Namun, ide dan metode yang telah dikembangkan mereka berada di luar konteks
lingkaran pendidikan, sehingga tidak mempunyai sarana untuk diimplementasi lebih luas.
Terlebih lagi, pada saat itu, belum ada struktur organisasi profesi guru bahasa yang memadai
untuk mengembangkan konsep-konsep baru menjadi gerakan pendidikan, sehingga belum
berdampak signifikan.
Menjelang akhir abad kesembilan belas, hal ini mulai berubah. Para guru dan ahli
bahasa mulai melaksanakan Gerakan Reformasi dalam Pengajaran Bahasa dengan
melancarkan upaya-upaya jitu untuk menciptakan perubahan dalam pengajaran bahasa.
Mereka menulis tentang keperluan pendekatan baru untuk pengajaran bahasa dan
menyebarkan dasar untuk reformasi pedagogis yang lebih luas melalui pamflet, buku, pidato,
dan artikel mereka.
Pada tahun 1886, untuk meningkatkan pengajaran bahasa modern, didirikan Asosiasi
Fonetik Internasional dan Alfabet Fonetik Internasional (IPA) dirancang untuk
memungkinkan segala bunyi bahasa ditranskripsi secara akurat dan menganjurkan;
1. Kajian bahasa lisan;
2. Pelatihan fonetis;
3. Penggunaan teks percakapan dan dialog;
4. Pendekatan induktif dalam pengajaran tata bahasa;
5. Mengajarkan arti baru melalui pembangunan asosiasi dalam bahasa sasaran.
Kontroversi tentang cara terbaik untuk pengajaran bahasa asing turut menarik
perhatian para ahli bahasa. Henry Sweet (1845-1912) berpendapat bahwa prinsip-prinsip
metodologis yang baik harus didasarkan pada analisis ilmiah bahasa dan studi psikologi.
Sedangkan, sarjana terkemuka Wilhelm Viëtor (1850–1918) berpendapat bahwa pelatihan
fonetik akan memungkinkan guru untuk mengucapkan bahasa secara akurat dan elemen dasar
bahasa adalah pola bicara, bukan tata bahasa. Dia mengkritik keras ketidakcukupan
Terjemahan Tata Bahasa dan menekankan nilai pelatihan guru dalam ilmu fonetik yang baru
melalui pamfletnya yang berjudul Pengajaran Bahasa Harus Mulai Dari Awal. Di akhir abad
ke-19, Viëtor, Sweet, dan pembaru lainnya turut percaya bahwa pendekatan baru untuk
pengajaran bahasa asing harus dilakukan. Para reformis mempercayai bahwa;
1. Bahasa lisan adalah yang utama dan harus tercermin dalam metodologi berbasis lisan;
2. Temuan fonetik harus diterapkan pada pengajaran dan pelatihan guru:
3. Pembelajar harus lebih dulu mendengar bahasa, sebelum melihat bentuk tertulis;
4. Kata-kata harus disajikan dalam kalimat, lalu dipraktikkan dalam konteks yang
bermakna dan tidak diajarkan sebagai elemen yang terpisah dan tidak berhubungan;
5. Aturan tata bahasa harus diajarkan setelah siswa mempraktikkan poin-poin tata
bahasa dalam konteks;
6. Terjemahan harus dihindari
Sauveur berpendapat bahwa bahasa asing dapat diajarkan tanpa terjemahan atau
penggunaan bahasa ibu yang mempelajari jika makna disampaikan secara langsung melalui
demonstrasi dan tindakan. Franke membenarkan pendekatan pengajaran dengan cara ini
dengan prinsip-prinsip psikologis. Menurutnya, suatu bahasa dapat diajarkan dengan baik
dengan menggunakannya secara aktif di dalam kelas daripada menganalisa aturan tata
bahasa.
Studi yang dimulai pada tahun 1923 tentang pengajaran bahasa asing yang dikenal
sebagai Laporan Coleman, menganjurkan untuk memfokuskan pengetahuan membaca yang
dicapai melalui pengenalan kata-kata dan struktur tata bahasa secara bertahap dalam teks
bacaan sederhana. Penekanan pada membaca kemudian menjadi ciri khas pengajaran bahasa
asing di Amerika Serikat hingga Perang Dunia II.
Namun, asumsi yang mendasari konsep metode pengajaran bahasa muncul sebagai
masalah pendidikan pada abad ke-19 dan ke-20. Terdapat beberapa pertanyaan yang
kemudian mendorong inovasi pengajaran bahasa, yakni:
1. Apa yang seharusnya menjadi tujuan pengajaran bahasa? Haruskah kursus bahasa
mencoba mengajarkan kemahiran percakapan, membaca, menerjemahkan, atau
keterampilan lainnya?
2. Apakah sifat dasar bahasa, dan bagaimana sifat tersebut akan mempengaruhi cara kita
mengajar?
3. Apa prinsip-prinsip pemilihan konten bahasa dalam pengajaran bahasa?
4. Prinsip organisasi, urutan, dan presentasi apa yang paling baik untuk memfasilitasi
pembelajaran?
5. Bagaimana seharusnya bahasa atau bahasa pertama berperan?
6. Proses pemerolehan bahasa apa yang digunakan pembelajar dalam menguasai suatu
bahasa, dan dapatkah hal ini dimasukkan ke dalam suatu metode?
7. Teknik dan kegiatan pengajaran apa yang efektif dalam pembelajaran, dalam keadaan
apa?
Metode Langsung dapat dianggap sebagai metode pengajaran bahasa pertama yang
menarik perhatian para guru dan spesialis pengajaran bahasa, selain itu metode ini juga
menawarkan metodologi untuk mengubah pengajaran bahasa ke era yang lebih baru. Hal ini
kemudian menandai awal munculnya “era metode”.
Metode langsung atau direct method memang menarik perhatian para guru dan
pengajar bahasa sebagai metode pengajaran bahasa pertama, namun tetap terdapat
kontroversi dari metode ini, yakni perdebatan bagaimana bahasa kedua dan bahasa asing
harus diajarkan. Selama abad ke-20 sampai ke-21, berbagai pendekatan dan metode
pengajaran bahasa asing mengalami pasang-surut. Berikut beberapa asumsi mengenai
pendekatan dan metode pengajaran bahasa asing:
1. Suatu pendekatan atau metode mengacu pada serangkaian prosedur pengajaran yang
konsisten secara teoritis sebagai praktik pengajaran bahasa yang baik.
2. Pendekatan dan metode tertentu jika dilakukan dengan baik maka akan menghasilkan
pembelajaran bahasa yang lebih efektif.
3. Pelatihan guru harus mempersiapkan guru untuk dapat memahami dan menggunakan
metode pengajaran bahasa terbaik.
Walaupun pada 1950-an dan 1960-an muncul perbedaan dalam pendekatan dan
metode pengajaran yang mencakup karakteristik tujuan, teknik pengajaran, dan bagaimana
bahasa kedua dipelajari, namun tetap terdapat kesamaan keyakinan bahwa pembelajaran
bahasa dapat ditingkatkan melalui perubahan dan perbaikan yang dilakukan. Hal ini
dibuktikan oleh organisasi profesional yang mendukung pendekatan dan metode tertentu,
akademisi, penerbit buku metode pengajaran terbaru, dan guru yang terus mencari metode
terbaik untuk mengajar bahasa. Lange (1990: 253).
Tahun 1950-an dan 1960-an menjadi waktu munculnya Metode Audiolingual dan
Metode Situasional yang kemudian tergantikan oleh Pendekatan Komunikatif. Selain itu
terdapat metode lain yang walaupun memiliki pengikut lebih sedikit, tetapi juga diantusiasi,
yakni Silent Way, Natural Approach, dan Total Physical Response. Kemudian maju ke tahun
1980-an, metode-metode seperti instruksi berbasis isi, pendekatan berbasis tugas dan teks,
serta pengajaran bahasa berbasis kompetensi yang berfokus pada hasil belajar terus
dikembangkan. Pendekatan lain seperti Cooperative Language Learning, Whole Language,
dan Multiple Intelligences yang awalnya dikembangkan dalam pendidikan umum, telah
diperluas ke pengaturan bahasa kedua.
Terlepas dari perubahan pada pendekatan dan metode dalam pengajaran bahasa, studi
tentang metode masa lalu dan sekarang terus membentuk komponen dari berbagai program
persiapan guru. Hal ini didasari oleh hal-hal berikut:
1. Studi pendekatan dan metode memberi guru pandangan tentang bagaimana bidang
pengajaran bahasa telah berkembang
2. Studi pendekatan dan metode memperkenalkan guru pada isu-isu perencanaan
mengikuti kursus bahasa
3. Studi pendekatan dan metode memperkenalkan berbagai prinsip dan prosedur yang
dapat dievaluasi sehubung dengan pengetahuan dan praktik pengajaran.
Conclusion
Metode yang pada tahun-tahun awal muncul dengan menekankan pada bahasa Latin
dan Metode Terjemahan Tata Bahasa, mulai mengalami reformasi metode yang menekankan
pada bahasa lisan dan Metode Langsung. Metode Langsung yakni metode alami adalah
metode yang menggunakan penutur asli dalam pembelajaran bahasa. Namun muncul kritik
mengenai Metode Langsung, yakni tidak adanya landasan metodologis yang menyeluruh. Hal
ini kemudian menyebabkan lahirnya “era metode” dan munculnya berbagai pendekatan dan
metode lain.