Anda di halaman 1dari 5

Nama : Friza Agustin Arifir Riastutik

Nim : 190621100053
Dosen Pengampu : Wahid Khoirul Ikhwan, M.Pd.

FILSAFAT SASTRA

1. Pengertian Filsafat Sastra

Secara etimologi, filsafat berasal dari Bahasa Yunani philos dan shopia. Philos berarti cinta
dan shopia berarti kebijaksanaan. Filsafat merupakan ilmu yang menghendaki kearifan dalam
menanggapi kehidupan. Adapun sastra berasl dari kata sas yang berarti ajaran dan tra yang berarti
alat. Sastra adalah alat atau wahana yang digunakan untuk mengajarkan kearifan dalam hidup.
Dari pengertian tersebut, keduanya merupakan ilmu yang sama-sama mengajarkan tentang
kearifan hidup yang berupa kebijaksanaan. Dalam sastra yang dipelajari adalah kebijaksanaan
hidup secara estetis. Sedangkan dalam filsafat, yang dipelajari berupa sebuah pemikiran tentang
kebenaran hidup.

Menurut pendapat Djojosuroto (2007) filsafat sastra adalah ilmu yang menganalisis nilai-
nilai kehidupan manusia yang dijabarkan seorang sastrawan dalam karya sastranya. Filsafat sastra
adalah ilmu filsafat yang menganalisis karya sastra dengan latar belakang sastra yang merupakan
bagian dari kehidupan manusia yakni sastra sebagai pranata sosial yang menggambarkan keadaan
masyarakat dan kehidupan budaya pada masa tertentu dan sastra sebagai refleksi kehidupan
manusia dengan Tuhan. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa filsafat sastra adalah
filsafat yang mengupas hakikat nilai-nilai kehidupan manusia yang terkandung dalam karya sastra.

Keduanya menjalin hubungan linier yang saling mendukung satu sama lain. Menurut
Wellek dan Warren (1989) hubungan filsafat dan sastra yang padu dibuktikan atas dasar penelitian
tentang ideologi sastra, tujuan penulisan, dan rencana-rencana yang tidak langsung berkaitan
dengan penciptaan karya sastra yang sebenarnya. Namun, filsafat sering dianut oleh kelas tertentu
yang bukan merupakan kelas sastrawan. Sastrawan sering mempunyai afiliasi sosial dan latar
sosial yang berbeda dengan filsuf. Filsafat lebih banyak berkaitan dengan lembaga gereja dan
akademi daripada sastra.
Pemikiran dalam sastra dapat menyusup ke berbagai hal seperti estetika dan hal lainnya.
Seperti novel-novel ide milik George Sand dan George Eliot yang penuh dengan diskusi problem
sosial, moral, dan filsafat. Seluruh puisi karya Bridges dalam Testament of Beauty yang diikat oleh
metaphor filosofis. Novel dan drama milik Dostoyevsky yang pemikirannya diwujudkan dalam
alur dan tokoh-tokohnya. Novel Nrabas Beteng Ambarawa karya Any Asmara yang merupakan
contoh novel perjuangan yang berideologi Jawa.

Filsafat dan pemikiran dalam konteks tertentu mampu menambah nilai artistik karya sastra
karena mendukung beberapa nilai artistik yang penting, seperti kompleksitas dan koherensi.
Pemikiran teoretis dapat memperdalam jangkauan sastrawan. Croce Membuktikan bahwa
sebagian Divine Comedy merupakan puisi, sebagian lagi teologi dan pseudo-ilmiah bersajak.
Terkadang, pemikiran menyala langsung dari wujud karya sastra. Tokoh dan adegan bukan saja
mewakili, melainkan merupakan perwujudan dari pemikiran. Pada saat itulah terjadi persatuan
antara filsafat dan seni.

2. Perbedaan Sastra dan Filsafat

Dari sisi logika, sastra dan filsafat memang berbeda. Sastra dan filsafat selalu
menyuguhkan permasalahan hidup, namun dengan tinjauan yang berbeda. Sutardja (1995:27-28)
menyatakan bahwa sejak dahulu orang menganggap bahwa sastra sangat dekat dengan filsafat.
Pembeda antara sastra dan filsafat adalah kelogisan atau logika dari ciptaan manusia dimana
tekadang mereka bersikap lamis (berpura-pura) yakni apa yang dikatakan dengan realitanya sangat
berbeda. Hal ini menjadi pijakan sastrawan untuk merealisasikan idenya. Logika hanyalah salah
satu sistem berfikir saja, sedangkan manusia mampu menciptakan sistem berfikir yang lain selain
sistem berfikir logis.

Filsafat merupakan suatu cara mengamati kehidupan tetapi ia menggunakan caranya


sendiri yakni melalui abstraksi, sedangkan sastra tanpa melalui abstraksi. Tegasnya, meskipun
sastra dan filsafat membicarakan kehidupan manusia, namun cara yang mereka gunakan berbeda.
Filsafat banyak memainkan pikiran, logika, dan keilmuan untuk melukiskan hidup. Sedangkan
sastra memandang hidup melalui bahasa simbol. Sastra selalu bermain pada konteks yang remang-
remang dan penuh tafsiran. Sejarah pemikiran manusia pun tergantung pada aliran atau paham
siapa dan kebenaran dari filsafat maupun sastra juga tergantung pada aliran yang mendukungnya.
3. Cabang Ilmu Filsafat Sastra

Filsafat sastra mempunyai 3 cabang ilmu, cabang-cabang tersebut diantaranya Ontologi Sastra,
Epistimologi Sastra, dan Aksiologi Sastra.

a. Ontologi Sastra

Secara etimologi, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu ontos yang berarti
berada dan logos yang berarti pikiran. Ontologi merupakan cabang ilmu filsafat yang
membahas tentang hakikat sesuatu yang ada atau dapat dikatakan berwujud dan
berdasarkan pada logika. Sedangkan, menurut istilah ontologi adalah ilmu yang membahas
sesuatu yang sudah ada baik secara jasmani maupun rohani. Ontologi sastra merupakan
ilmu yang mempelajari tentang hakikat karya sastra. Di dalam ontologi sastra berisi
pembahasan tentang eksistensi sastra, yaitu seperti apa sastra itu, siapa yang meciptakan
sastra, dan pengungkapan esensi sastra.

Menurut Suwardi Endraswara (2012:95) menyatakan bahwa ontologi sastra


mempunyai lima hakekat atau esensi sastra sebagi ilmu, yaitu : (1) sastra sebagai bahasa,
(2) sastra sebagai seni, (3) sastra sebagai komunikasi, (4) sastra sebagai simbol (dibalik
teks ada makna lain), (5) sastra sebagi hiburan. Dari lima hal tersebut, membuktikan bahwa
sastra itu ada dan berasal dari proses kepentingan. Sastra lahir didunia karena dibutuhkan.
Sastra juga menjadi sebuah alat yang dapat memanusiakan manusia. Ontologi sastra juga
meneguhkan bahwa sastra adalah alat berpikir yang indah. Melalui sastra manusia semakin
berpikir tentang keberadaan sastra.

b. Epistimologi Sastra

Secara etimologi, epistimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu, episteme yang
berarti kebenaran atau pengetahuan dan logos yang berarti pikiran. Epistimologi dapat
diartikan sebagai salah satu ilmu filsafat yang mempelajari tentang hakekat kebenaran
sebuah pengetahuan. Epistimologi sastra adalah ilmu filsafat yang mempelajari tentang
begaimana sastra itu ada dan kebenaran sastra. Di dalam epistimologi sastra berisi tentang
bagaimana ilmu pengetahuan itu ada, bagaimana proses ilmu pengetahuan itu terjadi, dan
bagaimana sastra itu dapat menjadi sebuah ilmu.
Namun, kebenaran sastra masih dianggap liar dan semu karena kebanyakan sastra
itu sendiri hasil imajinasi. Banyak yang mempertanyakan apakah mungkin sastra sebagai
ilmu, sebab hakekatnya sastra berupa fakta imajninatif. Imajinasi sering bertentangan
dangan kadar keilmiahan. Dengan epistimologi, khalayak umum akan ditantang
membuktikan bahwa filsafat sastra merupakan ilmu baru. Sastra juga sebagai ilmu yang
sarat dengan kebenaran. Bila khayalak umum menganggap sastra sebagai bahasa, maka
epistimiloginya adalah ilmu kebahasaan. Jika menganggapnya sebagai seni maka
epistimologinya adalah ilmu kesenian. Jika menganggapnya sebagai komunikasi maka
epistimologinya adalah ilmu komunikasi. Jika menganggapnya sebagai simbol maka
epistimologinya adalah ilmu tentang simbol. Jika menganggapnya sebagai hiburan maka
epistimologinya adalah ilmu kebudayaan populer.

c. Aksiologi Sastra

Secara etimologi aksiologi, aksiologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu axios yang
berarti nilai dan logos yang berarti pikiran. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang
mempertanyakan bahaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi juga dianggap
sebagai teori nilai. Aksiologi sastra merupakan ilmu yang membicarakan tentang fungsi
sastra bagi kehidupan manusia. Di dalam aksiologi sastra berisi tentang pembahasan,
tentang kebenaran sastra ke arah nilai, makna dan fungsi dari sastra serta pengaplikasian
pragmatika sastra. Satra mempunyai pengaruh terhadap keberadaan manusia. Sastra
mampu memoles daya pikir manusia dari waktu ke waktu. Pemikiran manusia yang semula
kotor dapat menjadi suci ketika membaca sastra, begitupun sebaliknya. Orang yang semula
kosong dari jati dirinya, dengan membaca sastra orang akan semakin tahu siapa dirinya.
Itulah fungsi dari sastra.
DAFTAR PUSTAKA

Endraswara, Suwardi. 2012. Filsafat Sastra. Yogyakarta: Layar Kata.

Mukminin. 2017. “ Filsafat Sastra”. (online), (https://www.academia.edu/10382920/Filsafat_Sastra


, diakses pada 14 Februari 2020).

Brahmana. 2005. “ Sastra Sebagai Sebuah Ilmu Disiplin”. (online),


(https://brahmanamedan.wordpress.com/2009/11/22/48/ , diakses pada 14 Februari 2020).

Burhanuddin. 2013. “ Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi dalam Pengetahuan Filsafat”. (online),
(https://www.google.com/amp/s/afidburhanuddin.wordpress.com/2012/11/28/0ntologi-
epistimologi-dan-aksiologi-dalam-pengetahuan-filsafat/amp/ , diakses pada 14 Februari
2020).

Anda mungkin juga menyukai