Anda di halaman 1dari 16

MENGGUNAKAN METODE AUDIO LINGUAL DENGAN

TEHNIK RUNNING DICTATION UNTUK MEMPERBAIKI


KEMAMPUAN
MENDENGARKAN NARRATIVE TEXT
Norra Dilla
SMP Negeri 1 Sukadana
Email: norraalqadrie@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui apakah metode Audio Lingual
dengan tehnik Running Dictation bisa memperbaiki Listening Skill pada
siswa kelas IX SMP.
Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Langkah-langkah pembelajaran pada Running Dictation adalah siswa
bekerja secara berpasangan. Partner A sebagai pelari, partner B sebagai
penulis. Partner A pergi menuju teks, membaca, dan kembali untuk
mendiktekannya kepada partner B, yang menuliskannya. Dalam proses
mendikte, akan membutuhkan lebih dari satu kali lari, dan beberapa proses
diksusi untuk mengecek tanda baca, ejaan, makna kalimat dan sebagainya.
Hasilnya, tehnik ini dapat meningkatkan Listening Skill siswa kelas IX
SMP pada semester 2 tahun pelajaran 2017-2018. Hal tersebut dapat
dibuktikan melalui evaluasi/ test tulis dengan rata-rata nilai siswa pada siklus
pertama 63% meningkat pada siklus ke 2 menjadi 75%. Aktifitas belajar siswa
juga meningkat. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan prosentase keaktifan
siswa pada siklus pertama sebesar 75% meningkat pada siklus kedua menjadi
89,2%.

Keywords : Listening skill, Audio lingual method, Running Dictation.

Abstract
This research is aimed to know whether the Audio Lingual Method with
Running Dictation Technique is able to improve the Ninth Grade Students’
Listening Skill.
This research uses Classroom Action Research. The steps of learning in
Running Dictation are; students work in pairs, partner A as a runner, while
partner B is the writer. Partner A runs to the text, reading it, and runs back to
Partner B to dictate it and his/partner will write. The runner needs more than
more runs and a few discussions with his partner to check the punctuation,
spelling, syntax and so on.
This technique is able to increase the Ninth Grade Students’ Listening
Skill. This is proven by the result of written test, in the first cycle, students’
average score was 63% became 75% in the second cycle. The Students’
motivation to learn also increases from 75% in the first cycle into 89,2% in the
second cycle.

1
PENDAHULUAN
endengarkan (listening) adalah salah satu aspek yang paling
penting dalam menguasai Bahasa Inggris sebagai bahasa asing.

M Pada dasarnya manusia menghabiskan 45% waktunya untuk


mendengarkan. Mendengarkan lebih penting daripada berbicara
yang hanya menghabiskan 30%, diikuti oleh membaca yang
hanya menghabiskan kira-kira 16% dan menulis yang
menghabiskan 9% dari aktivitas manusia. Mendengarkan itu sulit,
karena pikiran manusia cenderung mudah mengalihkan perhatian. Seseorang yang
mengendalikan pikirannya dan mendengarkan dengan penuh perhatian memperoleh
berbagai keterampilan lain dan diuntungkan.”
Thomlison (1984) menyatakan ada empat jenis mendengarkan, yaitu:
mendengarkan untuk apresiasi, mendengarkan secara empati, mendengarkan secara
komprehensif / aktif, dan mendengarkan Kritis / Analitis. Disini, mendengarkan yang
dimaksud adalah mendengarkan secara komprehensif yang melibatkan pemahaman
pesan yang sedang dikomunikasikan. Mendengarkan komprehensif adalah hal
mendasar untuk semua sub-tipe pendengar. Agar dapat menggunakan pendengaran
yang komprehensif dan karena itu mendapatkan pemahaman, pendengar pertama-
tama membutuhkan kosa kata dan keterampilan berbahasa yang tepat.
Ada banyak kesulitan yang seorang siswa bisa hadapi dalam memahami sebuah
percakapan, ceramah, bahkan perkataan dalam second language (bahasa kedua) dan
terkadang dalam bahasa asli pun mengalami kesulitan. Faktor –faktor penyebab
antara lain, sang pembicara, situasi, maupun pendengar bisa menjadi semua penyebab
dari kesulitan ini.
Disini, penulis sebagai guru yang mengajar di SMPN 1 Sukadana yang
mengajar bahasa Inggris pada kelas IX, memiliki banyak halangan dalam mengajar
listening skill. Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, keterbatasan siswa dalam
menguasai kosa kata maupun ketidakmampuan mereka dalam membedakan suara-
suara individu menjadi masalah ketika sang penulis ingin mengajarkan spoken texts
sesuai yang terkandung pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang ada
pada kurikulum KTSP bahwa siswa diharapkan memahami makna yang terkandung
pada spoken narrative teks. Kondisi kelas bahasa Inggris sebelumnya adalah siswa
memiliki kecenderungan untuk tidak aktif dan kebingungan pada apa yang akan
mereka lakukan selama di kelas. Ketika guru memberikan Spoken Teks, sangat sulit
sekali bagi mereka untuk mendapatkan makna dari teks tersebut dan sulit bagi
mereka membedakan “bunyi” dari kosa kata dalam bahasa Inggris. Mereka merasa
kalo native speaker (penutur asli) sangat sulit dipahami karena berbicara terlalu cepat.
Hasilnya, ketika guru memberikan pertanyaan berkaitan dengan konten dari teks,
mereka cenderung pasif dan bahkan tidak bisa memahami pertanyaan guru mereka.
Apalagi memahami informasi-informasi yang disampaikan oleh teks tersebut.
Dengan proses belajar tradisional, dimana siswa hanya mendengarkan guru atau
rekaman suara dari native speaker, dan guru hanya memberikan kosa kata sulit
sebagai pemandu mereka untuk memahami konten dari teks, tidak memberikan hasil
yang seperti yang diharapkan oleh guru. Bahkan beberapa siswa masih merasa

2
kebingungan dengan makna dari teks. Situasi ini membuat aktifitas mendengarkan
menjadi membosankan dan bahkan siswa menghindari aktivitas ini. Berdasarkan tes
kemampuan mendengarkan Narrative text dari siswa kelas IX F yang dilaksanakan
pada bulan Januari 2018, dideskripsikan sebagai berikut:
Presentase dari keberhasilan siswa dalam tes ini hanya sekitar 41% dari 27
siswa. Adapun 3 dari 30 orang siswa tidak hadir saat tes berlangsung. Kriteria
peniliaian yang diberikan guru adalah ; word recognition, word perception,
grammar awareness dan comprehension. Sebagian besar siswa gagal pada
mendapatkan nilai yang baik pada kriteria word perception (pemahaman kosa kata)
dan word recognition (mengenali kata). Kegagalan ini karena ketidakmampuan siswa
dalam membedakan bunyi kata dalam bahasa inggris dan (word recognition) dan
terbatasnya penguasaan kosa kata dalam bahasa inggris (word perception).
Ada tigabelas siswa yang tidak bisa mengisi kriteria apapun dalam skoring
rubriknya, berarti siswa tidak memiliki kemampuan dalam word perception, word
recognition, grammar awareness dan comprehension. Siswa-siswa ini membutuhkan
perhatian khusus dari pada siswa lain. Ada enam siswa yang berhasil mendapatkan
hasil yang baik dalam tes. Siswa-siswa ini memang memiliki penguasaan kosa kata
yang baik serta penguasaan tata bahasa yang baik. Keenam siswa ini memang
terpandai dikelas. Namun, siswa yang memiliki kemampuan sedang yang meraih
hasil tes kurang dari KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) yang bisa kita lihat pada
data adalah sekitar 70%. Siswa-siswa ini memiliki kemampuan yang kurang pada
kriteria word perception dan word recognition. Siswa-siswa ini adalah siswa yang
memiliki kemampuan rata-rata di kelas.
Berdasarkan catatan guru pada bulan Januari 2018, guru mengetahui bahwa :
pertama tama, siswa merasa kurang tertarik dengan aktivitas listening di kelas adalah
karena kurangnya penguasaan kosa kata mereka,. Kedua, mereka kurang bersemangat
karena kurang terlatih atau terbiasanya kuping mereka dalam membedakan “bunyi”
kata dalam bahasa inggris. Ketiga, mereka bosan dengan cara belajar yang
konvensional. Keempat, kurangnya fokus dan konsentrasi pada aktivitas karena
mereka tidak memiliki lembar kerja masing-masing. Berdasarkan pengalaman guru
dalam memberikan tes berbentuk listening, ada beberapa poin yang perlu digaris
bawahi tentang kesulitan siswa dalam menghadapi tes. Poin-poin ini didapatkan dari
hasil interview pada siswa dengan berbagai tingkatan. Kesulitan-kesulitan itu adalah:
1. Kesulitan dalam memahami instruksi dalam bahasa inggris.
2. Dua dari siswa dengan nilai terendah berpendapat bahwa aktivitas
mendengarkan sangat sulit karena mereka sama sekali tidak memahami apa
yang dibicarakan oleh native speaker.
3. Siswa dengan kemampuan rata-rata berkata bahwa mereka memiliki
kesulitan dalam membedakan bunyi kata yang dituturkan oleh native
speaker. Karena itulah mereka terkadang paham, terkadang tidak. Mereka
akan menghabiskan banyak waktu hanya untuk menterjemahkan kata dari
bahasa inggris ke bahasa Indonesia agar lebih memahami isi teks tersebut.

3
4. Siswa dengan kemampuan atas mengatakan bahwa aktivitas listening
membosankan karena cara belajar yang monoton. Mereka memerlukan
antusiasme dan kegembiraan pada saat belajar.

Oleh karena itulah, guru berpikir bahwa proses belajar memerlukan perubahan.
Guru kemudian mengubah metode pembelajaran dengan metode audiolingual dan
memilih tehnik running dictation dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Metode audio-lingual, adalah gaya pengajaran yang digunakan dalam
mengajar bahasa asing. Hal ini didasarkan pada teori behavioris yang mendalilkan
bahwa ciri-ciri tertentu makhluk hidup, dan dalam hal ini manusia, dapat dilatih
melalui sistem penguatan. Penggunaan yang benar dari suatu sifat akan menerima
umpan balik positif sementara penggunaan yang salah dari sifat itu akan menerima
umpan balik negatif.
Mohammed Rhalmi (2004) mengatakan bahwa Audio Lingual Method
memiliki asal-usulnya selama Perang Dunia II ketika dikenal sebagai Metode
Angkatan Darat. Metode ini menolak penggunaan bahasa ibu dan menekankan
bahwa kompetensi berbicara dan mendengar mendahului kompetensi membaca dan
menulis. Pendekatan audio lingual fokus pada latihan tata bahasa.
Metode audio-lingual menyarankan bahwa siswa harus diajarkan bahasa
secara langsung, tanpa menggunakan bahasa asli siswa untuk menjelaskan kata-kata
atau tata bahasa baru dalam bahasa target. Metode audio-lingual tidak fokus pada
pengajaran kosa kata. Sebaliknya, guru mendrill siswa dalam penggunaan tata bahasa.
Oleh karena itu, Metode ini cocok diterapkan untuk pembelajaran Listening
karena lebih menekankan pada proses pembiasaan mendengarkan target language
tanpa harus memahami makna dari target language tersebut dalam bahasa ibu terlebih
dahulu. Metode audio lingual juga sangat cocok dalam pembelajaran yang
memfokuskan pada listening skill karena lebih mengutamakan pada penguatan
terhadap target language yang akan diberikan dalam bentuk drill sehingga
menciptakan dasar-dasar yang kuat terhadap target language. Dalam penerapan drill
nya, diperlukan aktivitas drill yang menyenangkan bagi para siswa sehingga
pembelajaran tidak terkesan monoton dan membosankan.
Aktivitas belajar sambil bermain ini dirasakan cocok pada siswa yang
menyenangi suasana kelas yang riang gembira. Menurut Asmani JM (2012,p.50)
belajar sambil bermain adalah aktivitas dimana siswa kan termotivasi lebih dari
kegiatan belajar yang tidak ada kombinasi bermain sama sekali. Jadi, guru memilih
running dictation agar siswa lebih bersemangat dalam proses belajar.
Menurut Denise (2013) melalui artikelnya di TESOL International
Association mengatakan:
“Running Dictation adalah kegiatan dikte untuk menyuntikkan kesenangan ke
dalam latihan dikte konvensional. Ini dilakukan sebagai permainan dan sangat cocok
untuk siswa di sekolah dasar dan menengah. Para pembelajar ini tidak hanya melatih
kemampuan pengejaan dan tanda baca mereka tetapi juga belajar membaca dalam
potongan yang bermakna dan mendiktekan secara akurat kepada rekan-rekan mereka.

4
Kegiatan ini dirancang untuk siswa Sekolah Dasar Atas, Sekolah Menengah Pertama
dan Sekolah Menengah Atas di tingkat awal dan menengah.”
Selanjutnya, Nancy (British Council; 2003) menambahkan:
“Manfaat dari running dicatation adalah untuk mengajarkan kosa kata baca
siswa sebelumnya jika pengajar ingin siswa menggunakan tanda baca yang benar.
Secara teknis, ini adalah cara yang baik untuk memeriksa ejaan dan luar biasa untuk
pengucapan dan pelatihan memori yang luar biasa. “
Jeremy Harmer melalui bukunya "Bagaimana mengajar bahasa Inggris"
(2004) juga menyatakan bahwa seorang guru harus memiliki cara yang lebih kreatif
dalam mengajar siswa. Ada kecenderungan kinestetik, visual, dan pendengaran.
Siswa juga akan lebih bersemangat dan termotivasi untuk belajar ketika materi
diajarkan tentang peristiwa, waktu, musim, dan objek di sekolah dan di rumah
dikombinasikan dengan permainan lucu. Dengan demikian, running dictation akan
menjadi teknik yang menarik dan cocok yang dapat diterapkan di kelas.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action


Research) yang dilaksanakan dengan mengikuti prosedur penelitian berdasarkan
pada prinsip Kemmis dan Taggart (1988) yang mencakup kegiatan perencanaan
(planning), tindakan (action), observasi (observation), refleksi (reflection) atau
evaluasi. Keempat kegiatan ini berlangsung secara berulang dalam bentuk siklus.
Penelitian ini dilakukan dengan cara berkolaborasi dengan guru Bahasa Inggris
yang mengajar di kelas VIII.
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Sukadana
Alamat sekolah di Jalan Tengku Abdul Hamid Desa Pangkalan Buton Kecamatan
Sukadana Kabupaten Kayong Utara. Subyek penelitian yang di ambil adalah kelas
IX F SMP Negeri 01 Sukadana. Waktu pelaksanaan pada Bulan Januari 2018 atau
pada semester 2. Kelas IX F berjumlah 30 siswa, laki-laki 13 dan perempuan
17orang dengan siswa latar belakang sosial-ekonomi siswa mayoritas anak buruh
dan petani dengan tingkat kesejahteraan menengah ke bawah.
Penulis merencanakan pembelajaran Bahasa Inggris dengan memilih materi
pembelajaran Listening to the narrative teks menggunakan Running Dictation
melalui dua siklus pada semester 2 tahun pelajaran 2017-2018. Alokasi waktu yang
digunakan pada siklus pertama terdiri dari 2x40 menit.
Langkah-langkah pembelajaran dengan Running Dictation yang diterapkan
di kelas adalah:
1) Pilih atau buat dua teks pendek yang mencerminkan struktur target / konsep
yang ingin kita fokuskan, diketik dengan ukuran font yang mudah dibaca.
Tempelkan beberapa salinan di sekeliling ruangan sejajar dengan mata.
2) Siswa bekerja berpasangan. Partner A adalah pelari, dan partner B adalah
penulisnya. Partner A menuju ke teks, membaca, dan kembali untuk
mendiktekannya ke partner B, yang menuliskannya. Jelaskan kepada siswa
bahwa dikte yang selesai harus tanpa kesalahan. Siswa mungkin akan berlari

5
berualng kali, dan beberapa diskusi dan pengecekan tanda baca, ejaan,
sintaksis, dan sebagainya.
3) Pasangan pertama yang menghasilkan kertas bebas dari kesalahan menang.
4) Siswa berganti peran dan mengulangi proses dengan teks kedua.

Siklus Penelitian
Dalam pelaksanaannya penulis merencanakan menggunakan 2 siklus sebagai
dasar penelitian tindakan kelas.
a. SIKLUS ke-1
1. Tahap Perencanaan (Planning), mencakup:
 Menganalisis Silabus/ Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
 Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dengan metode Audio lingual
dengan menggunakan model Pembelajaran Audio Lingual Method with
Running Dictation.
 Merancang model pembelajaran klasikal.
 Mendiskusikan penerapan model pembelajaran interaktif.
 Menyiapkan instrumen (angket, pedoman observasi, tes akhir).
 Menyusun kelompok belajar peserta didik.
 Merencanakan tugas kelompok.
2. Tahap Melakukan Tindakan (Action), mencakup:
 Melaksanakan langkah-langkah sesuai perencanaan.
 Menerapkan model pembelajaran klasikal.
 Melakukan pengamatan terhadap setiap langkah-langkah kegiatan sesuai
rencana.
 Memperhatikan alokasi waktu yang ada dengan banyaknya kegiatan yang
dilaksanakan.
 Mengantisipasi dengan melakukan solusi apabila menemui kendala saat
melakukan tahap tindakan.
3. Tahap Mengamati (observation), mencakup:
 Melakukan diskusi dengan guru Bahasa Inggris lain yang juga mengajar
Bahasa Inggris di SMPN 01 Sukadana dan kepala sekolah untuk rencana
observasi.
 Melakukan pengamatan terhadap penerapan model pembelajaran klasikal
yang dilakukan guru kelas IX.
 Mencatat setiap kegiatan dan perubahan yang terjadi saat penerapan model
pembelajaran klasikal.
 Melakukan diskusi dengan guru untuk membahas tentang kelemahan-
kelemahan atau kekurangan yang dilakukan guru serta memberikan saran
perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.
4. Tahap refleksi (Reflection), mencakup:
 Menganalisis temuan saat melakukan observasi pelaksanaan observasi.
 Menganalisis kelemahan dan keberhasilan guru saat menerapkan model
pembelajaran klasikal dan mempertimbangkan langkah selanjutnya.
6
 Melakukan refleksi terhadap penerapan model pembelajaran klasikal.
 Melakukan refleksi terhadap kreativitas peserta didik dalam pembelajaran
Bahasa Inggris.
 Melakukan refleksi terhadap hasil belajar peserta didik.
b. SIKLUS ke-2
1. Tahap Perencanaan (Planning), mencakup:
 Mengevaluasi hasil refleksi, mendiskusikan, dan mencari upaya perbaikan
untuk diterapkan pada pembelajaran berikutnya.
 Mendata masalah dan kendala yang dihadapi saat pembelajaran.
 Merancang perbaikan berdasarkan refleksi siklus 1.
2. Tahap Melakukan Tindakan (Action), mencakup:
 Melakukan analisis pemecahan masalah.
 Melaksanakan tindakan perbaikan dengan menggunakan penerapan tehnik
Running Dictation.
3. Tahap Mengamati (observation), mencakup:
 Melakukan pengamatan terhadap penerapan Metode Audio Lingual dengan
tehnik yang disebut “Running Dicatation”.
 Mencatat perubahan yang terjadi.
 Melakukan diskusi membahas masalah yang dihadapi saat pembelajaran dan
memberikan balikan.
4. Tahap Refleksi (Reflection), mencakup:
 Merefleksikan proses pembelajaran menggunakan Tehnik Running Dictation.
 Merefleksikan hasil belajar peserta didik dengan penerapan model
pembelajaran menggunakan Running Dictation.
 Menganalisis temuan dan hasil akhir penelitian.
 Menyusun rekomendasi.

Teknik Pengumpulan Data


a. Pembuatan Instrumen
Pengamatan yang dilakukan secara kolaboratif yang melibatkan guru mata
pelajaran yang sejenis sebagai pengamat di kelas ini menggunakan instrumen
penelitian sebagai berikut :
1) Slides untuk menjelaskan language feature yang terdapat pada Narrative Text
dan pola pola kalimat be+Adjectives dan Simple Past Tense.
2) Slides berisikan latihan-latihan dan materi-materi yang akan memberikan
pemahaman pada siswa tentang pola-pola kalimat tersebut. Penggunaan slides
akan lebih menghemat waktu dalam mepresentasikan materi.
3) Student’s worksheet atau lembar kerja siswa yang akan membuat latihan dan
tugas lebih terarah dan efisien.
4) Kertas karton manila polos dan spidol warna warni untuk menulis kalimat-
kalimat pada teks yang akan didiktekan . Tiap-tiap kalimat akan ditulis
dengan warna-warna yang berbeda. Disini, siswa diharuskan untuk membawa
perlengkapan ini masing-masing.

7
Lembar Observasi dan Lembar Cek list.
Analisis dan Refleksi
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah memanfaatkan analisa
deskriptif kuantitatif dari proses dan hasil belajar. Analisis juga dilakukan dari hasil
observasi. Analisis berdasarkan siklus yang secara bertahap. Analisis 1 dalam siklus
1 yang hasilnya direfleksikan ke siklus 2. Refleksi yang dilakukan sesuai dengan
perencanaan yang dilakukan. Penelitian dengan metode pembelajaran kontekstual ini,
peneliti berharap siswa akan menjadi lebih termotivasi dalam proses pembelajaran.
Tindak lanjut dalam penelitian ini siswa dapat menjadi lebih aktif dan pembelajaran
kontekstual akan dilakukan secara berkesinambungan oleh guru.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian
Siklus ke 1
1. Hasil Tindakan
Pelaksanaan tindakan yang dilaksanakan pada siklus ke 1 merupakan hasil
dari 1 pertemuan. Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 6 Februari 2018 jam ke
1-2 (07.00 – 08.20) dengan alokasi waktu 2x40 menit. Pelaksanaan tindakan
pada siklus ini mencakup perencanaan, implementasi tindakan, observasi dan
refleksi tindakan.
Pada proses pembelajaran ini, penulis melakukan dua langkah
pembelajaran yang meliputi Building Knowledge of The Field (BKOF),
Modelling of the Thext (MOT). Langkah-langkah tersebut dilaksanakan juga
pada sikllus kedua dan seterusnya apabila diperlukan dalam penelitian ini.
 Pada langkah BKOF, guru memulai pembelajaran dengan melakukan
apersepsi yaitu mempersiapkan readiness dari siswa dalam menerima
pelajaran dengan melakukan dictation game. Siswa dibagi menjadi (5)
kelompok, satu kelompok terdiri dari 4 siswa. Masing-masing kelompok
diberi selembar kertas kosong, lalu guru membagi kelas menjadi 5 grup. Grup
1, Grup 2, Grup 3, Grup 4, dan Grup 5.
 Siswa menulis kosakata tertentu atau informasi tertentu dari sebuah cerita
(narrative text pendek) tersebut.
 Mempresentasikan informasi berupa Noun dan Verb yang yang didapatkan
dari teks tersebut.
Hasilnya, Grup 3 memiliki daftar dengan Noun dan Verb terbanyak . Game ini
dilakukan selama kegiatan Apersepsi dalam Proses KBM. Dilaksanakan dengan
alokasi waktu sekitar 15 menit. Detil hasil benda yang dihasilkan oleh masing-masing
kelompok dapat dilihat pada table dibawah :

Tabel 1: hasil game “Naming something”


GROUP A GROUP B GROUP C GROUP D GROUP E
Noun =9 Noun= 8 Noun=10 Noun =10 Noun =8
Verb=7 Verb= 5 Verb =12 Verb= 9 Verb = 7
8
Game ini sangat penting untuk membuka pikiran siswa tentang bentuk specific
Noun dan Verba-verba berbentuk Simple Past Tense sehingga lebih mudah untuk
siswa untuk menerima pelajaran selanjutnya.Setelah itu, siswa diberikan penjelasan
tentang sentence pattern S + V2 dan S+ DID +NOT+ V1 melalui slides yang
ditayangkan oleh guru, lalu siswa mengerjakan beberapa task yang ada di dalam
lembar kerja mereka. Task yang pertama adalah melengkapi kalimat menggunakan
pola S+ V2. Task yang kedua adalah melengkapi kalimat menggunakan pola S + DID
+ NOT+ V1. Hasil yang dicapai pada proses ini adalah 70% siswa bisa melengkapi
kalimat dengan pola S+ v2 dengan benar dan 60% siswa bisa melengkapi kalimat
dengan pola S+ DID+ not+ V1 dengan benar. Setelah itu, dilanjutkan dengan
Kegiatan Pre-Listening Activity dimana siswa mencek meaning (arti) dan
pronunciation (pelafalan) dari kata kerja berbentuk Simple Past yang akan digunakan
untuk melengkapi sebuah teks rumpang berbentuk narrative dengan judul “The little
Red Riding Hood”.) Tetapi, sebelum melaksanakan kegiatan mandiri ini, guru
menjelaskan terlebih dahulu tentang aturan melafalkan bentuk regular verb
berakhiran –ed . Kegiatan Inti ini memerlukan waktu sekitar 50 menit.
Selanjutnya, pada kegiatan penutup guru memberikan post-test (assessment)
pertama dimana siswa mendengarkan bentuk-bentuk kata kerja yang dibacakan oleh
guru dan memilih bentuk simple past verb yang benar. Hasil dari Post-test ini cukup
baik. Hampir 80% siswa mampu menyelesaikan post-test dengan baik. Hal ini
mengindikasikan bahwa siswa telah cukup memahami cara melafalkan akhiran –ed
yang tepat dalam regular verb yang diberikan guru, sebagai landasan untuk menulis
paragraph pada kegiatan running dicatation dengan baik. Kegiatan BKOF
memerlukan 2 JP (80 menit) pada pertemuan pertama.
Pada langkah selanjutnya (MOT), Guru memperdengarkan sebuah narrative
text berjudul “The Little Red Riding Hood”. Rekaman diperdengarkan secara
berulang-ulang, siswa diminta untuk melengkapi teks rumpang narrative text
berjudul “The Little Red Riding Hood “ dengan Kosa Kata yang sudah disediakan.
Siswa harus bisa memilih kosa kata yang tepat untuk melengkapi rumpang tersebut.
Pada tahap ini, siswa dipinta untuk mengerjakan tugas ini secara individual. Pada
pertemuan Kedua ini, hasil siswa masih tergolong tidak baik. Hasil tes siswa adalah
ada sekitar 13 siswa yang nilai nya dibawah Kriteria Ketuntasan Minimum. Adapun
KKM untuk pelajaran Bahasa Inggris adalah 70. Berarti dari 30 siswa, presentasi
ketuntasan untuk materi mendengarkan teks berbentuk Narrative masih relative
rendah yaitu sekitar 23% belum tuntas secara KKM. Jadi, siklus berikutnya
diperlukan untuk memperbaiki nilai siswa yang belum tuntas.
Pada pertemuan ketiga, sebelum siswa melakukan Running Dicatation
Activity lagi dengan langkah-langkah berikut:
1. Guru memilih dua teks pendek yang merefleksikan target structure dari teks
narrative dengan baik sesuai dengan konsep yang difokuskan, yang diketik
dengan jelas pada ukuran yang bisa dibaca dengan baik. Kemudian teks tersebut
dikopi beberapa lembar dan ditempel pada ruangan yang bisa dilihat dengan baik.

9
2. Siswa bekerja secara berpasangan. Partner A sebagai pelari, partner B sebagai
penulis. Partner A pergi pergi menuju teks, membaca, dan kembali untuk
mendiktekannya kepada partner B, yang menuliskannya. Guru menjelaskan
kepada siswa bahwa pada proses mendikte, tidak boleh membuat kesalahan.
Dalam proses mendikte, akan membutuhkan lebih dari satu kali lari, dan beberapa
proses diksusi untuk mengecek tanda baca, ejaan, makna kalimat dan sebagainya.
3. Pasangan yang bisa menuliskan cerita tanpa kesalahan akan memenangkan lomba.
4. Kemudian, guru akan mengganti pasangan dan mengulangi proses yang sama.
Proses berlari dan berpikir ini membuat siswa lebih bersemangat dalam
melakukan aktivitas mendengarkan yang selama ini dirasakan membosankan
sehingga suasana kelas menjadi tidak hidup dan siswa enggan untuk berpartisipasi.
Lalu siswa di tes dengan teks narrative yang lain yang berjudul “Snow White”
dimana siswa masih diperdengarkan teks melalui Speaker Aktif, dan siswa
melengkapi teks rumpang narrative teks.
Hasil Task II yang dilakukan oleh guru pada hari Selasa, 13 Februari 2018
adalah sekitar 90% siswa mampu memilih completion dengan tepat, dan 10 % siswa
mampu mengidentifikasi verba-verba berbentuk simple past tense dengan baik
meskipun hasilnya belum seperti yang diharapkan karena nilai mereka belum
mencapai KKM. Tetapi, Guru sudah cukup puas dengan hasil yang didapatkan
sehingga merasakan tidak perlu lagi menambah siklus penelitian. Siswa-siswa yang
belum bisa mencapai KKM diberikan tugas tertulis secara individu untuk
memperbaiki nilai mereka.

2. Hasil Pengamatan/ Observasi


Hasil Pengamatan pada siklus ke-1 merupakan hasil pengamatan para
observer pada proses pembelajaran tahap BKOF dan MOT yang dilakukan
menggunakan metode pembelajaran Audio lingual Method melalui tehnik
pembelajaran running dictation. Para observer yang merupakan guru Bahasa
Inggris yang juga mengajar pada SMP Negeri 1 Sukadana melakukan pengamatan
dengan menggunakan lembar observasi berbentuk form check list ( ). Indikator
yang diamati selama proses pembelajaran meliputi tiga indikator, yaitu perhatian
siswa terhadap materi pelajaran, kemampuan siswa melakukan running dictation
dan partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Pada kegiatan inti (BKOF dan MOT) guru menjelaskan struktur dari
narrative teks dengan dengan language featurenya yaitu kalimat berpolakan S + v2
dan S+ did + not + V1 menggunakan media in focus kemudian guru menyuruh
siswa membuat catatan singkat di buku catatan mereka.
Berdasarkan hasil penilain proses belajar, 24 orang siswa (75%) siswa
aktif mengikuti proses pembelajaran melalui tehnik pembelajaran running
dictation Jumlah siswa yang pasif lebih kecil yaitu sebanyak 7 orang (25%).

3. Hasil Test Performance


Selain lembar penilaian proses, dalam upaya mengumpulkan data, peneliti
menggunakan instrumen test tulis yaitu mendengarkan dan melengkapi teks

10
rumpang berjudul “The Little Red Riding Hood” pada pertemuan ke-1. Sesuai
dengan tahap perencanaan yang telah disusun, refleksi siklus ke-1 dilaksanakan
pada tanggal 15 Februari 2018 bertempat di SMPN 1 Sukadana dihadiri oleh
para observer. Para observer yang hadir memberikan evaluasi berdasarkan
catatan dan pendapatnya mengenai proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Dari hasil pengamatan dapat ditemukan sebanyak 25 orang (71%) siswa
saja yang secara aktif mengikuti pelajaran sesuai dengan harapan. Sedangkan
minoritas siswa, yaitu sebanyak 7 orang siswa (25%) terlihat pasif dalam proses
pembelajaran menggunakan model pembelajaran running dictation . Nilai yang
diperoleh siswa pun belum menunjukkan hasil yang signifikan, bahkan dalam
indikator mendengarkan narrative teks bahwa hanya ada 8 orang siswa atau
sekitar 26 persen saja yang mencapai KKM sedangkan sisanya sekitar 74% tidak
mencapai KKM .
Merujuk pada data dan hasil refleksi pelaksanaan siklus ke 1 di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran mendengarkan teks berbentuk narrative
yang dilaksanakan pada siklus ke 1 dapat dikatakan gagal dan belum berhasil
dalam upaya meningkatkan kemampuan siswa dalam melengkapi teks rumpang
narrative paragraph . Hal tersebut merupakan masalah dan temuan yang harus
segera dicari solusinya sebagai upaya peningkatan mutu kualitas pembelajaran.
Kegagalan ini menurut para observer terjadi pada media pembelajaran yang
belum optimal, efektif dan efisien. Observer mengatakan bahwa penggunaan
media sangat penting dalam tahap BKOF dan MOT, pada tahap ini siswa
seharusnya diberi penguatan materi secara spesifik mengenai pelafalan regular
verb berakhiran –ed yang sukar di tangkap oleh siswa. Peneliti merasa perlu
melangkah ke siklus ke 2. Dalam hal ini peneliti memutuskan untuk
memperbaiki proses pembelajaran dengan menyusun rencana perbaikan pada
siklus ke-2. Dengan persiapan dan perencanaan yang matang, diharapkan pada
siklus ke-2 pembelajaran dapat berjalan dengan lebih baik, berhasil dalam upaya
meningkatkan kualitas hasil pembelajaran siswa.

Deskripsi Laporan Tindakan Siklus ke 2


1. Hasil Tindakan
Rencana tindakan siklus ke 2 mengacu pada hasil refleksi yang dilakukan
pada siklus pertama. Perencanaan tindakan dimulai dari tahap perencanaan
program pengajaran yang dilakukan oleh dengan memperbaiki RPP (Rencana
Program Pengajaran) sebagai skenario pembelajaran siklus kedua. Alokasi waktu
yang dibutuhkan dalam siklus kedua terdiri dari satu pertemuan (2x40 menit).
Siklus ke 2 dilaksanakan pada tanggal 22 Februari 2018 di SMPN 1 Sukadana.
Berbeda dengan siklus ke 1, pada siklus kedua ini peneliti memperbaiki
tahap MOT. Peneliti memperdengarkan rekaman cerita sebanyak 3 (tiga) kali.
Dalam penyampaian materi tentang struktur teks, Peneliti mendownload video dari
youtube tentang narrative teks. Hal ini dilakukan sebagai upaya memperjelas
materi sehingga diharapkan siswa dapat dengan mudah menangkap materi yang
ditampilkan.

11
Pada langkah BKOF (Buliding Knowledge of the Field) , guru memulai
pembelajaran dengan melakukan tegur sapa dan mengabsen siswa. Guru
melakukan tanya jawab tentang materi yang akan dibahas sesuai tema. Penjelasan
silabus dan indikator pembelajaran dijelaskan pula dalam tahap ini. Hal tersebut
dilakukan agar siswa mempunyai batasan dan tujuan dalam pembelajaran. Peneliti
memberikan lebih banyak lagi latihan tentang kosakata dan grammar untuk
membangun tahap BKOF yang lebih baik. Langkah ini memerlukan waktu sekitar
30 menit.
Pada langkah MOT (Modeling of the Text), guru menggunakan media Video
dalam mentransfer materi pembelajaran. Sebelum rekaman diputar, guru
memberikan beberapa catatan di papan tulis berupa kata kunci dan apa saja yang
harus dicari artinya oleh siswa dan di lafalkan dengan baik. Selanjutnya Siswa
diminta berlatih melafalkan kosa kata berbentuk Regular verb yang berakhiran –
ed. Lalu guru meminta siswa untuk membaca nyaring dan mengetes kemapuan
siswa dalam melafalkan kata-kata ini.
Langkah selanjutnya merupakan kerja individu melakukan aktifitas running
dicatation dengan membagi siswa menjadi 15 kelompok dan masing-masing diberi
sebuah teks narrative pendek yang akan mereka diktekan kepada partner mereka.
Proses running dictation ini berlangsung selama 50 menit JP. Pelaksanaan
Running Dictation ini terbagi menjadi tiga ronde. Masing-masing ronde
berlangsung selama 15 menit dengan sepuluh orang peserta yang dibagi menjadi 5
pasangan. Pada proses membaca kemudian mendiktekan, guru tidak membatasi
berapa banyak kata atau kalimat yang bisa didiktekan siswa ke partnernya asalkan
teks terdiktekan dengan baik dan mereka harus mneyelesaikan proses satu kali
running ini berlangsung selama 3 menit dan siswa bebas untuk berlari sebanyak
mana mereka mau.
Tentu saja pada pertemuan pertama, siswa mengeluh kalo waktu yang
digunakan tidaklah cukup, teks terlalu panjang dan kosa kata yang digunakan
dalam teks terbilang sulit. Maka pada pertemuan berikutnya, guru lebih
mempersingkat teks dan menggunakan kosa kata yang lebih familiar. Kosakata
berbentuk irregular verb dikurangi dan lebih memfokuskan pada regular verb saja.
Hasilnya lebih banyak pasangan siswa yang lebih bisa menyelesaikan teks mereka.
Kemudian pada pertemuan ketiga guru kembali melakukan running dictation
kepada siswa dengan lebih memperhatikan teks yang diberikan dengan tingkat
kesulitan teks yang sama. Hasilnya hanya sekitar 10% saja pasangan siswa yang
tidak mampu menyelesaikan teks mereka. Sedangkan 90% pasangan siswa sudah
mampu menyelesaikan teks dengan baik. Maka dapat disimpulkan bahwa pada
siklus kedua pelaksanaan penelitian dengan menggunakan running dictation,
kemampuan siswa mendengarkan Narrative text bisa meningkat kearah yang lebih
baik. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa mendengarkan teman sebaya
mengucapkan kosa kata dan kalimat berbahasa inggris memang lebih mudah dari
pada mendengarkan rekaman dari native speaker langsung. Oleh karena itu, guru
memutuskan untuk melakukan siklus ketiga untuk memastikan apakah hasil

12
mendengarkan dari penutur lokal akan memiliki hasil yang sama dengan
mendengarkan native speaker (penutur asli) langsung.
2. Hasil Pengamatan/ Observasi
Pada tahap pengamatan, peneliti melakukan penilaian proses dengan cara
berkeliling ke tiap kelompok dan mengamati aktifitas running dication nya dengan
mengamati hasil teks yang berhasil mereka tulis dengan susah payah. Terdapat
banyak kesalahan punctuation, spelling dan penulisan regular verb berakhiran –ed.
Namun, siswa mampu menyelesaikan teks tersebut dengan asumsi-asumsi dan
perkiraan mereka meskipun tidak sama persis, mereka mampu memahami jalan
cerita yang ada pada narrative teks tersebut dan menuliskannya kembali. Hal ini
dirasakan wajar bagi peneliti, mengingat belum terbiasanya mereka dengan
spelling dan pronunciation dari kosa kata tertentu. Peneliti menggunakan jurnal
catatan guru untuk menuliskan kelemahan apa saja yang ada pada proses
pembelajaran sehingga menjadi kendala bagi siswa dalam melakukan proses
pembelajaran. Berdasarkan hasil pengamatan guru, kelemahan-kelamahan siswa
adalah: Spelling dari specific noun yang tidak tepat, punctuation yang tidak tepat,
penulisan akhiran –ed atau –d pada regular verb yang tidak tepat dan kesulitan
dalam menuliskan irregular verb.
Langkah selanjutnya pada pertemuan berikutnya dalah memberikan
penguatan atau reinforcement pada poin-poin yang menjadi kelemahan siswa
diatas. Guru mengulangi penjelasan tentang bagaimana proses pelafalan akhiran –
ed dan –d yang tepat pada regular verb. Mengulangi proses ini, kemudian
memberikan dikte singkat secara individual dan menyuruh siswa menulis beberapa
kosakata terkait cerita yang akan diperdengarkan pada performance test. Setelah
itu, melanjutkan aktivitas performance test dimana siswa mendengarkan cerita
“Snow White” dengan melengkapi teks rumpang yang ada pada lembar kerja
mereka. Hasil pelaksanaan performance test ini cukup memuaskan dimana hanya
ada tiga orang siswa yang tidak mencapai KKM, sedangkan sisanya mencapai
KKM.
3. Hasil Refleksi
Setelah melakukan analisis data dari hasil observasi yang dilakukan melalui
penilaian proses dan test listening, peneliti dan para obeserver melakukan refleksi.
Refleksi dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 2018 bertempat di SMPN 1 Sukadana.
Refleksi ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pembelajaran yang
dilakukan oleh peneliti setelah melakukan tindakan siklus ke 2. Data akhir hasil dari
pengolahan data dan analisis menunjukkan peningkatan yang signifikan bahwa 27
dari 30 siswa (90 %) mencapai KKM.. Hasil tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa pembelajaran menggunakan tehnik running dictation dapat mengatasi masalah
siswa dalam medengarkan teks berbentuk narrative dan dapat membuat siswa
berpartisifasi aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini membuktikan bahwa
implementasi tindakan pada siklus ke 2 mendapat respon yang positif dan siklus ke 2
ini merupakan penutup penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan.

13
PEMBAHASAN
Data hasil analisis penilaian proses dan test tulis sebagai instrumen evaluasi
yang telah di refleksikan dapat dilihat bahwa pada siklus ke 1 pembelajaran
mendengarkan teks narrative dan melengkapi teks rumpang narrative menggunakan
running dictation belum berhasil secara maksimal karena hasil test dan proses tidak
mencapai nilai yang diharapkan. Hal ini dapat ditemukan sebanyak 7 orang ( 76%)
siswa belum mencapai KKM. Dengan kata lain implementasi tindakan pada siklus ke
1 kurang berhasil dan dapat dikatakan pembelajaran tersebut mengalami kegagalan
dan diperbaiki di siklus ke 2. Pada tindakan siklus ke 2 guru mulai melakukan
beberapa perbaikan dari kelemahan tindakan pembelajaran. Kelemahan yang
ditemukan dalam siklus ke 2 antara lain: Spelling dari specific noun yang tidak tepat,
punctuation yang tidak tepat, penulisan akhiran –ed atau –d pada regular verb yang
tidak tepat, kesulitan siswa dalam menuliskan irregular verb, siswa belum terbiasa/
belum akrab dengan tehnik running dictation, pembatasan alokasi waktu tiap tahapan
belajar yang kurang diperhatikan oleh guru dan teks terlalu panjang dan kosakata
yang digunakan terlalu sulit. Hal tersebut menjadi dasar perbaikan di siklus ke 2.
Guru kemudian memperbaikinya dengan menjelaskan kembali bagaimana pelafalan
dari kosa kata bentuk –ed dan –d pada regular verb, dan mengulang –ngulang
kegiatan running dicatation sampai tiga kali . Proses yang diulang-ulang ini akan
membantu siswa untuk lebih memahami dan mengenali kosa kata bahasa inggris
yang awalnya tidak familiar menjadi familiar baik dari spelling maupun
pronunciation. Guru sengaja menggunakan teks yang sama tapi untuk tiga kali
kegiatan ini tetapi menukar-nukar teks pada saat pergantian kelompok yang tampil.
Setelah melaksanakan tindakan siklus ke 2, hasil pengamatan mengindikasikan
pada hasil post test bahwa 10 dari 30 siswa mencapai KKM (kriteria ketuntasan
minimal), 17 orang siswa melampaui KKM dan hanya 3 orang siswa yang tidak bisa
mencapai KKM tetapi nilai mereka meningkat. Kenaikan hasil belajar siswa dapat
dilihat dalam tabel dibawah ini.

Tabel 2 : Peningkatan Hasil Proses Pembelajaran


Aktifitas Siswa Siklus ke 1 Siklus ke 2

Prosentase keaktifan siswa dalam pembelajaran 75% 89,2%

Tabel 3 : Peningkatan Hasil Test Siswa


Aktifitas Siswa Siklus ke 1 Siklus ke 2

Jumlah Siswa Yang Mencapai KKM (70) 6 siswa 10 siswa

Jumlah Siswa yang melebihi KKM (> 70) 5 siswa 17 siswa

Hasil Rata-rata Nilai Test Listening 63% 75%

14
Berdasarkan penjelasan pada pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa tujuan penelitian yang telah dilaksanakan mengalami keberhasilan. Dengan
kata lain, implimentasi tindakan pembelajaran melalui tehnik belajar menggunakan
running dictation dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mendengarkan
narrative teks dan meningkatkan aktifitas siswa dalam proses pembelajaran.

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
Hasil dari Penelitian Tindakan Kelas ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Proses yang dilalui tiap siklus dalam memperbaiki kemampuan mendengarkan
untuk siswa kelas IXF di SMPN 1 Sukadana adalah memperbaiki tahapan MOT
(Modelling of the text), memperdengarkan rekaman cerita setidaknya tiga kali,
melakukan BKOF (Building Knowledge of the Field) dengan memutar video
tentang narrative text, melakukan running dictation dengan teks yang memiliku
tingkat kesulitan kosakata yang tidak terlalu tinggi.
2. Penggunaan Tehnik Belajar Running Dictation dapat meningkatkan kemampuan
siswa kelas IX F SMP Negeri 1 Sukadana pada semester 2 tahun pelajaran 2017-
2018. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui evaluasi/ test tulis dengan rata-rata
nilai siswa pada siklus pertama 63% meningkat pada siklus ke 2 menjadi 75%.
3. Penggunaan Model Pembelajaran Running Dictation dapat meningkatkan
aktifitas belajar siswa. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan prosentase keaktifan
siswa pada siklus pertama sebesar 75% meningkat pada siklus kedua menjadi
89,2%.

SARAN
1. Perhatian guru terhadap peningkatan mutu pendidikan Bahasa Inggris
khususnya perlu ditingkatkan demi keberhasilan siswa dalam
pembelajaran. Keterampilan mendengarkan sangat essensial
dihubungkan dengan aspek pengembangan diri siswa ke depan.
2. Model pembelajaran yang variatif hendaknya selalu dicoba sebagai
upaya menciptakan proses pembelajaran aktif, inovatif, komunikatif,
efektif dan menyenangkan sesuai dengan prinsip PAIKEM.
3. Guru hendaknya menggunakan tehnik pembelajaran yang efektif, efisien
dan menyenangkan yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam
proses pembelajaran Bahasa Inggris untuk meningkatkan kompetensi
mendengarkan mereka. Oleh karena itu, tehnik running dictation untuk
mengajarkan listening sangat disarankan untuk diterapkan dikelas.
4. Dalam upaya Membantu memperbaiki / meningkatkan proses hasil
belajar dan mengajar guru hendaknya terus menggali potensi siswa guna
meningkatkan kemampuan siswa dalam mendengarkan (listening) teks
bahasa inggris.

15
DAFTAR RUJUKAN

Asmani, J. M. (2010). Tips menjadi guru inspiratif, kreatif, dan inovatif. Yogyakarta:
DIVA Press.
Denise, (2013). The Article of Running Dictation. TESOL International Association.
Online Journals, XX (1-11).
Harmer, Jeremy.(2010). How to Teach English; An Introduction to the Practice of
English Language Teaching. Pearson Education Limited; Edinburg Gate, Harlow,
Essex CM202JE; England and Associated Company troughout the world.
Nancy, (2003). The New Method of Running Dictation. British Council. UK. London.
Online Journals, XV (5-12).
Yamin, Muhammad. (2011) Teori dan Metode Pembelajaran. Jakarta :Pustaka El
Shafwan.
Rhalmi, Muhammad. (204). Audio Lingual Method. Cambridge UK.Cambridge
University Press.
Mc.Taggart and Kemmis (1988). Action Research Model. Pearson Education
Limited; Edinburg Gate, Harlow, Essex CM202JE; England and Associated
Company troughout the world.

16

Anda mungkin juga menyukai