SRN : 1401240835
Abstrak
Tulisan ini melaporkan bagian dari penelitian yang bertujuan untuk mengeksplorasi
faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengajaran dan pembelajaran bahasa
Inggris non-utama di perguruan tinggi Vietnam melalui investigasi penerapan di
kelas. Pengamatan delapan kelas non-peserta dilakukan pada Universitas
HUTECH, Kota Ho Chi Minh, Vietnam. Temuan penelitian ini menunjukkan
bahwa banyak faktor yang menghambat kualitas pengajaran dan pembelajaran
bahasa Inggris: gaya mengajar tidak menarik; kurangnya waktu untuk kegiatan
komunikatif; tata cara mengajar; manajemen waktu yang tidak sesuai; petunjuk
yang tidak jelas; ruang lingkup kelas yang besar; terbatasnya kemampuan guru
dalam mengorganisasi kelas; tingkatan bahasa Inggris siswa yang tidak sama;
persiapan pelajaran yang tidak memadai; keterbatasan guru dalam penggunaan
media pembelajaran dan teknologi; dan kurangnya kepercayaan diri siswa dalam
menggunakan bahasa Inggris secara lisan dalam kegiatan kelas. Berdasarkan hasil
ini, rekomendasi yang diberikan untuk meningkatkan kualitas pengajaran dan
pembelajaran bahasa Inggris non-utama, di Universitas HUTECH pada khususnya
dan di perguruan tinggi Vietnam pada umumnya.
1. Pendahuluan
Tidak peduli apakah hal itu sulit atau mudah untuk menguasai sebuah bahasa, hal
tersebut memerlukan waktu yang lama dan konsisten. Untuk memperoleh atau
mempelajari sebuah bahasa membutuhkan waktu yang banyak dan usaha yang tidak
hanya dira peserta didik, tetapi juga dari para guru. Saat ini, ketika bahasa Inggris
dianggap sebagai bahasa internasional, aktivitas belajar dan mengajar bahasa
Inggris sebagai bahasa asing atau kedua juga diperiksa dan dibahas secara luas di
seluruh dunia. Tulisan ini akan memberikan kontribusi untuk diskusi ini, dengan
menambahkan pendapat dari Vietnam.
Hal ini penting bagi guru dan peserta didik untuk memahami tujuan pengajaran dan
pembelajaran bahasa, serta bagaimana tuk mencapainya. Hal ini menunjukkan
bahwa tujuan pengajaran bahasa adalah untuk mengembangkan kompetensi
komunikatif peserta didik. (Liu, 2003; Rivers, 1978). Seperti yang disarankan oleh
Rivers (1978), ketika memilih aktivitas pembelajaran, kita harus selalu ingat
bahwa tujuan kita adalah agar siswa mampu untuk berinteraksi secara bebas dengan
orang lain: untuk memahami apa yang orang lain inginkan dalam berkomunikasi
dalam arti yang luas, dan mampu untuk menyampaikan kepada orang lain apa yang
mereka sendiri inginkan untuk berbagi(Rivers, 1978, hal. 3-4). Berdasarka point
ini, Liu (2003) percaya bahwa tujuan akhir dari pengajaran bahasa adalah untuk
membekali peserta didik dengan kemampuan dalam menggunakan bahasa untuk
komunikasi mereka. Hal Ini cukup menjelaskan mengapa empat keterampilan
bahasa makro (mendengarkan, berbicara, membaca, menulis) terbagi ke dalam dua
kategori: komunikasi lisan dan tertulis. Mendengar dan berbicara adalah bentuk
yang paling penting dari komunikasi lisan, sedangkan membaca dan menulis bentuk
yang paling penting dari komunikasi tertulis.
Untuk memahami metode saat ini dalam pengajaran bahasa Inggris, alasan-alasan
yang mendominasi beberapa metode pengajaran di kelas bahasa, serta tantangan
yang guru dan peserta didik temukan, hal tersebut perlu untuk memahami metode
utama dalam pengajaran bahasa. Metode tersebut adalah sebagai berikut.
Materi baru disajikan dalam bentuk dialog, sedikit atau tidak ada penjelasan tata
bahasa yang digunakan, tata bahasa yang diajarkan secara induktif, pola struktur
diajarkan menggunakan keterampilan berulang-ulang, kosakata sangat terbatas dan
dijarkan secara konteks, metode ini banyak menggunakan kaset, laboratorium
bahasa dan alat bantu visual, sangat sedikit penggunaan bahasa ibu oleh guru yang
diperbolehkan (hal. 111).
Tujuan kelas difokuskan pada semua komponen kompetensi komunikatif dan tidak
terbatas pada kompetensi tata bahasa atau linguistik, teknik bahasa dirancang untuk
melibatkan peserta didik dalam pragmatis, otentik, fungsional dalam penggunaan
bahasa untuk tujuan pemahaman, kelancaran dan akurasi dilihat sebagai prinsip-
prinsip yang saling melengkapi teknik komunikatif yang mendasar, Diakhir siswa
harus menggunakan bahasa, produktif dan reseptif, dalam konteks tanpa latihan
(hal. 241).
Menurut Lochana dan Deb (2006), baru-baru ini guru menyadari pentingnya
menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa untuk mengajar di mana guru
dapat membantu siswa untuk belajar bahasa target sesuai konteks dan
menggunakannya dalam situasi yang nyata baik di dalam dan di luar kelas bahasa.
pembelajaran kolaboratif atau kooperatif digambarkan oleh Richards (2001)
sebagai pendekatan yang berpusat pada siswa di mana peserta didik menggunakan
kegiatan bekerja sama, seperti kerja berpasangan atau kerja kelompok, untuk:
mengekspresikan sudut pandang dan pendapat mereka; berbagi ide, informasi dan
pengalaman; dan mendiskusikan dan memperdebatkan satu sama lain. Jacobs dan
Hall (2002) menunjukkan bahwa, bila menggunakan kegiatan pembelajaran
kooperatif di kelas bahasa, intensitas bicara guru harus dikurangi dan intensitas
berbicara siswa harus ditingkatkan, dengan fokus pada negosiasi pemahaman dan
sejumlah besar input yang dipahami. Selain itu, suasana kelas yang santai dan
termotivasi untuk belajar harus ditekankan. pembelajaran kolaboratif bertujuan
untuk memberikan peserta didik dengan tugas-tugas interaktif yang dapat
membantu mereka dalam mengembangkan kompetensi komunikatif (Richards,
2001).
Pendekatan kolaboratif yang berpusat pada siswa memerlukan guru dan peserta
didik untuk memainkan peran yang berbeda dari pendekatan tradisional. Menurut
Brown (2007b), guru memainkan lima peran utama ketika menggunakan aktifitas
kolaboratif yang melibatkan kerja berpasangan dan kerja kelompok untuk siswa di
kelas bahasa. Guru harus membantu siswa membangun bahasa kelas yang cukup
sehingga mereka dapat memahami instruksi guru, memilih teknik kelompok yang
sesuai untuk siswa, merencanakan kerja kelompok, memantau tugas, dan
membantu menanyai siswa untuk memulai aktivitas.
Littlewood (1981) menyarankan bahwa, saat para siswa terlibat dalam aktifitas
komunikatif seperti kerja berpasangan atau kerja kelompok, guru harus bertindak
sebagai pengamat yang berjalan di sekitar kelas untuk memberikan siswa
bimbingan untuk memulai diskusi mereka, memberikan siswa saran bila
diperlukan, dan membantu mereka untuk memecahkan perselisihan dalam
pasangan atau kelompok. Namun, sebelum aktifitas berpusat pada peserta didik
dilakukan, guru harus memastikan bahwa semua siswa memhami tentang tugas dan
instruksi sehingga siswa dapat memulai pekerjaan mereka secara mandiri dan
percaya diri
Sehubungan dengan peran guru dan peserta didik di Vietnam, ketika guru
memainkan peran mengendalikan dan menyediakan informasi/pengetahuan, peran
siswa cukup pasif (Le, 1999; Nhan & Lai, 2012; Tin Tan, 2010). Hal ini karena
orang Vietnam umumnya masih dipengaruhi oleh Konfusianisme (Le, 1999; Pham,
2006). Namun, beberapa peserta didik Vietnam tidak lagi sepenuhnya pasif (Mai &
Iwashita, 2012; Nguyen, 2002), dan tidak hanya menikmati seluruh pengaturan
kelas tradisional, mereka lebih memilih untuk berpartisipasi dalam kegiatan seperti
kerja berpasangan dan kerja kelompok yang membantu mereka untuk
menggunakan bahasa dan memungkinkan mereka untuk mengeksplorasi masalah
mereka sendiri maupun bekerja sama dengan teman-teman mereka untuk
memperoleh pengetahuan secara efektif (Mai & Iwashita, 2012). Dalam kegiatan
komunikasi kelas, banyak siswa memiliki keinginan untuk mengungkapkan pikiran
mereka secara lisan, memberikan topik diskusi dan berbagi pengalaman mereka
dengan kelas (Tomlinson & Dat, 2004).
Penggunaan bahan ajar memiliki dampak yang besar pada aktivitas pengajaran
bahasa. Abebe dan Davidson (2012) menunjukkan bahwa siswa bersemangat untuk
belajar kosa kata dengan bantuan bahan visual, dan bahwa penggunaan materi
visual meningkatkan kemampuan dan kesempatan untuk menggunakan bahasa
dalam mengekspresikan ide dan perasaan mereka. Namun, Abebe dan Davidson
(2012) juga menemukan bahwa guru jarang menggunakan materi visual seperti
kartu, grafik, dan benda-benda nyata dalam mengajar, meskipun sebagian besar
guru dan siswa mengakui bahwa materi visual membantu siswa belajar bahasa
secara efektif. Mathew dan Alidmat (2013) sependapat bahwa penerapan guru
dalam alat bantu audio visual membantu siswa untuk memahami pelajaran lebih
banyak dan meningkatkan kemampuan bahasa Inggris mereka, seperti keterampilan
pengucapan atau keterampilan berbicara, melalui mendengarkan penutur asli.
Selain itu, penggunaan bahan audio visual juga membantu untuk membuat kegiatan
kelas lebih menarik dan membantu siswa untuk mengingat pelajaran lagi. Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Aduwa-Ogiegbaen dan Iyamu (2006) menemukan
bahwa buku teks, buku kerja/tugas, kamus, papan tulis, dan poster mendominasi di
kelas bahasa Inggris, sedangkan media modern seperti audio dan video, teks yang
diprogram, laboratorium bahasa, flashcard, komputer, majalah , dan koran jarang
digunakan.