(Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur pada Mata Kuliah Keminangkabauan)
Kelompok 7
Rio Purwanti : 4619006
Nadia Khairiah : 4619015
Muthia Afifah : 4619040
Dosen Pembimbing :
Doni Nofra, M. Hum
Puji dan syukur tidak akan pernah kami lupa ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang
mana dengan rahmat, nikmat dan hidayah-Nya kami telah dapat menyelesaikan makalah ini.
Kemudian shalawat dan salam juga akan selalu kami curahkan untuk baginda Nabi Muhammad
SAW yang telah berjuang membawa manusia dari zaman Jahiliyyah ke zaman Islamiyyah.
Disamping itu, kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian karya tulis ilmiah ini.
Kami menyadari karya tulis ilmiah ini sangat jauh dari kesempurnaan dan memiliki
berbagai macam kesalahan dan kekhilafan. Untuk itu kami berharap pembaca mengkritisi dan
memberikan saran agar dalam pembuatan makalah selanjutnya tidak terulang lagi kesalahan
yang sama untuk kedua kalinya.
Kelompok 7
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………...……………
DAFTAR ISI………………………………………………………………………...
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Minangkabau adalah kelompok kultur etnis yang menganut sistem adat yang khas,
yaitu sistem kekeluargaan menurut garis keturunan perempuan yang disebut sistem
matrilineal. Dalam budaya Minangkabau, perkawinan merupakan salah satu peristiwa
penting dalam siklus kehidupan dan merupakan masa peralihan yang sangat berarti dalam
membentuk kelompok kecil keluarga baru penerus keturunan. Bagi masyarakat Minangkabau
yang beragama Islam, perkawinan dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
B. Rumusan Masalah
1) Apa pengertian perkawinan ?
2) Bagaimana cara mencari jodoh atau pendamping hidup di minangkabau ?
3) Bagaimana resminya perkawinan di minangkabau ?
4) Bagaimana proses perkawinan di minangkabau ?
C. Tujuan Penulisan
1) Menjelaskan bagaimana pengertian perkawinan.
2) Menjelaskan bagaimana cara mencari jodoh atau pendamping hidup di minangkabau.
3) Menjelaskan resminya perkawinan di minangkabau.
4) Menjelaskan proses perkawinan di minangkabau.
1
Ali Akbar Navis, Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau, (Jakarta: Grafiti Pers, 1984),
Hal 1.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkawinan
Istilah kawin sebenarnya berasal dari bahasa Arab, disebut dengan kata nikah. Al-
nikah yang bermakna al-wathi’ dan al-dammu wa altadakhul. Al-dammu wa al-jam’u atau
ibarat ‘an al-wath wa al-‘aqd yang bermakna bersetubuh, berkumpul dan akad. Secara
terminologi kawin atau nikah dalam bahasa Arab disebut juga “ziwaaj”, sehingga perkataan
nikah mempunyai dua pengertian, yakni dalam arti yang sebenarnya (hakikat) dan dalam arti
kiasan (majaaz). Dalam pengertian sebenarnya nikah disebut dengan dham yang berarti
“menghimpit”, “menindih”, atau “berkumpul”, sedangkan dalam pengertian kiasannya
disebut dengan istilah “wathaa” yang berarti “setubuh”. Perkataan nikah dalam bahasa
sehari-hari lebih banyak dipakai dalam arti kiasan daripada arti sebenarnya, bahkan nikah
dalam arti sebenarnya jarang sekali dipakai pada saat ini.
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan suatu perkawinan adalah membentuk
suatu keluarga. Keluarga mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia sebagai
makhluk sosial dan merupakan kesatuan masyarakat yang kecil. Selain itu perkawinan juga
harus didasarkan pada hukum agama masingmasing pihak yang hendak menikah.
Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu.
2
Ibid hal 90.
Menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau
miitsaaqon gholiidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan
ibadah. Tujuan perkawinan menurut kompilasi hukum Islam adalah untuk mentaati perintah
Allah serta memperoleh keturunan di dalam masyarakat, dengan mendirikan rumah tangga
yang sakinah, mawaddah dan warrahmah.3
Perkawinan menurut hukum adat bagi masyarakat hukum adat di Indonesia pada
umumnya bagi penganut agama tergantung agama yang dianut masyarakat adat yang
bersangkutan. Maksudnya apabila telah dilaksanakan menurut tata tertib hukum agamanya,
maka perkawinan itu sudah sah menurut hukum adat kecuali bagi mereka yang belum
menganut hukum agama yang diakui pemerintah. Hukum adat adalah hukum yang tidak
tertulis yang menjadi pedoman atau aturan yang mengatur kehidupan masyarakat. Hukum
yang tidak tertulis mempunyai sifat dinamis dan berubah mengikuti perkembangan zaman.4
Seorang anak yang telah dewasa (baik laki-laki maupun perempuan) dan akan
berumah tangga, bagi masyarakat Minang menempatkan perkawinan menjadi urusan
keluarga dan kerabat. Dimulai dari mencarikan jodoh, membuat persetujuan, pertunangan,
sampai pelaksanaan perkawinan, termasuk segala urusan akibat perkawinan itu. Karena
perkawinan dalam adat bukanlah masalah sepasang insân yang akan membentuk rumah
tangganya saja. Oleh karena falsafah Minang menjadikan kaum (suku) hidup bersamasama,
maka rumah tangga menjadi urusan bersama, sehingga masalah pribadi suami isteri tidak
bisa dilepaskan dari masalah bersama.
3
Yaswirman, Hukum Keluarga : Karakteristik dan Prospek Dokrin Islam dan Adat Dalam Masyarakat Matrilineal
Minangkabau, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hal 66.
4
Asmaniar, Perkawinan Adat Minangkabau, Binamulia Hukum, Vol.7, No.2, Desember 2018, hal 134.
perempuan lebih dominan. Ia memberikan pengarahan kepada orang-orang yang ditugaskan
untuk mengundang tamu yang diharapkan kehadirannya ketika pesta dengan arahan yang
rinci, sampai kepada kalimat yang akan disampaikan oleh petugas yang melakukan
pemanggilan tersebut, terutama kepada petugas yang masih muda dan belum berpengalaman
dalam hal itu. Sementara peranan bako (keluarga ayah) dalam pelaksanaan pesta biasanya
sebagian ikut membantu memikul biaya pesta perkawinan sesuai dengan kemampuan
mereka yang dilakukan sebelum akad nikah. Mereka juga datang membawa perlengkapan
seperti sirih lengkap, singgang ayam, dan seperangkat busana bahkan ada yang memberikan
perhiasan emas untuk mempelai perempuan. Sistem adat yang paling menonjol dalam suku
Minangkabau adalah sistem kekeluargaan melalui jalur perempuan atau matrilineal. Selain
aturan adat yang khas, suku Minangkabau juga memiliki hukum adat yang khas. Salah
satunya adalah hukum adat yang mengatur tentang perkawinan.
Hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis yang menjadi pedoman atau aturan
yang mengatur kehidupan masyarakat. Hukum yang tidak tertulis mempunyai sifat dinamis
dan berubah mengikuti perkembangan zaman. Dengan berlakunya undang-undang
Perkawinan yaitu Undang-undang nomor 1 tahun 1974, maka syarat-syarat sahnya
perkawinan diatur oleh undang-undang tersebut kecuali bagi mereka yang tidak menganut
suatu agama, maka syarat sahnya perkawinan ditentukan oleh hukum adat mereka yang
memang sudah berlaku bagi mereka sebelum diundangkannya undang-undang perkawinan
ini.
5
Ikrar Abadi, Keluarga Sakinah, Perkawinan Menurut Adat dan Perubahan Sosial Masyarakat Minangkabau,
Journal Al-Ahkam Vol.XXII No.1, Juni 2021. Hal 43.
6
B Ter Haar Bzn, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1999), hal 159.
2) Manimang dan Batimbang Tando
Tahapan ini dilakukan oleh pihak keluarga perempuan untuk meminang calon
laki-laki. Apabila diterima mereka akan melakukan batimbang tando atau bertukar
simbol sebagai pengikat perjanjian dan nggak bisa diputuskan secara sepihak. Biasanya
yang ditukarkan adalah benda pusaka seperti keris, kain adat, atau benda lainnya yang
memiliki nilai sejarah bagi keluarga.
Setelah itu acara selanjutnya adalah berembuk mengenai penjemputan calon
mempelai laki-laki. Adapun tahapannya yaitu keluarga calon mempelai perempuan
mengunjungi kediaman keluarga calon mempelai laki-laki. Pada acara tersebut akan
melibatkan orangtua, ninik mamak, dan para sesepuh dari kedua belah pihak. Rombongan
yang datang akan membawa sirih pinang lengkap dan disusun dalam carano (tas yang
dibuat dari daun pandan).
3) Mahanta sirih
Tahap ini di mana mempelai meminta izin atau memohon doa restu kepada
mamak-mamaknya, saudara ayah, kakak yang telah berkeluarga dan sesepuh yang
dihormati. Calon mempelai perempuan diwakili oleh kerabat perempuannya yang telah
berkeluarga dengan cara mengantar sirih. Sedangkan untuk calon mempelai laki-laki
membawa selapah yang berisi daun nipah dan tembakau dengan tujuan untuk
memberitahukan dan memohon doa rencana pernikahannya. Biasanya keluarga yang
didatangi akan memberikan bantuan berupa tenaga dan biaya untuk pernikahan sesuai
kemampuan. Ritual ini memiliki tujuan untuk memohon doa dan memberitahukan
rencana pernikahan.
4) Babako – Babaki
Acara ini akan diadakan beberapa hari sebelum acara akad nikah
berlangsung. Bako berarti pihak keluarga dari ayah calon mempelai perempuan. Dan
pihak keluarga ini ingin menunjukkan kasih sayangnya dengan ikut memikul biaya sesuai
kemampuannya. Acara ini dimulai dengan calon mempelai perempuan dijemput dan
dibawa ke rumah keluarga ayahnya. Di sana para tertua akan memberikan nasihat. Dan
keesokan harinya, calon mempelai perempuan akan diarak kembali ke rumahnya diiringi
keluarga pihak ayah dengan membawa berbagai macam barang bantuan tadi.
Perlengkapan yang disertakan biasanya berupa sirih lengkap (sebagai kepala adat), nasi
kuning singgang ayam (makanan adat), antaran barang yang diperlukan calon mempelai
perempuan seperti seperangkat busana, perhiasan emas, lauk pauk baik yang sudah
dimasak maupun yang masih mentah, kue-kue dan sebagainya.
5) Malam Bainai
Acara ini dilakukan pada malam sebelum akad nikah. Bainai menjadi ritual untuk
melekatkan jasil tumbukan daun pacar merah (daun inai) di kuku calon pengantin. Tradisi
ini memiliki makna sebagai ungkapan kasih sayang dan doa restu para sesepuh keluarga
mempelai perempuan. Lalu terdapat juga air yang berisikan keharuman tujuh bunga, daun
inai tumbuk, payung kuning, kain jajakan kuning, kain simpai, dan kursi bagi calon
pengantin. Calon pengantin perempuan pun dibawa keluar dari kamar diapit teman
sebayanya dengan menggunakan baju tokoh dan bersunting rendah. Selanjutkan akan
berlangsung acara mandi-mandi secara simbolik dengan memercikkan air harum tujuh
kembang oleh para sesepuh dan kedua orangtua. Selanjutnya kuku-kuku calon pengantin
perempuan pun diberi inai. Saat inai dipasang maka akan diiringi syair tradisi Minang di
malam bainai disertai bunyi seruling.
6) Manjapuik Marapulai
Acara ini menjadi ritual paling penting dalam prosesi pernikahan adat Minang.
Prosesinya bermula dari calon pengantin laki-laki dijemput dan dibawa ke rumah calon
pengantin perempuan untuk melangsungkan akad nikah. Lalu pada acara ini pun akan
dilakukan pemberian gelar pusaka pada calon pengantin laki-laki sebagai simbol
kedewasaan. Selanjutnya rombongan dari keluarga calon pengantin perempuan akan
menjemput calon pengantin laki-laki dengan membawa perlengkapan berupa sirih
lengkap dalam cerana, pakaian pengantin laki-laki lengkap, nasi kuning singgang ayam,
lauk pauk, dan lainnya. Setelah prosesi sambah mayambah dan mengutarakan maksud
kedatangan, barang-barang pun diserahkan. Lalu calon pengantin laki-laki beserta
rombongan akan diarak menuju kediaman calon pengantin perempuan.
7) Penyambutan di Rumah Anak Daro
Tradisi menyambut kedatangan calon mempelai laki-laki di rumah calon
mempelai perempuan (penyambutan di rumah anak daro) merupakan momen meriah dan
besar. Dilatari bunyi musik tradisional yang berasal dari talempong, keluarga mempelai
perempuan menyambut kedatangan mempelai laki-laki. Berikutnya, barisan dara
menyambut rombongan dengan persembahan sirih lengkap. Para sesepuh perempuan
menaburi calon pengantin laki-laki dengan beras kuning. Sebelum memasuki pintu
rumah, kaki calon mempelai laki-laki diperciki air sebagai lambang mensucikan, lalu
berjalan menapaki kain putih menuju ke tempat berlangsungnya akad.
8) Akad nikah
Akad nikah ini akan dilangsungkan sesuai syariat agama Islam. Diawali dengan
pembacaan ayat suci, ijab kabul, nasihat perkawinan dan doa. Acara ini umumnya
dilakukan pada hari Jumat siang.
9) Bersandiang di pelaminan
Setelah akad nikah berlangsung maka kedua pengantin akan bersanding di rumah
anak dari anak daro dan marapulai akan menanti tamu alek salinga alam dan diwarnai
musik dari halaman rumah.7
7
Ibid hal 87.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan suatu perkawinan adalah membentuk
suatu keluarga. Keluarga mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia sebagai
makhluk sosial dan merupakan kesatuan masyarakat yang kecil. Dalam pengertian
sebenarnya nikah disebut dengan dham yang berarti “menghimpit”, “menindih”, atau
“berkumpul”, sedangkan dalam pengertian kiasannya disebut dengan istilah “wathaa” yang
berarti “setubuh”. Perkataan nikah dalam bahasa sehari-hari lebih banyak dipakai dalam arti
kiasan daripada arti sebenarnya, bahkan nikah dalam arti sebenarnya jarang sekali dipakai
pada saat ini.
PENUTUP
Abadi Ikrar. 2021, Keluarga Sakinah, Perkawinan Menurut Adat dan Perubahan Sosial
Masyarakat Minangkabau, Journal Al-Ahkam Vol.XXII No.1, Juni.
Asmaniar. 2018, Perkawinan Adat Minangkabau, Binamulia Hukum, Vol.7, No.2, Desember.
Bzn Ter Haar. 1999, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, (Jakarta: Pradnya Paramita).
Naviz Ali Akbar. 1984, Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau,
(Jakarta: Grafiti Pers).
Yaswirman. 2013, Hukum Keluarga : Karakteristik dan Prospek Dokrin Islam dan Adat Dalam
Masyarakat Matrilineal Minangkabau, (Jakarta: Rajawali Pers).