PENDEKATAN KOMUNIKATIF DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DAN
SASTRA INDONESIA A. LATAR BELAKANG Pendekatan Komunikatif (PK) adalah sebuah pendekatan pengajaran bahasa, khususnya pengajaran bahasa kedua (B2) dan pengajaran bahasa asing. Dalam pengajaran bahasa dan sastra Indonesia, PK ramai dikembangkan dan diterapkan setelah pemberlakuan Kurikulum 1984. PK lahior dari situasi pengajaran bahasa di Inggris, Amerika Serikat, dan Kanada. Sebelumnya, di negara-negara itu perkembangkan pandangan struktural mulai surut. Pengajaran bahasa lebih mementingkan aspek struktur dengan memisahkannya dari penggunaan bahasa yang nyata. Pengajaran bahasa mengabaikan aspek komunikasi. Setelah itu mulai timbul kesadaran bahwa tidaklah mungkin mengajarkan bahasa dengan aspek mengabaikan aspek komunikasi bahasa. Christoper Candlin & Henry Widdowson menunjukkan bahwa beberapa aspek bahasa yang terpenting adalah “aspek komunikasi”. Berbahasa pada hakikatnya adalah berkomunikasi. Wilkins (1976), seorang tokoh pengajaran bahasa di Inggris, melahirkan “silabus nasional” yang memberi tekanan pada aspek fungsi dan komunikasi bahasa. B. LANDASAN TEORETIS Pendekatan komunikatif mendapat dukungan dari dua kelompok ahli linguistik, yakni (1) ahli sosiolinguistik yang dipelopori oleh Dell Hymes (di Amerika), dan (2) ahli linguistik sosial yang dipelopori oleh Firth dan Halliday (di Inggris). Kedua kelompok memiliki pandangan yang sama tentang hakikat bahasa, yakni “bahasa sebagai alat komunikasi yang tidak dapat dipisahkan dari aspek sosial-budaya”. Bahasa haruslah dipandang dari sudut fungsi dan aspek sosial. Oleh karena itu, orang yang memiliki kompetensi komunikatif adalah mereka yang telah memiliki pengetahuan tentang bahasa dan kemampuan untuk menggunakan bahasa dalam konteks komunikasi seutuhnya. Pandangan Hymes tersebut semakin mempercepat perkembangan sosiolinguistik dan memberikan angin baru bagi perkembangan keilmuan yang lain, seperti semantik dan etnometodologi, yang memandang bahasa dari sudut fungsi dan aspek sosialnya. Halliday menjabarkan pandangan Hymes melalui teorinya tentang 7 fungsi bahasa berikut. a. Fungsi Instrumental (untuk mendapatkan sesuatu) b. Fungsi Aturan (untuk mengendalikan tingkah laku individu lain) c. Fungsi Interaksi (untuk menciptakan hubungan antarindividu) d. Fungsi Pribadi (untuk menyatakan perasaan dan makna) e. Fungsi penggalian diri (untuk belajar) f. Fungsi Imajinatif (untuk menciptakan imajinasi) g. Fungsi Penggambaran (untuk menyampaikan informasi) Kemampuan komunikatif merupakan seperangkat kemampuan yang bersifat potensial untuk melakukan kegiatan komunikasi, oleh karena itu, seorang penutur harus dapat dikatakan memiliki kompetensi komunikatif apabila ia mempunyai kemampuan struktural yang memadai dan memiliki kepekaan kontekstual yang cukup tinggi sehingga “ketepatan” dalam pemakaian bahasa itu tidak hanya ketepatan gramatikal saja, tetapi juga ketepatan sosiolingual. C. MERANCANG PENGAJARAN BERPENDEKATAN KOMUNIKATIF Yalden (1982:235) merumuskan bahwa dalam pengajaran bahasa komunikatif disepakati (1) kompetensi komunikatif merupakan tujuan yang tepat pada seluruh tingkat, (2) isi yang dikomunikasikan merupakan masalah utama yang harus direncanakan, bukan bentuk-bentuk bahasa, dan (3) pengajaran harus berorientasi pada siswa. Pengajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif lebih bersifat hunaistik. Siswa ditempatkan pada posisi aktif sebagai pusat kegiatan pengajaran, dan guru sebagai fasilitator dalam proses itu. Hal itu tampak pada rumusan tujuan, pemilihan bahan, peran siswa, guru, dan bahan, serta teknik pengajarannya. 1. Tujuan Pengajaran Tujuan pengajaran yang ingin dicapai dalam pengajaran berpendekatan komunikatif adalah terbina dan terkembangkannya kemampuan komunikatif atau kompetensi komunikatif siswa. kompetensi ini dibangun oleh pemahaman dan penguasaan aspek gramatikal/ tata bahasa, semantik, pragmatik bahasa. Dalam kurikulum 1984 secara eksplisit dinyatakan bahwa tujuan pengajaran bahasa Indonesia adalah untuk mengembalikan pengajaran bahasa Indonesia pada fungsi-fungsi komunikatif. Tujuan ini secara khusus dijabarkan dalam tujuan kurikuler, yakni bahwa pengajaran bahasa Indonesia bertujuan agar siswa memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, serta dapat menghayati bahasa dan sastra Indonesia sesuai dengan situasi, dan tujuan berbahasa Indonesia. Dengan demikian, pengajaran bahasa Indonesia harus dapat (1) mengembangkan kompetensi komunikatif, (2) mengembangkan penguasaan performansi komunikatif, dan (3) pengajaran bahasa Indonesia harus berorientasi pada penggunaan bahasa dan bukan pada pengetahuan tentang bahasa. 2. Materi Pengajaran Dalam pendekatan komunikatif, pemilihan materi didasarkan pada hasil analisis kebutuhan (need analysis) siswa. Data untuk analisis kebutuhan dikumpulkan melalui penelitian yang menjaring apa saja yang dibutuhkan oleh siswa. Analisis kebutuhan siswa didasarkan pada latar belakang (antara lain pendidikan, status sosial, dsb) dan lembaga pendidikan tempat belajar. Misalnya, Kebutuhan berbahasa untuk calon dokter tentu berbeda dengan kebutuhan berbahasa calon tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Materi yang disusun dengan cara diatas harus didukung dengan tersedianya bahan di luar kelas. Siswa selain mempelajari materi di dalam kelas mereka harus mendapatkan pelajaran di masyarakat sehingga dalam mempelajari ungkapan-ungkapan yang berhubungan dengan sosio-budaya, misalnya ungkapan terima kasih, permintaan maaf, permintaan tolong, perintah, saran yang berbeda-beda bentuknya dan situasinya dapat dipelajarinya di masyarakat dan mempraktikkannya secara langsung. Silabus yang digunakan adalah silabus yang menempatkan bahasa untuk alat komunikasi. Misalnya, bahasa yang dipilih adalah bahasa yang memiliki potensi digunakan dalam aktivitas sehari-hari, misalnya bahasa untuk bertanya, berdiskusi, menulis surat resmi, menulis surat pribadi, menulis karya ilmiah sederhana, dan sebagainya. 3. Peran Siswa dan Guru Dalam pengajaran bahasa komunikatif, peran siswa adalah sebagai “negosiator” antara dirinya sendiri, proses belajar, dan objek yang dipelajari. Guru hanya berperan sebagai “fasilitator” dalam proses belajar mengajar. Guru sebagai pengarah dan pengoordinasi kegiatan. Guru juga dapat berperan sebagai sutradara yang mengatur secara sistematis tugas-tugas siswa. 4. Teknik Mengajar Dalam pengajaran bahasa dan sastra Indonesia yang menekankan pada kompetensi komubikatif, pelbagai teknik dapat digunakan secara bersama-sama. Teknik-teknik itu antara lain, tanya jawab, diskusi, latihan, simulasi, produksi, dan demonstrasi. Dalam konteks ini, guru dapat berfungsi sebagai fasilitator atau pembimbing bagaimana menulis surat pribadi yang benar. 5. Teknik Penilaian Sesuai dengan orientasi pengajaran yang digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa dititikberatkan pada tes kompetensi komunikatif (TKK). TKK adalah tes yang menitikberatkan pada kemampuan berkomunikasi pada situasi tertentu. TKK tidak hanya menguji bentuk-bentuk kebahasaan, tetapi juga aturan-aturan sosial- budayanya, yakni pengetahuan tentang kapan, bagaimana, dan kepada siapa bentuk kebahasaan itu patut dipakai. Beberapa pertimbangan menyusun TKK adalah (1) mempertimbangkan komponen-komponen komunikasi, seperti interaksi, tujuan konteks, ketakterdugaan, (2) mementingkan penguasaan fungsi bahasa, (3) yang diuji adalah kemampuan siswa berkomunikasi, yakni aspek ketepatan dan kelancaran, (4) mementingkan kepantasan jawaban, dan (5) bersifat langsung. Mengukur kemampuan menulis dengan menggunakan tes menulis karangan. Dari paparan diatas dapat diperoleh bahwa pembelajaran bahsa dan sastra Indonesia sekolah dasar harus menempatkan penguasaan komunikasi pada siswa. Penguasaan komunikasi meliputi (1) penguasaan terhadap kaidah-kaidah gramatikal kebahasaan, dan (2) aturan-aturan sosial-budaya tentang bagaimana bentuk-bentuk bahasa itu secara tepat dan patut digunakan dalam masyarakat.