orang orang di sekitarnya. Ia
sekarang tau, kalau usaha memang tidak akan menghianati hasil”

Kutipan diatas menunjukkan bahwa penyelesaian yang ditampilkan ketika Darmin


mendengarkan dan melaksanakan perintah nenek Minah agar tetap bangkit dalam masalah yang
ia alaminya, namun seiring berjalanya waktu Darmin pun kembali menjadi seorang pengusaha
mie ayam yang sukses dan telah berhasil membuka cabang warung mie ayamnya. Semua ini
terjadi berkat adanya nasehat dari nenek Minah yang berusaha membangkitkan semangatnya
Darmin kembali sehingga ia menjadi terkenal dalam berwirausaha sampai sukses.

Dari kutipan-kutipan diatas tampak lebih jelas bahwa awal dari cerita ini ditampilkan sampai
pada akhir cerita dan menujukkan bahwa alur tersebut adalah alur maju karena diceritakan dari
pengenalan, konflik, klimaks, dan penyelesaian

3. Tokoh dan Penokohan

Dalam cerpen “Usaha Yang Tidak Mengkhianati Hasil” terdapat tokoh protagonis, tokoh
antagonis, dan tokoh pembantu yang dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Nenek Minah mempunyai karakter yang pekerja keras dan baik hati (Protagonis), hal tersebut
dapat dilihat dari kutipan, “Menurut nenek Minah, malam saat itu enggan untuk menjadi pagi…
Menjadi hari dimana ia berjalan mengitari perkampungan untuk mendapatkan sejumput uang
dengan menjadi pedagang kue yang ia buat sendiri dengan tangannya yang sudah mulai
berkeriput. Nenek Minah tidak pernah menunjukan bahwa dia lelah menjadi seorang pedagang
kue kepada Mira”

Dari kutipan diatas tampak jelas bahwa nenek Minah merupakan bisa dikatakan tulang
punggung keluarganya karena ia bekerja keras dari pagi hari hingga malam tanpa mengenal kata
lelah demi kebutuhan keluarganya terutama untuk si Mira.

b. Mira memiliki karekter sebagai tokoh pembantu karena perannya tidak secara langsung
terlibat dalam konflik (tikaian) yang terjadi.

c. Darmin mempunyai karakter yang pekerja keras dan baik hati (Protagonis), hal tersebut dapat
dilihat dari kutipan, “Akhirnya setelah kepulangannya dari kota metropolitan itu, Darmin
berusaha untuk membuka kedai Mie ayam sayur yang ia dapat dari hasil perasan keringatnya
saat di Jakarta”

Dari kutipan diatas tampak jelas bahwa Darmin adalah seorang pekerja keras tak kenal lelah
pada saat ia membuka kedai mie ayam dari hasil keringatnya sendiri demi mencukupi kebutuhan
orang tuanya yang telah jatuh sakit beserta anak-anaknya.
d. Pak Bowo memiliki karekter sebagai tokoh pembantu karena perannya tidak secara langsung
terlibat dalam konflik (tikaian) yang terjadi.

4. Latar

Adapun latar yang terdapat dalam cerpen “Usaha Yang Tidak Mengkhianati Hasil” dapat
dilihat sebagai berikut

1. Latar tempat :

a. Perkampungan

Hal ini dapat dilihat dari kutipan, “nenek Minah berjalan mengitari perkampungan untuk
mendapatkan sejumput uang dengan menjadi pedagang kue yang ia buat sendiri dengan
tangannya yang sudah mulai berkeriput”

Kutipan diatas tampak jelas bahwa Nenek Minah sedang berjalan di sekeliling kampungnya
untuk berjualan kue.

b. Di Jakarta

Hal ini dapat dilihat dari kutipan, “Darmin berusaha untuk membuka kedai Mie ayam sayur
yang ia dapat dari hasil perasan keringatnya saat di Jakarta”

Kutipan diatas tampak jelas bahwa Darmin membuka kedai mie ayam dari hasil keringatnya
selama ia bekerja di Jakarta demi mencukupi kebutuhan keluarganya di perkampungan.

2. Latar waktu

a. malam hari

Hal ini dapat dilihat dari kutipan, “Entah berapa lama lagi malam ini akan menjadi sunyi
bagi seorang nenek renta yang kini tengah berbaring menikmati desiran angin yang membelai
kulitnya dengan lembut”

b. Setiap pagi
Hal ini dapat dilihat dari kutipan, “Hampir setiap pagi nenek Minah selalu bangun pagi
mendahului ayam jantan yang biasanya berkokok”

3. Latar suasana

a. Sepi

Hal ini dapat dilihat dari kutipan, “Rumah sederhana dengan dinding bambu yang dianyam
itu terlihat sepi… seperti tidak ada suatu tanda-tanda kehidupan manusia di dalamnya. Hanya
ada suara yang menggema dari mulut beberapa ekor jangkrik yang menembus gendang telinga”

b. Sedih

Hal ini dapat dilihat dari kutipan, “Mira sedih, raut wajah polosnya seketika berubah
menjadi muram ketika ditanya gurunya mengenai pekerjaan orangtua, Mira hanya bisa
menangis lalu pergi ke luar kelas masa bodo”

c. Senang

Hal ini dapat dilihat dari kutipan, “Tuhan memang adil, disaat nenek Minah sudah berbaring
lemah di atas kasur rentah, bisnis yang dilakoni Darmin berjalan dengan lancar. Semakin hari
warung yang ia bangun hanya dengan karung lebar dan beberapa potong bambu laris terjual.
Nenek Minah senang mendengar kabar itu. Syukurlah, kalau ada orang mengatakan hidup itu
bagai roda yang berputar”

5. Sudut Pandang

Sudut pandang merupakan cara suatu cerita dikisahkan atau pandangan yang dipergunakan
pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tidakan, latar, dan berbagai peristiwa yang
membentuk cerita dalam suatu karya kepada pembaca (Abrams, 1981: 142)

Sudut pandang dalam cerpen “Usaha Yang Tidak Menghianati Hasil” adalah menggunakan
sudut pandang orang ketiga yaitu tokoh dalam cerita ditampilkan menggunakan nama atau
dengan kata ganti “dia”, khususnya untuk tokoh utama.
6. Amanat

Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Amanat dari
cerpen “Usaha Yang Tidak Menghianati Hasil” dapat dilihat sebagai berikut:

1. Tetaplah bekerja keras untuk mencapai sebuah keberhasilan.

2. Jika sudah berhasil, tetaplah rendah hati, tetaplah bersedekah, dan jangan lupa kepada Allah
yang maha pemberi rezeki karena roda pasti berputar seiring berjalannya waktu kehidupan
manusia.

2. Analisis Unsur Psikologi Tokoh Dalam Cerpen “Usaha Yang Tidak Mengkhianati Hasil”

1. Tokoh Nenek Minah

a. Id

Id yang ditampilkan dalam tokoh Nenek Minah adalah ingin mendapatkan uang banyak
dari hasil jualan kuenya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan, “Menurut nenek Minah, malam
saat itu enggan untuk menjadi pagi… Menjadi hari dimana ia berjalan mengitari perkampungan
untuk mendapatkan sejumput uang dengan menjadi pedagang kue yang ia buat sendiri dengan
tangannya yang sudah mulai berkeriput”.

Dari kutipan diatas tampak jelas bahwa tokoh Nenek Minah merupakan seorang tokoh yang
berkeinginan mendapatkan uang dari hasil jualan kuenya walaupun sedikit banyaknya musti
harus dipenuhi untuk kebutuhan keluarganya di rumah.

Secara psikologi id yang muncul dalam tokoh tersebut adalah ketika nenek minah
menginginkan uang walaupun sedikit demi keluarganya tetap harus diusahakan. Kalau tidak
adanya usaha untuk mendapatkan uang tersebut, Nenek Minah akan cemas bahkan risau untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya sehari hari. Jadi, uang tersebut adalah kebutuhan mutlak yang
harus diraih Nenek Minah setiap harinya demi kehidupan keluarganya setiap hari.
b. Ego

Ego yang ditampilkan dalam tokoh Nenek Minah adalah ketika ia bekerja membanting
tulang supaya ia mendapatkan uang yang banyak untuk sekolah cucunya si Mira. Hal tersebut
dapat dilihat dari kutipan, “Ia melakukan semua itu supaya bisa membiayai sekolah Mira, cucu
semata wayangnya. Hampir setiap pagi nenek Minah selalu bangun pagi mendahului ayam
jantan yang biasanya berkokok. Ia bangun dan langsung menuju tempat dimana dia bisa
menyalakan api dengan korek dan sepotong bambu utuh sepanjang dua puluh sentimeter untuk
menghidupkan api di tungkunya yang masih dalam keadaan dingin”

Dari kutipan diatas tampak jelas bahwa tokoh Nenek Minah merupakan seorang tokoh yang
peduli terhadap pendidikan cucunya maka dari itu ia berusaha bekerja keras walaupun ia lelah
membanting tulang tetapi ia memilih untuk terus bekerja supaya kebutuhan pendidikan cucunya
terpenuhi.

Secara psikologi ego yang muncul dalam tokoh tersebut adalah ketika nenek Minah memilih
untuk bekerja keras dari pagi hingga ke petang demi membiayai kebutuhan mira bersekolah.
Jadi, walaupun ia terasa lelah, ia lebih mementingkan kebutuhan Mira supaya tidak putus
sekolahnya gara-gara tidak mempunyai uang untuk membiayai administrasi pendidikannya.

c. Super Ego

Super ego yang ditampilkan dalam tokoh Nenek Minah adalah ketika ia tidak pernah
menampakkan kelelahannya di depan banyak orang ketika berjualan, walaupun ia kelihatan tua
tetapi ia berusaha bekerja keras. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan, “Nenek Minah tidak
pernah menunjukan bahwa dia lelah menjadi seorang pedagang kue kepada Mira. Fisiknya
memang terlihat tua, tapi tidak dengan jiwa pekerja kerasnya”

Dari kutipan diatas tampak jelas bahwa tokoh Nenek Minah ketika ia berjualan tidak pernah
menampakkan bahwa ia sedang lelah berjalan kesana kemari tetapi ia berusaha sekuat tenaganya
walaupun ia terasa lelah.

Secara psikologi super ego yang muncul dalam tokoh tersebut adalah ketika tidak ingin
menampakkan bahwa ia sedang lelah karena berjualan. Ia tahu dengan ia menyembunyikan
kelelahannya kepada pembeli, ia akan menunjukkan bahwa dirinya tidak merasa kesakitan
ketika berjualan keliling. Jadi, walaupun ia terasa lelah seharian berjualan ia tetap menampakkan
wajahnya itu sedang kuat atau baik-baik saja tanpa diketahui seorangpun bahwa ia kelelahan.

2. Tokoh Mira

a. Id

Id yang ditampilkan dalam tokoh Mira adalah ketika ia menginginkan sang ayah untuk
pulang ke kampung halamannya, sebab sudah lama ia merindukan kasih sayang seorang ayah.
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan, “Nek, pekerjaan ayah Mira apa sih? Kok nggak pulang-
pulang? Ayah nggak sayang Mira ya? Sampe ayah nggak mau ketemu?”

Dari kutipan diatas tampak jelas bahwa tokoh mira sangat menginginkan ayahnya untuk
pulang ke tanah kelahirannya.

Secara psikologi id yang muncul dalam tokoh tersebut ketika mira ingin sekali bertemu
dengan ayahnya demi melepaskan rindunya yang terpendam selama ini dan juga merindukan
kasih sayang orang tua yang tak lama dalam pelukannya. Jadi, menginginkan sang ayah untuk
pulang adalah merupakan suatu kebutuhan mutlak agar melepaskan kerinduannya setiap hari
selama ia tidak berjumpa dengan ayah di perantauan.

3. Tokoh Darmin

a. Ego

Ego yang ditampilkan dalam tokoh Darmin adalah ketika ia pulang kekampung halamannya
karena nenek sedang jatuh sakit. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan, “Darmin memutuskan
untuk pulang ke kampung halamannya, setelah dulu ia diberi kabar oleh tetangganya bahwa
nenek Minah sedang sakit. Akhirnya setelah kepulangannya dari kota metropolitan itu, Darmin
berusaha untuk membuka kedai Mie ayam sayur yang ia dapat dari hasil perasan keringatnya
saat di Jakarta”
Dari kutipan diatas tampak jelas bahwa tokoh Darmin memutuskan untuk segera pulang ke
kampung halamannya karena nenek Minah sedang sakit dan akhirnya ia pun memutuskan untuk
bekerja di kampungnya sambil berjualan mie ayam kecil-kecilan.

Secara psikologi ego yang muncul dalam tokoh tersebut adalah ketika Darmin menunjukkan
sifat kepeduliannya terhadap nenek Minah. Ia tidak ingin nenek Minah terjadi sesuatu
terhadapnya makanya Darmin memutuskan menetap dan menjaga nenek Minah sambil berjualan
disana demi kebutuhan keluarganya. Jadi walaupun Darmin berhenti kerja di perantauan, ia akan
tetap bekerja di kampung halamannya demi mencukupi kebutuhan keluargannya karena ia
merasa kasihan melihat Nenek Minah terbaring seorang diri tanpa ada orang yang membantunya.
Akhirnya Darmin memutuskan menetap selama-lamanya di kampung dan tidak akan kembali
lagi ke perantauan.
KESIMPULAN

Dari beberapa kutipan yang mendukung diatas maka, penganalisis dapat menaik beberapa
kesimpulan yaitu sebagai berikut:

1. Tema dari cerpen “Usaha Yang Tidak Mengkhianati Hasil” menceritakan tentang ketekunan
seorang anak demi membahagiakan orang tuanya.

2. Alur yang digunakan dalam cerpen “Usaha Yang Tidak Mengkhianati Hasil” adalah alur maju
karena peristiwanya diungkapkan secara kronologis mulai pengenalan, konflik, klimaks, dan
penyelesaian.

3. Penokohan yang terlibat dalam cerpen “Usaha Yang Tidak Mengkhianati Hasil” dapat dilihat
sebagai berikut:

a. Nenek Minah mempunyai karakter yang pekerja keras dan baik hati (Protagonis).

b. Mira memiliki karekter sebagai tokoh pembantu karena perannya tidak secara langsung
terlibat dalam konflik (tikaian) yang terjadi.

c. Darmin mempunyai karakter yang pekerja keras dan baik hati (Protagonis).

d. Pak Bowo memiliki karekter sebagai tokoh pembantu karena perannya tidak secara langsung
terlibat dalam konflik (tikaian) yang terjadi.

4. Latar yang digunakan dalam cerpen “Usaha Yang Tidak Mengkhianati Hasil” dapat dilihat
sebagai berikut:

a. Latar tempat, meliputi : perkampungan dan Jakarta

b. Latar waktu, meliputi: malam hari dan setiap pagi

c. Latar suasana, meliputi : sepi, sedih, dan senang

5. Sudut pandang dalam cerpen “Usaha Yang Tidak Mengkhianati Hasil” adalah menggunakan
sudut pandang orang ketiga yaitu tokoh dalam cerita ditampilkan menggunakan nama atau
dengan kata ganti “dia”, khususnya untuk tokoh utama.
6. Amanat dalam cerpen “Usaha Yang Tidak Mengkhianati Hasil” dapat diuraikan sebagai
berikut :

a. Tetaplah bekerja keras untuk mencapai sebuah keberhasilan.

b. Jika sudah berhasil, tetaplah rendah hati, tetaplah bersedekah, dan jangan lupa kepada Allah
yang maha pemberi rezeki karena roda pasti berputar seiring berjalannya waktu kehidupan
manusia.

7. Psikologi Tokoh Dalam Cerpen “Usaha Yang Tidak Mengkhianati Hasil” dapat diuraikan
sebagai berikut :

1. Tokoh Nenek Minah

a. Secara psikologi id yang muncul dalam tokoh tersebut adalah ketika nenek minah
menginginkan uang walaupun sedikit demi keluarganya tetap harus diusahakan. Kalau tidak
adanya usaha untuk mendapatkan uang tersebut, Nenek Minah akan cemas bahkan risau untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya sehari hari. Jadi, uang tersebut adalah kebutuhan mutlak yang
harus diraih Nenek Minah setiap harinya demi kehidupan keluarganya setiap hari.

b. Secara psikologi ego yang muncul dalam tokoh tersebut adalah ketika nenek Minah memilih
untuk bekerja keras dari pagi hingga ke petang demi membiayai kebutuhan mira bersekolah.
Jadi, walaupun ia terasa lelah, ia lebih mementingkan kebutuhan Mira supaya tidak putus
sekolahnya gara-gara tidak mempunyai uang untuk membiayai administrasi pendidikannya.

c. Secara psikologi super ego yang muncul dalam tokoh tersebut adalah ketika tidak ingin
menampakkan bahwa ia sedang lelah karena berjualan. Ia tahu dengan ia menyembunyikan
kelelahannya kepada pembeli, ia akan menunjukkan bahwa dirinya tidak merasa kesakitan
ketika berjualan keliling. Jadi, walaupun ia terasa lelah seharian berjualan ia tetap menampakkan
wajahnya itu sedang kuat atau baik-baik saja tanpa diketahui seorangpun bahwa ia kelelahan.

2. Tokoh Mira

a. Secara psikologi id yang muncul dalam tokoh tersebut ketika mira ingin sekali bertemu
dengan ayahnya demi melepaskan rindunya yang terpendam selama ini dan juga merindukan
kasih sayang orang tua yang tak lama dalam pelukannya. Jadi, menginginkan sang ayah untuk
pulang adalah merupakan suatu kebutuhan mutlak agar melepaskan kerinduannya setiap hari
selama ia tidak berjumpa dengan ayah di perantauan.

3. Tokoh Darmin

a. Secara psikologi ego yang muncul dalam tokoh tersebut adalah ketika Darmin
menunjukkan sifat kepeduliannya terhadap nenek Minah. Ia tidak ingin nenek Minah terjadi
sesuatu terhadapnya makanya Darmin memutuskan menetap dan menjaga nenek Minah sambil
berjualan disana demi kebutuhan keluarganya. Jadi walaupun Darmin berhenti kerja di
perantauan, ia akan tetap bekerja di kampung halamannya demi mencukupi kebutuhan
keluargannya karena ia merasa kasihan melihat Nenek Minah terbaring seorang diri tanpa ada
orang yang membantunya. Akhirnya Darmin memutuskan menetap selama-lamanya di kampung
dan tidak akan kembali lagi ke perantauan.

8. Menurut saya, isi dari cerpen “Usaha Yang Tidak Mengkhianati Hasil” menceritakan tentang
ketekunan seorang anak yang ingin membahagiakan orang tuanya. Walaupun sedikit meleset
terjadinya perkembangan dalam usahanya ia tetap tidak putus asa dan selalu bangkit demi
memajukan usahanya sampai sukses. Dalam cerpen “Usaha Yang Tidak Mengkhianati Hasil” ,
isinya cukup komunikatif karena penganalisis berusaha mengungkapkan tema dengan jelas, dan
banyak pengajaran disana yang harus dicontoh oleh makhluk sosial sebagai panutan seperti
halnya jika kita sudah berhasil, tetaplah rendah hati, tetaplah bersedekah, dan jangan lupa kepada
Allah yang maha pemberi rezeki karena roda pasti berputar seiring berjalannya waktu kehidupan
manusia.

9. Dengan demikian, secara psikologi cerpen “Usaha Yang Tidak Mengkhianati Hasil” terdapat
id,ego, dan super ego didalam setiap tokoh.
DAFTAR PUSTAKA

Setiaji, Aria. (2019). Kajian Psikologi Sastra Dalam Cerpen “Perempuan Balia” Karya Sandi
Firli. Jurnal Lingue . h.21-35

http://cerpenmu.com/cerpen-kehidupan/usaha-yang-tidak-mengkhianati-hasil.html
LAMPIRAN

Usaha Yang Tidak Mengkhianati Hasil

Cerpen Karangan: Lifian Rahmah Andriani

Kategori: Cerpen Kehidupan, Cerpen Keluarga, Cerpen Motivasi, Cerpen Nasihat

Lolos moderasi pada: 5 October 2019

Rumah sederhana dengan dinding bambu yang dianyam itu terlihat sepi… seperti tidak ada
suatu tanda-tanda kehidupan manusia di dalamnya. Hanya ada suara yang menggema dari mulut
beberapa ekor jangkrik yang menembus gendang telinga. Entah berapa lama lagi malam ini akan
menjadi sunyi bagi seorang nenek renta yang kini tengah berbaring menikmati desiran angin
yang membelai kulitnya dengan lembut. Menurut nenek Minah, malam saat itu enggan untuk
menjadi pagi… Menjadi hari dimana ia berjalan mengitari perkampungan untuk mendapatkan
sejumput uang dengan menjadi pedagang kue yang ia buat sendiri dengan tangannya yang sudah
mulai berkeriput. Nenek Minah tidak pernah menunjukan bahwa dia lelah menjadi seorang
pedagang kue kepada Mira, cucu semata wayangnya yang kini tengah duduk di bangku SD kelas
empat. Pahlawan yang berperang melawan penjajah selama ratusan tahun aja tidak mengeluh,
kenapa nenek harus mengeluh. Toh kita tinggal nikmatin aja kan?, begitulah jawaban nenek
Minah ketika ia ditanya tetangganya, Setiap matahari kembali muncul dengan senyum ramahnya,
nenek Minah berjualan kue mengelilingi kampung perumahannya. Ia melakukan semua itu
supaya bisa membiayai sekolah Mira, cucu semata wayangnya. Hampir setiap pagi nenek Minah
selalu bangun pagi mendahului ayam jantan yang biasanya berkokok. Ia bangun dan langsung
menuju tempat dimana dia bisa menyalakan api dengan korek dan sepotong bambu utuh
sepanjang dua puluh sentimeter untuk menghidupkan api di tungkunya yang masih dalam
keadaan dingin. Sebenarnya dulu ia mempunyai kompor gas yang pernah diberi oleh pemerintah,
tapi belum satu tahun berjalan kompor itu sudah tidak bisa dipakai. Ada beberapa masalah yang
sering terjadi dengan kompornya. Membuat nenek Minah enggan untuk memakainya.

Angin sepoi-sepoi menampar pipi keriput nenek Minah saat ia berjalan melalui jalan
berbatu kerikil tanpa alas kaki di tengah sawah. Fisiknya memang terlihat tua, tapi tidak dengan
jiwa pekerja kerasnya. Saat ada seseorang yang ingin membeli dagangannya, nenek Minah
berhenti lalu meletakkan tampah yang biasa ia bawa sebagai tempat kue-kuenya itu. Ia meminta
pelanggan untuk memilih sendiri kue yang seperti apa yang ingin mereka beli.

“Nek, kok kemarin saya tidak melihat nenek dagang?” tanya salah seorang pembeli. Nenek
Minah hanya tersenyum lalu mengelap kasar air asin yang sudah menganak sungai di bagian
pelipisnya.

“Kemarin saya sedang tidak enak badan bu, maaf,” jawab nenek Minah ramah.

Mira hari ini mendapatkan mata pelajaran Bahasa Indonesia tentang pekerjaan orangtua.
Mira sedih, raut wajah polosnya seketika berubah menjadi muram ketika ditanya gurunya
mengenai pekerjaan orangtua, Mira hanya bisa menangis lalu pergi ke luar kelas masa bodo.
Begitu ia sampai di rumah dan melihat neneknya sedang duduk sambil menyesap kopi yang
masih dipenuhi kepul asap di atasnya, ia langsung mengutarakan pertanyaanya.

“Nek, pekerjaan ayah Mira apa sih? Kok nggak pulang-pulang? Ayah nggak sayang Mira ya?
Sampe ayah nggak mau ketemu?” Mira meletakkan bokong mungilnya di kursi panjang yang
terbuat dari kayu sederhana karya Pak Bowo, tetangga sebelah.

Nenek Minah mengelus-elus rambut Mira yang panjangnya sebahu.

“Kenapa Mira bertanya seperti itu sama nenek? Siapa bilang ayah nggak sayang Mira? Ayah
pasti sayaaaaang sekali sama Mira. Di dunia ini, nggak ada orangtua yang nggak sayang sama
anaknya. Mira liat itu?” Nenek Minah menunjuk ayam betinanya yang sedang mencakar cakar
tanah berdebu di depan rumahnya, berharap ada secuil makanan untuk dimakan bersama dengan
anak anaknya. Mira mengangguk.

“Mira sama seperti anak ayam itu, ibu ayam aja sayang sama anaknya. Masa ayah nggak sayang
sama Mira. Ayah itu sedang bekerja buat sekolah Mira. Kayak ibu anak ayam itu. Mira ngerti
kan maksud nenek?” tanya nenek Minah, memastikan bahwa ucapanya tadi dapat dicerna oleh
cucu semata wayangnya.

Tahun ketiga setelah Darmin, ayah Mira pulang dari tempat mengadu nasibnya, nenek Minah
menjadi berhenti untuk berjualan kue. Tubuhnya yang semakin dimakan usia kini hanya
berbaring lemah di atas tempat tidur yang terbuat dari kayu sederhana. Hanya saja di atas lapisan
kayu itu terdapat sebuah kasur yang tebalnya tak seberapa. Yang hanya bisa untuk mengusir rasa
pegal di bokongnya yang semakin renta.

Darmin memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya, setelah dulu ia diberi kabar oleh
tetangganya bahwa nenek Minah sedang sakit. Akhirnya setelah kepulangannya dari kota
metropolitan itu, Darmin berusaha untuk membuka kedai Mie ayam sayur yang ia dapat dari
hasil perasan keringatnya saat di Jakarta.

Ketika senja di barat bermetamorfosa menjadi malam yang gelap, Darmin mulai menanak
nasi dengan tungku yang ia buat sendiri dengan semen untuk makan Mira dan juga nenek Minah.
Mira yang tadinya sedang asik bercanda ria dengan sang nenek kemudian ikut turun ke dapur
dan membantu ayahnya menunggui api di tungku yang menyala merah.

Tuhan memang adil, disaat nenek Minah sudah berbaring lemah di atas kasur rentah, bisnis
yang dilakoni Darmin berjalan dengan lancar. Semakin hari warung yang ia bangun hanya
dengan karung lebar dan beberapa potong bambu laris terjual. Nenek Minah senang mendengar
kabar itu. Syukurlah, kalau ada orang mengatakan hidup itu bagai roda yang berputar, sekarang
saya percaya. Karena saya sudah membuktikannya…

Pada bulan ketiga setelah warung Darmin laris diserbu pembeli, Darmin memutuskan untuk
merenovasi rumah tuanya yang pasti sudah bocor saat hujan menabraknya dari atas langit.
Atapnya yang terbuat dari beberapa lembaran seng, kini ia ganti dengan genteng sederhana yang
cukup untuk menahan literan air yang turun dari balik awan. Dinding yang semula terbuat dari
beberapa lembar anyaman bambu, kini sudah ia ganti dengan tumpukan batu bata yang
memperkokoh rumah baru dan tetap sederhana itu.

Perlahan, usaha yang setiap hari ia tekuni itu melesat seperti roket. Sekarang Darmin sudah
bisa membuka cabang dagangannya sampai ke luar perkampunganya. Selain itu ia juga sudah
bisa memperkerjakan beberapa karyawan untuk membantunya bekerja.

Nenek Minah selalu mengatakan pada anak menantunya itu, “Kalau kamu nanti sudah
sukses, kamu jangan lupa sama Gusti Allah ya? Nanti kalau kamu sudah tua kayak Ibu, kamu
juga akan ngomong hal yang sama ke anakmu.” Ia mengatakan itu sambil menyesap seduhan
kopinya yang terlihat masih mengepul.

“Insya Allah bu. Ibu makan dulu ya? Saya sudah buat mi ayam special khusus buat Mira sama
Ibu.” Darmin menunjukan hidangan mie ayam yang sudah tertata di meja kayu itu. Tepatnya di
ruang tengah biasa keluarga nenek Minah menerima tamu.

“Pak kalau nanti Mira ditanya bu guru lagi apa pekerjaan ayah Mira, Mira udah bisa jawab. Iya
kan nek?” kata Mira gembira sambil sesekali memasukan sesendok kuah mie ayam rcikan tangan
ayahnya sendiri. Nenek Minah dan Darmin tertawa, lalu mengelus puncak kepala Mira.

Seperti kebanyakan. Semakin tinggi pohon, semakin tinggi pula angin yang menerpa. Begitu
juga usaha yang Darmin alami. Setelah beberapa tahun usahanya berjalan dengan mulus tanpa
rintangan, kini usahanya telah gagal dalam sekejap. Ia menandatangani sebuah surat pernyataan
yang diberikan oleh pegawainya yang bilang bahwa pernyaataan itu adalah kontrak antara
dirinya dengan karyawanya. Ia tidak sadar bahwa dirinya telah tertipu oleh karyawan sekaligus
tetangganya sendiri. Dengan perasaan geram Darmin mendatangi rumah tetangga yang beberapa
hari lalu memberikaan suratnya itu kepadanya. Namun… nihil tetangganya sudaah pergi entah
kemana seperti angin.

Akibat kejadian itu Darmin terserang stress hebat. Setiap hari ia hanya bisa menyesali
kejadian waktu itu. Dimana ia memberi secoret tanda tangannya kepada orang yang sebenarnya
sudah ia kenal baik sejak lama. Ia terlalu percaya dengannya. Dan saking percayanya, ia sampai
tidak memperhatikan apa isi surat yang diberikan kepadanya. Ahhh… Nasib memang selalu
begitu. Sepertinya baru saja menikmati hasil peraan keringatnya, tapi nasi memang sudah
menjadi bubur.

Pohon nyiur yang berdiri kokoh di depan rumahnya melambai lambai ketika ada angin lembut
yang sengaja menggodanya. Dari jendela rumahnya, Mira menatap lurus Darmin yang sedang
sibuk dengan pikirannya. Nenek Minah juga turut gubdah melihat menantunya terpukul,
terbantai, bahkan mungkin hancur. Tapi dia tau butuh waktu untuk bisa mengubah semua itu
menjadi seperti sedia kala. Dengan langkah lemahnya, nenek Minah berjalan mendekati Darmin
yang sedang duduk di depan rumahnya. Darmin yang menyadari keberadaan ibu mertuanya itu
langsung tersadar dari lamunannya.
“Ibu,” kata Darmin mengubah posisi duduknya. Nenek Minah tersenyum melihat menantu yang
selalu ia banggakan itu akhirnya bisa kembali menciptakan rona senyum di wajahnya. Tapi
walaupun begitu, nenek Minah tau, Darmin melakukan itu hanya agar ia tidak merasa cemas dan
khawatir. Ia tau, bahwa di dalam lubuk hati Darmin yang paling dalam, ia menjerit. Oh tidak…
Mungkin saja menangis tersedu sedu, kehilangan semuanya yang sudah ia rintis dari nol itu tidak
mudah, sangat tidak mudah. Jangankan itu, terkadang kehilangan uang lima ribu saja kita sudah
menggerutu tak menentu.

“Semua pekerjaan pasti ada resikonya Nak,” kata nenek Minah mengelus punggung Darmin.
Darmin mengangguk paham.

“Saya hanya butuh waktu bu.” Darmin menatap wanita tua yang kini duduk bersamanya itu.
Disaat kelopak matanya sudah mulai mengeriput, dan giginya yang tadinya utuh kini perlahan
mulai runtuh, ia masih bisa menyemangatinya dengan kalimat- kalimat bijak yang menenangkan.

“Ibu dulu punya sahabat pena. Dia pernah seperti kamu. Dia sudah menjadi pengusaha martabak
manis sukses, tapi tidak lama setelah itu usahanya bangkrut dalam sekejapan mata gara-gara
tertipu.” Darmin terdiam tetapi masih menyimak perkataan nenek Minah.

“Awalnya ia memang tak menyangka akan ada orang yang tega melakukan itu kepadanya. Tapi
akhirnya, ia sadar sedekat dekatnya kita dengan seseorang, kita harus tetap berhati-hati. Karena
bisa saja orang yang paling dekat dengan kita ternyata malah musuh terbesar kita.” Darmin
mengangguk.

“Terus, apa dia jatuh miskin?” tanya Darmin. Nenek Munah menggeleng.

“Dia bangkrut. Tapi karena dia bangkit dan bangun dari keterpurukannya, akhirnya ia kembali
menjadi pengusaha martabak manis yang sukses.”

“Kamu mau terus begini? Mau mengalah sama nasib?” tanya nenek Minah.

“Saya nggak mau melawan nasib bu. Kan itu sudah menjadi kehendak Tuhan.” Darmin
mengelus hidung mancungnya.
“Melawan nasib, bukan berarti kita tidak menerima nasib kita. Kita memang disuruh untuk
menerima nasib. Tapi nggak ada salahnya kan kalau di coba lagi?” jelas nenek Minah. Darmin
mengangguk.

Setelah satu tahun Darmin menekuni usahanya lagi, manatanya lagi, Darmin akhirnya bisa
menjadi seorang pengusahaa mie ayam yang sukses. Kini ia sudah mempunyai lima belas cabang
warung mie ayam dan dua puluh orang pekerja. Kehidupanya kini pun berubah. Tetapi tetap saja
ia masih menerapkan kesederhanaan dan bersedekah dengan orang orang di sekitarnya. Ia
sekarang tau, kalau usaha memang tidak akan menghianati hasil.

Anda mungkin juga menyukai