Anda di halaman 1dari 21

NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG DALAM HIKAYAT “RAJA BUDAK”

TERJEMAHAN OLEH DRA. JUMSARI JUSUF

Samsul Bahri

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara

Samsulbahrie2400@gmail.com

ABSTRAK

Tujuan yang ingin dicapai dari tulisan ini adalah dapat mengetahui nilai-nilai apa saja
yang terkandung pada hikayat Raja Budak. Dalam hikayat Raja Budak ini juga memiliki
banyak pengajaran didalamnya yang dapat dicontoh oleh generasi muda dan menjadikannya
suatu inspirasi yang hakiki bagi kaum muda yang telah berkurangnya etika dalam pergaulan
di kehidupan sehari-hari. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah
deskriptif kualitatif yang memaparkan tulisan berdasarkan isi karya sastra. Sedangkan teknik
kepenulisannya adalah studi pustaka. Hasil dari analisis ini adalah didalam Hikayat Raja
Budak terdapat nilai-nilai yang terkandung didalamnya yaitu nilai pemikiran, nilai falsafah,
nilai budaya, dan nilai pandangan hidup.

Kata kunci : nilai pemikiran, nilai falsafah, nilai budaya, dan nilai pandangan hidup
PENDAHULUAN

Sastra adalah pengungkapan pikiran seseorang dengan menggunakan bahasa sebagai alat
komunikasi. Sastra, dalam pengertian ini cakupannya cukup luas termasuk seluruh apa yang
ditulis, apa yang diucapkan sastra lisan dan sastra tulisan berbentuk puisi maupun prosa.
Karya sastra pada hakikatnya selalu membawa pesan atau amanat yang berhubungan dengan
sifat-sifat luhur manusia, memperjuangkan hak dan martabat manusia. Pesan atau amanat
tersebut diharapkan akan memiliki peran besar dalam memberi makna hidup dan
mengembalikan martabat manusia pada kehidupan manusia (Suryanata, 1999:11). Makna
hidup dan martabat kemanusiaan tersebut hakikatnya bersifat universal. Artinya, sifat-sifat itu
dimiliki dan dinyakini oleh manusia sejagat. Dengan demikian, nilai-nilai religius dalam
suatu karya sastra dapat disikapi sebagai salah satu perwujudan dari tema dan amanat. Baik
tema maupun amanat ditinjau dari dikotomis isi dan bentuk karya sastra, merupakan unsur
isi.

Karya sastra, termasuk hikayat sebagai salah satu wujud kebudayaan, disikapi sebagai
sistem dari sistem yang tidak mungkin diisolasikan dari gejala budaya yang ikut membangun
dan menentukan ciri keberadaannya. Gejala tersebut misalnya aspek keseiarahan, kaidah
kebahasaan, estetika, dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat. Hikayat adalah jenis sastra
Melayu lama Indonesia ditulis oleh pujangga untuk mengekspresikan buah pikirannya
dituangkan dalam bentuk prosa dengan menggunakan bahasa Melayu, berisi ceritera rekaan
bukan peristiwa sebenarnya berfungsi sebagai pelipur lara.

Pada hikayat Raja Budak terdapat banyak pengajaran disana yang akan ditemukan yang
dapat menjadikan suatu pedoman bagi inspirasi muda dari cerita yang terkandung dalam
hikayat tersebut. Diantaranya nilai yang terkandung didalamnya adalah nilai pemikiran, nilai
falsafah, nilai budaya, dan nilai pandangan hidup. Maka dari itu, peneliti akan menguraikan
lebih lanjut lagi tentang bagaimana seluk beluk hikayat tersebut dipandang dari segi aspek
yang dianut dalam cerita tersebut.
METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan penelitian deskripsi kualitatif. Penelitian kualitatif


dipergunakan untuk memperoleh gambarn empiris mengenai nilai-nilai yang terkandung
dalam hikayat Raja Budak Terjemahan Jumsari yang dapat memaparkan tulisan berdasarkan
isi karya sastra. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku seorang tokoh
dalam hikayat ini dengan memanfaatkan berbagai metode almiah. Dalam penelitian ini yang
menjadi sumber data penelitian adalah Hikayat Raja Budak terjemahan Jumsari Jusuf tahun
1982 yang diterbitkan oleh Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah di Jakarta.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik baca dan teknik
studi pustaka.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai-nilai yang terkandung dalam Hikayat Raja Budak dapat dilihat sebagai berikut:

1. Nilai Pemikiran

Adalah suatu nilai yang pemikirannya dibawakan oleh si pengarang itu sendiri. Setiap
pengarang mempunyai idenya tersendiri, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Sosial politik

Sosial politik adalah hubungan antara orang yang ingin memiliki jabatan atau
kekuasaan di masyarakat. Dalam hikayat “Raja Budak” bahwa sistem sosial politik dapat
dideskripsikan sebagai berikut :

Bagaimana pemerintahan dinegeri Nistaburi yang dipimpin oleh raja biaperi?


Jawabannya tentunya pada saat pemerintahan raja biaperi selalu adil dan mudah
mengambil hati segala menteri dan hulubalangnya.
Deskripsi diatas dapat dilihat dari kutipan naskah “ Hikayat Raja Budak” berikut ini :

“adapun pada masa ayahku menjadi raja dibemua kufah terlalu adil dengan murahnya, lagi
pula pandai mengambil hati segala menteri segala hulubalang rakyatnya sekalian. Aku lihat
kelakuannya tatkala ia bersemayam diatas tahta kerajaan itu diadap orang sekalian itu
dengan manis mukanya dan lagi halus perkataannya” (Halaman 9)
“Hai anakku, seyogyanya bagi hamba Allah yang berakal itu menyerahkan dirinya
kepada Allah subhanahu wa ta’ala, supaya disempurnakan Allah sebarang kehendaknya itu.
Hai anakku dan buah hatiku dan apabila raja itu adil niscaya ramailah negeri dan
sentosalah rakyatnya dan apabila ada raja itu aniaya, kelakian maka binasalah negeri dan
kesakitanlah rakyatnya” (Halaman 21)

Dari kedua kutipan diatas tampak bahwa raja biaperi menggambarkan dirinya selama
menduduki tahta kerajaan ia selalu bersikap adil dan juga ramah tamah terhadap segala
prajuritnya maupun rakyatnya. Ia juga mengasi nasehat kepada anak-anaknya supaya
memiliki sikap kepemimpinan yang adil layaknya seorang raja yang disegani oleh rakyatnya.

Dari sisi lain, menurut pandangan si penulis memang sudah seharusnya kita sebagai
manusia yang mempunyai jabatan tinggi harus berlaku adil kepada bawahannya terutama
rakyatnya sendiri dan tak boleh menyombongkan diri ketika jabatan kita diatas segala -
galanya supaya kita banyak disegani oleh masyarakat yang lainnya dan menjadi panutan oleh
orang-orang terdekat kita karena kita berusaha memberikan contoh yang baik di lingkungan
kita sendiri.

Menurut Jusmadi (2012: 50), pemimpin yang adil adalah pemimpin yang sudah sesuai
dengan norma-norma agama, adat istiadat serta dapat diterima oleh masyarakat setempat.
Dalam tradisi Melayu, keadilan sangat dijunjung tinggi, terutama keadilan yang merata.
Didalam masyarakat Melayu, pemimpin yang adil merupakan kemaslahatan umat yang
diperuntukkan bagi keperluan hidup didunia dan akhirat. Tanpa adanya pemimpin yang adil
maka pemerintahan yang dipimpin akan menjadi semena-mena dan tidak senonoh terhadap
rakyatnya sendiri.

Di dalam ungkapan adat dikatakan: “Siapa durhaka kepada pemimpinnya, aibnya tidak
terbada-bada”, atau dikatakan: “Siapa mendurhakai yang dirajakannya, di sanalah tempat ia
binasa”. Acuan pantang mendurhaka ini ditujukan kepada pendurhakaan pemimpin yang
terpuji, adil dan benar, bukan terhadap pemimpin yang menyalah, zalim dan sebagainya. Hal
ini tercermindalam ungkapan: “Raja adil raja disembah, raja zalim raja disanggah”.

Jadi, pemimpin yang adil dan benar-benar sempurna wajib ditaati, seperti kata pepatah
“Matahari itu, gunung dan lembah sama diterangi” yang artinya pemimpin yang adil
haruslah menjalankan hukuman yang sama rata sedangkan pemimpin yang zalim harus lah
disanggah, dilawan, disingkirkan atau setidak-tidaknya diberi peringatan atau teguran.
Demikian halnya, dalam masa pemerintahan Sifat Akal (Raja Budak) , beliau juga
terkenal mempunyai sifat adil dan bijaksana.
Deskripsi diatas dapat dilihat dari kutipan naskah “ Hikayat Raja Budak” berikut ini :

“Kata seorang laki-laki yang empunya emas itu : pergi juga tuan hamba kedua kepada anak
biaperi ketujuh itu minta hukumkan, karena anaknya itu bijaksana menghukumkan”
(Halaman 15-16).

“ Maka kata Sifat Akal : Berkata benarlah tuan hamba supaya beroleh kebajikan” (Halaman
16)

“Kemudian maka kata sifat akal : Tuan hamba sekalian, tinggallah kepada tempat ini.
Setelah itu maka laki-laki keduanya dibawa oleh Sifat Akal kepada tempat yang sunyi serta
dengan saudara-saudara keenamnya itu jua. Maka kata Sifat Akal: Janganlah tuan hamba
masgul dan kembalikanlah emas-emas saudara tuan hamba ini. Seraya ditunjukkan oleh Sifat
Akal emas yang tinggal itu. Kelakian maka Sifat Akal pun keluarlah maka laki-laki itupun
tiadalah berbicara lagi. Setelah itu maka emas itupun dikeluarkannya, lalu dipulangkannya
kepada laki-laki yang empunya emas itu dan beberapa orang bergundah hendak berbahagi
pusaka mendapatkan dia, maka di bahaginya dengan tiada ia mengambil upah, demikianlah
diceritakan oleh orang yang empunya cerita ini” (Halaman 18-19)

Dari ketiga kutipan diatas tampak bahwa Sifat Akal (Raja Budak) menggambarkan dirinya
selama menduduki tahta kerajaan ia selalu bersikap adil dan tak pernah serakah kepada
rakyatnya maupun saudara-saudaranya sendiri.

Dari sisi lain, menurut pandangan si penulis sendiri bahwa memang sudah seharusnya
kita sebagai insan biasa tentunya kita harus berlaku adil kepada rakyat kita sendiri dan
adapun yang salah tetap harus ditegakkan hukum yang seadil-adilnya dan yang tidak bersalah
tetap ditahankan kebenaran itu sendiri.

Dalam perspektif pandangan orang Melayu, bahwa keadlilan dan kebenaran adalah kunci
utama dalam menegakkan tuah dan marwah, mengangkat harkat dan martabat, serta
mendirikan daulat dan kewibawaan. Begitu pula sebagai insan, kita tak boleh serakah atau
merasa tidak puas apa yang sudah diberikan kepada kita termasuk harta. Keserakahan bisa
saja terjadi apabila orang itu merasa kekurangan harta yang ia dapatkan, lalu ia bermain
dengan cara yang curang. Maka dari itu dalam kutipan hikayat tersebut menyatakan bahwa
masalah harta yang didapatkan hendaknya berbagi rata secara adil. Dalam pandangan lain,
“Orang serakah tak akan merasakan lezat dan manisnya kenikmatan. Dia bagai orang makan
yang tak pernah merasakan kenyang dan nikmat ”. - Abdullah Gymnastiar (Aa Gym). Maka
dari itu kita selalu dituntun untuk berlaku adil dan tidak serakah kepada sesame

b. Sosial ekonomi

Dikutip dari wikipedia, Sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam
kelompok masyarakat yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendidikan serta
pendapatan.

Dalam hikayat “Raja Budak” bahwa sistem sosial politik dapat dideskripsikan sebagai
berikut:

Bercerita bagaimana sistem mata pencaharian saudagar yang berasal dari negeri
Nistaburi itu.
Deskripsi diatas dapat dilihat dari kutipan naskah “ Hikayat Raja Budak” berikut ini :

“ Maka kata Sifat Akal kepada laki-laki yang keduanya itu : Apa usaha pencaharian tuan
hamba kedua itu. Maka kata laki-laki yang empunya emas itu: Hamba berniaga selama-
lamanya, itulah pencaharian hambamu mendapat harta. Maka kata laki-laki yang seorang
itu : Hambamu duduk berpikir berbuat ibadat kepada Allah subhanahu wa ta’ala” (Halaman
17)

Dari kutipan diatas tampak jelas bahwa sehari-harinya saudagar itu hanya bekerja untuk
mencari harta dan disamping itu ia juga rajin beribadah demi mendapatkan harta setiap
harinya.

Dari segi pandangan penulis, segala apa yang kita perjual belikan untuk mendapatkan harta
hendaklah dengan cara yang halal dan semata-mata mengharapkan ridhonya Allah subhanahu
wa’taalla. Bagi sebahagian besar orang Melayu, mereka mengamalkan ajaran Islam untuk
terus mencari ilmu dan juga mendapatkan harta dengan cara halal.

Dengan demikian, kekayaan ekonomi pun haruslah digunakan untuk memenuhi segala
kebutuhan hidup manusia guna meningkatkan pengabdiannya kepada Allah SWT. Adapun
mencari, mengumpulkan, dan memiliki harta kekayaan tidaklah dilarang agama. Asalkan, ia
diakui sebagai karunia dan amanah dari Allah SWT. Alquran tidak menentang kepemilikan
harta sebanyak mungmin. Bahkan Alquran secara tegas dan berulang-ulang memerintahkan
agar manusia dapat berupaya sungguh-sungguh dalam mencari rezeki yang diistiahkan
Alquran dengan fadhlullah (limpahan karunia Allah).

Menurut Toha Andiko (2016: 57-58), manusia dihadapkan kepada persoalan bagaimana
dan di mana memperoleh harta yang dimaksud. Persoalan ini merupakan siklus yang tidak
pernah terputus yang sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, keterampilan,fisik,
keturunan, dan kondisi lingkungan yangdihadapi seseorang. Tidak sedikit manusia yang
harus bekerja keras untuk memperoleh harta yang dibutuhkan, walaupun kadang kala hasil
yang diperoleh tidak setimpal dengan tenaga iadikeluarkan. Sebaliknya, sebagian manusia
cukup mengeluarkan sedikit tenaga atau bahkan tidak perlu mengeluarkan sedikit pun tenaga
untuk memperoleh harta yang banyak. Fenomena seperti ini, tentu sangat dipengaruhi oleh
jenis profesi yang digeluti seseorang. Sejatinya semakin tinggi tingkat intelektualitas
seseorang, maka semakin sedikit tenaga yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan harta
yang dibutuhkan. Begitulah gambaran tentang harta yang tidak pernah habis bila dikupas
dalam berbagai aspeknya.

Bercerita seorang saudagar dari dalam negeri Nistaburi itu mengadaikan pundi-pundi
batu seharga dua ribu dinar.
Deskripsi diatas dapat dilihat dari kutipan naskah “ Hikayat Raja Budak” berikut ini :

“Syahdan maka adalah seorang saudagar didalam negeri Nistaburi itu hendak berbicara
mengenai anaknya berkahwin. Maka adalah saudagar itu kekurangan belanja akan bekerja
itu, maka saudagar itu pun diambilnya segala jenis/segala/ batu dari pada intan dan zamrud
dan ya’kut dan kemala dan sekaliannya batu-batu yang indah-indah yang mahal harganya itu,
maka dibubuhnya didalam satu pundi-pundi, kemudian maka diikatnya serta dibubuhnya
caplak, kemudian maka saudagar itupun pergilah ia kepada seorang saudagar didalam negeri
Nistaburi itu, maka kata saudagar yang empunya pundi-pundi itu: Hai
saudagar,/hamba/tolonglah hamba pegang gaden pundi-pundi batu hamba ini barang dua ribu
dinar” (Halaman 24)

Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa pada masa itu orang-orang ingin
menikahkan anaknya, betapa susahnya mencari modal untuk menikah. Nah di saat itu juga
tidak ada cara lain, selain menjual barang-barang yang kita punya seperti pundi-pundi batu
tadi yang dihargai dua ribu dinar sebagai modal atau mas kawin untuk menikahkan anaknya.
Kita dapat mengethui bahwa sistem perekonomian di negeri Nistaburi itu sangat sulit untuk
mencari suatu pekerjaan maka dari itu tidak ada cara lain selain menjual yang kita punya.

c. Sosial agama

Sosial agama adalah hubungan antara berbagai kesatuan masyarakat atau perbedaan
masyarakat secara utuh dengan berbagai sistem agama, tingkat dan jenis spesialisasi berbagai
peranan agama dalam berbagai masyarakat dan sistem keagamaan yang berbeda.

Dalam hikayat “Raja Budak” bahwa sistem sosial politik dapat dideskripsikan sebagai
berikut:

Berbicara tentang ketika Raja Budak dan keenam adiknya bersoal jawab tentang
perkara agama.
Deskripsi diatas dapat dilihat dari kutipan naskah “ Hikayat Raja Budak” berikut ini:

“Kelakian maka kata Sifat Akal: Apa yang terlebih besar daripada bumi dan langit. Maka
kata Sifat Bicara: Adapun yang terlebih besar daripada bumi dan langit itu hawa nafsunya
segala kafir munafik’alaihi al-la’nat. Maka kata Sifat Akal : Apa yang terlebih keras
daripada batu. Maka kata Sifat Soal : Adapun yang terlebih keras dari pada batu itu hati
segala yang berani lagi tekebur. Maka kata Sifat Akal : Apa yang terlebih bercahaya
daripada bulan dan matahari itu. Maka kata Sifat Jawab: Adapun yang terlebih bercahaya
yaitu hati segala mu’min pendeta terangnya cahaya iman Islam tauhid ma’rifatnya itu. Maka
kata sifat Akal : Apa yang terlebih berombak daripada laut. Maka kata Sifat Iman: Adapun
yang terlebih berombak daripada laut itulah segala amarah serta lupa ia akan Allah
subhanahu wa ta’ala. Syahdan maka kata Sifat Akal : Apa yang terlebih panas dari pada api
itu. Maka kata Sifat Iman: Adapun yang terlebih panas daripada api itulah segala hati
hamba Allah yang munafik dengki rahasia akan samanya Islam”

“Setelah itu maka kata Sifat Akal : Benarlah seperti katamu sekalian ini pulak lagi kataku,
mana baik rendah daripada tinggi dan mana baik suka dari pada duka dan mana baikjaga
daripada tidur dan mana baik berjalan daripada duduk. Maka jawab Sifat Bicara : 1. Lebih
baik rendah daripada tinggi. Adapun seorang Islam itu maulah ia merendahkan dirinya
daripada segala Islam, maka sempurnalah namanya Islam serta ia memelihara lidanya dari
pada berdusta dan memeliharakan perutnya daripada makan haram dan memeliharakan
badannya daripada loba dan tamak. Orang itu yang ditinggikan oleh Allah Subhannahu wa
ta a’ala dunia dan akhirat. 2. Baik jaga daripada tidur. Karena jaga itu kepala segala amal
dan agama dan lagi menang daripada seteru serta ingat akan Allah Subhannahu wa ta a’ala.
3. Baik berjalan daripada duduk karena berjalan itu berubah melihat dan mendengar serta
yakin hatinya akan perintah tuhan yang bersifat kodrat “ (Halaman 3 – 5)

Dari kutipan diatas tampak jelas bahwa sosial agama yang dapat ditarik adalah ketika Sifat
Akal menyampaikan nasehat dan pertanyaan yang menyangkut konsep keagamaan khususnya
islam serta akhlaq dan budi pekerti. Pelajaran yang diambil adalah untuk selalu tidak bersifat
takabur, dengki dan iri serta taat pada perintah Allah dimanapun kita berada.

Adapun menurut pandangan si penulis bahwa setiap apapun itu yang berhubungan dengan
konsep keagamaan atau perilaku seseorang tentunya kita sebagai insan yang biasa harus
saling mengiatkan dan saling menasehati dalam kebenaran supaya jalan yang kita tempuh
tidak akan salah dan akan lurus sesuai alurnya yang wajib menjadi pedoman dalam hidup
insan yaitu berpegang teguh pada Al-Qur’an dan meninggalkan segala hal yang dilarang-Nya.

Berbicara tentang bagaimana raja biaperi menasehati anak-anaknya supaya akan taat
perintah Allah.
Deskripsi diatas dapat dilihat dari kutipan naskah “ Hikayat Raja Budak” berikut ini:

“ Hai anakku tiap-tiap raja itu hendaklah sangat adil dan murah dan teguh setianya dengan
segala orang dibawahnya lagi pula hendaklah berani dan ingatkan Allah subhanahu wa
ta’ala senantiasa bergantung kepada Tuhan seru alam sekalian. Maka raja itu sangatlah
ditakuti oleh segala menteri hulubalang sekaliannya itu” (Halaman 9)

Kutipan diatas menjelaskan kepada kita agar menjadi seorang pemimpin yang adil, teguh
dengan pendiriannya dan taatlah kepada Allah dan senantiasa mengikuti perinta Allah dan
menjauhi laranga-Nya. Dengan kita selalu bergantungan pada Allah, dalam masalah apapun
itu maka kita akan mendapatkan mukjizat yang terbaik dari sang pencipta, maka dari itu
dalam hikayat ini juga dijelaskan bahwa sebagai insan yang tak pernah luput dari khilap dan
salah sebaiknya bertegur sapa dan ramah pada orang yang ada disekitar kita.

Berbicara supaya tidak akan lupa kekuasaan Allah, apabila kita telah mendapatkan
jabatan yang tinggi.
Deskripsi diatas dapat dilihat dari kutipan naskah “ Hikayat Raja Budak” berikut ini:

“Hai anakku dan buah hatiku, hubaya-hubaya jangan sekali anak-anakku lupa akan Allah
subhanahu wa ta’ala jikalau duduk diatas kerajaan dan serahkan dirimu kepada Allah
ta’ala, bahwa sesungguhnya ia peliharakannya seperti firman Allah ta’ala didalam Al-Quran
: wa man yatawa kalu’ala llahu fahuwa ahsabihi, artinya barang siapa menyerahkan dirinya
pada Allah ta’ala bahwa sesungguhnya Allah ta’ala memeliharakan dia” (Halaman 20 -21

Kutipan diatas menjelaskan kepada kita supaya kita tidak lupa akan kekuasaan allah dalam
menempati jabatan yang tinggi artinya kita sebagai manusia yang sudah dipercayai oleh
masyarakat, janganlah kita semena mena kepada rakyat itu dan ingatlah diatas langit masih
ada langit. Bahwa ada amanah disana yang harus kita jalani secara adil dan Allah lah yang
memberikan kesempatan ini untuk menjadi insan yang dipercyai masyarakat.

Orang Melayu telah memberikan tempat yang khusus kepada pemimpin pemimpin telah
memberikan kuasa dan amanah untuk membina masyarakat. Dalam tunjuk ajar Melayu
dikatakkan: “Yang dinamakan pemimpin, Didahulukan selangkah dan Ditinggikan
seranting”.

Ungkapan “didahulukan selangkah” menyatakan bahawa pemimpin yang diberikan tempat


yang istimewa sehingga ia lebih didahulukan oleh rakyat. Ungkapan “ditinggikan seranting”
juga memberikan penegasan terhadap perlunya memberikan tempat yang khusus kepada
pemimpin. Pemberian tempat yang khusus kepada pemimpin yang menandakan bahawa
orang Melayu sangat menghormati pemimpinnya karena tugas yang diberikan kepada
pemimpin yang sangat berat dan sangat mulia dalam memimpin rakyat.

2. Nilai Falsafah

Adalah nilai pengetahuan tentang pengertian yang diangkat ilmu tertinggi. Yang termasuk
kedalam nilai falsafah yaitu:

a. Falsafah Sejarah

Adalah nilai pengetahuan yang diangkat ilmu tertinggi yang berlaku pada masa lampau.
Dalam hikayat “ Raja Budak” terdapat nilai Falsafah sejarah diantaranya yaitu:

Bercerita tentang bagaimana masa kepemimpinan Sifat Akal (Raja Budak)


Hal ini dapat dilihat dari kutipan hikayat “Raja Budak” berikut:
“Maka masyhurlah nama raja Budak di negeri Nistaburi itu dengan adil dan murahnya lagi
pula dengan arif bijaksananya pada segala negeri raja-raja yang besar-besar diatas angina
dan dibawah angin” (Halaman 23)

Dari kutipan diatas tampak jelas bahwa peristiwa sejarah yang tampak dari hal tersebut
adalah ketika pada masa dahulunya Raja Budak adalah sesosok pempin yang adil dan baik
pula hatinya serta banyak disegani oleh semua rakyatnya.

Bercerita tentang bagaimana kepempinan Raja Biaperi


Hal ini dapat dilihat dari kutipan hikayat “Raja Budak” berikut:

“Adapun pada masa ayahku menjadi raja dibemua kufah terlalu adil dengan murahnya,
lagi pula pandai mengambil hati segala menteri segala hulubalang rakyatnya sekalian. Aku
lihat kelakuannya tatkala ia bersemayam diatas tahta kerajaan itu diadap orang sekalian itu
dengan manis mukanya dan lagi halus perkataannya” (Halaman 9)

Dari kutipan diatas tampak jelas bahwa pada masa kepemimpinan Raja Biaperi adalah
sesosok pemimpin yang adil dan baik pula hatinya serta mudah berbaur di sekitaran
lingkungan masyarakat dengan lemah lembut tutur katanya.

3. Nilai Budaya

Secara umum, nilai budaya adalah suatu nilai yang berhubungan dengan adat istiadat.
Menurut Koentjaraningrat (dalam Warsito 2012), Nilai budaya merupakan nilai yang terdiri
atas konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam fikiran sebahagian besar warga masyarakat
dalam hal-hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu
masyarakat menjadi orientasi dan rujukan dalam bertindak bagi mereka. Oleh sebab itu, nilai
budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya dalam mengambil alternatif, cara -cara,
alat-alat dan tujuan-tujuan pembuatan yang tersedia.

Dalam Hikayat “Raja Budak” terdapat juga nilai budaya didalamnya yaitu dapat dilihat
dari kutipan berikut:

“Maka tuan-tuan sekalian sebutlah nama hamba Raja Budak, supaya kita hendak memakai
cara bicara budak. Syahdan maka segala yang digelar Raja Budak itu semuanya pun
dipersalin dengan pakaian yang indah-indah. Kalakian tetaplah raja Budak itu diatas tahta
kerajaan di dalam negeri Nistaburi lengkap dengan santerinya dan hulubalangnya dan
pegawainya dan bintara dan sida-sida /menyebut/ (dan) biduanda (memerintah) dengan
adilnya dan murahnya lagi teguh setianya dengan bertambah-tambah pula dengan tegur
sapanya pada segala orang yang menghadap itu baik mulya baik hina baik kaya baik miskin
sama juga hatinya baginda, demikian tanda raja-raja yang berbahagia itu. Arkian ramailah
negeri itu lebih ganda berganda daripada dahulu kala adatnya” (Halaman 23)

Kutipan diatas menceritakan tentang bagaimana Raja Budak merendahkan dirinya kepada
rakyatnya, walaupun ia sudah diangkat menjadi raja ia tetap rendah hati bahkan raja budak
pun ramah dan bertutur kata yang baik dan menunjukan perilaku sosial yang dapat dicontoh
dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan dari cerita tersebut.

Nilai budaya yang tergantung dalam kutipan diatas ialah tentang bagaimana menghadap
seorang raja dan bagaimana adat berperilaku layaknya seperti raja yang adil. Hal ini
dibuktikan karena ia menyuruh rakyatnya memanggil namanya sebutan Raja Budak supaya
memakai cara pemikiran budak-budak. Artinya, memang ada tradisi disana bahwa rakyatnya
harus menyebut nama raja itu dengan sebutan Raja Budak serta perilakunya juga
mencerminkan rendah hati dan berkata-kata yang baik layaknya seperti anak kecil.

Disamping itu menurut para ahli bahwa kewajiban pemimpin menurut adat Melayu
adalah membawa kesejahteraan umat, mana yang kusut wajib diselesaikan, mana yang keruh
wajib dijernihkan, mana yang melintang wajib diluruskan, mana yang berbonggol wajib
ditarahkan, mana yang kesat wajib diampelaskan, mana yang menyalah wajib dibetulkan.
Pemimpin berkewajiban memberikan contoh teladan, menyampaikan tunjuk ajaran,
memelihara kampung halaman, menjaga alam lingkungan berpijak pada keadilan, berdiri di
atas kebenaran, menjaga marwah diri, umat, kampung, bangsa, adat dan lembaga, serta
hukum dan undangnya. Begitu beratnya tugas dan kewajiban pemimpin, maka seorang
pemimpin dalam adat Melayu wajib mendasarkan semua keputusan dan kegiatannya pada
nilai-nilai agama Islam. Pemimpin yang mendasarkan diri pada agama akan menjadi seorang
yang berkepribadian terpuji, handal, piawi, arif, bijaksana, adil, jujur, amanah, cerdas, berani,
tabah, dan berbagai akhlak terpuji lainnya (Tenas Effendi, 2013:4). Hal tersebut juga ada
kaitannya dengan kepemimpinan baik itu seorang raja maupun orang biasa haruslah
mempunyai tradisi bagaimana menjadi seorang pemimpin seperti menjaga marwah diri agar
menjadi seorang pemimpin yang berperilaku layaknya seperti raja yang adil.
4. Nilai Pandangan Hidup

Secara umum, pandangan hidup adalah pendapat atau pertimbagan yanag dijadikan
pegangan, pedoman, arahan, petunjuk hidup di dunia. Menurut Dr.Hafidh Shaleh, pandangan
hidup adalah buah dari pemikiran yang mempunyai ide berupa konsepsi rasional, yang
meliputi aqidah dan solusi atas seluruh problem kehidupan manusia. Selain itu, pemikiran
tersebut harus mempunyai metode, yang meliputi metode mempertahankan dan metode
menyebarkannya ke seluruh dunia untuk menjabarkan ide dan jalan keluarnya.

Dalam Hikayat “Raja Budak” terdapat juga nilai pandangan hidup didalamnya yaitu
dapat dilihat dari kutipan berikut:

“Hai anakku, seyogyanya bagi Hamba Allah yang berakal itu menyerahkan dirinya kepada
Allah subhanahu wa ta’ala, supaya disempurnakan Allah sebarang kehendaknya itu. Hai
anakku dan buah hatiku dan apabila raja itu adil niscaya ramailah negeri dan sentosalah
rakyatnya dan apabila raja itu aniaya, kalakian maka binasalah negeri dan kesakitanlah
rakyat. Hai anakku dan buah hatiku, jangan engkau lupa seperti pesanku itu” (Halaman 21)

Kutipan diatas menceritakan tentang seorang ayah menasehati anaknya bahwa apabila
menjadi seorang raja janganlah berperilaku sombong dan selalu bersikap hadil pada
rakyatnya serta tidak lupa akan mengingat Allah swt didalam hatinya.

Prinsip pandangan hidup yang terdapat dalam kutipan diatas adalah menggunakan
prinsip pandangan hidup Orang Melayu pada umumnya yaitu Habluminallah dan
Hablumminannas. Habluminallah digambarkan dalam kutipan tersebut dengan cara
menyakini didalam hati bahwa dengan mengingat nama Allah Swt, maka sempurnalah segala
urusan yang ada didunia maupun diakhirat kelak. Sedangkan hablumminannas digambarkan
dalam kutipan tersebut dengan bersikap tidak sombong dan selalu bersikap hadil pada
rakyatnya.

Menurut Prof.Dr.H.Asasriwarni MH, Hablum minallah dilaksanakan dengan ibadah.


Dengan kata lain, hablum minallah adalah aspek 'ubudiyah atau ritual ibadah kita kepada
Allah SWT. Ibadah atau 'ubudiyah sering diartikan sebagai penghambaan dengan
melaksanakan perintah Allah SWT, menghambakan diri kepada-Nya, atau menyembah Allah
SWT. Ibadah atau 'ubudiyah berasal dari kata 'abada yang artinya hamba (hamba Allah).
Imam Ghazali pernah ditanya mengenai 'ubudiyah. Ia menjawab: ubudiyah adalah kumpulan
dari tiga hal, yakni : (1) Menunaikan perintah syariat; (2) Rela dengan ketentuan dan takdir
serta pembagian rezeki dari Allah SWT; dan (3) Meninggalkan kehendak nafsunya untuk
mencari keridhaan Allah SWT. Ibadah adalah tujuan penciptaan manusia oleh Allah SWT.
Hal ini sesuai dengan firman Nya di bawah ini : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat Ayat : 56).

Selanjutnya Allah SWT juga berfirman sebagai berikut. “Padahal mereka tidak disuruh
kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan
zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.” (QS Al-Bayyinah Ayat : 5).

Sedangkan hablum minannas yaitu hubungan dengan sesama manusia dalam bentuk
mu'amalah. Dari segi bahasa, muamalah berasal dari kata aamala, yuamilu, muamalat yang
berarti perlakuan atau tindakan terhadap orang lain. Muamalah adalah hubungan manusia
dalam interaksi sosial, termasuk masalah harta, waris, dan jual-beli. Muamalah mempunyai
banyak cabang, di antaranya politik, ekonomi, dan sosial.
KESIMPULAN

Dari kutipan yang telah dijelaskan diatas, maka dalam Hikayat Raja Budak terdapat nilai-
nilai yang tergantung didalamnya yaitu:

1. Nilai Pemikiran terdapat juga didalamnya:

a. Nilai sosial politik dalam hikayat “Raja Budak” yaitu bahwa raja biaperi
menggambarkan dirinya selama menduduki tahta kerajaan ia selalu bersikap adil dan juga
ramah tamah terhadap segala prajuritnya maupun rakyatnya. Ia juga mengasi nasehat kepada
anak-anaknya supaya memiliki sikap kepemimpinan yang adil layaknya seorang raja yang
disegani oleh rakyatnya.

b. Nilai sosial ekonomi dalam hikayat “Raja Budak” yaitu bahwa sehari-harinya saudagar
itu hanya bekerja untuk mencari harta dan disamping itu ia juga rajin beribadah demi
mendapatkan harta setiap harinya.

c. Nilai sosial agama dalam hikayat “Raja Budak” yaitu ketika Sifat Akal menyampaikan
nasehat dan pertanyaan yang menyangkut konsep keagamaan khususnya islam serta akhlaq
dan budi pekerti. Pelajaran yang diambil adalah untuk selalu tidak bersifat takabur, dengki
dan iri serta taat pada perintah Allah dimanapun kita berada.

2. Nilai Falsafah terdapat juga didalamnya :

Nilai sejarah dalam hikayat “Raja Budak” yaitu ketika pada masa dahulunya
kepemimpinan Raja Biaperi dan Raja Budak adalah sesosok pemimpin yang adil dan
baik pula hatinya serta mudah berbaur di sekitaran lingkungan masyarakat dengan
lemah lembut tutur katanya.

3. Nilai budaya dalam hikayat “Raja Budak” yaitu tentang bagaimana menghadap seorang
raja dan bagaimana adat berperilaku layaknya seperti raja yang adil. Hal ini dibuktikan
karena ia menyuruh rakyatnya memanggil namanya sebutan Raja Budak supaya memakai
cara pemikiran budak-budak. Artinya, memang ada tradisi disana bahwa rakyatnya harus
menyebut nama raja itu dengan sebutan Raja Budak serta perilakunya juga mencerminkan
rendah hati dan berkata-kata yang baik layaknya seperti anak kecil.
4. Nilai pandangan hidup dalam hikayat “Raja Budak” yaitu menggunakan prinsip pandangan
hidup Orang Melayu pada umumnya yaitu Habluminallah dan Hablumminannas.
Habluminallah digambarkan dalam hikayat tersebut dengan cara menyakini didalam hati
bahwa dengan mengingat nama Allah Swt, maka sempurnalah segala urusan yang ada
didunia maupun diakhirat kelak. Sedangkan hablumminannas digambarkan dalam hikayat
tersebut dengan bersikap tidak sombong dan selalu bersikap hadil pada rakyatnya.
DAFTAR PUSTAKA

Jusuf jumsari. 1982. Hikayat Raja Budak. Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia
dan Daerah

Juswandi. 2012. Pemimpin Ideal dalam Masyarakat Melayu. Jurnal

Khadijah. 2013. Hikayat Indra Budiman Telaah Nilai-Nilai Religius. Jurnal

Musa. 2017. TUNJUK AJAR ADAT MELAYU SEBAGAI INSTRUMEN ALTERNATIF


DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK. Jurnal

Takari Muhammad & Fadlin. 2019. Adat Budaya Melayu. Jurnal

Thamrin Husni. 2015. ENKULTURISASI DALAM KEBUDAYAAN MELAYU. Jurnal

https://www.republika.co.id/berita/pzv06v385/tunjuk-ajar-melayu-pemimpin-yang-berumah-
dalam-musyawarah

https://fakihsubekti.blogspot.com/2019/10/tugas-muatan-lokal-tam-ringkasan.html
LAMPIRAN

Sinopsis hikayat “Raja Budak”

Pada zaman dahulu, di negeri nistaburi ada seorang saudagar kaya dengan tujuh orang
puteranya. Putra sulung itu seorang perempuan bernama Sifat Akal, sedangkan lainnya
adalah laki-laki semua, masing-masing bernama Sifat Bicara, Sifat Soal, Sifat Jawab, Sifat
Iman, Sifat Budiman, dan Sifat Jauhari. Ketujuh anak saudagar itu hidup berkasih-kasihan,
tidak pernah bercerai sedetikpun.

Pada suatu hari, mereka bermain-main dihalaman rumahnya yang luas itu dengan
teman-teman mereka. Mereka sedang membicarakan keadaan negeri serta rajanya yang
terkenal sangat bengis itu. Salah seorang dari mereka yaitu Sifat Budiman mempersoalkan
tentang keadaan negeri mereka yang selalu rusuh, sering timbul huru-hara sehingga rakyatnya
tidak pernah hidup tentram. Kakak sulungnya yaitu Sifat Akal yang sangat pandai dan
bijaksana itu mencoba mengemukkan pendapatnya kepada adik-adiknya. Katanya : Karena
raja-raja dan segala menteri tidak tahu akan martabatnya, maka negeri ini tidak akan sentausa
selamanya. Mendengar perkataan itu, keenam adiknya setuju akan mengangkat Sifat Akal
menjadi seorang raja. Sifat Akal hanya tertawa mendengar usul tersebut. Kemudian ia
mengajukan beberapa pertanyaan kepada mereka yang didapatnya dari seorang kakek-kakek
melalui mimpi. Semua pertanyaan itu ada hubungannya dengan akhlak dan budi pekerti serta
agama Islam. Pertanyaan : Apa yang terlebih bercahaya daripada bulan dan matahari. Jawab
adiknya : Yaitu hati segala mu’min, pendeta, terangnya cahaya iman Islam, dan tauhid
ma’rifat. Pertanyaan : Apa yang terlebih besar daripada bumi dan langit. Jawab adiknya :
Yaitu hawa nafsu segala kafir munafik ‘alaihi al-la’nat. Pertanyaan: Apa yang lebih keras
daripada batu. Jawab adiknya : Adapun yang lebih keras daripada batu itu, yaitu hati segala
yang berhati takabur. Pertanyaan : Apa yang terlebih berombak daripada laut. Jawab adiknya
: Adapun yang terlebih berombak daripada laut, itulah segala orang yang marah serta lupa
akan Allah Subhanahu wa ta’ala. Pertanyaan : Apa yang terlebih panas daripada api. Jawab
adiknya: Yang terlebih panas daripada api itu ialah segala hati hamba allah yang munafik
dengki akan sesamanya Islam. Pertanyaan : Apa yang terlebih sejuk daripada embun. Jawab
adiknya. Yang terlebih sejuk daripada embun ialah hati segala mu’min senantiasa dengan
fikir bicara mencari jalan kebajikan atas dirinya dan atas keluarganya. Selanjutnya ada lagi
beberapa pertanyaan Sifat Akal kepada adik-adiknya, antara lain : 1. Mana lebih baik rendah
daripada tinggi. 2. Mana lebih jaga daripada tidur. 3. Mana lebih baik berjalan daripada
duduk. Jawab adiknya : 1. Lebih baik rendah daripada tinggi. Adapun seorang Islam itu
maulah ia merendahkan dirinya daripada segala Islam, maka sempurnalah namanya Islam
serta ia memelihara lidanya dari pada berdusta dan memeliharakan perutnya daripada makan
haram dan memeliharakan badannya daripada loba dan tamak. Orang itu yang ditinggikan
oleh Allah Subhannahu wa ta a’ala dunia dan akhirat. 2. Baik jaga daripada tidur. Karena
jaga itu kepala segala amal dan agama dan lagi menang daripada seteru serta ingat akan Allah
Subhannahu wa ta a’ala. 3. Baik berjalan daripada duduk karena berjalan itu berubah melihat
dan mendengar serta yakin hatinya akan perintah tuhan yang bersifat kodrat. Kemudian
dijelaskan pula tentang martabat raja-raja yang sentausa di atas tahta kerajaaannya dan
kemuliaannya yaitu raja harus adil menghukumkan rakyatnya, suka memberi derma,
bijaksana dan baik tegur sapanya, sehingga rakyat merasa aman dan sentausa di bawah
perintahnya. Begitu pula seorang raja harus berwibawa terhadap menteri-menterinya,
sehingga mereka patuh melaksanakan perintahnya serta tidak berbuat sewenang-wenang
terhadap rakyat.Demikianlah mereka mengadakan soal jawab itu setiap hari sambil bermain-
main di halaman rumah mereka. Sebenarnya ayah mereka adalah putera raja Kufah yang
telah pergi mengembara ke Nistaburi dan menjadi seorang saudagar. Ia telah mengunjungi
berbagai negeri asing dan memiliki pengetahuan yang luas, bersifat arif dan bijaksana
sehingga tidak heran jika ketujuh puteranya itupun cerdas dan berbudi luhur. Mereka
mendapat pelajaran dari ayahnya tentang cara raja-raja besar memerintah negerinya dengan
adil sehingga rakyat merasa aman dan bahagia hidupnya. Ketujuh puteranya itu telah dididik
dengan berbagai ilmu pengetahuan agar kelak menjadi orang yang pandai dan berguna bagi
masyarakat. Melihat kecerdasan putera-puteranya itu, saudagar mengharapkan agar salah satu
dari mereka kelak dapat menjadi raja yang besar.

Pada suatu hari mereka bermain-main lagi seperti biasanya. Maka mereka mengusulkan
agar kakak tertua yaitu Sifat Akal diangkat menjadi raja, sedangkan adik-adiknya yang lain
yaitu Sifat Bicara menjadi mangkubumi, Sifat Soal menjadi bendahara, Sifat Jawab menjadi
tumenggung, Sifat Iman menjadi perdana menteri, Sifat Budiman menjadi laksamana, Sifat
Jauhari menjadi biduanda, sedangkan teman-temannya diangkat menjadi pegawai istana.
Demikianlah mereka bermain-main dengan gembiranya sebagai raja dan rakyat.

Dalam bermain-main dan berlaku sebagai raja itu, Sifat Akal beserta keenam adiknya
telah memperlihatkan keahliannya dalam memutuskan suatu perkara secara adil dan
bijaksana. Berturut-turut telah datang kepada mereka beberapa orang yang mengadukan
persoalannya serta minta diadili. Semua perkara yang sulit-sulit yang dibawa orang
kehadapan mereka telah dapat diselesaikan dengan baik, sehingga rakyat sangat percaya
kepada keputusannya yang adil. Misalnya perkara saudagar mengambil isteri orang lain,
perkara dua orang perempuan memperebutkan anak, dan perkara penipuan emas saudagar.
Akhirnya ketujuh orang anak ini termasyhur keseluruh negeri sebagai orang yang pandai
memutuskan perkara yang sulit-sulit. Berita ini terdengar kepada raja negeri itu. Baginda
sangat murka, lalu menitahkan seorang biduanda memanggil ketujuh kanak-kanak itu, yang
akhirnya dimasukkan kedalam penjara. Sebulan kemudian di dalam negeri Nistaburi terjadi
huru hara, sehingga raja terbunuh. Pada suatu hari pembesar istana sepakat mengangkat
putera saudagar yang perempuan yaitu Sifat Akal menjadi raja di Nistaburi. Mereka sudah
mendengar khabar tentang kepandaian ketujuh itu ketika bermain-main sebagai raja serta
telah dapat memutuskan beberapa perkara yang sulit. Kemudian para pembesar istana
menjemput ketujuh kanak-kanak tersebut dan membebaskannya dari penjara. Maka
diangkatlah Sifat Akal menjadi raja puteri dalam negeri Nistaburi, dengan nama Raja Budak.
Sedangkan adik-adiknya menjadi bendahara Budak, tumenggung Budak, menteri Budak,
laksamana Budak, kadi Budak, dan biduanda Budak. Ia memakai sebutan Raja Budak, karena
memang masih kanak-kanak baru berusia belasan tahun. Demikian pula keenam saudaranya
itu semuanya memakai sebutan budak. Maka masyhurlah nama raja Budak di negeri
Nistaburi itu, memerintah rakyatnya dengan adil dan selalu menjalani hubungan yang baik
dengan raja-raja di sekitarnya. Banyak saudagar yang datang kesana untuk berniaga dan
menetap, sehingga negeri itu bertambah ramai. Kehidupan rakyatnya pun bertambah
makmur. Selama bertahta, raja Budak dengan dibantu keenam adiknya itu telah dapat
menyelesaikan beberapa persoalan yang sulit, yaitu soal penipuan harta benda milik
seseorang saudagar, Seorang saudagar telah telah mengadukan, halnya kepada raja Budak
karena merasa ditipu oleh temannya, pundi-pundi berisi emas yang telah dititipkan kepadanya
beberapa waktu yang lalu ditukarkan dengan minyak sehingga merugikan saudagar itu.
Akhirnya persoalan itu dapat diselesaikan dengan baik oleh raja Budak. Kemudian ada lagi
persoalan tentang pencurian emas oleh tikus, Seorang saudagar telah datang dan
mengadukannya halnya bahwa emasnya yang disimpan dalam peti telah habis dibawa oleh
tikus dan dipindahkan kedalam rumah seorang miskin, sehingga orang miskin itu menjadi
kaya raya. Raja budak dapat memecahkan persoalan yang rumit ini dengan cara menikahkan
putera saudagar kaya itu dengan puteri orang miskin yang menjadi kaya. Akhirnya setelah
orang miskin itu meninggalnya, semua harta bendanya diwariskan kepada puteri dan
menantunya, sehingga tanpa disadari saudagar itu telah mendapatkan kembali hartanya yang
telah hilang. Demikian pula perkara orang Keling berselisih tentang harga kebun buah-
buahan dengan orang Cina, dan perkara orang Keling yang menitipkan kambingnya kepada
beberapa orang dapat diselesaikan dengan baik sekali oleh raja Budak dan keenam adiknya
itu.

Ketika raja budak berusia lima belas tahun, datanglah beberapa puluh lamaran dari raja -
raja tetangga yang telah mendengar tentang kecantikan dan kecerdasan raja Budak. Raja -raja
yang melamar itu datang dari negeri-negeri yang dekat dan yang jauh, semuanya berwajah
tampan dan gagah perkasa. Namun demikian, raja Budak telah menolak lamaran mereka
secara halus, dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang sulit dijawab. Hanya seorang
saja yang dapat menjawab semua pertanyaan sulit yang diajukan oleh raja Budak itu, yaitu
raja Dewa Kaca dari Cintamaya. Dewa Kaca terkenal sebagai putera raja yang tampan dan
sangat sakti. Ia mendengar beberapa tentang raja Budak itu dari burung kesayangannya yang
pandai berkata-kata yang bernama Sepah Puteri. Burung inilah yang telah menjadi perantara
raja Dewa Kaca dengan raja Budak. Setelah Dewa Kaca dapat menjawab semua pertanyaan
yang diajukan oleh raja Budak, maka dilangsungkan perkawinan mereka itu dengan meriah.
Kedua pasangan itu hidup berkasih-kasihan dan memerintah rakyat Nistaburi dengan
adiknya.

Anda mungkin juga menyukai