Anda di halaman 1dari 8

STILISTIKA DESKRIPTIF

STILISTIKA DESKRIPTIF
1.

A.

Pendahuluan

Stilistika adalah bagian dari linguistik yang memusatkan perhatiannya pada variasi gaya
bahasa, terutama bahasa dalam kesusastraan.[1] Sejalan dengan ungkapan tersebut,
stilistika adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang digunakan dalam karya sastra dan
penerapan linguistik pada penelitian gaya bahasa.
Sudjiman mengatakan bahwa stilistika mengkaji wacana sastra dengan orientasi
linguistik. Stilistika mengkaji cara sastrawan memanipulasi (dalam arti memanfaatkan)
potensi dan kaidah yang terdapat di dalam bahasa serta memberikan efek tertentu.
Stilistika meneliti ciri khas penggunaan bahasa dalam wacana sastra; ciri itu
mempertentangkan atau membedakannya dengan wacana nonsastra; meneliti deviasi
atau penyimpangan terhadap tata bahasa sebagai sarana literer; stilistika meneliti fungsi
puitik suatu bahasa.[2]
Stilistika mengkaji seluruh fenomena bahasa, mulai dari fonologi (ilmu bunyi) hingga
semantik (makna dari arti bahasa).[3] Agar ranah kajian tidak terlalu luas, kajian
stilistika biasanya dibatasi pada suatu teks tertentu, dengan memperhatikan preferensi
penggunaan kata atau struktur bahasa, mengamati antar hubungan-hubungan pilihan
bahasa untuk mengindentifikasi ciri-ciri stilistik (stylistic features)seperti sintaksis (tipe
struktur kalimat), leksikal (diksi penggunaan kelas kata tertentu), retoris atau deviasi
(penyimpangan dari kaidah umum tata bahasa). [4]
Sebagaimana dikemukakan oleh Umar Junus, bahwa stilistika adalah bagian dari
linguistik yang memusatkan perhatiannya pada variasi penggunaan bahasa, terutama
bahasa dalam kesusastraan.[5] Pendapat tersebut dikuatkan oleh Kridalaksana, bahwa
stilistika adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang digunakan dalam karya sastra dan
penerapan linguistik pada penelitian gaya bahasa. Secara umum, lingkup stilistika
menelaah aspek bahasa yang berupa aspek bunyi, kata, frase, dan kalimat, sehingga
lahirlah gaya bahasa, gaya bunyi, gaya kata, gaya frase, dan gaya kalimat. [6] Dalam
hal ini, gaya bahasa menekankan pada aspek ketepatan dan kesesuaian (bunyi, kata,
frase, dan kalimat) dalam menghadapi situasi-situasi tertentu. Secara umum, stilistika
mengkaji dua aspek, estetika dan linguistik. Aspek estetik berdasarkan pada cara khas
yang digunakan penutur bahasa atau penulis karya, sedang aspek linguirtik berkaitan
dengan dengan ilmu dasar stilistika.[7]
1.

B.

Pembahasan (Stilistika Deskriptif)

Stilistika dipahami sebagai ilmu gabung antara linguistik dan sastra, karena dalam
kajiannya dilakukan oleh seorang linguis, tetapi menaruh perhatian pada bidang sastra.
Umar Junus (1989: ix-xi) mengemukakan bahwa stylistics adalah ilmu tentang style.
Gaya atau style dapat diartikan sebagai cara yang khas yang dipergunakan oleh
seseorang untuk mengutarakan atau mengungkapkan diri atau gaya pribadi. Gaya dalam
arti luas dapat meliputi sekelompok pengarang, suatu bangsa tertentu, suatu periode
tertentu, dan gaya jenis penulisan tertentu (Soediro Satoto, 1995: 36). Pengertian

stilistik dan gaya berhubungan dengan persoalan bahasa. Pada mulanya, lebih terbatas
kepada persoalan bahasa dalam karya sastra, namun dalam perkembangannya gaya
juga dikaji di luar hubungan sastra.
Kajian stilistika biasanya dibatasi pada kajian formal sebuah teks sastra dalam
pengertian extended, maksudnya bidang applied linguistics linguistik terapan yang
dikaitkan dengan bidang penggunaan bahasa sebagai unsur penting (media utama), dan
menerima teori linguistik sebagai suatu yang tidak saja relevan, tetapi dipakai sebagai
teori atau metode pendekatan. Berarti bahwa stilistika merupakan bidang studi yang
memiliki aspek seni, bahasa atau ilmu pengetahuan, dan sastra (Soediro Satoto, 1995: 2
dan 32). Hal tersebut apabila dibuat bagan sebagai berikut.

= Seni

= Bahasa

SS

= Seni Sastra

SB

= Seni Bahasa

Stilistika dapat dibedakan menjadi dua, yaitu stilistika deskriptif dan genetif (Soediro
Satoto, 1995: 37-38). Stilistika deskriptif dalam pendekatan (approach) gaya (style)
sebagai keseluruhan daya ungkapan psikis yang terkandung dalam suatu bahasa, dan
meneliti nilai-nilai ekspresif khusus yang terkandung dalam bahasa, yaitu secara
morfologis, sintaksis, dan semantis. Stilistika genetif atau individual, memandang gaya
sebagai suatu ungkapan yang khas pribadi lewat analisis terinci (motif, pilihan kata)
terhadap sebuah karya dapat dilacak visi batin seseorang pengarang. Stilistika berusaha
dan berhasil menetapkan keistimewaan pemakaian bahasa secara insidental, tetapi tidak

berhasil menerangkan apakah ciri khas bahasa puisi secara umum dan hakiki (Teeuw,
1984: 72).
Stilistika sebagai ilmu yang meneliti penggunaan bahasa di dalam karya sastra yang
berorientasi linguistik, sesuai pendapat Geoffrey Leech dan Michael Short (1984: 4)
bahwa Stylistics, the studi of relation between linguistics form and literary function.
Stilistika mengkaji wacana sastra dari parameter linguistik dan merupakan pertalian
antara linguistik dan kritik sastra.
Lingkup atau sasaran kajian stilistika dapat mencakup masalah bunyi bahasa, kata, arti,
dan struktur kalimat (Umar Junus, 1984: 8), dan dalam style gaya bahasa itu meliputi
diksi, struktur kalimat, majas, citraan, pola rima, serta matra yang biasanya digunakan
seorang dalam membangun sebuah karya sastra (Panuti Sudjiman, 1993; 12).
Aminuddin (1995: 44) menyatakan bahwa sasaran kajian stilistika adalah karya sastra
yang terwujud dalam print-out ataupun tulisan, dan print-out tersebut dapat berupa
kata-kata, tanda baca, gambar, serta bentuk tanda lain yang dapat dianalogikan sebagai
kata-kata. Oleh sebab itu, print-out tersebut merupakan wujud pelambangan sekaligus
artefak kebudayaan yang mengandung sesuatu yang lain di luar wujud konkretnya
sendiri. Wujud pelambangan itu disebut signal tanda, dan wujud konkret pelambangan
itu dalam pandangan linguistik lazimnya hanya dibatasi pada tataran kata, kalimat, dan
wacana.
Stilistika merupakan pendekatan atau kajian yang memperhatikan gaya integritas
seluruh tingkat dalam hierarki linguistik suatu teks atau discourse wacana, dan dalam
aplikasinya dapat diterapkan terhadap prosa, puisi, dan drama (Soediro Satoto, 1995:
83-84). Pendekatan stilistika dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu secara tradisional
dan modern (Keris Mas, 1988: 7-9); pendekatan stilistika tradisional maksudnya
membicarakan berbagai deviasi bahasa hubungannya dengan tata bahasa, di samping
kelainan-kelainan yang bersifat figuratif, yaitu dalam penggunaan peribahasa, kiasan,
sindiran, dan ungkapan-ungkapan tradisional. Sasaran stilistika modern maksudnya
memaparkan berbagai hal yang mengandung ciri-ciri linguistik, misalnya fonologi,
morfologi, sintaksis/struktur kalimat, ciri makna kata (semantik), dan ciri-ciri bahasa
figuratif.
Charles Bally mengungkapkan bahwa, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan
dalam stilistika deskriptif ini, yaitu :

Memperluas pokok-pokok bahasannya atas nilai-nilai stilistika tanpa membatasi

dari sisi balaghoh

Memperluas wilayah bahasan dalam kajian linguistik, dan memperhatikan

bahasa yang ungkapan/lisan dari sisi stilistika.

Bersandar pada metode deskripti ilmiah pada sisi teori.[8]

Namun pada sisi ini beliau juga menekankan pada hal-hal berikut ini :

Memusatkan isi ungkapan dalam stilistika kemudian menggantinya dengan

aspek-aspek keindahan

Memperhatikan bahasa ujaran/ungkpan dan menjauhi bahasa tulisan

Dari hal ini, beliau lebih memperhatikan aspek-aspek keindahan bahasa dan gaya bahasa
langsung dari bahasa ungkapan/ujaran. Sehingga aspek peneliti, menempati peran yang
sangat penting dalam memahami dan menilai gaya bahasa yang muncul.
1.

C.

Aspek-aspek Yang Dikaji Dalam Stilistika Deskriptif

Telah diungkapkan bahwa stilistika adalah ilmu tentang gaya bahasa (style). Dengan
demikian, stilistika adalah jembatan yang memanfaatkan aspek aspek linguistik (di
satu pihak) untuk mengkaji atau melakukan kritik terhadap karya sastra (di pihak lain).
Hubungan itu tercipta karena stilistika mengkaji wacana sastra dengan orientasi
linguistik. Stilistika mengkaji cara sastrawan dalam menggunakan unsur dan kaidah
bahasa serta efek yang ditimbulkan oleh penggunaannya itu. Stilistika meneltiti ciri khas
penggunaan bahasa dalam wacana sastra, ciri yang membedakannya dengan wacana
nonsastra, dan meneliti deviasi terhadap tata bahasa sebagai sarana literer. Dengan kata
lain, stilistika meneliti fungsi puitik bahasa.[9]
Dalam studi stilistika, kemungkinan cara pendekatan yang dapat digunakan ada dua
macam, yaitu 1) menganilisis sistem linguistik karya sastra yang dilanjutkan dengan
interpretasi ciri-cirinya dilihat dari tujuan estetis karya sastra sebagai makna total, dan
2) mengamati deviasi dan distorsi terhadap pemakaian bahasa yang normal (dengan
metode kontras) dan berusaha menemukan tujuan estetisnya.[10]
Demikian secara umum, telaah stilistika mencakup diksi atau pilihan kata (pilihan
leksikal), struktur kalimat, majas, citraan, pola rima, dan matra yang digunakan seorang
sastrawan atau yang terdapat dalam karya sastra. Selain itu, aspek-aspek bahasa yang
ditelaah dalam studi stilistika meliputi intonasi, bunyi, kata, dan kalimat sehingga
lahirlah gaya intonasi, gaya bunyi, gaya kata, dan gaya kalimat. Biasaya kita sebut gayagaya tersebut dengan gaya fonologis, gaya morfologis, gaya sintaksis, dan gaya
semantis. Sudut pandang penggunaan beberapa gaya bahasa ini akan dibagi dalam dua
bagian utama yaitu gaya sintaksis dan gaya semantis. Gaya sintaksis akan dibagi dalam
dua bentuk yaitu bentuk pembalikan dan bentuk penghilangan. Sedangkan gaya
semantis dibagi ke dalam tiga majas, yaitu majas pertentangan, majas identitas, dan
majas kontiguitas. Ketiga majas tersebut masih terbagi dalam beberapa kelompok.
1.

Gaya Sintaksis

Bentuk sintaksis adalah konstruksi kalimat yang mencolok dari segi stilistika karena
bangunannya yang menyimpang dari susunan yang normal. Bentuk sintaksis ini
sesungguhnya dibagi ke dalam tiga jenis yang terdiri dari bentuk pengulangan, bentuk
pembalikan, dan bentuk penghilangan. Namun bentuk pengulangan tidak akan kami
sebutkan di sini.
1.

Bentuk Pembalikan

Pada bentuk pembalikan atau inversi, terjadi perubahan urutan kata yang normal dalam
kalimat. Dalam sastra fungsinya adalah agar suatu gambaran menjadi ekspresif, atau
untuk memberi penekanan pada kata-kata tertentu. Contohnya adalah :
kalau terjadi kasus suap, mesti si pemberi diusut duluan, begitu ia berkomentar
Kalimat normalnya adalah si pemberi mesti diusut duluan, namun untuk memberi
penekanan bahwa yang harus diusut terlebih dahulu adalah pemberi suap dan bukan
yang disuap, maka urutan katanya dibalik mesti pemberi diusut duluan.
1.

Bentuk Penghilangan

Yang termasuk dalam bentuk penghilangan adalah elips. Elips terjadi apabila bagian
kalimat tertentu tidak ada. Contohnya adalah :
Ia berteriak, kopi susu sama nasi pecel
Karena ada bagian kalimat yang dihilangkan, maka kalimat tersebut dapat diartikan
bermacam-macam. Pilihan kita tergantung pada konteks kalimat. Jika konteks kalimat
adalah memesan makanan, maka kalimat tersebut bisa berarti si pengucap memesan
kopi susu dan nasi pecel. Namun jika konteks kalimatnya adalah menawarkan makanan,
maka kalimat tersebut bisa berarti kantin ini menyajikan kopi susu dan nasi pecel.
1.

Gaya Semantis

Menurut Luxemburg gaya semantis mengacu pada makna kata, bagian kalimat, dan
kalimat dan secara umum disebut majas. Majas yang terdapat dalam gaya semantis
adalah majas pertentangan, majas identitas, dan majas kontiguitas.
1.

Majas Pertentangan

Dalam majas ini terdapat istilah antitesa atau majas yang disertai dengan paralelisme
sintaksis, contohnya ada waktu untuk datang, ada waktu untuk pergiatau tapi
itulah. Kalau mau Menang Kadang mesti kalah dulu.
1.

Majas Identitas

Majas identitas mencakup perumpamaan dan metafora yang membandingkan objek atau
pengertian dan menyamakannya secara semantis. Dalam proses metaforik terdapat
beberapa bentuk seperti sinestesi dan personifikasi.
1.

Perumpamaan

Perumpamaan adalah perbandingan secara eksplisit antara dua obyek atau pengertian.
Hal ini tampak dalam percakapan ini,
Ani : tunggu, titip aku uang ini untuk istrimu
Johan : tidak, terima kasih mbak. Istriku tidak suka makan daging manusia.
Di sini johan mengumpamakan uang pemberian ani merupakan uang suap sebagai
daging manusia yang tidak pantas dimakan oleh sesama manusia beradab.

1.

Metafora

i). Bentuk metafora yang akan dibahas terlebih dahulu adalah penghilangan bagia
harfiah sehingga makna yang tidak ditunjukkan dalam teks harus kita tentukan sendiri
untuk memperoleh pemahaman yang baik. Misalnya :
akhir-akhir ini justru kamus semakin dingin kepadaku, kata ani kepada johan.
Bagian harfiah yang tidak ditunjukan pada kalimat tersebut adalah sikap johan terhadap
ani yang semakin acuh tak acuh. Maka Ani menganggap Johan bersikap dingin padanya.
ii). Ada pula bentuk metafora yang memiliki arti tetap yang sudah terserap ke dalam
bahasa sehari-hari dengan bentuk yang hanya berupa satu kata atau ungkapan tetap,
satu kalimat atau bagian kalimat.
mungkin juga kalau Aris datang ke sekolah ia sering lupa waktu
Kata-kata lupa waktu pada kalimat tersebut merupakan sebuah ungkapan tetap yang
berarti sering telat ketika datang ke sekolah, melewati batas yang sewajarnya.
iii). Bentuk lain dari metafora dalam bidang semantik adalah sinestasi yang
menunjukkan aspek dari indera yang satu dihubungkan dengan indera lain, Suara yang
hangat, contoh lainnya adalah :
kalau berpapasan di kantor, ia hanya tersenyum kecut, bahkan seperti menghindar
dariku
Di sini indera berupa penglihatan pada kata senyum dihubungkan dengan inedera
pengecap berupa kata kecut.
Aku sudah muak melihat permainan kalian yang semakin hari semakin buruk.
Pada kalimat ini indera perasaan berupa Muak dihubungkan dengan indera penglihatan
berupa kata melihat.
iv). Bentuk metafora yang banyak dijumpai adalah personifikasi di mana aspek arti dari
sesuatu yang hidup dialihkan kepada sesuatu yang tidak bernyawa. Contohnya adalah :
Aku merasa dikejar-kejar dosa
aku tahu praktek korupsi sedang menggerogoti bangsa ini
Dosa adalah sesuatu yang tidak bernyawa, namun dinyatakan bisa mengejar seseorang.
Praktek korupsi bukan sesuatu yang dapat bergerak namun dinyatakan menggerogoti.
1.

Majas Kontiguitas

Dalam majas kontiguitas terdapat pergantian satu pengertian dengan pengertian yang
lain namun keduanya tidak memiliki hubungan persamaan melainkan hubungan
kedekatan. Majas ini terbagi dalam dua bentuk metonimia dan sinekdok.
i). Metonimia

Dalam metonimia ada kaitan makna tertentu yang dapat didorong oleh berbagai
motivasi, misalnya sebab digantikan akibat atau isi digantikan wadah. Contohnya
adalah :
Mungkin melihat saya menggigil dan berkeringat, ia rampas empat ikat dan langsung
memasukkan ke dalam kemejanya
Di sini kata ikat mewakili isinya, yaitu uang.
ii). Sinekdok
Dalam gaya kontiguitas ini hubungan kedekatan antara pengertian yang disebut dang
pengertian yang digantikan berupa hubungan bagian dan keseluruhan. Dua bentuk yang
terkenal dalam sinekdok adalah totum pro parte dan pars pro toto.
Totum pro parte adalah penyebutan keseluruhan menggantikan apa yang sebenarnya
merupakan suatu bagian.
Lagi pula jurusan Bahasa Inggris masih banyak yang dibutuhkan
kalau aku melanjutkan usaha beliau, apa kata dunia?
Pada kalimat pertama terdapat penyebutan keseluruhan yaitu jurusan Bahasa Inggris
yang menggantikan apa yang sesungguhnya merupakan suatu bagian yaitu para calon
pegawai negeri. Sedangkan pada kalimat kedua terdapat penyebutan keseluruhan yaitu
dunia yang menggantikan apa yang sesungguhnya merupakan suatu bagian yaitu
orang-orang di sekitar sang tokoh.
1.

D.

Penutup

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Stilistika deskriptif dalam pendekatan
(approach) gaya (style) sebagai keseluruhan daya ungkapan psikis yang terkandung
dalam suatu bahasa, dan meneliti nilai-nilai ekspresif khusus yang terkandung dalam
bahasa, yaitu secara morfologis, sintaksis, dan semantis. Sehingga ilmu-ilmu bantu yang
terkait dengan morfologis, sintaksis, dan semantis sangat dibutuhkun demi tercapainya
hasil penelitian yang sempurna, seperti ilmu nahwu, ilmu sorf, ilmu mujam, dan ilmuilmu yang berkaitan dengan ketepatan makna suatu kata.

Daftar Pustaka
Ayyad, Syukri Muhamad, 1982, Madkhal Ilaa Ilmil Uslub, Riyad : Daar Al-Ulmu.
Darwwis, Ahmad, 1998, Dirosatul Uslub bainal Muashiroh wat Turats, Kairo : Daar
Ghorib.
Jan Van Luxemburg, Mieke Bal, Willem G. Weststeijn, 1991. penerjemah Akhadiatil
Ikram, Tentang Sastra, Jakarta: Intermasa.
Junus, Umar, 1989, Stilistika; Suatu Pengantar, Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan
Pustaka.

Keraf, Gorys, 2006, Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta : PT Gramedia Pustka Utama.
Kridalaksana, Harimurti, 1983, Kamus Linguistik,Jakarta : Gramaedia.
Pradopo, Rahmad Djoko, 2003, Stilistika, Hand Out untuk bahan kuliah pada
Pascasarjana UGM, 1996; Sukesti, Restu, Cerpen Derabat karya Budi Darma; Analisis
Stilistika, dalam Jurnal Widyaparwa, vol.31, no.2, Desember 2003.
Qolyubi, Syihabuddin,1996, Stilistika Al-Quran; Pengantar Orientasi Studi AlQuran,Yogyakarta : Titian Ilahi Press.
Renne Wellek & Austin Warren, 1995. Penerjemah Melani Budianta, Teori
Kesusastraan, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Sudjiman, Panuti, 1993, Bunga Rampai Stilistika,Jakarta : Grafiti.
Sulaiman, Fathullah Ahmad, 2004, al-Uslubiyyah; Madkhal Nadlory wa Dirosah
Tathbiqiyah, Kairo : Maktabah al-Adab.

[1] Umar Junus, Stilistika : Suatu Pengantar,(Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan
Pustaka, 1989), hal. 42.
[2] Panuti Sudjiman, Bungai Rampai Stilistika, (Jakarta : Grafiti, 1993), hal.2-3.
[3] Syukri Muhammad Ayyad, Madkhal Ilaa Ilmi Uslub, (Riyadh : Dar Al-Ulum, 1982),
hal. 48.
[4] Ibid 2, hal. 14
[5] Ibid 1, hal. 142
[6] Rahmat Djoko Pradopo, Stilistika, hand out untuk bahan mata kuliah pada Pasca
Sarjana UGM, 1996; Sukesti, Restu, Cerpen, Derabat Karya Budi Darma; Analisis
Stilistika, dalam Jurnal Widyaparwa, vol.31, no.2, Desember 2003, hal. 142.
[7] Syihabuddin Qolyubi, Stilistika Al-Quran; Pengantar Orientasi Studi Al-Quran,
(Yogyakarta : Titian Ilahi Press, 1997), hal. 28.
[8] Ahmad Darwis, Dirosatul Uslub bainal Muashiroh wat Turats, (Kairo: daar
Ghorib,1998), hal. 32.
[9] Tirto Suwondo,Studi Sastra; beberapa Alternatif, (Yogyakarta: Hanindita, 2003). Hal.
152.
[10] Rene Wellek da Austin Warren, Teori Kesusastraan, terjemahan Melani Budianta.
(Jakarta: Gramedia, 1990), hal. 226.

Anda mungkin juga menyukai