Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang perlu berinteraksi, butuh


berkomunikasi dengan menusia lain. Interaksi terasa semakin penting pada saat
manusia ingin menampilkan eksistensi diri agar keberadaan dirinya di antara
manusia lain dapat diakui. Kemudian juga terasa sangat perlu dilakukan karena
dorongan sosial-kultur, yang mendesak dan bergejolak ingin menyampaikan
sesuatu kepada orang lain serta bisa memahami pesan yang disampaikan orang
lain secara resiprokal, dapat saling memberi, saling menerima, saling memahami,
dan saling mafhum.

Supaya interaksi dapat berlangsung interaktif, tentu membutuhkan alat,


sarana atau media, dan yang paling utama digunakan manusia adalah BAHASA.
Ilmu Bahasa, Studi Bahasa, kajian tentang bahasa, sekarang sudah bersifat
universal. Demikian pula pendidikan bahasa dan pembelajaran bahasa setiap
jenjang pendidikan pada era globalisasi ini amat sangat diperlukan. Oleh karena
itu, pengajaran bahasa, khususnya bahasa Indonesia, telah ditanamkan kepada
anak sejak di usia dini. Hal ini dapat dilihat dari pengajaran bahasa Indonesia di
Sekolah Dasar khususnya di kelas rendah oleh para pendidik/guru.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu pembelajaran bahasa ?

2. Apa itu sejarah pembelajaran bahasa ?

3. Apa itu teori-teori pembelajaran bahasa ?

4. Siapa saja tokok-tokoh pembelajaran bahasa ?

1
5. Apa perbedaan dari teori-teori yang ada?

6. Apa saja permasalahan pembelajaran bahasa di kelas rendah SD ?

7. Bagaiamana solusi dari permasalahan pembelajaran tersebut ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pembelajaran bahasa

2. Untuk mengetahui sejarah pembelajaran bahasa

3. Untuk mengetahui teori-teori pembelajaran bahasa

4. Untuk mengetahui tokoh-tokoh pembelajaran bahasa

5. Untuk mengetahui perbedaan dari teori-teori pembelajaran bahasa

6. Untuk mengetahui permasalahan yang tejadi di di kelas rendah SD

7. Untuk mengetahui solusi yang tepat untuk permasalahan pembelajaran


bahasa

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pembelajaran Bahasa

Pembelajaran bahasa mengacu pada proses pemerolehan bahasa kedua


setelah seseorang kanak-kanak memperoleh bahasa pertamanya. Untuk masalah
yang dibicarakan ini ada pakar yang menyebut dengan istilah pembelajaran
bahasa (language learning) dan ada pula yang menyebut pemerolehan bahasa
(language acquisition) kedua. Digunakannya istilah pembelajaran istilah
pembelajaran bahasa karena diyakini bahwa basa kedua dapat dikuasai hanya
dengan proses belajar, dengan cara sengaja dan sadar. Hal ini berbeda dengan
bahasa pertama atau bahasa ibu yang diproreh secara alamiah, secara tidak sadar
di dalam lingkungan keluarga pengasuh kanak-kanak itu bagi mereka yang
menggunakan penguasaan istilah pemerolehan bahasa kedua (ketiga, dan
seterusnya) beranggapan bahwa bahasa kedua merupakan sesuatu yang dapat
diperoleh, baik secara formal dalam pendidikan formal, maupun informal dalam
lingkungan kehidupan.

Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu,
pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pebelajar dalam
berkomunikasi, baik lisan maupun tulis (Depdikbud, 1995). Hal ini relevan
dengan kurikulum 2004 bahwa kompetensi pebelajar bahasa diarahkan ke dalam
empat subaspek, yaitu membaca, berbicara, menyimak, dan mendengarkan.

Sedangkan tujuan pembelajaran bahasa, menurut Basiran (1999), adalah


keterampilan komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi. Kemampuan yang
dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya tafsir, menilai, dan
mengekspresikan diri dengan berbahasa. Kesemuanya itu dikelompokkan menjadi
kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan. Sementara itu, dalam kurikulum 2004
untuk SMA dan MA, disebutkan bahwa tujuan pemelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia secara umum meliputi :

3
1. Siswa menghargai dan membanggakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan (nasional) dan bahasa negara.

2. Siswa memahami Bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan


fungsi,serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-
macam tujuan, keperluan, dan keadaan.

3. Siswa memiliki kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia untuk


meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional,dan
kematangan social.

4. Siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan


menulis).

5. Siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk


mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.

6. Siswa menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah


budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Untuk mencapai tujuan di atas, pembelajaran bahasa harus mengetahui


prinsip-prinsip belajar bahasa yang kemudian diwujudkan dalam kegiatan
pembelajarannya, serta menjadikan aspek-aspek tersebut sebagai petunjuk dalam
kegiatan pembelajarannya. Prinsip-prinsip belajar bahasa dapat disarikan sebagai
berikut pembelajar akan belajar bahasa dengan baik bila :

1. Diperlakukan sebagai individu yang memiliki kebutuhan dan minat.

2. Diberi kesempatan berapstisipasi dalam penggunaan bahasa secara


komunikatif dalam berbagai macam aktivitas

3. Bila ia secara sengaja memfokuskan pembelajarannya kepada bentuk,


keterampilan, dan strategi untuk mendukung proses pemerolehan bahasa

4. Ia disebarkan dalam data sosiokultural dan pengalaman langsung dengan


budaya menjadi bagian dari bahasa sasaran

4
5. Jika menyadari akan peran dan hakikat bahasa dan budaya.

6. Jika diberi umpan balik yang tepat menyangkut kemajuan mereka

7. Jika diberi kesempatan untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri


(Aminuddin, 1994).

B. Sejarah Pembelajaran Bahasa

Menurut Nurrhadi (1990) dalam sejarah perkembangannya ada empat tahap


penting yang dapat diamati sejak 1880 sampai dasawarsa 80-an.

1. Tahap pertama adalah periode antara 1880-1920. Pada tahap ini terjadi
rekonstruksi bentuk-bentuk metode langsung yang pernah digunakan atau
dikembangkan pada zaman Yunani dulu. Metode langsung yang pernah
digunakan pada awal abad-abad Masehi direkonstruksi dan diterapkan di
sekolah-sekolah (biasanya sekolah biara). Selain itu, dikembangkan juga
metode bunyi (phonetic method) yang juga berasal dari Yunani

2. Tahap kedua adalah masa antara tahun 1920-1940. Pada masa ini di
Amerika dan Kanada terbentuk forum belajar bahasa asing yang kemudian
menghasilkan aplikasi metode-metode yang bersifat kompromi.

3. Tahap ketiga, adalah masa antara tahun 1940-1970 yang kemunculannya


dilatarbelakangi oleh situasi peperangan (Perang Dunia II), di mana orang
berikhtiar mencari metode belajar bahasa asingyang paling cepat dan
efisien untuk dapat berkomunikasi dengan pihak-pihak yang bertikai.
Tahap ini secara teori dibagi 4 periode, yaitu :

a. Periode 1940-1950, ditandai dengan lahirnya metode yang dikenal dengan


nama American Army Method, yang lahir dari markas militer Amerika, untuk
keperluan ekspansi perang. Pada periode ini dalam dunia linguistik muncul
juga pendekatan baru yang disebut dengan nama pendekatan linguistik.
Pendekatan ini merupakan imbas dari lahirnya pandangan strukturalis dalam
bidang kebahasaan.

5
b. Periode 1950-1960, ditandai dengan munculnya metode audiolingual di
Amerika dan metode audiovisual di Inggris dan Perancis, sebagai akibat
langsung dari keberhasilan American Ermy Method. Metode audiovisual dan
audiolingual ini lahir dari pandangan kaum behavioris dan akibat adanya
penemuan alat-alat bantu belajar bahasa. Yang menjadi landasan adalah teori
Stimulus-Responsnya B.F. Skinner.

c. Periode ketiga 1960-1970, merupakan awal runtuhnya metode audiolingual


dan audiovisual, dan mulai populernya aalis kontrastif, yang berusaha
mencari landasan teori dalam pengajaran bahasa.

d. Periode keempat 1970-1980, merupakan periode yang paling inovatif dalam


pembelajaran bahasa kedua. Konsep dan hakikat belajar bahasa dirumuskan
kembali, kemudian diarahkan pada pengembangan sebuah model
pembelajaran yang efektif dan efisien yang dilandasi oleh teori yang kokoh.

C. Teori-Teori Pembelajaran Bahasa

1. Teori Behaviorisme

Tokoh aliran ini adalah John B. Watson (1878 – 1958) yang di Amerika
dikenal sebagai bapak Behaviorisme. Teorinya memumpunkan perhatiannya pada
aspek yang dirasakan secara langsung pada perilaku berbahasa serta hubungan
antara stimulus dan respons pada dunia sekelilingnya. Menurut teori ini, semua
perilaku, termasuk tindak balas (respons) ditimbulkan oleh adanya rangsangan
(stimulus). Jika rangsangan telah diamati dan diketahui maka gerak balas pun
dapat diprediksikan.

Seorang behavioris menganggap bahwa perilaku berbahasa yang efektif


merupaImplikasi teori ini ialah bahwa guru harus berhati-hati dalam menentukan
jenis hadiah dan hukuman. Guru harus mengetahui benar kesenangan siswanya.
Hukuman harus benar-benar sesuatu yang tidak disukai anak, dan sebaliknya
hadiah merupakan hal yang sangat disukai anak. Jangan sampai anak diberi

6
hadiah menganggapnya sebagai hukuman atau sebaliknya, apa yang menurut guru
adalah hukuman bagi siswa dianggap sebagai hadiah

2. Teori Nativisme

Berbeda dengan kaum behavioristik, kaum nativistik atau mentalistik


berpendapat bahwa pemerolehan bahasa pada manusia tidak boleh disamakan
dengan proses pengenalan yang terjadi pada hewan. Mereka tidak memandang
penting pengaruh dari lingkungan sekitar. Selama belajar bahasa pertama sedikit
demi sedikit manusia akan membuka kemampuan lingualnya yang secara genetis
telah terprogramkan. Dengan perkataan lain, mereka menganggap bahwa bahasa
merupakan pemberian biologis. Menurut mereka bahasa terlalu kompleks dan
mustahil dapat dipelajari oleh manusia dalam waktu yang relatif singkat lewat
proses peniruan sebagaimana keyakinan kaum behavioristik. Jadi beberapa aspek
penting yang menyangkut sistem bahasa menurut keyakinan mereka pasti sudah
ada dalam diri setiap manusia secara alamiah

Istilah nativisme dihasilkan dari pernyataan mendasar bahwa pembelajaran


bahasa ditentukan oleh bakat. Bahwa setiap manusia dilahirkan sudah memiliki
bakat untuk memperoleh dan belajar bahasa.

3. Teori Kognitivisme

Pada tahun 60-an golongan kognitivistik mencoba mengusulkan pendekatan


baru dalam studi pemerolehan bahasa. Pendekatan tersebut mereka namakan
pendekatan kognitif. Jika pendekatan kaum behavioristik bersifat empiris maka
pendekatan yang dianut golongan kognitivistik lebih bersifat rasionalis. Konsep
sentral dari pendekatan ini yakni kemampuan berbahasa seseorang berasal dan
diperoleh sebagai akibat dari kematangan kognitif sang anak. Mereka
beranggapan bahwa bahasa itu distrukturkan atau dikendalikan oleh nalar
manusia. Oleh sebab itu perkembangan bahasa harus berlandas pada atau
diturunkan dari perkembangan dan perubahan yang lebih mendasar dan lebih
umum di dalam kognisi manusia. Dengan demikian urutan-urutan perkembangan
kognisi seorang anak akan menentukan urutan-urutan perkembangan bahasa
dirinya.

7
4. Teori Fungsional

Dengan munculnya kontruktivisme dalam dunia psikologi, dalam tahun-


tahun terakhir ini menjadi lebih jelas bahwa belajar bahasa berkembang dengan
baik di bawah gagasan kognitif dan struktur ingatan. Para peneliti bahasa mulai
melihat bahwa bahasa merupakan manifestasi kemampuan kognitif dan efektif
untuk menjelajah dunia, untuk berhubungan dengan orang lain dan juga keperluan
terhadap diri sendiri sebagai manusia. Kognisi dan perkembangan bahasa.

Piaget menggambarkan penelitian itu sebagai interaksi anak dengan


lingkungannya dengan interaksi komplementer antara perkembangan kapasitas
kognitif perseptual dengan pengalaman bahasa mereka. Penelitian itu berkaitan
dengan hubungan antara perkembangan kognitif dengan pemerolehan bahasa
pertama. Slobin menyatakan bahwa dalam semua bahasa, belajar makna
bergantung pada perkembangan kognitif dan urutan perkembangannya lebih
ditentukan oleh kompleksitas makna itu dari pada kompleksitas bentuknya.
Menurut dia ada dua hal yang menentukan model :

a. Pada asas fungsional, perkembangan diikuti oleh perkembangan kapasitas


komunikatif dan konseptual yang beroperasi dalam konjungsi dengan
skema batin konjungsi.

b. Pada asas formal, perkembangan diikuti oleh kapasitas perseptual dan


pemerosesan informasi yang bekerja dalam konjungsi dan skema batin tata
bahasa.

5. Teori Konstruktvisme

Jean Piaget dan Leu Vygotski adalah dua nama yang selalu diasosiasikan
dengan kontruktivisme. Ahli kontruktivisme menyatakan bahwa manusia
membentuk versi mereka sendiri terhadap kenyataan, mereka menggandakan
beragam cara untuk mengetahui dan menggambarkan sesuatu untuk mempelajari
pemerolehan bahasa pertama dan kedua.

8
6. Teori Humanisme

Teori ini muncul diilhami oleh perkembangan dalam psikologi yaitu


psikologi Humanisme. Tujuan utama dari teori ini adalah untuk meningkatkan
kemampuan siswa agar bisa berkembang di tengah masyarakat. (McNeil,1977).

Sementara tujuan teori humanisme menurut Coombs (1981) : Pengajaran


disusun berdasarkan kebutuhan-kebutuhan dan tujuan siswa. program pengajaran
diarahkan agar siswa mampu menciptakan pengalaman sendiri berdasarkan
kebutuhannya. hal ini dilakukan untuk mengembangkan potensi yang mereka
miliki. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengaktualisasikan dirinya dan
untuk menumbuhkan kepercayaan dirinya.

7. Teori Sibernetik

Istilah sibernetika berasal dari bahasa Yunani (Cybernetics berarti pilot).


Istilah Cybernetics yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi
sibernetika, pertama kali digunakan th.1945 oleh Nobert Wiener dalam bukunya
yang berjudul Cybernetics. Sibernetika adalah teori sistem pengontrol yang
didasarkan pada komunikasi (penyampaian informasi) antara sistem dan
lingkungan dan antar sistem, pengontrol (feedback) dari sistem berfungsi dengan
memperhatikan lingkungan.

Teori sibernetik diimplementasikan dalam beberapa pendekatan pengajaran


(teaching approach) dan metode pembelajaran, yang sudah banyak diterapkan di
Indonesia. Misalnya virtual learning, e-learning, dll.

Beberapa kelebihan teori sibernetik:

a. Setiap orang bisa memilih model pembelajaran yang paling sesuai dengan
untuk dirinya, dengan mengakses melalui internet pembelajaran serta
modulnya dari berbagai penjuru dunia.

b. Pembelajaran bisa disajikan dengan menarik, interaktif dan komunikatif.


Dengan animasi-animasi multimedia dan interferensi audio, siswa tidak
akan bosan duduk berjam-jam mempelajari modul yang disajikan.

9
c. Menganggap dunia sebagai sebuah ‘global village’, dimana masyarakatnya
bisa saling mengenal satu sama lain, bisa saling berkomunikai dengan
mudah, dan pembelajaran bisa dilakukan dimana saja tanpa dibatasi ruang
dan waktu, sepanjang sarana pembelajaran mendukung.

d. Ketika bertanya atau merespon pertanyaan guru atau instruktur, secara


psikologis siswa akan lebih berani mengungkapkanya, karena siswa tidak
akan merasa takut salah dan menanggung akibat dari kesalahannya secara
langsung.

D. Tokoh-Tokoh Pembelajaran Bahasa

1. Teori Behavioristik

a. Pavlov (1849-1936) seorang ahli fisiolog (ilmu faal) dari Rusia,


mengemukakan teori ini berdasarkan percobaannya yang terkenal
dengan melibatkan makanan, anjing, dan bel. Sebelum dikondisikan,
bunyi bel tidak memberikan respon dari seekor anjing. Setelah diberi
makanan, anjing itu mulai mengeluarkan air liur.

b. Thorndike (1874-1949) mengemukakan hubungan sebah akibat antara


stimulus dan respon. Hubungan ini dikenal dengan hukum akibat
latihan, dan kesiapan. Hukum akibat menyatakan bahwa ketika
stimulus dan respon dihargai secara positif (diberi hadiah) akan terjadi
penguatan dalam belajar. Sebaliknya bila hubungan ini dihargai negatif
(diberi hukuman) akan terjadi penurunan dalam motivasi belajar.

c. Menurut Watson (1878-1958): seseorang dilahirkan dengan beberapa


reflek serta reaksi emosional terhadap cinta dan kegusaran. Perilaku
lainnya dapat dibangun melalui hubungan stimulus-respon dalam
pengkondisian.

d. Skinner (1904-1940), seperti Pavlov, “Thorndike, dan Watson,


meyakini pola hubungan stimulus-respon. Tetapi berbeda dengan para

10
pendahulunya, teori Skinner menekankan pada perubahan perilaku
yang dapat diamati dengan mengabaikan kemungkinan yang terjadi
dalam proses berpikir pada otak seseorang.

2. Teori Kognitivisme

a. Attribution Theory (Weiner)

Weiner mengembangkan sebuah kerangka teoretis yang telah menjadi


sangat berpengaruh dalam psikologi sosial hari ini. Teori atribusi
mengasumsikan bahwa orang mencoba untuk menentukan mengapa
orang melakukan apa yang mereka lakukan, yaitu menafsirkan
menyebabkan untuk suatu peristiwa atau perilaku.

b. Teori Pemrosesan Informasi (Robert Gagne)

Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan


informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran
dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi
adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi
eksternal individu. Kondisi internal, yaitu keadaan dalam diri individu
yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses
kognitif,sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari
lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.

c. Teori Elaborasi (Reigeluth)

Charles Reigeluth dari Indiana University mengemukakan Teori


Elaborasi, sebuah model desain instruksional yang bertujuan untuk
membantu memilih dan urutan konten dalam cara yang akan
mengoptimalkan pencapaian tujuan pembelajaran. Pendukung merasa
penggunaan motivator, analogi, ringkasan dan sintesis mengarah pada
pembelajaran yang efektif. Sementara teori yang tidak efektif terutama
konten, memang ditujukan untuk menengah ke kompleks jenis
kognitif dan psikomotorik belajar.

11
d. Teori Belajar Gestalt

Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti


sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah
bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu
keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Gestalt anak dipandang
sebagai suatu keseluruhan, yakni suatu organisme yang dinamis, yang
senantiasa dalam keadaan berintekrasi dengan dunia sekitarnya untuk
mencapai tujuan-tujuannya. Interaksi di sini dimaksudkan bahwa anak
selalu menerima

e. Tahap Teori Perkembangan Kognitif (Piaget)

Biologi dan psikolog Swiss, Jean Piaget (1896-1980) mengamati


anak-anak (dan proses pembuatannya mereka memahami dunia di
sekitar mereka) dan akhirnya mengembangkan empat tahap model
bagaimana proses pikiran informasi baru dijumpai. Dia
mengemukakan bahwa kemajuan anak-anak melalui empat tahap dan
bahwa mereka semua melakukannya dalam urutan yang sama.
Keempat tahapan ini adalah:

1) Sensorimotor stage( Birth to 2 years old ).‘Tahap


sensorimotor( lahir sampai 2 tahun )’. Bayi membangun
pemahaman tentang dirinya sendiri dan realitas (dan bagaimana
segala sesuatu bekerja) melalui interaksi dengan lingkungan.

2) Preoperational stage ( ages 2 to 4 ).‘Tahapan (berusia 2 sampai


4)’. Anak belum mampu memahami konsep abstrak dan
membutuhkan situasi fisik yang konkret. Objek diklasifikasikan
dalam cara-cara sederhana, terutama dengan fitur-fitur penting.

3) Concrete operations ( ages 7 to 11 ). ‘Operasi konkret (usia 7


hingga 11)’. Seperti pengalaman fisik terakumulasi, akomodasi
meningkat. Si anak mulai berpikir secara abstrak dan konsep,

12
menciptakan struktur logis yang menjelaskannya pengalaman
fisik.

4) Formal operations ( beginning at ages 11 to 15 ).‘Operasi formal


(mulai pada usia 11-15)’. Kognisi mencapai bentuk akhirnya.
Pada tahap ini, orang tidak lagi memerlukan objek konkret untuk
membuat penilaian rasional. Dia mampu melakukan penalaran
deduktif dan hipotetis. Dia mampu untuk berpikir abstrak yang
sangat mirip dengan orang dewasa.

f. Noam Chomsky merupakan tokoh innatist atau lebih yang dikenal


dengan kognitivist dengan LAD sebagai ide besarnya, bahwa anak
terlahir memiliki perangkat kemampuan berbahasa Language
Acquisition Device yang bersifat universal sehingga juga dikenal
istilah Universal Grammar.

g. Stephen Krashen, seperti Chomsky merupakan tokoh innatist yang


mengembang lima hipotesis pembelajaran berbahasa meliputi:

1) Hipotesa Pemerolehan dan pembelajaran bahasa


(acquisition/Learning Hypothesis) – acquisition adalah proses
bawah sadar atau “subconscious” seperti pada proses penguasaan
bahasa ibu;sedangkan learning merupakan proses“conscious” atau
sadar seperti pada proses mempelajari pengetahuan tentang aturan
berbahasa.

2) Hepotesa Monitor atau Monitor Hypothesis – pembelajaran


memiliki fungsi sebagai monitor atau penyaring yang
memungkinkan kita menghasilkan berbagai penyesuaian bahasa
sebagai hasil dari pemerolehan atau acquisition.

3) Hipotesa Aturan Alamaiah atau The Natural Order Hypothesis –


pemerolehan bahasa asing sama halnya dengan pemerolehan
bahasa pertama mengikuti kaidah yang alamiah. Penyimpangan

13
berbahasa bukanlah kesalahan melainkan perkembangan proses
pembelajaran.

4) Hipotesa input atau The Input Hypothesis – pemerolehan terjadi


bila ada input yang bermakna yang memadai, “comprehensible
input” (i + 1).

5) Hipotesa Filter afektif atau The Affective Filter Hypothesis –


pemerolehan bahasa dipengaruhi oleh faktor-faktor afektif atau
perasaan. Rasa cemas; percaya diri dan motivasi bisa menaikan
filter afektif.

14
E. Perbedaan setiap teori pembelajaran bahasa

15
F. Masalah dalam pembelajaran Bahasa.

1. Kurangnya semangat siswa saat mengikuti pelajaran, semangat adalah


hal utama yang membuat siswa dapat memahami pelajaran yang telah
disampaikan dengan baik. Jika siswa sudah merasa malas di awal
pembelajaran, maka itu akan berpengaruh pada hasil pemahaman siswa
terhadap materi.

2. Kurangnya keterampilan siswa dalam berbicara dengan Bahasa


Indonesia yang baik dan benar. Hal tersebut dikarenakan masih
terpengaruhnya bahasa yang digunakan siswa sehari-hari, termasuk
bahasa daerah masing-masing yang belum tentu semua siswa mengerti.
Siswa cenderung menganggap bahwa seolah-olah mereka hanya
bercakap-cakap dengan temannya seperti biasa.

3. Kurangnya keterampilan siswa dalam mengungkapkan ide. Siswa


kurang memiliki keberanian dalam mengungkapkan gagasannya, mereka

16
menganggap bahwa gagasannya tidak penting sehingga tidak perlu untuk
diutarakan.

G. Solusi dari Permasalahan Pemerolehan Bahasa

1. Gunakan metode diskusi atau kegiatan yang menuntut siswa untuk keluar
dari lingkungan kelas. Sebagai contoh guru dapat memberi tugas kepada
siswa untuk mencari artikel atau buku di perpustakaan yang berhubungan
dengan pokok bahasan. Metode tersebut dapat mengatasi rasa kantuk siswa
dan membuat siswa tidak merasakan lamanya waktu pelajaran. Guru juga
perlu mengadakan pendekatan dengan siswa, agar siswa merasa bahwa
guru tersebut bukan merupakan ancaman baginya dan menghilangkan
kesan galak yang sudah tertanam pada pemikiran siswa. Pendekatan
tersebut tidak hanya dilakukan saat pembelajaran berlangsung, akan tetapi
lebih baik jika dilakukan saat diluar jam pelajaran juga.

2. Dengan membiasakan siswa untuk menggunakan Bahasa Indonesia yang


baik dan benar ketika pelajaran sedang berlangsung. Baik itu berbicara
dengan guru maupun teman sekelas. Dengan begitu siswa juga mampu
mengungkapkan pendapatnya dengan baik dan benar sekaligus sedikit
demi sedikit menghilangkan bahasa daerah yang setiap daerah memiliki
makna berbeda.

3. Dengan menunjuk satu per satu siswa yang dirasa cenderung pasif untuk
berbicara mengungkapkan apa yang tidak mereka pahami. Mekipun pada
awalnya tidak mendapatkan reaksi yang positif, namun guru perlu
melakukannya secara terus menerus agar siswa sedikit demi sedikit
terdorong untuk berbicara.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dapat kita simpulkan bahwa pembelajaran bahasa mengacu pada proses


pemerolehan bahasa kedua setelah seseorang kanak-kanak memperoleh bahasa
pertamanya. Untuk masalah yang dibicarakan ini ada pakar yang menyebut
dengan istilah pembelajaran bahasa (language learning) dan ada pula yang
menyebut pemerolehan bahasa (language acquisition) kedua.

Kemampuan yang dikembangkan adalah daya tangkap makna, peran, daya


tafsir, menilai, dan mengekspresikan diri dengan berbahasa. Kesemuanya itu
dikelompokkan menjadi kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan. Teori-teori
dalam pembelajaran bahasa yaitu teori nativisme, teori behavioristik, teori
kognitivisme, dan lain-lain.

B. Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya


penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang artikel diatas
dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung
jawabkan.

Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk
menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan artikel yang telah di jelaskan.
Untuk bagian terakhir dari artikel adalah daftar pustaka. Pada kesempatan lain
saya jelaskan tentang daftar pustaka artikel.

18
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguitik. Jakarta : Rineka Cipta.

Tarigan HG. 1985. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Bandung: Angkasa.

19

Anda mungkin juga menyukai