Anda di halaman 1dari 8

Name : Rifki Fathurrahman

SRN : 1401240835

Faktor yang Mempengaruhi Pengajaran dan pembelajaran Bahasa Inggris di


Perguruan Tinggi

Hong Thi Nguyen, Wendy Warren & Heather Fehring

Abstrak

Tulisan ini melaporkan bagian dari penelitian yang bertujuan untuk mengeksplorasi
faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengajaran dan pembelajaran bahasa
Inggris non-utama di perguruan tinggi Vietnam melalui investigasi penerapan di
kelas. Pengamatan delapan kelas non-peserta dilakukan pada Universitas
HUTECH, Kota Ho Chi Minh, Vietnam. Temuan penelitian ini menunjukkan
bahwa banyak faktor yang menghambat kualitas pengajaran dan pembelajaran
bahasa Inggris: gaya mengajar tidak menarik; kurangnya waktu untuk kegiatan
komunikatif; tata cara mengajar; manajemen waktu yang tidak sesuai; petunjuk
yang tidak jelas; ruang lingkup kelas yang besar; terbatasnya kemampuan guru
dalam mengorganisasi kelas; tingkatan bahasa Inggris siswa yang tidak sama;
persiapan pelajaran yang tidak memadai; keterbatasan guru dalam penggunaan
media pembelajaran dan teknologi; dan kurangnya kepercayaan diri siswa dalam
menggunakan bahasa Inggris secara lisan dalam kegiatan kelas. Berdasarkan hasil
ini, rekomendasi yang diberikan untuk meningkatkan kualitas pengajaran dan
pembelajaran bahasa Inggris non-utama, di Universitas HUTECH pada khususnya
dan di perguruan tinggi Vietnam pada umumnya.

Kata kunci: Bahasa Inggris non-utama, penerapan di kelas, perguruan tinggi,


pengajaran bahasa Inggris, pembelajar bahasa Inggris, Vietnam

1. Pendahuluan

Tidak peduli apakah hal itu sulit atau mudah untuk menguasai sebuah bahasa, hal
tersebut memerlukan waktu yang lama dan konsisten. Untuk memperoleh atau
mempelajari sebuah bahasa membutuhkan waktu yang banyak dan usaha yang tidak
hanya dira peserta didik, tetapi juga dari para guru. Saat ini, ketika bahasa Inggris
dianggap sebagai bahasa internasional, aktivitas belajar dan mengajar bahasa
Inggris sebagai bahasa asing atau kedua juga diperiksa dan dibahas secara luas di
seluruh dunia. Tulisan ini akan memberikan kontribusi untuk diskusi ini, dengan
menambahkan pendapat dari Vietnam.

2. Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa

Dalam diskusi tentang pengajaran dan pembelajaran bahasa, Brown (2007a)


menunjukkan bahwa, ada sebuah ketergantungan dan hubungan yang
mensubordinasi antara pengajaran dan pembelajaran. Pengajaran memainkan peran
sebagai pembimbing, memfasilitasi pembelajaran, dan mendorong peserta didik
serta mengatur kondisi untuk belajar. Memiliki pemahaman yang baik tentang
bagaimana peserta didik belajar akan membantu guru menentukan filosofi
pendidikan mereka, gaya mengajar mereka, pendekatan, metode, dan teknik di
kelas. Menurut Cook (2001), "Bukti dari pengajaran adalah dalam pembelajaran",
dan "semua keberhasilan pengajaran tergantung pada pembelajaran" (hal. 9). Cook
juga menyatakan bahwa tidak ada gunanya dalam menyediakan pembelajaran yang
menarik, pelajaran Bahasa dipersiapkan dengan baik jika siswa tidak belajar dari
mereka.

2.1 Tujuan Pengajaran dan pembelajaran Bahasa

Hal ini penting bagi guru dan peserta didik untuk memahami tujuan pengajaran dan
pembelajaran bahasa, serta bagaimana tuk mencapainya. Hal ini menunjukkan
bahwa tujuan pengajaran bahasa adalah untuk mengembangkan kompetensi
komunikatif peserta didik. (Liu, 2003; Rivers, 1978). Seperti yang disarankan oleh
Rivers (1978), ketika memilih aktivitas pembelajaran, kita harus selalu ingat
bahwa tujuan kita adalah agar siswa mampu untuk berinteraksi secara bebas dengan
orang lain: untuk memahami apa yang orang lain inginkan dalam berkomunikasi
dalam arti yang luas, dan mampu untuk menyampaikan kepada orang lain apa yang
mereka sendiri inginkan untuk berbagi(Rivers, 1978, hal. 3-4). Berdasarka point
ini, Liu (2003) percaya bahwa tujuan akhir dari pengajaran bahasa adalah untuk
membekali peserta didik dengan kemampuan dalam menggunakan bahasa untuk
komunikasi mereka. Hal Ini cukup menjelaskan mengapa empat keterampilan
bahasa makro (mendengarkan, berbicara, membaca, menulis) terbagi ke dalam dua
kategori: komunikasi lisan dan tertulis. Mendengar dan berbicara adalah bentuk
yang paling penting dari komunikasi lisan, sedangkan membaca dan menulis bentuk
yang paling penting dari komunikasi tertulis.

2.2 Metode Utama dalam Pengajaran Bahasa

Untuk memahami metode saat ini dalam pengajaran bahasa Inggris, alasan-alasan
yang mendominasi beberapa metode pengajaran di kelas bahasa, serta tantangan
yang guru dan peserta didik temukan, hal tersebut perlu untuk memahami metode
utama dalam pengajaran bahasa. Metode tersebut adalah sebagai berikut.

The grammar-translation method (Metode penerjemahan tata Bahasa) adalah cara


pembelajaran sebuah bahasa dengan pendekatan bahasa pertama melalui analisis
rinci dari aturan tata bahasa, diikuti dengan penerapan pengetahuan tersebut untuk
tugas menerjemahkan kalimat dan teks ke dalam dan keluar dari bahasa target
(Richards 2001, hal. 5). Menurut metode penerjemahan tata bahasa, membaca dan
menulis merupakan fokus utama, ketika mendengarkan dan berbicara tidak
ditekankan. Kosakata yang diajarkan menggunakan daftar kata bilingual, tata
bahasa yang diajarkan deduktif, dan bahasa asli siswa merupakan media dalam
instruksi/perintah (Richards, 2001).

The direct method/Metode langsung mengusulkan bahwa bahasa asing harus


diajarkan kepada anak-anak dengan bahasa pertama mereka, atau dengan cara anak-
anak dipindahkan ke negara lain memperoleh bahasa kedua secara alami dan tanpa
kesulitan besar (Rivers, 1968). Pembelajaran bahasa asing, bagaimanapun, harus
secara alami, dan bahasa harus diajarkan tanpa terjemahan dan tanpa menggunakan
bahasa ibu/asli pelajar. Sebaliknya, harus diajarkan melalui demonstrasi dan
praktek. Grammar harus diajarkan secara induktif, dan berbicara dan mendengarkan
harus dikembangkan di kelas-kelas kecil dan intensif (Richards, 2001).
Audio lingual method/Metode audio lingual adalah metode pengajaran bahasa yang
berasal dari kursus pelatihan bahasa intensif dari militer AS dan berfokus pada
keterampilan mendengarkan dan lisan. Kursus-kursus ini juga dikenal sebagai
metode tentara. Kemudian, dalam variasi dan adaptasi tersebut, metode ini berganti
nama menjadi metode audio lingual pada 1950-an (Brown, 2007a). Metode audio
lingual dijabarkan oleh Brown (2007a) sebagai berikut:

Materi baru disajikan dalam bentuk dialog, sedikit atau tidak ada penjelasan tata
bahasa yang digunakan, tata bahasa yang diajarkan secara induktif, pola struktur
diajarkan menggunakan keterampilan berulang-ulang, kosakata sangat terbatas dan
dijarkan secara konteks, metode ini banyak menggunakan kaset, laboratorium
bahasa dan alat bantu visual, sangat sedikit penggunaan bahasa ibu oleh guru yang
diperbolehkan (hal. 111).

Communicative Language Teaching/pengajaran bahasa berbasis komunikatif


bertujuan untuk mengembangkan kompetensi komunikatif peserta didik. Seperti
yang ditunjukkan oleh Richards (2001), di pengajaran bahasa berbasis komunikatif
di kelas, tugas-tugas dan kegiatan dirancang untuk memungkinkan peserta didik
untuk mencapai tujuan komunikatif dengan cara berpartisipasi dalam proses
komunikatif seperti bertukar informasi, negosiasi pemahaman, dan interaksi.
Dalam pengajaran bahasa berbasis komunikatif, pembelajaran ditekankan berpusat
pada peserta didik. Karakteristik pengajaran bahasa berbasis komunikatif
dirangkum oleh Brown (2007a) sebagai berikut:

Tujuan kelas difokuskan pada semua komponen kompetensi komunikatif dan tidak
terbatas pada kompetensi tata bahasa atau linguistik, teknik bahasa dirancang untuk
melibatkan peserta didik dalam pragmatis, otentik, fungsional dalam penggunaan
bahasa untuk tujuan pemahaman, kelancaran dan akurasi dilihat sebagai prinsip-
prinsip yang saling melengkapi teknik komunikatif yang mendasar, Diakhir siswa
harus menggunakan bahasa, produktif dan reseptif, dalam konteks tanpa latihan
(hal. 241).

2.3 Masalah Berkaitan dengan Kegiatan Belajar Mengajar Bahasa Inggris


2.3.1 Peran Guru dan Peserta Didik

Menurut Lochana dan Deb (2006), baru-baru ini guru menyadari pentingnya
menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa untuk mengajar di mana guru
dapat membantu siswa untuk belajar bahasa target sesuai konteks dan
menggunakannya dalam situasi yang nyata baik di dalam dan di luar kelas bahasa.
pembelajaran kolaboratif atau kooperatif digambarkan oleh Richards (2001)
sebagai pendekatan yang berpusat pada siswa di mana peserta didik menggunakan
kegiatan bekerja sama, seperti kerja berpasangan atau kerja kelompok, untuk:
mengekspresikan sudut pandang dan pendapat mereka; berbagi ide, informasi dan
pengalaman; dan mendiskusikan dan memperdebatkan satu sama lain. Jacobs dan
Hall (2002) menunjukkan bahwa, bila menggunakan kegiatan pembelajaran
kooperatif di kelas bahasa, intensitas bicara guru harus dikurangi dan intensitas
berbicara siswa harus ditingkatkan, dengan fokus pada negosiasi pemahaman dan
sejumlah besar input yang dipahami. Selain itu, suasana kelas yang santai dan
termotivasi untuk belajar harus ditekankan. pembelajaran kolaboratif bertujuan
untuk memberikan peserta didik dengan tugas-tugas interaktif yang dapat
membantu mereka dalam mengembangkan kompetensi komunikatif (Richards,
2001).

Pendekatan kolaboratif yang berpusat pada siswa memerlukan guru dan peserta
didik untuk memainkan peran yang berbeda dari pendekatan tradisional. Menurut
Brown (2007b), guru memainkan lima peran utama ketika menggunakan aktifitas
kolaboratif yang melibatkan kerja berpasangan dan kerja kelompok untuk siswa di
kelas bahasa. Guru harus membantu siswa membangun bahasa kelas yang cukup
sehingga mereka dapat memahami instruksi guru, memilih teknik kelompok yang
sesuai untuk siswa, merencanakan kerja kelompok, memantau tugas, dan
membantu menanyai siswa untuk memulai aktivitas.

Littlewood (1981) menyarankan bahwa, saat para siswa terlibat dalam aktifitas
komunikatif seperti kerja berpasangan atau kerja kelompok, guru harus bertindak
sebagai pengamat yang berjalan di sekitar kelas untuk memberikan siswa
bimbingan untuk memulai diskusi mereka, memberikan siswa saran bila
diperlukan, dan membantu mereka untuk memecahkan perselisihan dalam
pasangan atau kelompok. Namun, sebelum aktifitas berpusat pada peserta didik
dilakukan, guru harus memastikan bahwa semua siswa memhami tentang tugas dan
instruksi sehingga siswa dapat memulai pekerjaan mereka secara mandiri dan
percaya diri

Selain peran guru, peserta didik berperan dalam pendekatan pembelajaran


kolaboratif yang berpusat pada siswa yang dijelaskan oleh (Breen & Candlin, 1980)
sebagai berikut:

Peran peserta didik sebagai negosiator-antara diri mereka sendiri, proses


pembelajaran, dan objek pembelajaran-muncul dari dan berinteraksi dengan peran
negosiator bersama dalam kelompok dan dalam prosedur kelas dan kegiatan yang
dilakukan kelompok. Penerapan untuk peserta didik adalah bahwa ia harus
berkontribusi sebanyak dia dapatkan, dan dengan demikian belajar dengan cara
yang saling ketergantungan (hal. 110).

Saling ketergantungan siswa dianggap penting dalam pendekatan pembelajaran


yang berpusat pada siswa. Siswa diharapkan untuk berinteraksi satu sama lain,
bukan dengan guru (Richards, 2001). Untuk mendapatkan kapasitas ini, siswa harus
memiliki kepercayaan diri, motivasi tinggi dan sikap positif terhadap pelajaran
mereka (Liu & Zhang, 2007). Oleh karena itu, otonomi pelajar dan motivasi
merupakan faktor penting untuk kesuksesan pembelajaran dan pengajaran.

Sehubungan dengan peran guru dan peserta didik di Vietnam, ketika guru
memainkan peran mengendalikan dan menyediakan informasi/pengetahuan, peran
siswa cukup pasif (Le, 1999; Nhan & Lai, 2012; Tin Tan, 2010). Hal ini karena
orang Vietnam umumnya masih dipengaruhi oleh Konfusianisme (Le, 1999; Pham,
2006). Namun, beberapa peserta didik Vietnam tidak lagi sepenuhnya pasif (Mai &
Iwashita, 2012; Nguyen, 2002), dan tidak hanya menikmati seluruh pengaturan
kelas tradisional, mereka lebih memilih untuk berpartisipasi dalam kegiatan seperti
kerja berpasangan dan kerja kelompok yang membantu mereka untuk
menggunakan bahasa dan memungkinkan mereka untuk mengeksplorasi masalah
mereka sendiri maupun bekerja sama dengan teman-teman mereka untuk
memperoleh pengetahuan secara efektif (Mai & Iwashita, 2012). Dalam kegiatan
komunikasi kelas, banyak siswa memiliki keinginan untuk mengungkapkan pikiran
mereka secara lisan, memberikan topik diskusi dan berbagi pengalaman mereka
dengan kelas (Tomlinson & Dat, 2004).

2.3.2 Penggunaan Bahan Pengajaran

Bahan ajar memainkan peran penting dalam mempromosikan penggunaan bahasa


yang komunikatif. Ada tiga jenis bahan ajar: berbasis teks, berbasis tugas, dan
realia. Hal tersebut dapat berupa buku teks/pelajaran, game, bermain peran,
simulasi, dan kegiatan komunikasi berbasis tugas yang dirancang untuk mendukung
pengajaran bahasa yang komunikatif. Berbagai jenis objek otentik dapat digunakan
di kelas pengajaran bahasa berbasis komunikatif untuk mendukung kegiatan
komunikatif, dari realia berbasis bahasa seperti isyarat-isyarat, majalah, dan surat
kabar sebagai sumber grafis dan sumber visual seperti peta, gambar, simbol, grafik,
dan diagram ( Richards, 2001).

Penggunaan bahan ajar memiliki dampak yang besar pada aktivitas pengajaran
bahasa. Abebe dan Davidson (2012) menunjukkan bahwa siswa bersemangat untuk
belajar kosa kata dengan bantuan bahan visual, dan bahwa penggunaan materi
visual meningkatkan kemampuan dan kesempatan untuk menggunakan bahasa
dalam mengekspresikan ide dan perasaan mereka. Namun, Abebe dan Davidson
(2012) juga menemukan bahwa guru jarang menggunakan materi visual seperti
kartu, grafik, dan benda-benda nyata dalam mengajar, meskipun sebagian besar
guru dan siswa mengakui bahwa materi visual membantu siswa belajar bahasa
secara efektif. Mathew dan Alidmat (2013) sependapat bahwa penerapan guru
dalam alat bantu audio visual membantu siswa untuk memahami pelajaran lebih
banyak dan meningkatkan kemampuan bahasa Inggris mereka, seperti keterampilan
pengucapan atau keterampilan berbicara, melalui mendengarkan penutur asli.
Selain itu, penggunaan bahan audio visual juga membantu untuk membuat kegiatan
kelas lebih menarik dan membantu siswa untuk mengingat pelajaran lagi. Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Aduwa-Ogiegbaen dan Iyamu (2006) menemukan
bahwa buku teks, buku kerja/tugas, kamus, papan tulis, dan poster mendominasi di
kelas bahasa Inggris, sedangkan media modern seperti audio dan video, teks yang
diprogram, laboratorium bahasa, flashcard, komputer, majalah , dan koran jarang
digunakan.

Singkatnya, penelitian yang berkaitan dengan pengajaran bahasa Inggris telah


dilakukan di sejumlah negara, termasuk Vietnam. Namun, beberapa penelitian ini
telah dilakukan di sebuah institusi perguruan tinggi di Vietnam. Oleh karena itu,
hal ini diperlukan untuk melakukan penelitian lebih lanjut, dan penelitian ini
memberikan gambaran tentang pelatihan bahasa Inggris di perguruan tinggi
Vietnam dengan berfokus pada HUTECH University (HUTECH) sebagai studi
kasus. Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa guru dapat menggunakannya
untuk menyesuaikan kegiatan mengajar mereka, dan pimpinan perguruan tinggi
dapat mengembangkan strategi yang tepat untuk membuat pengajaran dan
pebelajaran bahasa Inggris lebih efektif.

Anda mungkin juga menyukai