Anda di halaman 1dari 24

MODUL 5

Pendekatan Pembelajaran Bahasa


dan Sastra Indonesia Sekolah
Dasar
Kelompok 4 :
• Rosella Nadia Y. (857304044)
• Agustinus Edo N. ()
• Muttia Ghina M. (857311064)
Kegiatan belajar 1

Pendekatan Whole Language dalam Pembelajaran


Bahasa dan Sastra Indonesia
A . Latar Belakang
PWL lahir secara tidak langsung sebagai reaksi atas kelemahan-
kelemahan pendekatan struktural yang memperlakukan keterampilan
berbahasa dan komponen bahasa secara terpisah-pisah. Dalam
pendekatan struktural misalnya guru mengajarkan tata bahasa dan
keterampilan berbahasa secara terpisah-pisah ia menyajikan potongan-
potongan bentuk bahasa kemudian dianalisisnya. Ketika mengajarkan
frasa ia menampilkan potongan-potongan kelompok kata kemudian
menganalisisnya atas unsur diterangkan dan menerangkan. Ia
mengajarkan membaca terpisah dengan pelajaran menulis, ia
mengajarkan kosakata terlepas dari kesusastraan padahal kenyataannya
dalam kehidupan yang nyata sehari-hari seseorang lebih banyak
menghadapi fenomena kebahasaan secara utuh tidak terpotong-potong.
B . Landasan Teori
Who language adalah salah satu pendekatan pengajaran bahasa yang
menyajikan pengajaran bahasa secara utuh tidak terpisah-pisah .
Pendekatan whole language (PWL) atau pendekatan integrated whole
language (PIWL), menurut Richards, Platt, & Platt (1992-405-406), adalah
pendekatan pengajaran bahasa pertama (B1) dan bahasa kedua (B2) yang
dilaksanakan untuk merefleksikan prinsip-prinsip pemerolehan B1 dan B2 yang
didasarkan pada prinsip-prinsip berikut :
1. Bahasa disajikan dalam keutuhan, bukan sebagai potongan-potongan bahasa
yang terisolasi atau terpisah-pisah.
2. Aktivitas-aktivitas pembelajaran lebih bergerak dari "keseluruhan" ke "bagian".
daripada dari "bagian" ke "keseluruhan“.
3. Keempat keterampilan berbahasa dioptimalkan.

4. Bahasa dipelajari melalui interaksi sosial dengan orang lain.


C. Komponen Whole Language
Menurut Routman (dalam Suratinah dan Prakoso, 2009:2.4) Terdapat 8
komponen WL :

• Membaca Nyaring (Reading Aloud)

• Menulis Jurnal (Journal Writing)

• Membaca Diam (Sustained Silent Reading)

• Membaca Bersama/Berbagi (Shared Reading)

• Membaca Terbimbing (Guided Reading)

• Menulis Terbimbing (Guided Writing)

• Membaca Bebas (Independent Reading)

• Menulis Bebas (Independent Writing)


D. Merancang Pengajaran Berpendapatan Whole Language
• Tujuan Pengajaran

• Materi Pengajaran

• Peran Siswa dan Guru

• Teknik Mengajar

• Teknik Penilaian
Kegiatan belajar 2

Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran


bahasa Dan Sastra Indonesia
A . Latar Belakang
Pendekatan Komunikatif ( PK ) adalah sebuah pendekatan pengajaran
bahasa, khususnya pelajaran bahasa ke 2 ( B2 )dan pengajaaran bahsa asing dalam
pegajaran bahasa dan sastra Indonesia, PK ramai dikembangkan dan diterapkan
setelah pemberlakuan kirikulum 1984. Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi,
yaitu alat untuk menyampaikan pesan kepada orang lain atau dari penulis kepada
pembaca, dari pembaca ke pendengar.

PK lahir dari situasi pengajaran bahasa Inggris, Amerika Serikat, dan Kanada.
Sebelumnya negara-negara ini perkembangan pandangan struktural, mulai surut.
Pengajaran bahasa sebelumnya lebih mementingkan aspek struktur dengan
memisahkannya dari penggunaan bahasa yang nyata. Pengajaran bahasa
mengabaikan aspek komunikasi. Setelah itu mulai timbul kesadaran,bahwa tidak
mungkin mengajarkan bahasa dengan mengabaikan aspek komunikas berbahasa
B . LANDASAN TEORI
PK banyak mengadopsi pandangan Hymes yang mengandung bahasa dari
sudut fungsi dan aspek sosial. Meurut Hymes orang yang memiliki kompetensi
komunikatif adalah mereka yang telah memiliki pengetahuan tentang bahasa dan
kemampuan untuk menggunakan bahasa dalam konteks komunikasi seutuhnya.
Oleh karena itu seorang penutur baru dapat dikatakan memiliki kompetensi
komunikatif apabila ia memiliki kemampuan struktural yang memadai dan memiliki
kepekaan kontestual yang cukup tinggi sehingga ketepatan dalam pemakaian
bahasa itu tidak hanya ketepatan gramatikal saja tetapi juga ketepatan
sosiolingual.
Halliday menjabarkan pandangan Haymes dalam teorinya mengenai 7 fungsi
bahasa sebagai berikut
1. Fungsi Instrumental ( untuk mendapatkan sesuatu )
2. Fungsi aturan ( untuk mengendalikan tingkah laku orang lain)
3. Fungsi interaksi ( untuk menciptakan hubungan antar individu )
4. Fungsi pribadi ( untuk menyatakan perasaan dan makna )
5. Fungsi penggalian pribadi ( untuk belajar )
6. Fungsi imajinasi ( untuk menciptakan imajinasi )
7. Fungsi penggambaran ( untuk menyampaikan informasi)
C . MERANCANG PENGAJARAN BERPENDEKATAN KOMUNIKTIF

Menurut Yalden (1982:235) merumuskan bahwa dalam pembelajaan bahasa


komunikatif di sepakati
1. Kompetensi komunikatif merupakan tujuan yang tepat pada seluruh tingkatan
2. Isi yang dikomunikasikan merupakan masalah utama yang harus direncanakan,
bukan bentuk-bentuk bahasa.
3. Pengajaran harus beroriantasi pada siswa
Pembelajaran bahasa dengan menggunakan pendekatan komunikatif
hendaknya harus bersifat lebih humanis. Siswa ditempatkan pada posisi yang aktif
sebagai pusat kegiatan pengajaran, dan guru sebagai fasilitator. Hal ini tampak pada
rumusan tujuan, pemilihan bahan , peran sisiwa, guru dan bahan, serta teknik
pengajarannya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merancang pembelajaran berpendekatan
komunikatif adalah sebagai berikut
1. Tujuan Pengajaran
Tujuan yang ingin dicapai dalam pengejaran pendekatan komunikatif adalah
terbina dan berkembang kemampuan komunikatif maupun kompetensi komunikatif para
siswa. Dalam kurikulum 1984 secara eksplisif dinyatakan bahwa tujuan dari pengajaran
bahasa Indonesia adalah untuk menegembalikan pembelajaran bahasa Indonesia pada
fungsi-fungsi komunikatif, atau secara khusus tujuan tersebut untuk mendorong siswa
memiliki kemampuan berhasa Indonesia yang baik dan benar,serta dapat menghayati
bahasa dan sastra Indonesia sesuai dengan situasi, dan tujuan berbahasa Indonesia.
2. Materi Pengajaran
Dalam pendekatan komunikatif, pemilihan meteri didasarkan pada kebutuhan
siswa, analisis kebutuhan sisiwa didasarkan pada latar belakang siswa dan lembega
pendidikan tempat belajar. Materi yang disusun harus didukung dengan ketersediaan
bahan di luar kelas. Setelah mendapatkan materi di dalam kelas selanjutnya siswa
diharapkan dapat memprakteknyanya pada masyarakat.
3. Peran Siswa dan Guru
Dalam pembelajaran bahasa komunikatif siswa hanya berperan sebagai
negosiator antara dirinya sendiri, proses belajar, dan objek yang dipelajari. Siswa
harus aktif dan berinisiatif untuk melaukan kegiatan komunikatif . Sedangkan guru
berperan sebagai fasilitator, pengarah dan pengoordinasi kegiatan.
4. Teknik Mengajar
Teknik yang dapat digunakan dalam pengajaran bahasa dan sastra Indinesia
diantaranya, tanya jawab, diskusi, latihan, simulasi, produksi, dan demontrasi.
5. Teknik Penilaian
Teknik penilaian yang digunakan adalah tes kompetensi komunikatif (TTK), tes ini
lebih menitikberatkan pada kemampuan berkomunikasi pada situasi tertentu, tentang
kapan,bagamana dan kepada siapa bentuk kebahasaan patut di pakai.
Dari pembahasan kb 2 dapat di peroleh kesimpuan bahwa dalam pembelajaran
bahasa dan sastra Indonesia sekolah dasar harus menempatkan penguasaan
komunikasi pada siswa. penguasaan komunikasi tersebut meliputi

1. Penguasaan terhadap kaidah-kaidah gramatikal kebahasaan

2. Aturan – aturan soaial-budaya tentang bagaimana bentuk-bentuk bahasa itu sendiri


yang secara tepat dan patut digunakan dalam masyarakat
Kegiatan belajar 3

Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran


Bahasa Indonesia Dan Sastra Indonesia
A . Latar Belakang

Selalu menjadi sebuah kemestian bahwa pembaharuan


selalu terjadi dalam dunia Pendidikan. Dalam Pendidikan,
sekolah haruslah mengembangkan semua potensi yang ada di
sekolah itu. Pendidikan adalah tanggungjawab Bersama antara
sekolah, orangtua, pemerintah dan masyarakat.
Salah satu pembaharuan dalam Pendidikan, khususnya
dalam pembelajaran Bahasa adalah dikenalkannya konsep
pembelajaran kontekstual.
Dalam aplikasinya, guru haruslah membelajarkan siswa-
siswanya dengan berlandaskan konteks
B. LANDASAN TEORETIS
Terdapat dua teori atau pandangan yang melatarbelakangi munculnya
pembelajaran kontekstual, yakni (1) filsafat progresivisme, dan (2) teori kognitif.
Pembelajaran kontekstual berakar pada filsafat progresivisme John Dewey,
seorang filsuf Amerika Serikat.
Pokok-pokok pandangan progresivisme seperti dirangkum secara sekilas
oleh Nurhadi (2003:8) :
1. Siswa belajar dengan baik apabila mereka secara aktif dapat mengkonstruksi
sendiri pemahaman mereka tentang apa yang diajarkan oleh guru
2. Anak harus bebas agar dapat berkembang wajar
3. Penumbuhan minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang belajar
4. Guru sebagai pembimbing dan peneliti
5. Harus ada Kerjasama antara sekolah dan masyarakat
6. Sekolah progresif merupakan laboratorium untuk melakukan eksperimen
Selain teori progresivisme, teori yang melatarbelakangi
pembelajaran kontekstual adalah teori kognitif (Nurhadi,
2003:8). Dalam pandagan teori kognitif, siswa akan belajar
dengan baik apabila mereka terlibat secara aktif dalam segala
kegiatan di kelas dan berkesempatan untuk menemukan
sendiri.
C. PENGERTIAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUA
Pembelajaran kontekstual menurut Johnson (dalam Nurhadi. 2003: 12) adalah suatu
proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran
yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka
sehari-hari yaitu dengan konteks lingkungan pribadi sosial, dan budayanya. Untuk mencapai
tujuan tersebut pembelajaran kontekstual akan menuntun siswa melalui kedelapan komponen
utama kontekstual:
1. Melakukan hubungan yang bermakna
2. Mengerjakan pekerjaan yang berarti
3. Mengatur cara belajar sendiri
4. Bekerja sama
5. Berpikir kritis dan kreatif
6. Memelihara dan merawat pribadi siswa
7. Mencapai standar yang tinggi
8. Menggunakan asesmen autentik
Sementara itu the Washington state consortium for contextual teaching and
learning (dalam Nurhadi, 2003) merumuskan tiga istilah berikut :
1. Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa
memperkuat, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan
akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan di luar sekolah untuk
memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata
2. Pembelajaran kontekstual terjadi ketika siswa menerapkan dan mengalami apa
yang diajarkan dengan merujuk pada masalah-masalah nyata yang
berasosiasi dengan peranan dan tanggung jawab mereka sebagai anggota
keluarga, anggota masyarakat, siswa dan selaku pekerja
3. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual menekankan berpikir tingkat tinggi,
transfer pengetahuan melalui disiplin ilmu, dan mengumpulkan, menganalisis,
dan menyintesiskan informasi dan data dari berbagai sumber dan sudut
pandang
Dari berbagai definisi yang ada, Nurhadi (2003: 13)
menyimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar
di mana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan
mendorong Siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-
hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan
dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit dan dari proses
mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah
dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.
D. KOMPONEN PENDEKATAN KONTEKTUAL
1. Konstruktivisme
Pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi, bukan menerima
pengetahuan.
Secara sederhana, menurut Nurhadi (2003) komponen pertama ini dapat
dilakukan dengan merumuskan kalimat perintah : “ kembangkan pemikiran bahwa
anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri,
dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya!”. Komponen
pertama ini sebagai landasan filosofis pelaksanaan pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia.
2. Bertanya
Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk
mendorong membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.
Komponen kedua dilakukan dengan merumuskan kalimat perintah :”
kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya!”. Komponen kedua ini sebagai
keahlian dasar yang harus dikembangkan.
3.Inkuiri
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat
seperangkat fakta-fakta, melainkan hasil dari menemukan sendiri melalui langkah-langkah
tertentu.
Komponen ketiga dilakukan dengan merumuskan kalimat perintah:” laksanakan kegiatan
nkuiri untuk mencapai kompetensi yang diinginkan semua bidang studi!” komponen ketiga ini
adalah strategi belajar yang harus dilakukan oleh guru bahasa dan sastra Indonesia dalam
mengelola pembelajarannya.
4. Masyarakat belajar
Belajar pada hakekatnya adalah kerja gotong royong hasil pembelajaran diperoleh dari
bekerja sama dengan orang lain.
Komponen keempat dilakukan dengan merumuskan kalimat perintah : “ciptakan
masyarakat belajar atau belajarlah dengan kelompok-kelompok!” komponen keempat ini adalah
penciptaan lingkungan belajar.
5. Permodelan
Sebuah pembelajaran haruslah menyediakan “apa yang ditiru”, dan ada model
yang dapat ditiru. Model dapat berasal dari siswa yang sudah tahu, guru, atau dari
orang-orang di luar sekolah.
Komponen kelima dilakukan dengan merumuskan kalimat perintah: “tunjukkan
model (benda-benda, guru, siswa lain, karya inovasi, dan lain-lain) sebagai contoh
pembelajaran!” komponen kelima adalah acuan pencapaian kompetensi.
6. Refleksi
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru saja dipelajari atau berpikir ke
belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan pada masa sebelumnya.
Komponen ke-6 dilakukan dengan merumuskan kalimat perintah: “lakukan refleksi
di akhir pertemuan agar siswa merasa bahwa hari ini mereka belajar sesuatu!”
komponen ke-6 adalah langkah akhir dari sebuah pembelajaran.
7. Asesmen autentik
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang
bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa.
Komponen ketujuh dilakukan dengan merumuskan kalimat
perintah: “lakukan penilaian yang sebenarnya, baik tes maupun non
tes, dari pelbagai sumber dan dengan pelbagai cara!”
E. MERANCANG KELAS BAHASA DAN
SASTRA DENGAN PENDEKATAN
KONTEKSTUAL

Menurut Suyanto (2002:14) terdapat 11 kata kunci dalam pembelajaran kontekstual :


1. Kerjasama
2. Saling menunjang
3. Gembira
4. Belajar dengan bergairah
5. Pembelajaran terintegrasi
6. Menggunakan berbagai sumber
7. Siswa aktif
8. Suasana kelas menyenangkan, tidak membosankan
9. Sharing atau berbagi dengan teman
10. Siswa kritis
11. Guru kreatif
Berikut beberapa gambaran tentang kelas bahasa dan sastra Indonesia yang dikembangkan
dengan pendekatan kontekstual
1. Adanya kerjasama antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, guru dengan orang tua,
sekolah dengan masyarakat.
2. Guru bahasa dan sastra Indonesia harus merancang kelas dalam suasana yang gembira,
menyenangkan, dan tidak ada tekanan
3. Guru bahasa dan sastra Indonesia SD selalu merancang pembelajarannya secara integrasi
4. Kelas bahasa dan sastra Indonesia tidak hanya terbatas memanfaatkan kelas sebagai tempat
dan sumber belajar, tetapi juga memanfaatkan luar kelas atau lingkungan sebagai sumber
belajar.
5. Kelas bahasa dan sastra Indonesia tidak akan melakukan aktivitas menghafal sebagai kegiatan
pokok, tetapi Siswa lebih banyak melakukan inkuiri
6. Dalam kelas bahasa dan sastra Indonesia guru melakukan asesmen berbasis kelas atau
asesmen autentik.
7. Dalam kelas bahasa dan sastra Indonesia selalu diakhiri dengan kegiatan refleksi untuk melihat
kembali apa yang sudah dilakukan oleh guru dan siswa.

Anda mungkin juga menyukai