Anda di halaman 1dari 36

Perkembangan Pengajaran Bahasa Mulai dari Era Prametode, Era

Metode, Pascametode dan Matriks Perbandingan Teori-Teori


Belajar dalam Pembelajaran Bahasa

Dosen Pengampu Mata Kuliah:


1. Dr. Darmahusni, M. Pd.
2. Dr. Siti Drivoka, M. Pd.

Oleh:
ALI MUKTI
9916818011

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
JAKARTA
2019
PERKEMBANGAN PENGAJARAN BAHASA MULAI DARI ERA PRAMETODE,
ERA METODE DAN PASCAMETODE

A. Era Prametode Pengajaran Bahasa


Pada era prametode ini lebih berbicara kepraktisan dalam pembelajaran
bahasa asing tanpa upaya membuktikan secara sistematik bahwa cara mengajar
tertentu lebih baik dari cara yang lain. Di era prametode telah berlangsung dari
zaman kuno sampai tahun 1940 dan selama masa ini berkembang sedikitnya 4
metode pengajaran bahasa, yaitu: metode tatabahasa-terjemahan (MTT), metode
langsung (ML), metode kompromi (MK), dan metode membaca (MM) (Suwarish,
2013: 15). Metode yang dianut dalam pembelajaran bahasa era prametode masing-
masing akan diuraikan secara singkat sebagai berikut.

1. Metode Tata Bahasa Terjemahan (MTT)


Metode tatabahasa-terjemahan bahkan tidak memerintahkan pembelajaran
bahasa untuk tujuan sosial. Metode ini digunakan untuk tujuan pelatihan
mental/pikiran, dengan karya sasra dijadikan sebagai materi utama untuk
diterjemahkan dari dan kedalam bahasa sasaran (Howatt & Widdowson, 2004;
Stern, 1983: 455). Tujuaanya adalah untuk mengembangkan keterampilan
tatatbahasa terjemahan sebagai langkah awal yang perlu dilakukan bagi kajian
sasra dan untuk mengembangkan disiplin mental.

2. Metode Langsung
Dunia baru industri dan perdagangan internasional berkembang sebagai
akibat dari keberhasilan revolusi industri di Eropa pada abad ke-19 telah ikut pula
mendorong perkembangan metode langsung pengajaran bahasa yang dipelopori
oleh Berlitz dan Gouin yang gerakannya juga didrong oleh kekecewaan terhadap
teori dan praktek metode tatabahasa-terjemahan (Celce-Murcia, 2001: 6: Stern,
1983: 456). Bertolak belakang dari metode tatabahasa-terjemahan, metode
langsung harus menggunakan bahasa sasaran sebagai bahasa pengantar dan
komunikasi dalam kelas bahasa asing dan menghindari dua hal berikut:
a) penggunaan bahasa ibu siswa,
b) teknik terjemahan (Stern, 1983: 456).
Oleh sebab itu, metode langsung hanya dapat digunakan oleh guru yang
fasih berbahasa sasaran. Selain itu, dia harus mahir memberikan ilustrasi (lewat
gambar atau gerak) dan demonstrasi yang mengiringi penyajian kata, frasa, atau
ungkapan untuk membantu para siswa memahami maksudnya mengingat semua
penyajian dilakukan dalam bahasa sasaran.

3. Metode Kompromi
Metode ini digunakan dengan dikombinasi dengan teknik-teknik tatabahasa
terjemahan, khususnya terjemahan dan penjelasan tentang aturan-aturan tatahasa.
Untuk tingkat awal pemelajaran bahasa, metode langsung ini digunakan
sepenuhnya, sedangkan ditingkat lebih tinggi digunakan bersama dengan beberapa
teknik penerjemahan, khususnya untuk pemelajar dewasa (Stern, 1983: 101).

4. Metode Membaca
Metode ini dikembangkan di India sebagai reaksi terhadap masalah-masalah
yang dialami dalam menerapkan metode langsung. Membaca dipandang sebagai
keterampilan yang paling bermanfaat dalam belajar bahasa asing mengingat tidak
banyak orang yang melakukan perjelanan ke luar negeri pada masa itu. Selain itu,
hanya sedikit guru dapat berbicara bahasa sasaran secara cukup fasih untuk dapat
menggunakan metode langsung secara efektif di kelas.
Oleh karena itu, semua metode yang diuraikan tersebut dikembangkan
sebagai reaksi terhadap tuntutan praktis pengajaran bahasa. Manfaat terbesar
metode-metode tersebut adalah kepraktisannya. Rujukan teoritisnya tidak
dinyatakan secara terus terang. Inilah sebabnya mengapa masa pengembangannya
pada era prametode.

B. Era Metode Pengajaran Bahasa


Selama era metode berbagai metode dan teknik pengajaran bahasa
berkembag pesat karena para peneliti berjuang mencari bukti untuk kehebatan
metode tertentu. Mereka berupaya keras merumuskan teori dan melakukan
penelitian untuk membuktikan bahwa teorinya paling benar Kegagalan membuktikan
keefektifan metode tertentu telah memicu pengembangan metode lainnya, begitu
seterusnya (Suwarsih, 2013: 29). Masing-masing metode pengajaran bahasa era
metode akan diuraikan sebagai berikut:
1. Metode Audiolingual
Dari kajian pustaka, Stern (1983: 463) menemukan metode audiolingual, yang
berjatidiri asli amerika, telah muncul dengan beberapa nama: aurai-oral atau metode
aural-oral (pada tahun limapuluhan), audiolingual method atau metode audiolingual
(diusulkan oleh Brooks pada tahun 1964), new key method atau metode kunci baru
(juga usulan Brooks), audiolingual habit theory atau teori kebiasaan audiolingual
(disusun oleh Carrol pada tahun 1966). Menurut Celce-Murcia (2001: 7), sebagai
reaksi terhadap metode membaca dan kekurangannya dalam keterampilan lisan-
dengar, metode audiolingual diturunkan dari gerakan pembaharuan dan metode
langsung tetapi ditambah fitur-fitur dari linguistik struktural Bloomfield (1933) dan
psikologi behavior Skinner (1957).
Di bawah ini disajikan butir-butir penting dari metode audiolingual yang
bersumber pada Brown (2000: 96), Celce-Murcia (2001: 7), dan Stern (1983: 464):
a. Pemisahan dan pengurutan empat keterampilan bahasa (mengdengarkan,
berbicara, membaca, menulis) dengan tekanan pada keterampilan mendasar
yaitu mendengarkan dan berbicara, sedangkan membaca dan menulis ditunda.
b. Penggunaan dialog sebagai alat utama untuk menyajikan bahan ajar baru
bahasa sasaran.
c. Tekanan pada teknik praktik tertentu, menirukan, menghafalkan, dril pola
berdasarkan asumsi bahwa belajar bahasa adalah pembentukan kebiasaan.
d. Pengajaran induktif aturan-aturan tata bahasa dan pengaturan struktur
tatabahasa dengan cara analisis kontrastif yang diajarkan satu-satu sedikit
sekali, bahkan tidak ada penjelasan tentang tata bahasa.
e. Tekanan pada lafal dari awal sekali.
f. Pembatasan ketat untuk kosakata pada tahap awal dan penggunaan konteks
untuk mengenalkannya.
g. Upaya dibuat untuk mencegah kesalahan oleh siswa atau untuk memastikan
siswa memproduksi ujaran-ujaran bahasa sasaran tanpa kesalahan.
Memanipulasi bahasa tanpa memerhatikan makna dan konteks.
h. Tuntunan atas kemahiran berbahasa sasaran lisan mendekati penutur asli.
i. Respon-respon yang benar segera dikuatkan.
j. Banyak digunakan pita, lab bahasa, dan alat bantu visual.
Krashen (2009: 129) menyatakan bahwa ada fitur-fitur umum audiolingual
pengajaran bahasa. Sekali lagi, mungkin ada variasi substansial dalam praktek.
Pelajaran biasanya dimulai dengan dialog, yang berisi struktur dan kosakata
pelajaran. siswa diharapkan untuk meniru dialog dan akhirnya menghafalkannya
(disebut "mim-mem"). Seringkali, kelas praktek dialog sebagai kelompok, dan
kemudian dalam kelompok kecil. Dialog tersebut diikuti oleh drill pola pada struktur
yang diperkenalkan dalam dialog. Tujuan dari pelatihan itu adalah untuk
"memperkuat kebiasaan", untuk membuat pola "otomatis".
Krashen mengutip pendapat Lado (1964) mencatat bahwa latihan pola audio
lingual memfokuskan perhatian siswa pada struktur yang baru. Misalnya, siswa
mungkin berpikir dia belajar kosa kata dalam latihan seperti: That's a __________.
(key, knife, pencil, etc.) (as in Lado and Fries, 1958). Namun pada kenyataannya,
menurut teori audiolingual, siswa membuat pola otomatis.

2. Metode Audiovisual
Metode audiovisual dikembangkan di Perancis pada tahun limapuluhan. Ia
menggunakan scenario yang disajikan secara visual sebagai alat utama untuk
melibatkan siswa dalam ujaran-ujaran dan konteks yang bermakna. rekaman suara
menyediakan dialog bergaya dan komentar naratif dan suatu ujaran diiringi dengan
filmstrip. Dengan kata lain, citra visual dan ujaran lisan saling melengkapiu dan
secara bersama-sama membentuk satuan semantic. Metode ini digunakan dalam
kursus pelajaran bahasa Perancis yang ditujukan bagi sasaran yang berbeda-
pemula dewasa dan anak-anak. Metode ini selanjutnya digunakan di Amerika,
Britania raya, dan Kanada. Seperti metode audiolingual, metode auvisual juga cocok
untuk pemula (Stern, 1983: 466).

3. Metode Lisan-Situasional
Menurut Celce-Murcia (2001: 7), metode lisan-situasional dikembangkan
sebagai sebagai reaksi terhadap metode membaca dengan kekurangannya untuk
menekankan keterampilan lisan-dengar, metode ini dominan di Britania Raya dari
tahun 1940-an sampai 1960-an. Ia diturunkan dari gerakan pembaharuan dan
metode langsung tetapi menambahkan fitur-fitur linguistic Firthian dan bidang
pedagogi bahasa yang sedang muncul. berikut ini fitur-fitur utama metode ini:
a. Bahasa lisan adalah utama.
b. Semua bahan bahasa dipraktikan secara lisan sebelum disajikan dalam
bentuk tertulis, membaca dan menulis diajarkan hanya setelah dasar lisan
dalam bentuk leksikal dan tatabahasa terbentuk mantab.
c. Hanya bahasa sasaran yang harus digunakan di kelas.
d. Upaya dilakukan untuk menjamin bahwa butir-butir leksikal yang paling umum
dan paling bermanfaat yang disajikan.
e. Struktur-struktur tatabahasa digradasi dari sederhana ke kompleks.
f. Butir-butir baru leksikal dan tatabahasa dikenalkan dan dipraktikan secara
situasional (misalnya, di kantor pos, di bank, dan di meja makan).

4. Metode Kognitif
Metode kognitif mencari dasar-dasarnya dalam psikologi kognitif dan
tatabahasa transformasional. Metode ini menyerminkan orientasi teoritis dalam
linguistik dan psikologinguistik yang diprakarsai oleh Chomsky pada tahun
enampuluhan. Diller (1978) dan Stern (1983) menyatakan bahwa metode ini
memberikan tekanan pada pemerolehan dasar atas bahasa sebagai system
bermakna dan mendasarkan diri pada prinsip-prinsip psikologi kognitif dan
tatabahasa transformasional.

5. Metode Humanistik-Afektif
Kelompok metode humanistic-afektif dikembangkan sebagai reaksi terhadap
kekurangan umum atas pertimbangan afektif baik dalam metode audio lingual
maupun metode kognitif. Metode-metode ini memiliki fitur-fitur berikut: (Celce-
Murcia, 2001: 7):
a. Hormat ditekankan pada individu (setiap siswa, juga guru) dan peran
perasaan mereka.
b. Komunikasi yang bermakna bagi siswa ditekankan.
c. Pengajaran melibatkan banyak kerja pasangan dan kelompok kecil.
d. Iklim kelas dipandang lebih penting daripada metode.
e. Dukungan dan interaksi sejawat dipandang sebagai kebutuhan dalam sendiri.
f. Belajar bahasa asing dipandang sebagai pengalaman yang diwujudkan
sendiri.
g. Guru adalah konselor atau fasilitator.
h. Guru hendaknya mahir dalam bahasa sasaran dan dalam bahasa ibu siswa
mengingat penerjemahan mungkin banyak digunakan pada tahap awal utuk
membantu siswa merasa nyaman, kemudian secara bertahap dihilangkan.

6. Metode Berbasis Pemahaman


Metode berbasis pemahaman didasarkan pada asumsi bahwa:
a. Pemerolehan bahasa terjadi jika dan hanya jika siswa memahami asupan
bermakna, dan
b. Pemerolehan bahasa kedua atau asing mirip dengan pemerolehan bahasa
ibu. Asumsi-asumsi diturunkan dari hasil study penelitian dalam pemerolehan
bahasa ibu (Celce-Murcia, 2001: 8, menyitir, misalnya, Postovsky, 1974;
Winitz, 1981; Krashen dan Terrell, 1983).

7. Metode berbasis pemahaman


Metode berbasis pemahaman didasarkan pada asumsi bahwa:
a. Pemerolehan bahasa terjadi jika dan hanya jika siswa memahami asupan
makna, dan
b. Pemerolehan bahasa kedua atau asing mirip dengan pemerolehan bahasa
ibu. Asumsi-asumsi diturunkan dari hasil study penelitian dalampemerolehan
bahasa ibu (Celle-Murcia, 2001: 8, menyitir misalnya, Postovsky, 1974;
Winitz, 1981; Khrasen dan Terrell, 1983).

8. Metode PPP dan Tiga Alternatifnya


a. Metode PPP
Metode PPP merupakan variasi dari audiolingualisme dalam pengajaran
bahasa Inggris Raya dan tempat lain (Harmer, 2007: 66). PPP sebagai kepanjangan
dari presentasi, praktik, dan produksi mewakili tiga tahapan pemelajaran.
Pengajarannya berjalan seperti berikut. Pada tahapan presentasi, guru
mengenalkan situasi yang mengontekstualisasi bahasa yang akan diajarkan, dan
kemudian menyajikan bahasa yang diajarkan. Ini diikututi tahap kedua, yang di
dalamnya siswa mempraktikan bahasa dengan teknik reproduksi akureat seperti
peniruan bahasa untuk kata, frasa, atau kalimat (dengan guru pemimpin dan siswa
menirukannya), pengulangan perorangan atas kata, frasa, atau kalimat (dengan
guru memberi contoh dan siswa menirukannya), dan dril pancingan-respon. Drilnya
mirip yang digunakan dalam metode audiolingual. Akan tetapi, kontekstualisasi dril
melalui situasi, lebih melengkapi dril dengan makna dari pada sekedar dril suptitusi.
Akhirnya, yaitu dalam tahapan produksi, siswa membuat kalimat mereka sendiri
dengan menggunakan bahasa yang baru.
b. Alternatif PPP
Tiga alternative lainnya (Harmer, 2001: 2007: 66-67) telah ditawarkan lebih
lanjut: (1) ARC, (2) OHE or III, and (3) ESA. Masing-masing diuraikan secara
singkat.
 ARC atau OTK
ARC adalah kepanjangan dari Autentic use (penggunaan otentik). Restricted
use (penggunaan terbatas) dan Clarification and focus (klarifikasi dan fokus), yang
diusulkan oleh Jim Asher (1994, seperti dikutip oleh Harmer, 2001; 83). Penggunaan
otentik (O) merujuk pada bahasa bahasa yang digunakan dalam kegiatan
komunikasi sedangkan R/T (Restricted/terbatas) pada penggunaan bahasa dalam
dril, jazz chant, dialog yang diciptakan atau menulis terbimbing, misalnya, dan C/K
(Clarification/klarifikasi) pada bahasa yang digunakan untuk menjelaskan
tatabahasa, memberi contoh, menganalisis kesalahan, memancing atau mengulangi
sesuatu. Urutan O-T-K boleh berubah menjadi K-T-O (PPP lama) atau bahkan K-O-
K-O-K-T sebagai pelajaran berbasis tugas. Jadi guru dapat memutuskan urutan
tahap-tahap untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa.
 OHE
OHE adalah kepanjangan dari Observe (Observasi), Hypothesis(Hipotesis),
dan Experiment (Eksperiment). Menurut Lewis (dalam Harmer, 2007: 83), siswa
hendaknya dibolehkan untuk melakukan observasi (membaca atau mendengarkan
bahasa). Observasi ini kemudian akan memprovokasi siswa untuk hipotesis tentang
bagaiamana bahasa beroprasi. Kemudian mereka akan melakukan eksperimen
berdasarkan hipotesis itu. Prosedur ini mirip dengan prosedur III yang diusulkan oleh
Mccarthy dan Canter seperti disitir Harmer (2001). III adalah kepanjangan dari
ilustrasi, interaksi, dan induksi. Pada tahap ilustrasi, guru menunjukan kepada siswa
contoh-contoh bahasa seperti transkip percakapan kemudian pada tahap interaksi
guru melibatkan siswa dalam kegiatan penemuan dan pertanyaan-pertanyaan
tentang bahasa sasaran, contohnya “bagaimana kamu akan menuliskan ulangan
bahasa lisan formal ini?” pada tahap interaksi siswa memerhatikan, yaitu siswa
menangkap fakta-fakta baru tentang bahasa sehingga terjadi induksi.
 ESA (LPA)
ESA adalah kepanjangan dari engangge atau libatkan study atau pelajari, dan
activate atau aktifkan, yang selanjutnya disingkat LPA. Selama proses belajar
mengajar kegiatan dapat digolongkan menjadi tiga: libatkan siswa secara emosional
dalam apa yang berlangsung, pelajari bagaimana sesuatu disusun (Klausa, pola
intonasi, paragraph atau teks, frasa leksikal). Dan aktifkan siswa untuk
menggunakan semua dan/atau bahasa apapun yang mereka ketahui. Tiga
komponen ini dapat bervariasi panjangnya lima, dua puluh, lima puluh atau bahkan
seratus menit. Guru dapat mengubah menjadi LAP, PAL, atau membuat prosedur
lebih lama, misalnya LAPALPALAL, tergantung pada kebutuhan belajar siswa
namun perlu diingat bahwa jika prosesnya terlalu panjang hendaknya dilakukan
sesuatu yang dapat membuat siswa relax, misalnya menyanyi atau menikmati
lelucon tetapi tetap dengan isi yang relevan.
Dari deskripsi tentang teori pengajaran bahasa yang dianaut dalam era
metodedapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:
1) Pada umumnya pendekatan atau metode baru pengajaran bahasa
dikembangkan sebagai reaksi terhadap kelemahan-kelemahan pendekatan/
metode lama dan juga sebagai upaya untuk memuaskan kebutuhan intelektual
dalam pengembangan ilmu. Pendekatan/metode baru biasanya diakui lebih
menjanjikan.
2) Dalam beberapa situasi, cara baru mengajar bahasa dikembangkan sebagai
reaksi terhadap tuntutan dari sektor lain seperti industri dan perdagangan dan
kepuasan intelektual.
3) Dalam semua situasi, plopor-plopor pendekatan/metode pengajaran bahasa
berupaya untuk menemukan metode terbaik untuk semua. Pengalaman
menunjukkan bahwa tidak ada metode terbaik untuk semua siswa dalam semua
situasi.
C. Era Pascametode Pengajaran Bahasa
1. Pedagaogik Pacametode
Era pascametode ditandai dengan munculnya kesadaran bahwa tidak ada
metode pengajaran sempurna yang dapat digunakan dalam segala kondisi dan
menyelesaikan setiap permasalahan yang timbul dalam proses pembelajaran.
Kesadaran ini menghentikan usaha-usaha tiada henti dari dekade-dekade
sebelumnya untuk menemukan metode seperti itu. Para ahli yang kemudian
mencetuskan konsep era pascametode mengganti fokus mereka dari pencarian
terhadap metode alternatif menjadi pencarian terhadap alternatif dari metode.
Menurut pandangan pascametode, para ahli maupun praktisi dalam bidang
pemelajaran bahasa telah terlalu lama terjebak dalam penjara metode sehingga
melupakan konsep dasar pembelajaran bahasa yang tidak bisa dilepaskan dari
konteks yang membangunnya. Lebih jauh lagi, berkaitan dengan perbedaan individu
pemelajar, keunikan yang dimiliki oleh setiap pemelajar dengan karakter yang
berbeda seolah ditiadakan.
Metode, yang merupakan sekumpulan langkah yang tetap mengenai proses
pemelajaran dengan prosedur kelas yang telah ditetapkan, juga dianggap terlalu
kaku dan menutup peluang bagi pengajar untuk berimprovisasi dan menyesuaikan
penerapannya dengan situasi yang dihadapi. Hal ini memunculkan tudingan bahwa
para ahli yang mencetuskan berbagai metode tersebut memandang rendah
terhadap pengajar yang tejun langusng ke lapangan. Para pengajar seolah dianggap
tidak mampu menentukan sendiri cara pendekatan pengajaran yang harus
digunakan sehingga harus diberi urutan-urutan yang jelas mengenai apa yang harus
dilakukan di dalam kelas. Berbagai kelemahan ini lah yang akhirnya membuat
metode mulai ditinggalkan dan perlahan namun pasti era pascametode pun
mengambil alih. Namun gerakan pembaharuan ini bukannya tanpa kelompok eposisi
yang memiliki pandangan berbeda dengan para pegiat pacametode.

2. Penganut Pacametode
Menurut Kumaravadivelu (2006), metode telah mati dan kita tidak harus
berduka karenanya. Ia menegaskan bahwa proses pemelajaran bahasa harus
meninggalkan penggunaan metode secara keseluruhan dan mulai menggunakan
konsep-konsep pedagogis yang menurutnya bersifat pascametode .Dalam buku
Understanding Language Teaching yang secara khusus membahas sera
pascametode sebagai jawaban bagi kejenuhan dunia pemelajaran bahasa asing
terhadap penggunaan dan pencarian metode sempurna dalam pemelajaran,
Kumaravadivelu menampilkan tiga framework yang dapat digunakan dalam
pemelajaran bahasa. Ketiga framework tersebut adalah framework tiga dimensi
Stern, praktik eksploratori Alwright, serta makro-strategi Kumaravadivelu. Dengan
menyajikan ketiga framework tersebut, Kumaravadivelu memberikan beberapa
pilihan yang dapat digunakan pengajar sebagai alternatif untuk metode ajar yang
selama ini digunakan.
Stern mendasarkan framewrok tiga dimensinya pada konsep 1) hubungan L1
dan L2 dalam SLA, 2) dilema antara kode-komunikasi dalam SLA, dan 3) pilihan
pengajaran bahasa secara eksplisit-implisit. Selanjutnya Stern mengupas ketiga
dimensi ini guna memberikan gambaran bagi pengajar dalam menentukan filosofi
mana yang dapat mereka gunakan dan alasan apa yang mendasari penggunaan
tersebut. Framework praktik eksploratori Alwright kurang lebih sama dengan metode
classroom action research dimana pengajar dituntut untuk mengatasi sendiri
permasalahan yang ada dengan melakukan penelitian di dalam kelas. Bedanya,
dalam praktik eksploratori ini pengajar menggunakan kegiatan kelas sebagai alat
pengumpul data sehingga penelitian berjalan secara berbarengan dengan proses
belajar mengajar setiap harinya. Adapun framework makro-strategi dari
Kumaravedivelu sendiri secara garis besar berisi 10 makro-strategi yang dapat
dikembangkan ke dalam berbagai mikro-trategi sesuai dengan keinginan pengajar.

3. Pandangan Lain Pascametode


Di lain pihak, Richards & Rogers (2006) cenderung lebih netral dan pragmatis
dalam menyuarakan pendapat mereka mengenai era metode dan pascametode.
Dengan terlebih dahulu membahas tuntas berbagai metode yang telah ada, mereka
memberikan pemahaman bahwa setiap metode tersebut memiliki karakteristik
masing-masing yang menggambarkan kelebihan dan juga kekurangannya.
Setelahnya, walaupun mereka secara jelas memaparkan beberapa kritikan yang
ditujukan pada metode, Richards dan Rogers tidak berpendapat bahwa metode
harus dianggap telah mati. Menurut keduanya, jalan keluar untuk mengatasi
permasalahan dalam pemelajaran bahasa asing yang sangat context-specific adalah
dengan memodifikasi berbagai metode yang ada sesuai dengan kebutuhan
pemelajaran yang dihadapi pengajar. Oleh sebab itu, Richards dan Rogers
mendukung tetap diberikannya pengetahuan mengenai methods kepada para
pengajar baru. Menurut mereka selain sebagai dasar dalam menciptakan metode
sendiri, pengetahuan mengenai metode ini juga akan memberikan gambaran
pedagogis maupun sistematis dalam praktik pengajaran yang akan membuat
mereka merasa memiliki pegangan dalam mengajar setidaknya dalam saat-saat di
awal karir mereka. Pendapat ini senada dengan pandangan Liu (2004) dalam
multidimensional theoritical framework yang sejatinya masih menggunakan metode
namun dengan perspektif baru yang lebih luas dan terbuka.
Hal ini senada dengan pandangan Bell (2007) dalam artikelnya yang
dimaksudkan sebagai counter-argument terhadap pandangan pascametode dan
juga sekilas dalam artikelnya mengenai perbandingan metode dan pascametode
(2003). Dalam artikel tersebut Bell mempertanyakan dasar pemikiran era
pascametode dengan mengumpulkan data berupa pendapat sejumlah pengajar
mengenai metode dan seperti apa mereka memandang serta menggunakan metode
dalam proses belajar mengajar mereka selama ini. Dari penelitian Bell tersebut
terlihat bahwa sebagian besar pengajar tetap menggunakan metode yang telah ada
secara eklektik atau disesuaikan dengan konteks pemelajaran yang mereka hadapi.
Halini, menurut Bell, juga membuktikan bahwa para ahli pascametode telah
meremehkan peran dan kemampuan pengajar untuk menjadi kreator dalam proses
pemelajaran. Faktanya, para pemelajar tersebut mampu merancang sendiri metode
yang paling tepat untuk konteks masing-masing dengan tetap mengacu pada
beberapa metode yang telah terbentuk sebelumnya.
Perdebatan antara kalangan era metode dan pascametode adalah hal yang
lumrah dalam dunia akademis. Namun terjebak dalam perdebatan dan perbedaan
pendapat yang tidak berujung tentunya tidak akan memberikan kontribusi apapun
pada bidang ini. Oleh sebab itu, metode maupun pascametode, hal terpenting yang
harus disadari ahli maupun praktisi pemelajaran bahasa adalah bahwa pemelajaran
bahasa merupakan proses yang sangat kontekstual. Hal ini otomatis menutup
kemungkianan adanya sebuah metode tunggal dengan filosofi yang spesifik dan
prosedur kelas yang dapat digunakan secara seragam di setiap situasi pemelajaran.
Adapun begitu, metode tersebut tetap dapat digunakan selama penggunaannya
didasarkan pada situasi spesifik yang ada.
MATRIKS PERBANDINGAN TEORI-TEORI BELAJAR
DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

A. Konsep Zahorik dalam Pendekatan Pembelajaran Bahasa


TESOL dirancang dengan cara-cara yang substantif bagaimana pengajaran
bahasa secara alamiah dikonsepkan. Seperti pengajaran pada umumnya,
pengajaran bahasa dapat dipahami dalam berbagai cara; misalnya, sebagai ilmu,
teknologi, kerajinan, atau seni. Perbedaan pandangan mengenai pengajaran
bahasa, memengaruhi pada apa yang dianggap penting dalam pengajaran bahasa
dan berbeda pula pendekatan-pendekatan yang digunakan guru dalam
pengajarannya. Tujuannya adalah untuk menguji konsep pengajaran yang diusung
oleh TESOL dan lebih jauh memikirkan tentang dampak dari pandangan-pandangan
yang berbeda untuk pendidikan guru yang mengajar bahasa kedua.
Hubungan antara pengajaran teori dan pengajaran keterampilan, Zahorik
(1986) mengelompokkan konsep pengajaran menjadi tiga kelompok penting: konsep
ilmu penelitian, konsep filosofi, dan konsep keterampilan. Saya akan mengambil
kategori ini sebagai titik awal, mendeskripsikannya dengan contoh-contoh dari
bidang pengajaran bahasa. Saya selanjutnya akan menguji bagaimana setiap
konsep pengajaran menyebabkan perbedaan-perbedaan dalam pemahaman kami
pada pengajaran keterampilan yang esensial.

1. Konsep Ilmu Penelitian


Konsep ilmu penelitian dari pengajaran bahasa diperoleh dari penelitian yang
didukung oleh percobaan dan investigasi empiris. Zahorik memasukkan prinsip-
prinsip pembelajaran operasional berikut metode yang diuji dan berfokus pada apa
yang dilakukan guru secara efektif sebagai contoh dari konsep ilmu penelitian.

2. Operasionalisasi Prinsip Belajar


Pendekatan ini melibatkan pengembangan prinsip-prinsip pengajaran dari
penelitian memori, transfer, motivasi, dan faktor lain yang dipercaya sebagai hal
yang penting dalam pembelajaran. Ketuntasan belajar dan pemrograman
pembelajaran sebagai contoh dari konsep ilmu penelitian dalam pengajaran
pendidikan umum. Di dalam TESOL, Audiolingualism, Pengajaran Bahasa Berbasis
Tugas, dan Training Pembelajar mewakili penerapan dari penelitian pembelajaran
pada pengajaran bahasa.
Audiolingualism berasal dari penelitian pada asosiasi pembelajaran dengan
psikologi tingkah laku. Studi laboratorium telah menunjukkan bahwa pembelajaran
akan berhasil dimanipulasi oleh tiga elemen yang terindikasi, yaitu: stimulus, yang
digunakan untuk memancing tingkah laku; respon, yang dipicu oleh stimulus;
dan reinforcement (penguatan), untuk menguatkan bahwa respon yang dilakukan
sesuai, sehingga mendorong terjadinya pengulangan respon pada waktu yang akan
datang. Penerjemahan ke dalam metode pembelajaran seperti ini mengarah pada
metode audiolingual, di mana pembelajaran bahasa dipandang sebagai proses
pembentukan tingkah laku di mana pola bahasa target ditampilkan sebagai hafalan
dan pembelajarn melalui dialog dan latihan.
Kebanyakan contoh pengembangan metodologi pengajaran dari penelitian
pembelajaran dirujuk sebagai pengajaran berbahasa berbasis tugas. Pendukung
pengajaran bahasa berbasis tugas menekankan bahwa penelitian akuisisi bahasa
kedua menunjukkan bahwa keberhasilan pembelajaran bahasa melibatkan
pembelajar pada kesepakatan makna. Dalam proses bersepakat dengan pembicara
bahasa target, pembelajar memperoleh sejumlah input yang diperlukan sebagai
fasilitas pembelajaran. Diusulkan bahwa tugas-tugas kelas yang melibatkan
kesepakatan makna sebaiknya dirumuskan berdasarkan kurikulum pengajaran
bahasa, dan tugas yang dapat digunakan untuk memfasilitasi kegiatan praktis baik
bentuk bahasa maupun fungsi komunikatif. Penelitian ditekankan untuk membekali
perancang untuk mengetahui jenis tugas apa yang dapat menjadi pilihan yang
terbaik untuk memfasilitasi secara khusus fungsi dan struktur bahasa target. Prabhu
(1983) berinisiatif melakukan pendekatan ini untuk diterapkan di sekolah-sekolah di
India dalam skala besar, mengembangkan silabus dan mengelola materi pengajaran
seputar tiga tipe tugas utama: tugas kesenjangan-informasi, tugas kesenjangan-
opini, tugas kesenjangan-penalaran.
Pelatihan pembelajar adalah sebuah pendekatan yang menyimpulkan
penelitian untuk penggunaan gaya konitif dan strategi pembelajaran yang digunakan
para pembelajar dalam penyelenggaraan tugas pembelajaran di kelas yang
berbeda. Penelitian ini mungkin melibatkan pengamatan pembelajar, meminta
mereka untuk mengintrospeksi tentang strategi pembelajaran mereka atau
menyelidik pembelajar dengan cara lain. Salah satu keberhasilan strategi
pembelajaran ditandai dengan, strategi tersebut dapat diajarkan pada pembelajar
yang lain. Strategi ini dirujuk sebagai pelatihan pembelajar.

3. Pengajaran Model Tes


Pendekatan ini melibatkan hasil penerpan dari penelitian empiris pada
pengajaran. Dalam pendekatan ini pandangan mengenai pengajaran yang baik
dikembangkan melalui alasan yang logis dan penelitian sebelumnya, pengajaran
yang baik didefinisikan dengan istilah kegiatan spesifik (Zahorik, 1986: 21). Sebagai
contoh dari penelitian jenis ini adalah seperti yang telah digunakan untuk
mengembangkan teori pengajaran yang baik melalui kedua hal, penelitian kelas
reguler dan kelas ESL pada pola pertanyaan guru dan pemanfaatan jeda waktu.
Long (1984) berpendapat bahwa penelitian ini telah diakui memberikan kontribusi
terhadap kualitas interaksi pada kelas bahasa kedua. Penerapan penelitian ini pada
kesiapan guru, model pelatihan sederhana yang dikembangkan, yang mana guru
diajari tentang perbedaan-perbedaan antara pertanyaan displai, pertanyaan rujukan,
dan pada pemanfaatan waktu jeda setelah pertanyaan. Penggunaan pertanyaan
guru dan pemanfaatan waktu jeda sebelum dan sesudah pelatihan diukur, dan
ditemukan bahwa model latihan memberi dampak pada tingkah laku/pola
pengajaran, dan pola tersebut memberi dampak pula pada cara pola partisipasi
siswa, yang diyakini menjadi signifikan pada pemerolehan bahasa siswa (Long,
1984: vi). Dengan pendekatan semacam ini bila pola pengajaran seperti pola
pertanyaan dan jeda waktu efektif dalam memenuhi perolehan, konsep dari
pengajaran yang baik akan teridentifikasi dan tervalidasi.

4. Apa yang Dilakukan Guru Efektif


Pendekatan lain untuk meningkatkan teori pengajaran adalah menggunakan
prinsip-prinsip pengajaran dari pembelajaran praktis dari guru yang efektif. Hal ini
melibatkan identifikasi pada guru-guru yang efektif kemudian mempelajari praktik-
praktik pengajaran mereka. Guru efektif ditandai dengan meningkatnya performa
siswa pada pencapaian standar hasil tes.
Dalam mempelajari guru yang efektif pada program pendidikan bilingual di
California dan Hawai, sebagai contoh, Tikunof (1985) mengamati guru untuk
menemukan bagaimana mereka mengelola pengajaran, struktur kegiatan
pengajaran, dan memperluas tugas-tugas performa siswa. Guru diwawancarai untuk
menentukan tujuan-tujuan dan filosofi pengajaran, dan kebutuhan/tagihan-tagihan
yang mereka strukturkan pada tugas kelas. Sebuah analisis dari data kelas
menunjukkan bahwa ada hubungan yang jelas antara:
1. Kemampuan guru dalam membuat spesifikasi pengajaran dan keyakinan
bahwa siswa-siswa dapat mengerjakan tugas instruksional yang tepat,
2. Pengorganisasian dalam penyampaian pengajaran semacam tugas dan
tagihan institusi tercermin dalam intensitas dan kesungguhan dari respon
siswa,
3. Kesetiaan konsekuensi siswa dengan hasil yang diharapkan.
Rangkuman dari riset ini (Blum, 1984: 3-6), tentang 12 ciri pengajaran efektif:
1. Instruksional dipandu oleh kurikulum sebelum perencanaan.
2. Adanya harapan yang tinggi pada pembelajaran siswa.
3. Siswa yang cermat diorientasikan pada pembelajaran.
4. Intstruksional jelas dan fokus.
5. Pengawasan yang melekat pada kemajuan pembelajaran.
6. Pemberian pembelajaran ulang bila siswa belum memahami.
7. ‘Class time’ dignakan untuk pembelajaran.
8. Adanya rutinitas kelas yang efisien dan lancar.
9. Instruksional kelompok dibentuk di kelas untuk kebutuhan instruksional.
10. Standar perilaku kelas tinggi.
11. Adanya interaksi personal yang positif antara guru dan siswa.
12. Insentif dan penghargaan untuk siswa digunakan untuk memperoleh
tingkatan paling bagus bagi mereka.
Kefektifan dalam pengajaran semacam ini dapat dijadikan panduan bagi guru-
guru yang melaksanakan pelatihan. Pendekatan pengajaran yang mencerminkan
prinsip-prinsip tersebut telah dinamai sebagai Pengajaran Langsung atau
Pengajaran Aktif. Berikut konsep menurut Zahorik beserta penjelasannnya.

a. Konsepsi Teori Filosofi


Pendekatan berikutnya dari teori pengajaran diistilahkan oleh Zahorik
“Konsepsi Teori Filosofi”. “Kebenaran teori itu tidak didasarkan pada kondisi pasca-
teori atau apa yang dikerjakan. Namun, kebenaran itu didasarkan pada apa yang
seharusnya dikerjakan atau apa yang secara moral itu dianggap benar” (Zahorik,
1986: 22). Konsep pengajaran sebenarnya diambil dari apa yang seharusnya
dikerjakan adalah hal yang sangat esensial sebagai basis teori/rasionalis dalam
sebuah pendekatan, sedangkan yang diambil dari keyakinan adalah apa yang
dipandang secara moral benar adalah pendekatan berbasis nilai.

b. Pendekatan Berbasis Teori


Konsep-konsep yang menggarisbawahi berbagai metode pengajaran dapat
dicirikan sebagai pendekatan rasionalis berbasis teori. Pendekatan ini menyarankan
agar teori yang mendasari metode disertai alasan yang rasional. Berprinsip dari
pemikiran yang sistematis, dari penyelidikan empiris, digunakan untuk memotivasi
metode. Konsep pengajaran seperti ini cenderung tidak menggunakan daya dukung
dari hasil yang dicapai di kelas seperti: dengan menunjukkan hasil pra dan postes
dari metode yang digunakan tetapi lebih bertahan pada argumentasi logis.
Contoh-contoh pendekatan berbasis teori dan rasionalis dalam TESOL
adalah Pengajaran Bahasa Komunikatif dan Pendekatan Diam masing-masing
pendekatan ini didasarkan pada seperangkat asumsi yang terelaborasi dengan teliti.
Pengajaran bahasa komunikatif, contohnya, muncul sebagai reaksi pada
pendekatan berbasis gramatikal pada pengajaran yang diwujudkan dalam
pengajaran materi, silabus, dan metode-metode pengajaran di era 1960-an. Faktor
pendukung dibentuk Pengajaran Bahasa Komunikatif melalui kritik atas tidak
terpenuhinya teori pedagogis dan linguistik yang menggunakan pendekatan berbasis
gramatikal. Ini sering dideskripsikan sebagai sebuah ‘pendekatan prinsip’.
Pengajaran Bahasa Komunikatif adalah sebuah usaha untuk mengoperasikan
konsep kompetensi komunikasi dan mengaplikasikannya ke dalam semua
rancangan program mulai dari teori, silabus sampai pada teknik pengajaran.
Pendukungnya, bagaimanapun, tidak pernah merasa terdorong untuk menghasilkan
bukti yang menunjukkan bahwa pembelajaran lebih berhasil bila metode pengajaran
komunikatif dan bahan diterapkan. Teori ini dianggap cukup memberikan justifikasi
terhadap pendekatan ini.
Metode seperti Pendekatan Diam, sebaliknya, tidak banyak digunakan dalam
teori linguistik sebagaimana juga dari teori pembelajaran. Hal ini lebih didasarkan
pada serangkaian pengakuan dan keyakinan sebagaimana pembelajaran terjadi
pada orang dewasa. Kelas ini menghasilkan hal yang berbeda dengan metode yang
berusaha membuat simpulan pada prinsip-prinsip pembelajaran yang dipopulerkan
oleh Gattegno (1982: 203).
Gattegno mengambil teori yang menggarisbawahi Pendekatan Diam sebagai
bukti diri, tidak hanya teori tidak juga metode telah menjadi subjek dari verifikasi
empiris.

c. Pendekatan Berbasis Nilai


Salah satu pendekatan yang berbeda terhadap teori pembelajaran adalah
mengembangkan model pembelajaran dari nilai-nilai yang dipegang guru,
pembelajar, kelas, dan masyarakat pelaku pendidikan. Cara-cara tertentu yang
berlaku dalam pengajaran dan pembelajaran, kemudian dilihat sebagai justifikasi
secara terdidik dan kemudian dijadikan dasar dalam pengajaran berbasis praktis.
Dalam beberapa situasi, hal ini memengaruhi munculnya pendekatan-pendekatan
tertentu pada pengajaran yang dipandang sebagai justifikasi politis (berdampak
bagus) dan sebaliknya ada yang dipandang sebagai hal yang tak bermoral, tidak
etis, dan bersifat politis (berdampak buruk).
Pendekatan berbasis nilai dalam pendidikan tidaklah sulit untuk diidentifikasi.
Sebagai contoh, pendukung “sastra pada kurikulum bahasa” sekolah berbasis
pengembangan kurikulum atau guru sebagai pelaku riset merupakan hal yang
esensial untuk mewujudkan sistem pendidikan atau nilai sosial dalam justifikasi
pendapat mereka.
Contoh yang lain dari pendekatan berbasis nilai dalam metode pengajaran
bahasa adalah termasuk “Team Teaching”, pendekatan humanistik, kurikulum
berpusat pada pembelajar, movement (pergerakan) dan pengajaran reflektif. “Team
Teaching” didasarkan pada pandangan bahwa guru akan bekerja dengan baik ketika
mereka bekerja secara kolaboratif dan interaksi kolega pada semua tahap
pembelajaran sangat menguntungkan baik untuk guru maupun siswa.
Pendekatan humanistik dalam pengajaran bahasa merujuk pada pendekatan
yang menekankan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan, tumbuh sebagai insan
yang menghargai diri sendiri dan pemahaman terhadap orang lain, memiliki
sensivitas emosi dan perasaan kemanusiaan, dan melibatkan keatifan siswa dalam
pembelajaran dan menggunakan cara-cara humanis di mana pembelajaran itu
terjadi. Komunitas pembelajaran bahasa kadang-kadang disebut sebagai contoh
pendekatan humanis, seperti yang dilakukan oleh Stevick dan Moskowitz.
“Kurikulum Berpusat pada Pembelajar” adalah salah satu istilah yang
digunakan dalam merujuk pendekatan pengajaran bahasa, yang berdasarkan
keyakinan bahwa pembelajar adalah mandiri, bertanggung jawab sebagai pengambil
keputusan. Pembelajar dipandang dapat belajar dengan sebuah cara yang berbeda-
beda dan memiliki kebutuhan serta ketertarikan yang berbeda pula. Guru dan
program-program bahasa yang bekerja di dalamnya sebaiknya menyiapkan
rancangan bagi pembelajar dengan strategi yang efisien, untuk membantu
pembelajar dalam mengidentifikasi cara-cara belajar yang mereka sukai,
mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk berkompromi dengan
kurikulum, mendorong pembelajar untuk merancang tujuan-tujuan mereka,
mendorong siswa menentukan tujuan-tujuan yang realistis dalam kurun waktu
tertentu dan mengembangkan keterampilan pembelajar dalam evaluasi diri.
Pengajaran reflektif adalah sebuah pendekatan pengajaran yang didasarkan
pada keyakinan bahwa guru-guru dapat mengembangkan pemahaman pengajaran
dan kualitas pengajaran mereka sendiri dengan cara membuat kritik reflektif
terhadap pengalaman-pengalaman mereka. Dalam pendidikan guru, kegiatan yang
dilakukan untuk mengembangkan pendekatan reflektif dalam pengajaran bertujuan
mengembangkan keterampilan mempertimbangkan proses pengajaran dengan
bijaksana, analitis, dan objektif sebagai cara untuk memajukan praktik kelas. Hal ini
dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur yang memerlukan guru untuk
mengumpulkan data dalam praktik-praktik pengajaran mereka (misalnya melalui
audio atau video recording) untuk merefleksikan keputusan yang sudah dibuatnya
(misalnya melalui penulisan jurnal), dan untuk menguji asumsi dan nilai-nilai tentang
pengajaran (misalnya melalui peer-group discussion atau pengamatan melalui
video).

d. Konsepsi Keterampilan Seni


Cara lain untuk membuat konsep pengajaran adalah memandang pengajaran
itu sebagai seni atau keterampilan dan sebagai suatu yang bergantung pada
keterampilan individual guru dan kepribadian. Zahorik (1986: 22), mengkategorikan
pendekatan pengajaran ini dengan istilah “inti dari pandangan pengajaran yang baik
adalah penemuan dan personalisasi. Guru yang baik adalah orang yang memberi
penilaian pada situasi yang memungkinkan dan situasi kebutuhan dan menciptakan
dan menggunakan praktik-praktik yang memiliki keseuaian dengan situasi”.
Pendekatan Keterampilan-Seni dalam pengajaran mengembangkan
pengajaran sebagai rangkaian yang unik dari keterampilan personal di mana guru
menerapkan dalam berbagai cara menurut permintaan situasi yang spesifik. Tidak
ada metode yang general, terlebih lagi, guru sebaiknya mengembangkan
pendekatan pengajaran yang mengizinkan mereka menjadi diri sendiri, dan
melakukan apa yang mereka rasakan paling baik. Keputusan yang diambil guru
adalah kompetensi esensial dalam pendekatan ini. Karena guru yang baik
dipandang sebagai orang mampu menganalisis situasi, mewujudkan bahwa rentang
pilihan-pilihan yang tersedia didasarkan pada lingkungan kelas tertentu, kemudian
memilih alternatif yang dirasa paling efektif sesuai dengan lingkungan/situasi.Ini
tidak menyangkal tentang nilai-nilai dari pengetahuan tentang metode pengajaran
yang berbeda dan bagaimana menggunakannya, tetapi menunjukkan bahwa
komitmen untuk metode pengajaran tunggal dapat menghambat potensi penuh yang
dimiliki guru sebagai guru.

e. Keterampilan Utama dalam Pengajaran


Sebuah isu sentral dalam teori atau konsep pengajaran adalah apa
keterampilan penting dari mengajar diasumsikan. Konsepsi Ilmu-penelitian, konsepsi
teori-filsafat, dan konsepsi seni-keterampilan merupakan sudut pandang yang
berbeda tentang apa mengajar. Ilmu-penelitian menggunakan konsep teori belajar
atau belajar penelitian untuk memvalidasi pemilihan tugas pembelajaran dan
cenderung mendukung penggunaan strategi pengajaran yang spesifik dan teknik.
Guru diharapkan untuk memilih dan memantau kinerja peserta didik pada tugas-
tugas untuk memastikan bahwa tugas-tugas yang menghasilkan penggunaan yang
tepat dari bahasa atau pilihan strategi pembelajaran. Model pengajaran yang efektif
dari pengajaran juga sama filosofi top-down pengajaran, dalam arti bahwa sekali
karakteristik pengajaran yang efektif diidentifikasi, guru harus bertujuan untuk
menerapkan praktik-praktik seperti di kelas mereka sendiri.
Konsepsi teori-filsafat membutuhkan guru pertama yang memahami teori
mendasari metodologi dan kemudian mengajar sedemikian rupa bahwa teori
tersebut direalisasikan dalam praktik kelas. Dengan Pengajaran Bahasa
Komunikatif, misalnya, pelajaran, silabus, bahan, dan teknik mengajar dapat dinilai
sebagai lebih atau kurang spesifikasi untuk apa yang merupakan “pengajaran
komunikatif” telah diusulkan, dan kinerja seorang guru “komunikatif.” Dapat dinilai
sesuai dengan tingkat “sifat suka bercakap-cakap” ditemukan dalamnya atau
pelajarannya. Seperti bijaksana, pandangan Gattegno pada pengajaran, yang
membentuk dasar dari Pendekatan Diam, menyebabkan resep seperti apa guru
harus dan tidak harus dilakukan di kelas. Keterampilan penting guru perlu
mendapatkan adalah mereka yang mencerminkan teori dan semangat
pendekatan Pendekatan Diam. Ada sedikit ruang untuk interpretasi pribadi metode.
Pendekatan filosofis atau nilai-berbasis preskriptif yang berbeda dari jalan,
karena pilihan sarana pembelajaran dalam hal ini tidak didasarkan pada kriteria
pendidikan (misalnya, pada efektivitas atau kriteria belajar) tetapi pada set yang
lebih luas dari nilai-nilai yang tidak tunduk dengan akuntabilitas (misalnya, agama,
keyakinan politik, sosial, atau pribadi). Seni kerajinan-konsepsi, di sisi lain, lebih
“bottom-up” dari atas ke bawah. Guru tidak harus berangkat untuk mencari metode
umum pengajaran atau untuk menguasai seperangkat keterampilan mengajar
tertentu, tetapi terus-menerus harus mencoba untuk menemukan hal-hal yang
bekerja, praktik membuang lama dan mengambil yang papan baru.
Prinsip-prinsip yang berbeda yang mendasari tiga konsepsi mengajar
sehingga dapat diringkas dalam pernyataan berikut, dari apa yang harus dilakukan
guru sesuai dengan masing-masing konsepsi mengajar.

Melihat keterampilan penting dalam mengajar sebagai:


 Memahami prinsip-prinsip pembelajaran.
KONSEPSI ILMU  Mengembangkan tugas dan kegiatan
PENELITIAN berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran.
 Memantau kinerja siswa pada tugas untuk
melihat bahwa kinerja yang diinginkan tercapai.
Melihat keterampilan penting dalam mengajar sebagai:
 Memahami teori dan prinsip-prinsip.
KONSEPSI TEORI  Pilih silabus, materi, dan tugas berdasarkan
FILOSOFI teori.
 Pantau mengajar Anda untuk melihat bahwa itu
sesuai dengan teori.
Dalam kasus pendekatan berbasis nilai, keterampilan
penting dalam mengajar adalah:
 Memahami nilai-nilai di balik pendekatan.
 Pilih hanya sarana pendidikan yang sesuai
KONSEPSI BERBASIS
dengan nilai-nilai.
NILAI
 Memantau proses implementasi untuk
memastikan bahwa sistem nilai sedang
dipertahankan.
Keterampilan penting dari mengajar dalam pendekatan
ini adalah:
 Perlakukan setiap situasi pengajaran sebagai
unik.
KONSEPSI
 Mengidentifikasi karakteristik tertentu dari setiap
KETERAMPILAN SENI
situasi.
 Cobalah strategi pengajaran yang berbeda.
 Mengembangkan pendekatan pribadi untuk
mengajar.

Sejak tiga konsepsi pengajaran menawarkan perspektif yang sangat berbeda


tentang apa keterampilan penting dari pengajaran, itu tidak berarti bahwa mereka
hanya dapat dianggap sebagai alternatif, yang bisa ditukar sesuai dengan keinginan
saat itu. Eklektisisme bukanlah pilihan di sini, sejak konsepsi yang berbeda dari
pengajaran merupakan representasi fundamental berbeda dari apa yang mengajar
dan bagaimana guru harus mendekati pekerjaan mereka.
Namun, adalah mungkin untuk melihat ketiga konsepsi sebagai membentuk
sebuah kontinum. Guru memasuki profesi guru memerlukan kompetensi teknis
dalam mengajar, dan kepercayaan diri untuk mengajar sesuai dengan prinsip-prinsip
terbukti. Konsep Ilmu-penelitian pengajaran juga dapat memberikan titik awal yang
baik bagi para guru berpengalaman. Ketika mereka mendapatkan pengalaman,
mereka kemudian dapat memodifikasi dan mengadaptasi teori-teori awal
pengajaran, bergerak ke arah pandangan yang lebih interpretatif mengajar tersirat
dalam konsepsi teori-filsafat. Akhirnya, ketika mereka mengembangkan teori-teori
pribadi mereka mengajar, mereka bisa mengajar lebih dari pendekatan
keterampilan-seni, menciptakan pendekatan pengajaran sesuai dengan kendala
tertentu dan dinamika situasi di mana mereka bekerja. Dengan cara ini,
pengembangan guru dapat dilihat sebagai proses yang sedang berjalan penemuan
diri dan pembaruan diri, sebagai pendekatan top-down untuk mengajar menjadi lebih
digantikan oleh pendekatan bottom-up, atau pendekatan yang memadukan
keduanya. Ini bergerak pekerjaan guru di luar rutinitas, menciptakan baik tantangan
dan manfaat dari mengajar.
B. Konsep Pembelajaran Menurut Donald R. Cruickshank
a. Teori Belajar Kognitive
Sekolah pertama pemikiran kita akan mengkaji berakar pada ilmu kognitif,
suatu bidang yang mempelajari bagaimana orang berpikir. Secara khusus, para
ilmuwan kognitif mencoba untuk memahami apa yang terjadi di dalam kepala kita
ketika kita belajar. Mereka telah menyumbangkan dua penting, gagasan luas yang
membantu kita memahami bagaimana orang belajar dan mengingat. Mereka adalah
pengolahan informasi dan pembelajaran bermakna.
1. Memproses Informasi
Mengacu pada studi tentang bagaimana kita secara mental mengambil dan
menyimpan informasi dan kemudian mengambilnya bila diperlukan. Jika kita
memahami dan menggunakan apa yang kita ketahui tentang pengolahan informasi,
kita harus dapat membantu siswa kita menjadi lebih baik dalam mengambil dan
mengingat informasi. Berikut penjelasan mengenai memperoses informasi untuk
proses pembelajaran
a) Keyakinan Tentang Perhatian
Mendapatkan siswa untuk “memperhatikan” untuk informasi adalah,
tantangan guru yang sangat nyata sehari-hari. Kognitif menyarankan guru
menggunakan prinsip-prinsip berikut untuk mendapatkan dan tahan peserta didik
perhatian:
 Pengalaman belajar harus sebagai menyenangkan dan memuaskan mungkin.
 Bila mungkin, pelajaran harus memperhitungkan kepentingan dan kebutuhan
siswa.
 Perhatian peserta didik dapat diperoleh dan diadakan lagi dengan memanfaatkan
saluran sensorik yang berbeda dan perubahan.
 Peserta didik dapat menghadiri hanya begitu lama, dan mereka berbeda dalam
kemampuan mereka untuk hadir.
 Karena lebih mudah untuk mempertahankan perhatian ketika peserta didik
waspada, jadwal kerja yang membutuhkan konsentrasi penuh pada pagi dan
pekerjaan yang mungkin lebih intrinsik menarik dan/atau mungkin membutuhkan
konsentrasi kurang di sore hari.
 Gangguan mengganggu perhatian. Peserta didik dapat hadir hanya begitu
banyak informasi pada satu waktu.
b) Keyakinan Tentang Short-Term Memory
Rangsangan hadir untuk menemukan jalan mereka ke dalam memori jangka
pendek, sekarang sering disebut sebagai memori kerja. Tapi, bagaimana kita
mendapatkan beberapa informasi ini melampaui jangka pendek dan ke memori
jangka panjang. Kognitif percaya prinsip-prinsip berikut untuk menjadi kenyataan.
 Kapasitas memori jangka pendek sangat terbatas.
 Untuk mengatasi terbatasnya kapasitas memori jangka pendek kami, informasi
baru dapat menjadi terorganisir dan Koneksi dengan apa yang sudah kita
ketahui;
 Informasi dapat diingat lebih baik dengan menghubungkannya dengan apa yang
siswa sudah tahu. Pertimbangkan tugas berikut. guru membantu siswa
mempelajari fakta-fakta perkalian.
 Untuk mencegah melupakan informasi yang baru, kita harus menggunakannya
atau, sebagai ilmuwan kognitif mengatakan, terlibat dalam “latihan” aktif dengan
itu.
c) Keyakinan tentang Jangka Panjang Memori
Sebagaimana dicatat, informasi yang pelajar proses secara ekstensif, atau
menggunakan cara-cara yang bermakna jalan ke memori jangka panjang. Kognitif
percaya berikut untuk menjadi kenyataan berkaitan dengan memori jangka panjang:
 Kapasitas memori jangka panjang kita tampaknya tak terbatas. Kami tidak
pernah kehabisan ruang untuk belajar.
 Kami adalah yang terbaik dapat mengambil informasi dari memori jangka
panjang kami jika informasi yang berkaitan dengan sesuatu yang kita tahu pada
waktu itu.
 Kita bisa memanggil, atau mengingat, informasi yang terkait dari memori jangka
panjang saat memproses informasi baru dalam jangka pendek, memori kerja.
 Meninjau informasi lebih tegas. Pikirkan tentang bagaimana Anda telah
mempertahankan fakta perkalian.
 Memori trik juga dapat digunakan untuk membantu mengingat.
d) Keyakinan Umum tentang Proses Memory
Keyakinan umum ahli kognitif yang berkaitan dengan memori meliputi berikut
ini:
 Informasi dalam memori jangka pendek hilang baik ketika memori yang kelebihan
beban atau dengan berlalunya waktu.
 Ketika informasi dalam memori jangka pendek hilang, tidak dapat dipulihkan. Jika
kita lupa nomor telepon atau rumah seseorang, kita harus belajar kembali itu.
Sebaliknya, informasi dalam memori jangka panjang dapat diambil dan
digunakan ketika kondisi benar.
 Retrieval, atau mengingat, informasi dalam memori jangka panjang kami
ditingkatkan jika kita terhubung informasi untuk sesuatu yang kita sudah tahu
pada saat awalnya kita belajar informasi baru.
 Selain itu, pengambilan lebih mudah ketika informasi tersebut awalnya disajikan
dalam cara yang terorganisir dan ketika informasi yang secara periodik.

2. Belajar Bermakna
Sementara beberapa ilmuwan kognitif tertarik dalam pengolahan informasi
(perhatian, jangka pendek/kerja, dan memori jangka panjang), orang lain tertarik
pada bagaimana informasi dapat dibuat lebih bermakna sehingga dapat lebih
dipahami dan digunakan. Para ilmuwan ini membahas “belajar bermakna”, dan
pekerjaan mereka telah menyebabkan pengembangan pendekatan untuk itu yang
menggunakan guru. Pendekatan (berdasarkan pada prinsip-prinsip dikumpulkan di
bagian dari literatur pada pengolahan informasi yang dikutip di atas atau di tempat
lain) termasuk bagaimana
 Mempersiapkan siswa untuk belajar.
 Menyajikan informasi secara logis dan jelas.
 Menghubungkan informasi baru dengan apa yang peserta didik sudah tahu.
 Bervariasi cara informasi disajikan atau diperoleh.
 Memiliki peserta didik review atau melatih informasi.
 Memiliki siswa proses memikirkan dan menggunakan-baru informasi.
 Menyediakan siswa dengan bantuan bila diperlukan.
 Membantu siswa merangkum apa yang dipelajari.
 Membantu siswa menerapkan apa yang dipelajari.
3. Pendekatan Kognitif untuk Pengajaran dan Pembelajaran
Salah satu cara mengajar berdasarkan pembelajaran bermakna disebut
“mengajar ekspositori” atau “belajar penerimaan”. Paling sering kita menyebutnya
presentasi dimana guru mengarahkan kegiatan belajar (mempersiapkan para siswa
untuk belajar, menyajikan informasi secara logis dan jelas, menghubungkan
informasi yang akan dipelajari dengan apa yang siswa sudah tahu, dan
menggunakan variasi dalam menyajikan informasi baru).
a) Belajar Otentik
Penelitian menunjukkan pengetahuan lebih berarti dan diingat lagi ketika
dapat berhubungan dengan, atau hasil dari, dunia nyata seorang anak atau ketika
anak-anak “belajar dengan melakukan”. Jadi, daripada memberitahu siswa apa
mereka harus tahu, memberi mereka tugas yang mengharuskan mereka untuk
belajar langsung dari lingkungan mereka. Misalnya, ketika siswa belajar tentang
cuaca, mereka mempelajari dan menggunakan alat-alat meteorologi miliki. Bila
diperlukan untuk menggunakan perpustakaan, siswa belajar keterampilan
perpustakaan. Ketika anak-anak untuk belajar angka mereka melihat bagaimana
nomor adalah bagian dari mereka lingkungan yang ada banyak alasan yang perlu
mereka ketahui aritmatika, dan sebagainya. ences pengalaman-tersebut juga
memberikan rasa prestasi pribadi dan penemuan diri.
b) Perancah
Syarat perancah menempatkan kita dalam pikiran pelukis dan pencuci jendela
yang menggunakan perancah untuk dukungan. Menyediakan pelajar dengan
dukungan juga masuk akal. Ketika peserta didik membutuhkan bantuan atau
bimbingan, guru yang bijaksana memberikan arah yang lebih baik dan penjelasan
yang lebih baik atau memberikan sumber belajar. Beberapa guru lebih mampu
memberikan bantuan karena mereka sensitif terhadap ketika anak-anak mengalami
kesulitan dan memiliki ide-ide tentang apa yang harus dilakukan tentang hal itu.
c) Retrieval Practice (RP)
Jika tujuan Anda adalah untuk membantu siswa meningkatkan retensi apa
yang telah Anda ajarkan, mempekerjakan RP. Advokat dicatat bahwa ini bisa
dilakukan dengan memiliki anak-anak sering dan secara aktif memikirkan dan
mengingat informasi penting menggunakan salah satu dari kegiatan ini: self-testing
(misalnya menggunakan kartu flash, pertanyaan bab berakhir) dan berpikir tentang,
menulis tentang, atau menerapkan apa yang telah dipelajari. Perlu diingat bahwa RP
sangat berpengaruh ketika membutuhkan peserta didik untuk berpikir tentang dan
menggunakan apa yang telah dipelajari (Karpicke & Blunt, 2011; Roediger & Butler,
artikel di media; Science Daily, 2010).
d) Reciprocal Teaching (RET)
Mengajar resiprokal adalah kegiatan instruksional di mana dialog atau
pertukaran terjadi antara guru dan siswa mengenai apa yang harus dipelajari
(Palincsar, 1986). Dialog ini ditandai dengan pemikiran tingkat tinggi, karena Anda
akan lihat di bawah. Biasanya RET adalah berpikir tentang sebagai cara untuk
membantu anak-anak memahami atau mengerti apa yang mereka baca. Sebelum,
selama, dan setelah membaca, mereka diarahkan untuk mempekerjakan setidaknya
empat strategi belajar:
 Memprediksi: Pembaca memprediksi terlebih dahulu apa “cerita” akan tentang
berdasarkan judul, ilustrasi, atau grafis ( Apa yang Anda pikirkan RET adalah?).
 Tanya Jawab: Pembaca membuat pertanyaan mereka ingin dijawab ketika
mereka membaca (Bagaimana cara kerja RET?).
 Klarifikasi: Pembaca memperjelas apa yang mereka tidak mengerti,
mendapatkan bantuan dari membaca lebih lanjut atau siswa lain (Apa timbal-
balik artinya?).
 Meringkas: Dalam kata-kata mereka sendiri, peserta didik mengidentifikasi ide-
ide kunci dan membawa mereka bersama-sama untuk membuat ringkasan
(Berikut adalah ide-ide kunci tentang ret dan bagaimana mereka berhubungan
sehingga saya dapat menggunakannya saat mengajar). Semua orang berpikir
keras tentang apa yang akan mereka baca atau telah membaca menggunakan
keempat strategi dan lain-lain
e) Penyelesaian Masalah
Pendekatan lain untuk belajar bahwa para ilmuwan kognitif suka adalah
pemecahan masalah. Penyelesaian masalah mensyaratkan bahwa situasi ada di
mana tujuan yang harus dicapai dan peserta didik diminta untuk mempertimbangkan
bagaimana mereka akan mencapai tujuan. Ada berbagai jenis masalah. Pria salju,
McCown, dan Biehler (2011) menjelaskan dua. Salah satu jenis, sering berfluktuasi
terusmenerus ketika mempelajari sesuatu menuntut seperti matematika atau sains,
adalah masalah terstruktur dengan baik yang dapat diselesaikan dengan
menerapkan spesifik mathe- matical atau ilmiah prosedur.
b. Teori Belajar Humanistic
Sebuah pemikiran kedua yang ditawarkan untuk menjelaskan bagaimana kita
belajar dan, disana kedepan, bagaimana kita harus mengajarkan berasal dari
pendidikan humanistik dan psikologi sosial. Humanis mempertahankan pendidikan
harus didasarkan pada kebutuhan dan kepentingan peserta didik. Setelah semua,
kebutuhan dan kepentingan adalah apa yang mendorong atau memotivasi kita.
Selain itu, mereka ingin pendidikan harus didasarkan pada kebutuhan dan
kepentingan individu peserta didik. Dengan demikian, pendidikan harus sebagai
pribadi mungkin psikolog sosial ingin kita mengakui pentingnya interaksi sosial dan
sosial pengaruh-pengaruh pada perilaku termasuk belajar.
1. Keyakinan dari Sekolah Kemanusiaan
Pandangan tentang bagaimana kita belajar memegang keyakinan berikut:
 Kurikulum sekolah harus menyediakan untuk kedua kebutuhan dan kepentingan
anak-anak. Kebutuhan termasuk keselamatan pribadi dan keamanan, cinta, milik,
prestasi (Maslow, 1998) dan otonomi, kompetensi, dan hubungan sosial yang
sehat (Deci Ryan & 1990).
 Belajar harus individual dan personal. Ini harus menjadi diri, daripada guru-
diarahkan. Anak harus diberikan kebebasan untuk belajar apa pribadi mereka
memiliki minat dan bagaimana mereka ingin belajar. Sekolah harus paham
bagaimana kondisi anak (Neill, 1969).
 Peserta didik seharusnya tidak hanya mengatur apa dan bagaimana mereka
belajar, tetapi juga bertanggung jawab untuk mengevaluasi diri mereka sendiri
dan kemajuan mereka (Schunk, 2008).
 Penuh arti bagaimana untuk belajar lebih penting daripada akuisisi spesifik
pengetahuan (Gage & Berliner, 1998).
 Mengembangkan sikap dan nilai-nilai yang sama pentingnya dengan
mengakuisisi. Oleh karena itu guru harus memastikan tujuan pembelajaran
afektif atau sikap dikejar.
 Peserta didik belajar terbaik dalam lingkungan yang aman secara psikologis di
mana mereka diterima dan dihargai. Setiap anak harus diterima sebagai dia,
tidak dihakimi dengan apa yang harus atau bisa (Rogers & Russell, 2002).
 Peserta didik belajar terbaik ketika mereka memiliki perasaan yang baik tentang
diri mereka sendiri dan orang lain. Mereka makmur ketika mereka memiliki harga
diri dan perasaan kemanjuran atau kontrol atas apa yang terjadi pada mereka.
 Kami akan melakukannya dengan baik untuk mencoba untuk menempatkan diri
dalam sepatu peserta didik untuk melihat belajar dari perspektif mereka.

2. Pendekatan Humanistik untuk Belajar Mengajar


a) Mengundang Sekolah Sukses
Mengundang Sekolah Sukses dikembangkan untuk mendapatkan guru untuk
berkomunikasi dengan peserta didik bahwa mereka adalah “bertanggung jawab,
mampu, dan berharga” orang (Purkey & Novak, 2005: 3). Untuk menyampaikan ini,
pembelajaran invitasi menyerukan kepada guru untuk (1) mengetahui nama-nama
peserta didik, (2) memiliki kontak individu dengan masing-masing peserta didik, (3)
menunjukkan peserta didik mereka menghormati mereka, (4) jujur dengan peserta
didik dan diri mereka sendiri, (5) tidak mengambil penolakan siswa secara pribadi,
dan (6) menghormati diri mereka sebagai guru. Membuat “mengundang kelas”
berikut.
b) Sosial dan Emosional-Based Learning
Tertentu program sekolah dan masyarakat bertujuan untuk membantu siswa-
tumbuh secara sosial dan emosional. Mereka berniat untuk membantu mereka:
membangun dan memelihara hubungan interpersonal yang baik, meningkatkan
merawat orang lain, mengelola emosi mereka, membuat keputusan yang
bertanggung jawab, dan menetapkan dan mencapai tujuan yang positif. Para peneliti
menyimpulkan bahwa grampro seperti memberikan para siswa dengan peningkatan
keterampilan sosial dan emosional yang penting dalam kehidupan sehari-hari
mereka dan bahwa mereka juga dapat meningkatkan prestasi akademik (Durlak dan
lain-lain, 2011).
c) Nilai Klarifikasi
Nilai klarifikasi mengacu pada teknik dimana peserta didik (1) mengidentifikasi
bagaimana perasaan mereka atau apa yang mereka percaya tentang sesuatu, (2)
nilai perasaan atau keyakinan dan, (3) jika dihargai, tindakan di atasnya (Simon,
Howe, & Kerschenbaum, 1995). Tujuannya adalah untuk peserta didik untuk menjadi
sadar akan nilai-nilai yang mereka pegang, karena nilai-nilai pengaruh perilaku
mereka. Kemudian, mereka menganggap legitimasi atau kebaikan apa yang mereka
nilai. Misalnya, peserta didik bisa diminta untuk sejauh mana mereka percaya pada
kontrol senjata. Setelah menyatakan preferensi mereka, mereka didorong untuk
berbagi dan menjelaskan posisi mereka dan mengapa mereka tahan. Begitu mereka
telah meneliti nilai mereka dalam hubungan dengan nilai-nilai orang lain terus,
peserta didik lebih mampu hadiah nilai mereka atau untuk mengubah atau
menolaknya. Setelah nilai yang berharga, peserta didik diharapkan untuk pergi
langkah berikutnya dan bertindak atas nilai. Sebagai contoh, kamu melakukan?"
d) Pendidikan Moral
Pendidikan moral ini mirip dengan pendidikan karakter, pendidikan nilai, dan
pendidikan kewarganegaraan. Teknik ini dirancang untuk membantu peserta didik
mengembangkan perilaku yang lebih bertanggung jawab baik dalam dan luar
sekolah. Guru dapat melakukan beberapa hal untuk meningkatkan tingkat yang lebih
tinggi moralitas dan karakter siswa, seperti (1) berperan sebagai teladan yang selalu
menghormati dan peduli orang lain dan yang melakukan intervensi yang diperlukan
untuk mendapatkan siswa untuk menghormati dan peduli juga, (2) menciptakan
keluarga atau komunitas suasana di kelas sehingga semua siswa merasa berharga
dan peduli satu sama lain, dan (3) mendorong siswa untuk menjunjung tinggi
akademik dan prilaku standar ioral untuk mengajarkan nilai pekerjaan sebagai cara
untuk mengembangkan diri dan berkontribusi untuk masyarakat (Lickona, 2004).
e) Pendidikan Multietnis
pendidikan multietnis mengacu kepada pendidikan yang mendorong peserta
didik untuk menghormati akar mereka dan budaya-ide, adat istiadat, keterampilan,
seni, dan sebagainya dan untuk menghormati budaya dan keragaman orang lain.
Para pendukung ingin peserta didik untuk melihat keuntungan dari masyarakat
pluralistik kami. praktek pendidikan terkait termasuk membantu peserta didik
menjadi sadar akan berbagai kontribusi dari kelompok etnis dan nasional untuk
ngunan bangsa opment dan kesejahteraan, dan peserta didik mendorong Untuk
menemukan lebih banyak tentang latar belakang etnis dan budaya mereka sendiri.
Pendekatan humanistik tampaknya menghasilkan hasil yang indah. Misalnya,
mereka telah ditemukan untuk meningkatkan kehadiran di sekolah; menurunkan
angka putus sekolah; dan meningkatkan sikap siswa, perilaku, dan prestasi
akademik (Ragozzino, 2003).
3. Pendekatan Behavioral untuk Belajar Mengajar
Pemikiran ketiga tentang belajar, mengajar, dan pendidikan behaviorisme.
Behavioris, seperti namanya, membantu kita memahami mengapa kita berperilaku
seperti yang kita lakukan.
a) Persentuhan
Persentuhan mengacu sederhana stimulus-respon (SR) pasangan, asosiasi,
atau koneksi, seperti petir dan guntur, yang terjadi erat bersama-sama. Ketika salah
satu pengalaman, stimulus, secara teratur berhubungan dengan yang lain,
tanggapan, koneksi SR didirikan. Seperti kombinasi cahaya dan guntur, koneksi SR
biasanya terjadi dalam rentang waktu yang sangat singkat, dengan demikian,
persentuhan label. Kita bisa belajar dengan sederhana SR pasangan fakta-fakta
seperti Columbus mendarat di Amerika pada tahun 1492 dan 9 × 7 = 63.
b) Pengkondisian Klasik
Pengkondisian klasik mengacu pada pembelajaran yang terjadi ketika kita
sudah memiliki koneksi didirikan (kedekatan) antara stimulus primer atau asli dan
respon, dan kemudian kita pasangkan baru, stimulus sekunder dengan stimulus asli
cukup lama bahwa ia mulai membangkitkan respon yang asli bahkan ketika stimulus
asli tidak ada. Ingat anjing Pavlov? Pavlov, seorang psikolog Rusia, menemukan
bahwa anjing eksperimental (menanggapi) ketika asisten laboratorium memberi
mereka makan bubuk daging (stimulus). Kemudian, ia menemukan bahwa kehadiran
asisten laboratorium (stimulus baru) menyebabkan anjing untuk mengantisipasi
diberi makan dan mengeluarkan air liur. Mari kita mempertimbangkan contoh
sekolah. Siswa dan guru mengaitkan bel (stimulus) dengan berakhirnya periode
kelas. Guru sering menetapkan pekerjaan rumah atau dekat penutupan kelas.
Demikian, penugasan hanya pekerjaan rumah (stimulus baru) akan mendatangkan
banyak perilaku atau tanggapan terkait dengan dering tas buku bell-pengepakan dan
sebagainya. Untuk alasan ini, beberapa guru memberikan pekerjaan rumah pada
awal kelas.
c) Pengkondisian Operan
Pengkondisian Operan mengacu pada pembelajaran difasilitasi melalui
memperkuat. Seorang pelajar melakukan sesuatu dengan benar atau tepat dan,
akibatnya menerima hadiah. Pengkondisian operan menganggap bahwa jika kita
melakukan sesuatu yang kita dihargai untuk atau yang berharga dalam dirinya
sendiri, kita akan melakukannya lagi. Sebaliknya, jika kita melakukan sesuatu yang
tidak dihargai atau bermanfaat, kita akan cenderung untuk mengulangi perilaku
tersebut. pengkondisian operan didasarkan pada pandangan kesenangan-nyeri
perilaku manusia. Untuk menggambarkan, mempertimbangkan Jason, seorang
pelajar yang telah berubah dalam esai tentang kontrol senjata. Guru memiliki
sepenuhnya dianalisis esai dan menanggapi itu sebagai berikut: Tugas ini selesai
dan ditulis dengan baik. Anda telah menemukan dan digunakan banyak referensi.
Anda telah disajikan poin utama di kedua sisi, dan Anda telah menarik kesimpulan
bijaksana Anda sendiri. Jelas, Anda menikmati belajar masalah dan menanggapi
mereka.
d) Pembelajaran Observasi
Belajar observasional ini Prinsip utama adalah bahwa Anda dapat belajar
banyak dengan menonton orang lain. Menurut teori awal, Bandura (1986), untuk
belajar observasional efektif, peserta didik harus hadir untuk perilaku seseorang,
mempertahankan apa yang mereka mengamati “model” melakukan, meniru atau
mereproduksi perilaku mereka melihat, dan pengalaman penguatan atau kepuasan
sebagai konsekuensi. Kita tahu peserta didik yang paling mungkin untuk model
orang-orang yang agak seperti diri mereka sendiri dan yang mereka anggap sebagai
kompeten, hangat, atau kuat. Dengan demikian, anak-anak SD sering
mengidentifikasi dengan orang tua atau dengan televisi atau film karakter, terutama
superhero, dan meniru apa yang mereka lakukan.
Jika Anda terus untuk pengkondisian klasik, pengkondisian operan, dan
belajar observasional, Anda akan melakukan hal berikut:
 Membuat kelas menyenangkan intelektual, sosial, dan fisik sehingga peserta
didik merasa aman dan aman.
 Jadilah terbuka dan spesifik tentang apa yang harus dipelajari.
 Pastikan bahwa peserta didik memiliki pengetahuan dasar dan keterampilan
yang akan memungkinkan mereka untuk belajar materi baru.
 Tampilkan koneksi pembelajaran baru untuk pembelajaran sebelumnya.
 Ketika materi baru yang kompleks, memperkenalkan secara bertahap.
 Mengasosiasikan apa yang harus dipelajari dengan hal-hal peserta didik.
 Beritahu peserta didik apa yang paling penting. untuk mereka.
 Kenali dan perbaikan pujian. Jangan berharap semua siswa untuk belajar pada
kecepatan yang sama dan dalam jumlah yang sama.
 Cari tahu apa yang bermanfaat untuk setiap siswa dan menggunakannya untuk
memperkuat belajar siswa.
 Ketika suatu tugas baru atau sulit, memberikan penguatan lebih teratur.
 Memperkuat perilaku belajar Anda harapkan dari siswa.
 Mendorong tanggapan malu atau tidak aman peserta didik. Mencari anak-anak
pemalu yang tidak sukarela dan memberi mereka kesempatan.
 Menciptakan situasi dimana setiap siswa memiliki kesempatan untuk berhasil.
 Perilaku model yang ingin Anda peserta didik untuk meniru.
 Menarik perhatian siswa yang menunjukkan perilaku yang diinginkan atau
menghasilkan kualitas pekerjaan tetapi tidak ke titik menyebabkan mereka
terasing dari rekan-rekan mereka.
 Meminta orang tua untuk memperkuat perilaku yang diinginkan di rumah -untuk
mengakui antusiasme untuk belajar, usaha, dan pertumbuhan.
e) Pendekatan Perilaku untuk Pengajaran
 Programmed Instruction (PI) PI melibatkan pengorganisasian materi yang
harus dipelajari atau dipraktekkan menjadi bagian-bagian kecil yang disebut
frame. Peserta didik menanggapi pertanyaan atau masalah (stimulus) di setiap
frame; jika respon mereka benar, mereka menerima penguatan positif dan frame
berikutnya disajikan. Ketika peserta didik merespon secara tidak benar, mereka
mungkin akan diminta untuk mengulang atau diberikan mation lebih informal
untuk membantu mereka menghasilkan respon yang benar. Peserta didik
memanfaatkan instruksi pro grammed biasanya bekerja pada kecepatan mereka
sendiri.
 Instruksi komputer-Assisted (CAI) CAI mengacu pada penggunaan komputer
untuk diprogram instruksi atau sebaliknya membantu peserta didik dengan
spesifik tugas belajar. Berbagai macam program CAI yang tersedia, dan
sebagian besar memerlukan peserta didik untuk terlibat dalam banyak drill dan
praktek. Meskipun sebagian besar program CAI mengikuti pengkondisian
operan, stimulus-respon-reinforce- pola, CAI juga dapat digunakan sebagai
pendekatan cognitivist; beberapa gram CAI pro, seperti instruksi yang
diprogramkan, mengajarkan konsep-konsep baru, dan lain-lain melibatkan
peserta didik dalam tugas-tugas kreatif dan pemecahan masalah. Sebagai
contoh, beberapa program perangkat lunak komputer mendorong anak-anak
untuk membuat cerita dan untuk menggambarkan mereka atau memberikan
simulasi yang membutuhkan pemecahan masalah atau kreativitas.
 Penguasaan Belajar penguasaan pembelajaran adalah praktek pendidikan
ketiga berdasarkan teori perilaku. Ini juga memungkinkan siswa untuk belajar
materi akademik dengan langkah mereka sendiri. Dalam prakteknya, semua
siswa di kelas mungkin diharapkan untuk mencapai tingkat tertentu pro
defisiensi, misalnya, setidaknya 80 persen jawaban yang benar pada tes
geografi. Mereka yang gagal mencapai tingkat kriteria dapat menerima tambahan
waktu dan instruksi korektif sampai mereka mendapatkan nilai itu. Tujuan umum
adalah untuk memberikan langsung, bantuan tambahan untuk berprestasi rendah
atau lambat sehingga mereka tetap bahkan dengan berprestasi lebih tinggi atau
lebih cepat. Sementara berprestasi rendah atau lambat menerima instruksi
korektif, berprestasi tinggi atau cepat terlibat dalam pekerjaan yang sama atau
pada topik yang sama.
 Respon untuk Intervensi (RTI) seperti penguasaan belajar dalam hal itu
dimaksudkan untuk membantu berjuang siswa. “Umumnya, program RTI memiliki
tiga tingkatan instruksi. Pada tingkat satu peserta didik memiliki pengajaran di
kelas reguler. Anak-anak memiliki kesulitan untuk pergi ke tingkat dua dimana
instruksi lebih intens disediakan. Mereka masih membutuhkan bantuan pergi ke
tingkat tiga di mana instruksi bahkan lebih intens dan lebih individual. Jika
seorang anak tampaknya tidak mampu mencapai pada tingkat ini, rujukan untuk
layanan tambahan atau khusus dapat dibuat. Fitur utama yang mengatur
prosedur ini terpisah adalah pemantauan hati-hati gress pro dan individualisasi
(Samuels, 2006).
 Presisi Pengajaran (PT) PT terjadi ketika peserta didik menguasai fakta atau
keterampilan (seperti benar ejaan kata atau menerapkan algoritma aritmatika
seperti pembagian), dan kemudian terus berlatih keterampilan ini sampai mereka
mencapai tinggi tingkat presisi. “Practice makes perfect.” Guru menggunakan PT
mungkin memberikan harian latihan praktek satu menit (misalnya, multiplikasi
fakta) dan grafik berapa banyak item yang benar. Peserta didik juga grafik
kemajuan. prinsip yang berasal dari prinsip-prinsip pengolahan informasi (lihat
bagian pada memori jangka pendek).
 Analisis Perilaku Terapan (ABA) ABA juga didasarkan pada keyakinan perilaku
dan temuan dan diinformasikan oleh prinsip-prinsip pengkondisian operan. Hal ini
sering digunakan dalam pengaturan klinis (rumah sakit, penjara, sekolah) untuk
memodifikasi IOR prilaku klien ke arah pola yang lebih dapat diterima. ABA
mengikuti prosedur yang ditentukan. Pertama contoh praktisi-untuk, Anda guru-
mengidentifikasi seorang mahasiswa (client) dan perilaku siswa yang harus
diubah. Anda kemudian menentukan seberapa sering siswa saat melakukan
perilaku diinginkan misalnya, menunggu untuk dipanggil sebelum berbicara. Ini
disebut baris dasar. Berikutnya, Anda memperkenalkan intervensi. Intervensi
biasanya beberapa penguatan siswa menerima setiap kali dia melakukan
perilaku yang diinginkan. Penggunaan penguatan mendorong siswa untuk
berperilaku pantas pemerintah RI lebih sering, yaitu, lebih dari klien lakukan pada
awal atau dasar.

Referensi:
Bell, D.M. 2003. Method and Postmethod: Are they Really so Incompatible? TESOL
QUARTERLY Vol. 37, No. 2, Summer 2003
Bell, D.M. 2007. Do Teachers Think that Methods are Dead?. ELT Journal Volume
61/2 April 2007
Kumaravadivelu. B. 2006. Understanding Language Teaching. New Jersey:
Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
Stephen D Krashen. (2009). Principles and Practice in Second Language
Acquisition. California: Pergamon Press Inc.
Suwarsih Madya, (2013), Metodologi pengajaran bahasa; dari era prametode
sampai era pascametode. Yogyakarta: UNY Press.
Blum, R. E. 1984. Effective schooling practices: A research synthesis. Portland,
OR:Northwest Regional Educational Laboratory.
Gattegno, C. 1982. Teaching foreign languages in schools. New York: Educational
Solutions.
Long, M. H. 1984. The effect of teache rs’ questioning patterns and wait-times.
Departmentof ESL, University of Hawaii.
Prahbu, N. S. 1983. “Procedural syllabuses”. Paper presented at the RELC Seminar,
Singapore.
Tikunoff, W. S. 1985. Developing student functional proficiency for LEP students.
Portland, OR: Northwest Regional Educational Laboratory.
Zahorik, J. A. 1986. “Acquiring teaching skills”. Journal of Teacher Education
(March-April), 21-25.

Anda mungkin juga menyukai