Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH ISU-ISU KONTEMPORER DAN GERAKAN KEAGAMAAN

“Gerakan Keagamaan Muhammadiyah”

(Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur pada Mata Kuliah Gerakan
Keagamaan Muhammadiyah)

Kelompok 6
Rio Purwanti : 4619006
Muhammad Anum : 4619018
Meliya Afifah : 4619021

Dosen Pembimbing :
Abdul Gaffar

PRODI SOSIOLOGI AGAMA


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BUKITTINGGI
1442 H/2021 M
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan tajdid,
bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist. Sedangkan maksud dan tujuannya ialah menegakkan
dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya. Muhammadiyah merupakan organisasi kemasyarakatan yang terlahir dari hasil
pergejolakan pemikiran pendirinya. Sebagai sebuah organisasi yang pada hakekatnya
merupakan Gerakan, Muhammadiyah memiliki tujuan disamping usaha tersebut untuk
mewujudkan tujuan yang telah ditentutan.

Muhammadiyah didirikan oleh Ahmad Dahlan, nama kecilnya adalah “Raden Ngabei
Ngabdul Darwis” kemudian dikenal dengan nama Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak
keempat dari tujuh orang bersaudara yang semua saudaranya perempuan, kecuali adik
bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik
Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka di antara Wali Songo, yang
merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa.

Sejak berdirinya Muhammadiyah pada tahun 1912, Muhammadiyah dikenal sebagai


gerakan Islam yang bergerak di bidang dakwah selain itu Muhammadiyah menegakkan dan
menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Makna masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dikemukakan oleh Pimpinan Pusat
Muhammadiyah yaitu dimaknai sebagai masyarakat tauhid yang moderat, teladan, inklusif
dan toleran, solid dan peduli sesama serta mempunyai kesadaran mengemban amanah
sebagai wakil Allah di bumi yang bertugas menciptakan kemakmuran, keamanan,
kenyamanan dan keharmonisan serta cepat menyadari kesalahan dan kekhilafan untuk
kemudian meminta maaf, sehingga terhindar dari dosa dan durhaka yang berkepanjangan
sebagai upaya mendapatkan kebahagiaan di akhirat.
B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka dapat disimpulkan bahwa rumusan masalahnya
sebagai berikut :

1) Jelaskan apa yang dimaksud dengan Muhammadiyah ?


2) Jelaskan bagaimana sejarah awal mula Muhammadiyah ?
3) Jelaskan latar belakang berdirinya Muhammadiyah ?

C. Tujuan Penulisan

Dari rumusan masalah diatas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan penulisannya
sebagai berikut :

1) Untuk menjelaskan apa itu Muhammadiyah


2) Untuk menjelaskan bagaimana sejarah awal mula Muhammadiyah
3) Untuk menjelaskan bagaimana latar belakang berdirinya Muhammadiyah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Gerakan Keagamaan Muhammadiyah

Secara etimologis, Muhammadiyah berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata “‫”محمد‬
artinya nama Nabi dan Rasul Allah yang terakhir. Muhammad itu sendiri berarti “yang
terpuji”. Kemudian mendapatkan tambahan ya’ nisbah yang berfungsi menjeniskan atau
membangsakan atau bermakna pengikut. Jadi Muhammadiyah berarti sejenis dari
Muhammad. Tegasnya golongan yang berkemauan mengikuti Sunnah Nabi Muhammad saw.

Secara terminologi Muhammadiyah sebagai berikut:

1. Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan, pada
tanggal 8 Dzulhijjah tahun 1330 H, bertepatan dengan tanggal 18 Nopember tahun 1912
M. di Yogyakarta.
2. Muhammadiyah adalah organisasi gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar dan
tajdid, berakidah Islam, dan bersumber pada Al-Qur’an dan as-Sunnah.

Muhammadiyah adalah gerakan islam yang pernah tumbuh dan berkembang di


Indonesia hingga 100 tahun usianya telah menghasilkan gerakan keagamaan yang telah ikut
menyumbang dalam perubahan sosial di Indonesia dalam kurun satu abad terakhir ini.1

Hal yang melekat dengan arti dan ciri Muhammadiyah sebagai organisasi atau
gerakan ialah lambang atau simbol Muhammadiyah. Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah
Bab II pasal 5 tahun 2005 disebutkan bahwa “Lambang Muhammadiyah adalah matahari
bersinar utama dua belas” yang berarti :

1) Lambang Muhammadiyah tersebut dalam Anggaran Dasar pasal 5 adalah matahari


bersinar utama dua belas.
2) Bendera Muhammadiyah berbentuk persegi panjang berukuran dua berbanding tiga
bergambar lambang Muhammadiyah di tengah dan tulisan hijau MUHAMMADIYAH di
bawahnya, berwarna dasar hijau dengan tulisan dan gambar berwarna putih.
1
Mutohharun Jinan, Muhammadiyah Studies : Transformasi Kajian Tentang Gerakan Islam di Indonesia, Analisa
Journal of Social Scince and Religion, Vol.22, No.2, Desember 2015. Diakses tanggal 20 Oktober 2021, hlm 272.
Dari lambang bendera maka dapat digambarkan bahwa Muhammadiyah yang
membedakannya dari gerakan Islam yang lain, yang memberi nafas dan spirit bagi gerakan
ini. Lambang sebagai pertanda dan sekaligus penanda memberi arti simbolik bagi anggota
Muhammadiyah, yang menjadikannya sebagai bagian dari identifikasi gerakan. Di seluruh
Tanah Air Indonesia dari perkotaan hingga ke pelosok-pelosok pedesaan baik melalui
gedung-gedung maupun papan nama Muhammadiyah bersama seluruh organisasi otonom
dan lembaga-lembaga yang dimilikinya terpampang dengan jelas ada atau tidak adanya
Muhammadiyah di daerah setempat, sehingga lambang juga akan menjadi semangat
Kemuhammadiyahan seluruh anggota Muhammadiyah.2

B. Sejarah terbentuknya Muhammadiyah

Nama “Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat, murid, sekaligus


sahabat Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton
Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta,
lewat keputusan Ahmad Dahlan setelah melalui shalat istikharah.3

Pemberian nama Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan diharapkan warga


Muhammadiyah dapat mengikuti ajaran Nabi Muhammad saw dalam segala tindakannya.
Sedangkan organisasi itu merupakan alat atau wadah dalam usaha melancarkan kegiatan
sesuai tujuan.

Maksud dan tujuan dari Muhammadiyah dijelaskan dalam Anggaran Dasar


Muhammadiyah pada Bab III pasal 6, yaitu Muhammadiyah ialah menegakkan dan
menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Makna masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dikemukakan oleh Pimpinan Pusat
Muhammadiyah yaitu dimaknai sebagai masyarakat tauhid yang moderat, teladan, inklusif
dan toleran, solid dan peduli sesama serta mempunyai kesadaran mengemban amanah
sebagai wakil Allah di bumi yang bertugas menciptakan kemakmuran, keamanan,
kenyamanan dan keharmonisan serta cepat menyadari kesalahan dan kekhilafan untuk

2
Haedar Nashir, Muhammadiyah Gerakan Pembaruan, (Yogyakarta : Suara Muhammadiyah, 2016), Diakses
tanggal 21 Oktober 2021, hlm 21-22.
3
Ahmad Adaby Darban, Sejarah Kuman : Menguak Identitas Kampung Muhammadiyah (Tangerang : Tarawang,
2000), Diakses tanggal 21 Oktober 2021, hlm 34.
kemudian meminta maaf, sehingga terhindar dari dosa dan durhaka yang berkepanjangan
sebagai upaya mendapatkan kebahagiaan di akhirat.

Mengenai profil Ahmad Dahlan, nama kecilnya adalah “Raden Ngabei Ngabdul
Darwis” kemudian dikenal dengan nama Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat
dari tujuh orang bersaudara yang semua saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya.
Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang
wali besar dan seorang yang terkemuka di antara Wali Songo, yang merupakan pelopor
pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa.

Pada umur 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada
periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharuan
dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah.
Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, beliau berganti nama menjadi Ahmad
Dahlan. Setelah kembali dari ibadah hajinya, kegiatan sosial Ahmad Dahlan makin
meningkat. Ia membuka kelas belajar dengan membangun pondok guna menampung murid
yang hendak belajar ilmu umum seperti ilmu falaq, ilmu tauhid, dan tafsir. Selain itu, ia juga
intensif melakukan komunikasi dengan berbagai kalangan ulama, intelektual dan kalangan
pergerakan seperti Budi Utomo dan Jamiat Khair.4

Pada tahun 1903, beliau kembali lagi ke Makkah dan menetap selama dua tahun.
Pada masa ini, beliau sempat berguru kepada Syekh Ahmad Khatib yang juga guru dari
pendiri NU yakni Hasyim Asy’ari. Pada tahun 1912, beliau kemudian mendirikan
Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta. Sepulang dari Makkah, ia menikah
dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri anak Penghulu Fadhil yang kelak dikenal dengan
Nyai Ahmad Dahlan. Setelah lima tahun setelah kelahiratn Muhammadiyah, istri K.H Ahmad
Dahlan yaitu Nyai Hj. Ahmad Dahlan, ia adalah seorang pahlawanan nasional dan pendiri
Aisyiyah (Organisasi Perjuangan Pengembangan SDM Muslimah) pada tanggal 22 April
1917 M.5 Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, Ahmad Dahlan mendapat enam orang
anak, yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah.

4
Yunus Salam, Riwayat Hidup KH. Ahmad Dahlan : Riwayat Hidup Perjuangannya (Bandung : Angkasa, 1991),
Diakses tanggal 20 Oktober 2021, hlm 5-6.
5
Muhammad Kasim Saguni, Muhammadiyah Paradidma Gerakan Sosial Keagamaan, Nukhbatul ‘Ulum : Jurnal
Bidang Kajian Islam, Vol.4, No.1, 2018, Diakses tanggal 20 Oktober 2021, hlm 26.
Disamping itu, Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda Abdullah. la juga
pernah menikahi Nyai Rum, adik Munawwir Krapyak. Ahmad Dahlan juga mempunyai putra
dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu Cianjur yang
bernama Dandanah). Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman
Yogyakarta. Djindar Tamimi (mantan Sekretaris PP Muhammadiyah) menyatakan bahwa
sebelum Muhammadyah resmi menjadi organisasi atau persyarikatan seperti sekarang ini,
Muhammadiyah adalah sebuah gerakan yaitu (Gerakan bersama yang dilakukan oleh
beberapa orang secara spontan) yang diprakarsai oleh Dahlan yang dibantu oleh para sahabat,
santri, dan orang-orang yang sepaham dengan beliau, dimulai dari kampung Kauman
Yogyakarta pada sekitar tahun 1905 M. (sekembali dari ibadah hajinya yang kedua). Menurut
keterangan Ki Bagus Hadikusumo, gerakan tersebut oleh para santri dan sahabat Ahmad
Dahlan disebut Gerakan Ittiba’ Nabi Muhammad.6

C. Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah

Latar Belakang Berdirinya Organisasi Muhammadiyah ini terbagi 2 yaitu :

1) Faktor Subyektif

Faktor subyektif adalah faktor yang berkaitan pribadi dengan Ahmad Dahlan,
bahwa beliau sebagai pendiri Muhammadiyah pada saat itu dianggap memiliki
karakteristik yang khas, antara lain:

a. Sebagai ulama dan intelektual muslim yang relatif cerdas pada zamannya.14 Hal ini
dibuktikan antara lain pada saat itu Beliau pergi ke Lembang Bandung untuk
mencocokkan hasil penghitu-ngan hisabnya dengan teknologi meteorologi dan
geofisika di tempat itu.
b. Memiliki kepekaan sosial yang tinggi, cepat mendiagnosa penyakit umat dan
menentukan terapinya. Salah satu obsesinya ialah ingin menyatukan ulama di
Indonesia serta meningkatkan pendidikan umat Islam, sebab hanya dengan
pendidikan yang memadai umat Islam bisa lebih siap dalam menghadapi berbagai
tantangan. Kebodohan dan keterbelakangan, hanya bisa diatasi dengan satu kata,
“pendidikan”.
6
Ibid, hlm 36.
c. Sebagai ulama bertipe ulama praktis, bukan ulama teoritis, hal ini terbukti antara lain
dari pengajian tafsir yang dilakukannya menggunakan metode tematik yakni memulai
dari ayat-ayat yang paling mudah dipaham dan mudah diamalkan.
d. Beliau terpengaruh oleh pemikiran para tokoh pembaharu Islam, khususnya dari
kawasan timur tengah. Beberapa tokoh di antaranya Taqiyuddin ibnu Taimiyah,
Muhammad bin Abd al Wahhab, Jamaluddin al-Afghani, dan Muhammad Abduh.
2) Faktor Obyektif

Faktor obyektif adalah fakta yang terjadi dan menimpa umat dan bangsa
Indonesia. Faktor Obyektif ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu internal dan Eksternal.
Dari segi internal, meliputi antara lain:

a. Kondisi ummat Islam Indonesia pada saat itu secara umum adalah rendah
pemahamannya terhadap ajaran Islam. Hal ini sebagai akibat rendahnya kualitas
pendidikan yang dimiliki. Akibat dari rendahnya pemahaman mereka terhadap agama
Islam, maka sering kali terjadi distorsi, terlebih pada kurun waktu itu Islam lebih
dipahami secara Fiqhi semata. Clifford Geertz, menemukan adanya varian tingkat
keberagamaan umat Islam di Indonesia dalam tiga kategori yakni priyayi, abangan,
dan santri.
b. Keterbelakangan umat Islam dan bangsa Indonesia akibat penjajahan. Penjajahan ini
juga mengakibatkan umat Islam dan bangsa Indonesia menjadi bodoh dan miskin.
c. Lembaga pendidikan khususnya umat Islam di Indonesia, di samping secara akademis
tidak memenuhi syarat sebagai lembaga pendidikan yang modern, juga tidak
berorientasi ke depan yang bersifat problem solfer terhadap berbagai tantangan yang
sedang dihadapi umat Islam dan bangsa Indonesia pada saat itu. Dari segi eksternal,
meliputi antara lain:
a) Kondisi bangsa Indonesia pada saat itu dijajah oleh Belanda, dan sangat logis
bahwa bangsa yang terjajah adalah bangsa yang rendah harga dirinya, bodoh, dan
miskin, serta kehilangan dinamika.
b) Penjajah Belanda bukan hanya menjajah, tetapi juga menyiarkan ideologi agama
yakni agama Kristen. Hal ini wajar karena para penjajah bukan hanya membawa
misi memperoleh keuntungan secara finansial tetapi juga mempunyai misi
kristenisasi.
c) Secara global pada saat itu sedang terjadi trend kebangkitan umat Islam yang
didengungkan oleh para tokoh Islam diberbagai Negara Islam di dunia, serta
sedang memuncaknya semangat umat Islam khususnya di Indonesia u tuk
melepaskan diri dari penjajahan.7

7
Nurhayati, Muhammadiyah dalam Perspektif Sejarah, Organisasi, dan Sistem Nilai, (Yogyakarta : Trust Media
Publishing, 2018), Diakses tanggal 21 Oktober 2021, hlm 6-8.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara etimologis, Muhammadiyah berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata “‫”محمد‬
artinya nama Nabi dan Rasul Allah yang terakhir. Muhammad itu sendiri berarti “yang
terpuji”. Kemudian mendapatkan tambahan ya’ nisbah yang berfungsi menjeniskan atau
membangsakan atau bermakna pengikut. Jadi Muhammadiyah berarti sejenis dari
Muhammad. Tegasnya golongan yang berkemauan mengikuti Sunnah Nabi Muhammad saw.

Nama “Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat, murid, sekaligus


sahabat Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton
Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta,
lewat keputusan Ahmad Dahlan setelah melalui shalat istikharah.

Pemberian nama Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan diharapkan warga


Muhammadiyah dapat mengikuti ajaran Nabi Muhammad saw dalam segala tindakannya.
Sedangkan organisasi itu merupakan alat atau wadah dalam usaha melancarkan kegiatan
sesuai tujuan.

B. Saran

Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini banyak terjadi kekurangan, untuk
itu penulis meminta saran kepada pembaca dengan guna agar karya tulis ilmiah yang penulis
buat lebih baik untuk masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Adaby Ahmad Darban, Sejarah Kuman : Menguak Identitas Kampung Muhammadiyah,


(Tangerang : Tarawang, 2000).

Jinan Mutohharun, Muhammadiyah Studies : Transformasi Kajian Tentang Gerakan Islam di


Indonesia, Analisa Journal of Social Scince and Religion, Vol.22, No.2, Desember 2015.

Kasim Muhammad Saguni, Muhammadiyah Paradidma Gerakan Sosial Keagamaan, Nukhbatul


‘Ulum : Jurnal Bidang Kajian Islam, Vol.4, No.1, 2018.

Nashir Haedar, Muhammadiyah Gerakan Pembaruan, (Yogyakarta : Suara Muhammadiyah,


(2016).
Nurhayati, Muhammadiyah dalam Perspektif Sejarah, Organisasi, dan Sistem Nilai, (Yogyakarta
: Trust Media Publishing, 2018).

Salam Yunus, Riwayat Hidup KH. Ahmad Dahlan : Riwayat Hidup Perjuangannya, (Bandung :
Angkasa, 1991).

Anda mungkin juga menyukai