Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama
organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah juga
dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.
Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang
terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam
bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan
masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama
yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan
manusia dalam segala aspeknya.
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintahperintah Al Quran, diantaranya dalam QS. Ali Imran ayat 104 yang berbunyi:
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung.
Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk
bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Tentang Muhammadiyah ?
2. Bagaimana Sejarah berdirinya Muhammadiyah ?
3. Apa saja Pokok-Pokok Ajaran Muhammadiyah ?
4. Apa saja Metode-Metode Istinbat dalam Majlis Tarjih Muhammadiyah ?
5. Apa Contoh dari Hasil Metode Istinbat Majlis Tarjih Muhammadiyah ?

C. TUJUAN
1. Menjelaskan tentang Pengertian Muhammadiyah.
2. Menjelaskan tentang Sejarah berdirinya Muhammadiyah.
3. Menjelaskan tentang Pokok-Pokok Ajaran Muhammadiyah.
1

4. Menjelaskan tentang Metode-Metode Istinbat dalam Majlis Tarjih


Muhammadiyah.
5. Menjelaskan tentang Contoh dari Hasil Metode Istinbat Majlis Tarjih
Muhammadiyah

BAB II
PEMBAHASAN
A. Arti Muhammadiyah
Perserikatan Muhammadiyah sudah dikenal luas sejak beberapa puluh tahun yang
lalu oleh masyarakat Internasioanal khususnya oleh masyarakat 'alam Ialamy. Nama
Muhammadiyah sudah sangat akrab di telinga masayarkat pada umumnya. Adapun arti
nama Muhammadiyah dapat dilihat dari dua segi yaitu arti bahasa atau etimologis dan arti
istilah atau terminologis.
2

Arti Bahasa (Etimologis)


Muhammadiyah berasal dari kata bahasa Arab "Muhamadiyah", yaitu nama nabi
dan rasul Allah yang terkhir. Kemudian mendapatkan "ya" nisbiyah, yang artinya
menjeniskan. Jadi, Muhamadiyah berarti "umat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam"
atau "pengikut Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam", yaitu semua orang Islam yang
mengakui dan meyakini bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah
hamba dan pesuruh Allah yang terakhir.
Arti Istilah (Terminologi)
Secara istilah, Muhammadiyah merupakan gerakan Islam dakwah amar makruf
nahi munkar, berakidah Islam dan bersumber pada Alquran dan as-Sunnah, didirikan oleh
K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8Dzulhijjah 1330 H, bertepatan 18 November 1912
Miladiyah di kota Yogyakarta. Gerakan ini diberi nama Muhammadiyah oleh pendirinya
dengan maksud untuk berpengharapan baik dapat mencontoh dan meneladani jejak
perjuangan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam rangka menegakkan dan
menjunjung tinggi agama Islam semata-mata demi terwujudnya 'Izzul Islam wal Muslimin,
kejayaan Islam sebagai realita dan kemuliaan hidup umat Islam sebagai realita1.
B. Sejarah Muhammadiyah
Muhammadiyah merupakan organisasi Islam terbesar kedua
setelah Nahdhatul Ulama (NU). Tujuan didirikan Muhammadiyah yaItu
untuk pembaharuan (tajdid) terhadap Islam, masyarakat Muslim dan
Syariat. Metode utama dalam setiap pembaharuan tersebut adalah
dengan memberdayakan menggunakan akal, tetapi harus diselaraskan
dengan ajaran Islam yang tertuang dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul.
Secara

etimologis,

Muhammadiyah

berasal

dari

kata

Muhammad yaitu nama Rasulullah Saw. yang diberi ya nisbah dan ta


marbutoh yang berarti pengikut Nabi Muhammad Saw. Dalam anggaran
dasar Muhammadiyah yang baru, yang telah disesuaikan dengan UU
No. 8 Tahun 1985 dan hasil Muktamar Muhammadiyah ke-41 di
Surakarta pada tanggal 7 Desember 1985, bab I pasal 1 disebutkan
1 Drs H Mustafa Kaml Pasha , B. Ed Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah
sebagai Gerakan Islam (dalam Perspektif Historis dan Ideologis), SU
(Yogyakarta: LPPI, 2000)
3

bahwa Muhammadiyah adalah gerakan Islam dan dakwah amar maruf


nahi munkar yang berakidah Islam dan bersumber pada al-Quran dan
Sunnah. Muhammadiuah menentang berbagai praktik bidah dan
khurafat. Sifat gerakan ini non politik, tetapi tidak melarang anggotaanggotanya memasuki partai politik. Bahkan KH. Ahmad Dahlan selaku
pemimpinnya juga menjadi anggota Sarekat Islam.2
Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta pada 18 November 1912
oleh kyai Ahmad Dahlan. Pendirian organisasi ini bertepatan dengan
menjamurnya organisasi keagamaan dan nasionalis diseluruh Indonesia.
Diantara organisasi keagamaan tersebut adalah Jamiyyah Khoir (1905),
SDI (Sarekat Dagamg Islam-1909), Persyarikatan Ulama (1911), SI
(Syarekat Islam-1912), Muhammadiyah (1912), Jamiyyat al-Ishlah wa
al-Irsyad (1915), Persis (Persatuan Islam-1923), dan Nahdhatul Ulama
(1926).
Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869.
Ayahnya KH Abu Bakar bin Kyai Sulaiman, adalah seorang khotib
sementara ibunya adalah saudari dari H. Ibrahim seorang penghulu
(kepala masjid). Perkenalan Ahmad Dahlan dengan
perkembangan Islam puritan tampaknya telah dimulai pada 1890 (atau
1903), saat ia berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah Haji.
Hubungan antara Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi dan
anggota masyarakat Muslim dibangun diatas sejumlah asas yang
signifikan, sebagian tampak lebih kuat ketimbang yang lainnya. Secara
umum asas-asas ini terdiri dari dua bentuk yaitu ideologis dan
organisatoris. Kemudian hubungan antara Muhammadiyah dan para
pengikutnya memberikan keuntungan timbal balik bagi Muhammadiyah
maupun para anggota masyarakat Muslim yang pada giloirannya juga
memberikan kontribusi dengan berbagai cara terhadap peran yang
dimainkan

oleh

Muhammadiyah

dalam

politik

Indonesia.

2Khalimi, Ormas-Ormas Islam Sejarah, Akar Teologi dan Politik, Jakarta: Gaung
Persada Press, 2010, hlm. 309
4

Muhammadiyah

berfungsi

sebagai

organisasi

penengah

antara

masyarakat dan negara.3


Niat tulus dalam mendirikan persyarikatan Muhammadriyah
adalah untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan, yakni untuk
memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal
mistik.
C. Ajaran Muhammadiyah
Hidup manusia harus berdasarkan Tauhid (meng-esa-kan) Allah: ber-Tuhan,
beribadah serta tunduk dan taat kepada Allah Pokok pikiran ini mengandung beberapa
prinsip yakni: Ajaran tauhid adalah inti/esensi ajaran Islam yang tetap, tidak berubah-ubah,
sejak agama Islam pertama sampai yang terakhir. Firman Allah (Q.S.al-Anbiya:25) dan
Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan
kepadanya:
"Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak) melainkan Aku, Maka sembahlah
olehmu sekalian akan aku". Kepercayaan tauhid mempunyai 3 aspek: Kepercayaan dan
keyakinan bahwa hanya Allah-lah yang kuasa menciptakan, memelihara, mengatur dan
menguasai alam semesta. (Q.S.al-Araf:54) Kepercayaan dan keyakinan bahwa hanya
Allah-lah Tuhan yang Haq. (Q.S.Muhammad:19)
Kepercayaan dan keyakinan bahwa hanya Allah-lah yang berhak dan wajib
dihambai (disembah). (Q.S. al-Isra:23) Kepercayaan tauhid membentuk dua kepercayaan
kesadaran: a.) Percaya akan adanya Hari Akhir, di mana manusia akan mempertanggung
jawabkan hidupnya di dunia. b) Sadar bahwa hidup manusia di dunia ini semata-mata
untuk amal saleh. Dengan melaksanakan dasar tersebut dalam hidup dan kehidupannya,
manusia akan dapat menemukan dirinya pada kehidupan yang sebenarnya, sesuai dengan
tujuan Allah menciptakan manusia.
Dengan melaksanakan dasar tersebut dalam hidup dan kehidupannya, manusia
akan dapat mempertahankan kemuliaan dirinya, tetap menjadi makhluk termulia. Dengan
melaksanakan dasar tersebut dalam hidup dan kehidupannya, manusia akan menjadikan
seluruh hidup dan kehidupannya semata-mata untuk beribadah kepada Allah (beramal
saleh) guna mendapatkan keridhaannya. Apakah ibadah itu ? Ibadah ialah taqarrub
(mendekatkan diri) kepada Allah, dengan mentaati perintahnya, menjauhi larangannya dan
3Suaidi Asyari, Nalar Politik NU dan Muhammadiyah, Yogyakarta: LkiS, 2010,
hlm. 44
5

mengamalkan yang diizinkannya. Ibadah terbagi kepada dua : umum dan khusus, Manusia
hidup memiliki kesanggupan untuk mengemban amanah Allah. Amanah Allah yang
menjadi tanggungan dan kewajiban manusia ialah menjadi Khalifah (pengganti) Allah di
bumi, yang tugasnya membuat kemakmuran di bumi, dengan memelihara dan menjaga
ketertibannya. Amal ibadah yang wajib ditunaikan itu tidak saja yang bersifat khusus
seperti shalat, puasa tetapi juga sifatnya berbuat ishlah dan ihsan kepada manusia dan
masyarakat dengan berjuang untuk kebahagiaan dan kesejahteraan manusia dan
masyarakat.
Bagi dan dalam Muhammadiyah, amal ibadah yang bersifat kemasyarakatan ialah
berjuang untuk kebaikan, kebahagiaan dan kesejahteraan manusia/masyarakat inilah yang
dilaksanakan sebagai kelengkapan amal ibadah pribadi yang langsung kepada Allah.
Paham dan pandangan hidup yang berasaskan ajaran Islam yang murni yang pokoknya
adalah ajaran tauhid, tidak bisa lain daripada membentuk tujuan hidupnya di dunia untuk
mewujudkan masyarakat yang baik, yang dalam Muhammadiyah tujuan tersebut
dirumuskan untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Hidup manusia itu bermasyarakat Pokok pikiran ini mengandung tiga hal: 1) Bagi
Muhammadiyah yang bermaksud memakmurkan dunia memandang manusia dengan
kehidupannya adalah merupakan obyek pokok dalam hidup pengabdiannya kepada Allah
Tuhan Yang Maha Esa. 2) Manusia adalah makhluk Allah yang berpribadi. Dengan
mempelajari sifat dan susunan hidp manusia dim muka bumi, nyatalah bahwa manusia itu
bagaimanapun sempurna pribadinya tidaklah dapat hidup sendiri. 3) Hidup bermasyarakat
adalah satu ketentuan dan adalah untuk memberi nilai yang sebenar-benarnya bagi
kehidupan manusia.
Maka Pribadi dan ketertiban hidup bersama adalah unsur pokok dalam membentuk
dan mewujudkan masyarakat yang baik, bahagia dan sejahtera. Hanya hukum Allah yang
sebenar-benarnyalah satu-satunya yang dapat dijadikan sendi untuk membentuk pribadi
yang utama dan mengatur ketertiban hidup bersama (masyarakat) dalam menuju hidup
bahagia dan sejahtera yang hakiki, di dunia dan akhirat. Pokok pikiran ini mengandung
pengertian: Pendirian tersebut lahir dan kemudian menjadi keyakinan yang kokoh kuat
adalah hasil setelah mengkaji, mempelajari dan memahami ajaran Islam dalam arti dan
sifat yang sebenarnya.
Agama Islam adalah mengandung ajaran-ajaran yang sempurna dan penuh
kebenaran, merupakan petunjuk dan rahmat Allah kepada manusia untuk mendapatkan
kebahagiaan hidup yang hakiki, di dunia dan akhirat. Apakah agama itu ? Agama adalah
6

apa yang telah disyariatkan Allah dengan perantaraan Nabi-Nabi berupa perintah-perintah
dan larangan serta petunjuk-petunjuk untuk hambanya di dunia dan akhirat. Dasar hukum
atau ajaran Islam adalah al-Quran dan Sunnah (hadis). Muhammadiyah dalam memahami
atau istinbath hukum agama ialah kembali kepada al-Quran dan Sunnah dengan memakai
cara Tarjih.

Ajaran Islam itu tidak hanya mengenai soal-soal perseorangan, tetapi

mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, baik aspek kehidupan perorangan maupun
kehidupan kolektif seperti ibadah, akhlak, pendidikan, sosial, ilmu pengetahuan, ekonomi
dsb. Berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, adalah wajib, sebagai ibadah kepada Allah
berbuat ihsan dan ishlah kepada manusia atau masyarakat.
Pokok pikiran ini mengandung pengertian yakni Usaha menjunjung tinggi dan
menegakkan agama Islam untuk merealisir ajaran-ajarannya guna mendapat keridhaan
Allah adalah dinamakan Sabilillah. Sabilillah adalah jalan (media) yang menyampaikan
kepada apa yang diridhai Allah dari semua alam yang diizinkannya, untuk memuliakan
agama-Nya

dan

melaksanakan

hukum-hukum-Nya.

Berjuang

menegakkan

dan

menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenarbenarnya (jihad fi sabilillah) adalah menjadi ciri keimanan seseorang. Pendirian tersebut
merupakan kerangka dan sifat perjuangan Muhammadiyah secara keseluruhan.
Tidak boleh ada satu kegiatan pun dalam Muhammadiyah yang keluar atau
menyimpang dari kerangka dan sifat tersebut. Perjuangan demikian itu dicetuskan oleh 2
faktor: Faktor Subyektif (yakni kesadaran akan kewajiban kepada Allah, berbuat ihsan dan
ishlah kepada manusia atau masyarakat, rusaknya masyarakat Islam khususnya dan
masyarakat umumnya sebab meninggalkan atau menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam
baik karena tidak mengetahui, salah atau kurang memahami ajaran Islam yang benar,
ataupun karena adanya usaha dari luar yang berusaha mengalahkan Islam, dengan ajaran
lain.
Ajaran Islam menurut paham Muhammadiyah adalah mencakup seluruh aspek
kehidupan manusia. Orang yang diperkenankan oleh Tuhan dapat menunaikan amanahnya
sebagai khalifah-Nya di bumi, ialah orang-orang yang beriman dan kebenaran ajaran
agama-Nya serta mereka mampu untuk mengamalkan atau merealisirnya. Perjuangan
menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehinga terwujud masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya, hanyalah akan dapat berhasil dengan mengikuti jejak (ittiba)
perjuangan para Nabi terutama perjuangan Nabi Muhamamd saw.

Pokok pikiran ini mengandung beberapa pengertian yaitu: Kehidupan para Nabi
terutama kehidupan Rasulullah Muhammad saw merupakan kehidupan pejuang dalam
menegakkan cita-cita agama, yang seharusnya menjadi contoh yang ideal bagi pejuang
Islam. Tiap-tiap pejuang untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam haruslah
mempelajari sejarah perjuangan para Nabi terutama perjuangan Muhammad SAW,
sehingga dapat mengetahui rahasia-rahasia yang menjadi faktor kemenangannya dan
kemudian mencontoh dan mengikutinya. Sifat pokok perjuangan para Nabi dan terutama
perjuangan Rasulullah saw yang wajib kita ikuti ialah selain merupakan Ibadah kepada
Allah, adalah dilakukan dengan Jihad (dengan sungguh-sungguh menggunakan segala
kekuatan dan kemampuannya serta pengorbanan secukupnya), ikhlas (semata-mata
mengharap keridhaan Allah) penuh rasa tanggung jawab, penuh kesabaran dan tawakal.
Dan karena itu pulalah kiranya
Persyarikatan kita yang oleh pendirinya KH. Ahmad Dahlan tersebut diberi nama
MUHAMMADIYAH untuk bertafaul (pengharapan baik) yang dapat mencontoh
perjuangan Nabi Muhammad Rasulullah saw. Perjuangan mewujudkan pokok pikiran
tersebut hanyalah akan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan berhasil, bila
dengan cara berorganisasi. Organisasi adalah satu-satunya alat atau cara perjuangan yang
sebaik-baiknya.
Pokok pikiran ini mengandung pengertian: 1) Organisasi atau Persyarikatan adalah
ikatan secara permanen antara dua orang atau lebih karena mempunyai tujuan yang sama
dan masing-masing bersedia bekerja sama dalam melaksanakan usaha-usaha guna
mencapai tujuan tersebut dengan peraturan dan pembagian pekerjaan yang teratur dan
tertib. 2) Organisasi adalah alat perjuangan 3) Hukum berorganisasi untuk melaksanakan
kewajiban (perintah agama) berdasarkan kaidah umum, wajib. 4) Berdasarkan ayat 104
surat Ali Imran tersebut, sangat jelas bahwa Muhammadiyah adalah satu organisasi yang
yang bersifat sebagai organisasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu, antara lain:
a. Muhammadiyah adalah sebagai subjek/pemimpin, dan masyarakat adalah objek
yang dipimpin.
b. Dinamis, progresif, serta militant
c. Revolusioner
d. Mempunyai pimpinan yang kuat, cakap, tegas dan berwibawa.
e. Mempunyai susunan kepemimpinan yang lengkap dan tepat.

D. Metode-Metode Istinbat dalam Majlis Tarjih Muhammadiyah.


Muhammadiyah berpendaat bahwa sumber utama hukum dalam Islam adalah AlQuran dan Al-Sunnat al- Shahihat. Kemudian untuk menghadapi persoalan-persoalan
baru, sepanjang persoalan itu tidak berhubugan dengan ibadah mahdah dan tidak terdapat
nash sharih dalam Al-Quran dan Hadist, digunakan ijtihad dan istinbath dari nash yang
ada melalui persamaan illat. Pernyataan ini menunjukkan bahwa bagi Muhammadiyah
ijtihad bukan merupakan sumber hukum, melainkan sebagai metode penetapan hukum
dalam Islam. Dalam hal ini Muhammadiyah sejalan dengan faham kelompok mukhathiat,
yang menyatakan bahwa ijtihad adalah metode penemuan hukum, bukan sumber hukum
dalam Islam.4 Dalam memahami ajaran Islam itu, akal dipergunakan sejauh yang dapat
dijangkau. Untuk hal yang berada di luar jangkauan akal, diambil sikap tawaqquf dan tafwidh.
Memaksakan tawil kepada hal-hal yang berada di luar jangkauan akal, dipandang sebagai
menundukan nash terhadap akal. Aspek akidah lebih banyak didasarkan atas nash, dan tawil
dipergunakan sepanjang didukung oleh qarinah-qarinah yang dapat diterima.5
Kajian ini difokuskan pada apa yang tertulis dalam manhaj istinbath Majelis Tarjih dan
Himpunan Putusan Tarjih. Uraian awal ini diperlukan untuk melihat lebih lanjut, sejauh mana
konsistensi Muhammadiyah dalam menerapkan metode penetapan hukum yang telah digariskan.
Sumber hukum utama yaitu Al-Quran dan Hadist tidak hanya diyakini oleh
Muhammadiyah saja, tetapi juga diyakini oleh seluruh umat Islam dalam berbagai mazhab dan
aliran yaitu al-Quran dan as-Sunnah. Artinya al-Quran merupakan rujukan utama dalam
menetapkan hukum. Sedangkan Sunnah berfungsi sebagai penjelas terhadap al-Quran. Tentu
penjelasan dari Sunnah tidak boleh bertentangan dengan apa yang dijelaskan al-Quran. Karena itu
menurut ahli hadis salah satu tolak ukur untuk menyeleksi hadis adalah harus diuji dengan alQuran.

Muhammadiyah pada dasarnya menerima metode ijtihad yang telah ditetapkan oleh
para ahli ushul fiqhi terdahulu, namun di sana sini terdapat modifikasi atau kombinasi
seperlunya. Ijma yang dibahas dalam ushul fiqih tidak dalam setiap periode diterima oleh
Muhammadiyah. Organisasi ini hanya menerima konsep ijma yang terjadi dikalangan
sahabat Nabi. Hal ini mengisyaratkan bahwa ijma tidak mungkin terjadi lagi setelah masa
4 DR.H.Fathurrahman Djamil, M.A. Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah,
Logos Publishing House, Jakarta:1995, hlm. 70
5 Achmad, Nur., Tanthowi, Pramono U., Maarif, Ahmad Syafii., Syamsuddin,
Din. Muhammadiyah Digugat, Jakarta: Kompas, cet.1, th.2000, hlm:9
9

sahabat. Pada masa sahabat dimungkinkan adanya ijma karena umat Islam masih sedikit
jumlahnya.
Kemudian qiyas sebagai metode penetapan hukum, pada dasarnya diterima
Muhammadiyah dengan catatan tidak mengenai masalah ibadah mahdah. Ketika
Muhammadiyah mengadakan pembahasan tentang qiyas, ternyata banyak peserta
muktamar tarjih yang tidak setuju menggunakan qiyas sebagai metode penetapan hukum
dalam Islam, tetapi banyak pula yang menyetujuinya. Dengan kata lain warga
Muhammadiyah tidak sepakat penggunaan qiyas dalam menyelesaikan maslah-masalah
hukum. Namun kenyataannya, betapapun seseorang atau sekelompok orang tidak
menerima qiyas, namun persoalan-persoalan yang baru harus diselesaikan dengan melihat
illatnya. Kegiatan ini tidak lain kecuali qiyas.
Istihsan sebagai metode penetapan hukum tidak dijelaskan Muhammadiyah secara
eksplisit, tetapi dari rumusan yang terdapat dalam manhaj Majelis Tarjih dapat dipahami bahwa
metode istihsn diterima oleh Muhammadiyah. Dalam poin ke sembilan manhaj tersebut
dinyatakan bahwa mentalil, dalam arti menggali hikmah dan tujuan hukum, dapat digunakan
untuk memahami kandungan dalil-dalil al-Quran dan Hadis. Kegiatan ini erat kaitannya dengan
metode istihsn.6
Seiring dengan adanya konsep istihsan yang dikemukakan oleh Abu Hanifah, Imam Malik
mengemukakan konsep istihlah atau al-mashlahat al-mursalat. Berbeda dengan qiyas dan istihsan,
dalam al-maslahat al-Mursalah sama sekali tidak terdapat nash yang secara khusus mengaturnya,
melainkan termasuk ruang lingkup maqsid al-syariat secara umum. Metode ini digunakan untuk
mengantisipasi persoalan baru, padahal nash dan al-Quran dan Hadis belum mengaturnya. Tentu
bidangnya luas dibandingkan dengan dua metode sebelumnya. Metode yang disebut terakhir ini
juga digunakan oleh Muhammadiyah.
Metode lain yang digunakan oleh Muhammadiyah dalam berijtihad adalah saddu al zariat.
Adapun tujuan digunakannya metode ini oleh Muhammadiyah adalah untuk menghidari
terjadinya fitnah dan mafsadah. Jika diambil pengertian sebaliknya, maka tujuan digunakan
metode ini adalah untuk kemaslahatan manusia. Metode ini sering digunakan oleh Imam Malik,
dan Ahmad ibn Hanbal. Hal ini tidak berarti bahwa selain dari kedua tokoh ini tidak
menggunakannya sama sekali.

6 Thohari, Hajriyanto Y. Muhammadiyah dan Pergulatan politik Islam modernis,


Jakarta: Pusat Studi dan Peradaban (PSAP) Muhammadiyah, cet.1, th.2005,
hlm.105
10

Dari uraian tersebut di atas dapat dipahami, bahwa Muhammadiyah dalam berijtihad
menempuh tiga jalur, yaitu:
a) Al-ijtihad al-Bayani, yakni menjelaskan hukum yang kasusnya telah terdapat dalam

al-Quran dan Hadis.


b) Al-ijtihad

al-Qiyasi,

yakni

menyelesaikan

kasus

baru

dengan

cara

menganalogikannya dengan kasus yang hukumnya telah diatur dalam al-Quran


dan Hadis.
c) Al-Ijtihad al-Istishlah yaitu menyelesaikan beberapa kasus baru yang tidak

terdapat dalam kedua sumber hukum dengan cara menggunakan penalaran yang
didasarkan atas kemaslahatan.7

Contoh dari Hasil Metode Istinbat Majlis Tarjih Muhammadiyah

7 Ibid, hlm 78
11

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muhamadiyah berasal dari kata bahasa Arab "Muhamadiyah", yaitu nama nabi dan
rasul Allah yang terkhir. Kemudian mendapatkan "ya" nisbiyah, yang artinya menjeniskan.
Jadi, Muhamadiyah berarti "umat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam" atau
"pengikut Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam", yaitu semua orang Islam yang
mengakui dan meyakini bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah
hamba dan pesuruh Allah yang terakhir.
Majelis Tarjih

didirikan pada tahun 1928 sebagai hasil Kongres

Muhammadiyah XVII pada tahun 1928 di Yogyakarta. Majelis ini dibentuk atas
prakarsa KH Mas Mansur

dan beliau kemudian dipercaya sebagai ketua

pertamanya. Adapun faktor yang menjadi latar belakang dibentuknya majelis


ini adalah keadaan yang berkembang dalam tubuh Muhammadiyah sendiri,
yaitu hal-hal yang timbul sebagai akibat dari perluasan dan kemajuran yang
dicapai

oleh

persyarikatan

ini.

Dan

juga

adanya

persoalan-persoalan

khilafiyah yang dihadapi oleh warga Muhammadiyah dalam amaliah seharihari.

Muhammadiyah dalam berijtihad menempuh tiga jalur, yaitu:


a) Al-ijtihad al-Bayani, yakni menjelaskan hukum yang kasusnya telah

terdapat dalam al-Quran dan Hadis.

12

b) Al-ijtihad al-Qiyasi, yakni menyelesaikan kasus baru dengan cara

menganalogikannya dengan kasus yang hukumnya telah diatur dalam alQuran dan Hadis.
c) Al-Ijtihad al-Istishlah yaitu menyelesaikan beberapa kasus baru yang tidak
terdapat dalam kedua sumber hukum dengan cara menggunakan penalaran
yang didasarkan atas kemaslahatan.

DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Nur., Tanthowi, Pramono U.,Maarif, Ahmad Syafii., Syamsuddin, Din.
Muhammadiyah Digugat, Jakarta: Kompas, cet.1, th.2000, hlm:9
DR.H.Fathurrahman Djamil, M.A. Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah, Logos
Publishing House, Jakarta:1995, hlm. 70
Drs H Mustafa Kaml Pasha , B. Ed Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah sebagai
Gerakan Islam (dalam Perspektif Historis dan Ideologis), SU (Yogyakarta: LPPI,
2000)
Khalimi, Ormas-Ormas Islam Sejarah, Akar Teologi dan Politik, Jakarta: Gaung Persada
Press, 2010, hlm. 309
Suaidi Asyari, Nalar Politik NU dan Muhammadiyah, Yogyakarta: LkiS, 2010, hlm. 44
Thohari, Hajriyanto Y. Muhammadiyah dan Pergulatan politik Islam modernis, Jakarta:
Pusat Studi dan Peradaban (PSAP) Muhammadiyah, cet.1, th.2005, hlm.105

13

Anda mungkin juga menyukai