Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Makna Konsep Pola dan Prosesi Perkawinan Minangkabau


"Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah Keminangkabauan”

Kelompok 1

Retno Agusti : 3418004


Rahmi Fitriana : 3418011
Makfira Istivani : 3418016
Uci Perdianti : 3418022

Dosen Pengampu :
Hengki Purnomo

JURUSAN AKUTANSI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BUKITTINGGI
TAHUN AKADEMIK 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Keminangkabauan tentang Makna
Konsep Pola dan Prosesi Perkawinan Minangkabau. Sholawat dan salam tak lupa
pula kita sanjungkan kepada nabi Muhammad SAW.
Dengan kerjasama yang kami lakukan sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Meskipun masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini baik
dari segi bahasa maupun isi. Karena kami masih dalam tahap belajar, oleh karena itu
kami menerima saran dan kritikan dari para pembaca agar kami dapat memperbaiki
kesalahan dalam penulisan makalah untuk kedepannya.
Dan kami pun menyadari bahwa kami masih perlu banyak belajar lagi.
Dengan adanya kritik dan saran dari para pembaca kami berharap bisa dapat lebih
baik dalam menulis makalah. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan bisa
menambah pengetahuan untuk para pembaca terutama kami sebagai penulis.

Bukittinggi, 11 maret 2021

Pemakalah
DAFTAR ISI
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................1
BAB II............................................................................................................................2
PEMBAHASAN............................................................................................................2

1. Perkawinan Ideal........................................................................................................3
2. Kawin Pantang...........................................................................................................3
2. Mengembalikan Piring...............................................................................................6
1. Manapiak Bandua.......................................................................................................7
2. Maminang...................................................................................................................7
3. Batimbang Tando jo Malam Bainai...........................................................................8
4. Pernikahan..................................................................................................................8
5. Manjapuik Marapulai.................................................................................................8
6. Basandiang dan Perjamuan........................................................................................8
7. Manjalang mintuo.......................................................................................................8
1. Perkawinan Menurut Kerabat Perempuan..................................................................9
BAB III.........................................................................................................................11
PENUTUP....................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Minangkabau adalah masyarakat yang sangat menjunjung tinggi seluruh
hukum adat istiadatnya, sesuai dengan pepatah Minangkabau adat basandi syarak,
syarak basandi kitabullah. Yang artinya di mana adat Minangkabau di dasarkan oleh
syariat agama islam dan syariat tersebut berdasarkan atas Al – Quran dan Hadist.
Berbicara mengenai Minangkabau sama artinya berbicara mengenai ajaran ajaran
Islam.
Bagi masyarakat Minangkabau, adat merupakan jalan kehidupan, cara
berpikir, cara berlaku, dan cara bertindak. Dari cara – cara tersebut maka terlahirlah
sebuah kebudayaan. Setiap nagari atau wilayah dihuni oleh beberapa kaum atau suku
yang dimana dalam setiap kaum atau suku dipimpin oleh seorang kepala suku yang
disebut Datuak. Kepala suku yang menjabat dipilih secara demokratis oleh kaum atau
sukunya masing – masing, laki – laki dan perempuan, untuk masa seumur hidup.
Sistem sosialnya ialah fraterniti, yang artinya semua orang bersaudara yang diikat
oleh hubungan darah dan perkawinan.
Di dalam masyarakat Minangkabau terdapat empat peristiwa penting di
kehidupan, yakni pada saat perkawinan, pengangkatan penghulu atau kepala kaum,
mendirikan rumah gadang, dan kematian. Empat peristiwa ini dinilai penting karena
merupakan tonggak penentuan status sosial bagi seseorang ataupun kaum di
Minangkabau.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Memahami makna dari perkawinan di Minangkabau
2. Mengetahui jenis-jenis perkawina di Minangkabau
3. Mengetahui upacara yang dilakukan selama perkawinan di Minangkabau
4. Mengetahui arti perkawinan dari sudut pandang kedua belah pihak

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PERKAWINAN
Perkawinan adalah hubungan permanen antara laki-laki dan perempuan yang
diakui sah oleh masyarakat dan agama yang bersangkutan yang berdasarkan atas
peraturan perkawinan yang berlaku. Bentuk perkawinan tergantung budaya setempat
bisa berbeda-beda dan tujuannya bisa berbeda-beda juga.
Istilah perkawinan merupakan istilah yang umum, yang digunakan untuk semua
makhluk ciptaan allah dimuka bumi, sedangkan pernikahan hanyalah diperuntukkan
bagi manusia.
Jadi kesimpulan yang sempurnanya, perkawinan (nikah) adalah merupakan
salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia, merupakan suatu lembaga
resmi yang mempertalikan secara sah antara seorang pria dengan seorang wanita
untuk hidup bersama sebagai suami istri.
Dalam budaya minangkabau, perkawinan merupakan salah satu peristiwa
penting dalam siklus kehidupan dan merupakan masa peralihan yang sangat berarti
dalam membentuk kelompok kecil keluarga baru penerus keturunan. Bagi masyarakat
minangkabau yang beragama islam, perkawinan dilakukan sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
B. JENIS-JENIS PERKAWINAN
1
Perkawinan di Minangkanbau pada dasarnya menganut pola exogami suku
dan endogami nagari. Maksudnya laki-laki Minang harus kawin dengan perempuan di
luar sukunya, umpamanya laki-laki suku sikumbang harus kawin dengan perempuan
dari suku diluar sikumbang. Dan sebaiknya antara laki-laki dan perempuan yang
kawin tersebut dalam satu nagari pula.
Umpamanya laki-laki dari sikumbang di nagari gurun kawin, perempuan
caniago juga dari gurun. Itulah sebabnya bila terjadi seorang laki-laki kawin dengan
perempuan diluar nagarinya, sebelum kawin dia harus mengaku mamak dinagari
istrinya itu.
Yang terbaik dan dianjurkan perkawinan:
(1) Pulang ka bako, yaitu beristri kepada kemenakan ayah

1
Maswardi, Budaya Alam Minangkabau Jilid 3 Kelas 5, (Padang: Gunung Bungsu,2007), hal. 46.

2
(2) Pauleh suri, yaitu perkawinan antara perempuan yang nenek moyangnya
dulu juga pernah bersuami dangan pihak calon.2
Ragam perkawinan masyarakat adat minangkabau ada 2 (dua), yaitu
1. Perkawinan Ideal
3
Menurut alam pikiran orang minangkabau, perkawinan yang paling
ideal adalah perkawinan antara keluarga dekat, seperti perkawinan antara anak
dengan kemenakan. Perkawinan demikian lazim disebut sebagai pulang ka
mamak atau pulang ka bako. Pulang ka mamak berarti mengawini anak
mamak, sedangkan pulang ka bako berarti mengawini kemenakan ayah.
Tingkat perkawinan ideal berikutnya adalah perkawinan ambil-mengambil,
artinya kakak beradik laki-laki dan perempuan.
Perkawinan sakorong, sekampung, senagari, seluhak, dan akhirnya
sesama Minangkabau.
Perkawinan dengan orang luar kurang disukai meskipun tidak dilarang.
Dengan kata lain, perkawinan ideal bagi masyarakat Minangkabau antara
“awak samo awak”. Itu bukan menggambarkan mereka menganut sikap yang
eksklusif. Pola perkawinan awak samo awak itu berlatar belakang sistem
komunal dan kolektivisme yang dianutnya. Sistem yang dianut mereka itu
barulah akan utuh apabila tidak dicampuri orang luar. Perkawinan dengan
orang luar, terutama mengawini perempuan luar dipandang sebagai
perkawinan yang dapat merusak struktur adat mereka. Sebaliknya, perkawinan
perempuan mereka dengan laki-laki luar tidaklah akan mengubah struktur
adat.
2. Kawin Pantang
Selain untuk memenuhi kebutuhan biologis dan perkembangan anak
cucu, perkawinan juga untuk mempererat dan memperluas hubungan
kekerabatan. Oleh karena itu, hukum perkawinan selain mempunyai larangan
juga mempunyai pantangan.
Pengertian larangan ialah perkawinan tidak dapat dilakukan, yang
berupa pantangan, perkawinan dapat dilakukan dengan sanksi hukuman. Di
samping itu, ditemui pula semacam perkawinan sumbang, yang tidak ada
larangan dan pantangannya, akan tetapi tidak dilakukan.
2
Ibid, hal. 47
3
Asmaniar,Jurnal: “Perkawinan Adat Minangkabau”, Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana, Vol. 7 No.
2, Desember 2018, hal. 136.

3
Perkawinan yang dilarang ialah perkawinan yang terlarang menurut
hukum perkawinan yang telah umum seperti mengawini ibu, ayah, anak
saudara seibu dan sebapak, saudara ibu dan bapak, anak adik dan kakak,
mertua dan menantu, anak istri dan ibu atau bapak tiri, saudara kandung istri
atau suami, dan anak saudara laki-laki ayah.
Perkawinan pantang ialah perkawinan yang akan merusak sistem adat
mereka, yaitu perkawinan orang yang setali darah menurut stelsel matrilineal,
sekaum, dan juga sesuku meskipun tidak ada hubungan kekerabatan dan tidak
sekampung halaman. Perkawinan sumbang yang akan merusak kerukunan
sosial lebih bertolak pada menjaga harga diri orang tidak tersinggung atau
merasa direndahkan. Oleh karena ajaran mereka yang terpenting ialah
memelihara harga diri, maka untuk hal itu diagungkan ajaran raso jo pareso
(rasa dan periksa) atau tenggang raso (tenggang rasa) sebagaimana yang
diungkapkan ajaran falsafah mereka.
Pantangan perkawinan untuk memelihara kerukunan sosial itu ialah
(1) mengawini orang yang telah diceraikan kaum kerabat, sahabat, dan
tetangga dekat;
(2) mempermadukan perempuan yang sekerabat, sepergaulan, dan
setetangga;
(3) mengawini orang yang tengah dalam pertunangan;
(4) mengawini anak tiri saudara kandung.
Sanksi hukum ditetapkan kepada pelanggar tergantung kepada
keputusan yang ditetapkan musyawarah kaumnya. Tingkatannya antara lain:
membubarkan perkawinan itu, hukum buang dengan diusir dari kampung atau
dikucilkan dari pergaulan, juga dapat dilakukan dengan hukum denda dengan
cara meminta maaf kepada semua pihak pada suatu perjamuan dengan
memotong seekor sampai dua ekor binatang ternak.4

C. PINANG MAMINANG
5
Peminangan merupakan langkah pendahuluan menuju ke arah perjodohan
antara seorang pria dengan seorang wanita. Islam mensyariatkannya, agar masing-

4
Ibid, hal. 137
5
Agust Elfi Mathala, Pakaian Pengantin”Dalam Perkawinan Masyarakat Minangkabau”, (Bandung:Humaniora
2015), hal. 43.

4
masing calon mempelai dapat saling mengenal lebih dekat dan memahami pribadi
mereka masing-masing.
Ketika seorang laki-laki telah mantap dalam memilih perempuan yang ingin
dinikahinya baik melalui sifat-sifatnya maupun kehidupannya secara keseluruhan,
maka ia menyampaikan lamaran (khitbah) kepada perempuan tersebut. Secara adat,
meminang atau melamar artinya meminta seorang wanita untuk dijadikan istri.
Adapun acara yang dilakukan selama pinang meminang:
1. Membuat Janji (Mantaan Ameh/Tando)
Pinangan resmi merupkan awal dari kunjungan keluarga perempuan
terhadap keluarga lelaki. Yang pergi meminang diutus berapa orang lelaki dan
perempuan dari keluarga perempuan yang terdiri antara lain: mamak keluarga,
urang sumando, seorang anak muda untuk membawa carano yang berisi sirih
lengkap (sirih, kapur sirih, pinang) dan seorang lelaki dewasa yang pandai
berbicara persembahan adat. Selain utusan yang disebutkan di atas, ada lagi
berapa orang perempuan yang akan membawakan barang bawaan hantaran
makanan.Di rumah keluarga lelaki rombongan yang datang meminang di nanti
atau di sambut oleh pihak keluarga lelaki yang terdiri dari: mamak keluarga
lelaki, beberapa orang ibu-ibu atau bundo kanduang , orang sumando dan
tokoh adat serta cerdik pandai dipihak keluarga lelaki.
Yang datang dan yang menanti duduk bersama, sesuai dengan aturan
adat dan cerano yang berisi sirih diletakkan di tengah, dan salah seorang dari
keluarga perempuan mempersilahkan keluarga lelaki untuk menyirih atau
mengunyah sirih. sambil keluarga calon pengantin lelaki, semua barang
bawaan yang dibawa dari rummah keluarga perempuan. Biasanya pihak
keluarga yang menanti itu akan mengunyah sirih yang dibawa oleh keluarga
calon penganten perempuan, sebagai penghormatannya terhadap keluarga
yang datang.
Pepatah adat mengatakan:
Sabalun kato kadi mulai
Sabalun karajo kadi kakok
Adat duduak siriah manyiriah
Adat carano diparadokan6

6
Ibid, hal. 44

5
7
Pada waktu berlangsung rundingan lamar-melamar ini, keluarga
perempuan yang meminang akan menyerahkan syarat-syarat pinangan lainnya.
Syarat-syarat dalam bentuk uang boleh kemudian diserahkan sebelum
berlangsungnya kenduri perkawinan. Di samping uang jemputan atau uang
hilang ada lagi uang adat dan uang biaya pernikahan yang harus diberikan
keluarga calon pengantin perempuan kalau sekiranya diminta oleh keluarga
calon pengantin lelaki.
Rundingan semasa acara pinang meminang ini juga menetapkan kapan
hendak dilangsungkan akad nikah serta kapan dilaksanakan upacara adat
perkawinan. Pada waktu inilah semua keputusan penting disepakti oleh kedua
belah pihak tentang pelaksanaan upacara perkawinan yang akan dilaksanakan.
Pepatah mengatakan:
Lah cukuik rukun syaraikinyo
Lah kanai agak agiahnyo
Lah bulek aia di pambuluah
Lah bulek kato jo mufakaik
Kok pandang nan lah diukue
Janji nan kadikakok
Mukasuik nan kadisampaikan
Dari pepatah di atas dijelaskan bahwa setelah pinagan resmi ini
berlansung secara adat, dan keluarga penganten perempuan telah memenuhi
syarat-sayarat hantaran pada keluarga colon penganten lelaki, maka kedua
calon ini dianggap sah bertunangan.8
2. Mengembalikan Piring
9
Ketika berlansung acara lamar melamar dirumah keluarga calon
penganten lelaki, keluarga perempuan membawa berbagai hantaran, termasuk
hantaran makanan. Hantaran makanan biasanya dibawa dengan wadah atau
piring, piring-piring ini dikembalikan. Piring di antarkan kembali ke rumah
calon pengantin perempuan setelah beberapa hari acara pinangan berlangsung.
Upacara mengembalikan piring ini biasanya merupakan upcara simbolis.
Keluarga lelaki akan memberi tahu kepada keluarga perempuan, bila masa
mereka hendak datang menghantarkan piring tempat hantaran tersebut.
7
Ibid, hal. 45
8
Ibid, hal. 47
9
Ibid, hal. 49

6
Yang menghantarkan piring adalah kaum perempuan yang terdiri dari:
keluarga bako (baka) calon pengantin lelaki, sanak saudara serta isteri mamak.
Pada masa mengantarkan piring keluarga lelaki yang datang membawa
balasan hantaran yang berupa baju kurung atau perhiasan benang mas. Bako
dan anggota rombongan lainnya juga membawa barang bawaan yang akan
diserahkan kepada calon pengantin perempuan, kain untuk pakaian, perhiasaan
dan sebagainya. Semua barang bawaan diserahkan kepada pihak yang menanti
dari keluarga perempuan. Di rumah calon pengantin perempuan rombongan
yang mengantarkan piring dijamu dengan makan dan minum, setelah itu baru
mereka kembali pulang.10
D. ACARA PERKAWINAN
11
Di Minangkabau adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah, artinya adat
dasandi kepada agama (Islam) dan agama (Islam) berpedoman kepada kitabullah (Al-
Qur’an).
Perkawinan di Minangkabau yaitu membentuk keluarga baru. Membentuk
keluarga baru artrinya menghubungkan satu keluarga dengan keluarga lain.
Upacara perkawinan dilaksanakan secara adat. Secara umum ada 7 tahapan upacara
perkawinan di Minangkabau yaitu:
1. Manapiak Bandua
Mengutus kepercayaan keluarga pihak perempuan untuk
menyampaikan maksud keluarga pihak perempuan kepada pihak laki-laki
dengan membawasiriah langkok. Utusan terdiri atas satu atau dua orang
perempuan dan satu laki-laki (telah menikah) dari sumando dan bisan keluarga
perempuan.12
2. Maminang
Meminang ada ynag dilaksanakan oleh pihak perempuan, ada pula
yang dilaksanakan pihak laki-laki. Para kerabat membicarakan calon yang
diincar. Untuk meninjau apakah pinangan bakal akan diterima maka diutuslah
seseorang, jika utusan pertama memberi kabar baik maka dilanjutkan dengan
utusan untuk meminang. Bila pinangan diterima maka pembicaraan
dilanjutkan untuk menentukan waktu pelaksanaan.

10
Agust Elfi Mathala, Pakaian Pengantin”Dalam Perkawinan Masyarakat Minangkabau”, (Bandung:Humaniora
2015), hal. 43.
11
Zamris Dt. Rajo Sigoto dkk, Buku Ajar: “Budaya Alam Minangkabau”,(Padang: Jaya Surya, 2008), hal.25
12
Ibid, hal. 26

7
3. Batimbang Tando jo Malam Bainai
Upacara pertunangan disebut juga batimbang tando. Acara ini dihadiri
oleh mamak kedua belah pihak. Dilakukan pertukaran tanda bahwa mereka
telah berjanji menjodohkan anak kemenakannya.
Sedangkan malam bainai merupakan acara yang dilakukan di rumah
anak daro (gadis) beberapa hari sebelum pernikahan, biasanya hanya dihadiri
kaum perempuan, marapulai dibawa kerumah anak daro.
4. Pernikahan
Bila perkawinan diadakan siang hari biasanya dipilih hari Jum’at
sebelum sholat Jum’at, jika malam biasanya dipilih petang Kamis malam
Jum’at. Tempat pernikahan biasanya dipilih dirumah anak daro, namun ada
pula yang dimesjid.
5. Manjapuik Marapulai
Dilakukan pada saat pesta pernikahan
6. Basandiang dan Perjamuan
Basandiang adalah mendudukan kedua mempelai/pengantin di
pelaminan untuk disaksikan oleh tamu-tamu yang hadir pada pesta jamuan.
Sedangkan perjamuan merupakan acara puncak perhelatan, dipusatkan
dirumah anak daro.
Perjamuan disesuaikan dengan kemampuan seperti:
 Gonteh puncak (petik pucuk)
 Kabuang batang (kabung batang)
 B/GLambang urek (lambang urat)13
7. Manjalang mintuo
Manjalang artinya berkunjung yang dikenal dengan manjalang mintuo.
Anak daro berkunjung kerumah mertua. Dari rumah anak daro kedua
penganten berjalan bersisiran/beriringan diapit oleh sumandan, lalu diiringi
oleh perempuan-perempuan kerabat anak daro. Beberapa orang perempuan
akan menjunjung jamba. Tujuan acara manjalang yaitu memperkenalkan anak
daro kepada kerabat marapulai agar lebih akrab. Acara puncaknya di rumah
orang tua marapulai.
E. PERKAWINAN DARI SUDUT PANDANG PEREMPUAN DAN SUDT
PANDANG LAKI-LAKI
13
Ibid, hal. 27

8
1. Perkawinan Menurut Kerabat Perempuan
Jika dipandang dari segi kepentingan, maka kepentingan perkawinan
lebih berat kepada kerabat pihak perempuan. Oleh karena itu, pihak mereka
yang menjadi pemrakarsa dalam perkawinan dan kehidupan rumah tangga.
Mulai mencari jodoh, meminang, menyelenggarakan perkawinan, lalu
mengurus dan menyediakan segala keperluan untuk membentuk rumah
tangga, sampai kepada memikul segala yang ditimbulkan perkawinan itu.
Tujuan perkawinan bagi pihak mereka serba rangkap. Pertama-tama
ialah melaksanakan kewajiban, yang merupakan beban hidup yang paling
berat, untuk menjodohkan kerabat mereka yang telah menjadi gadih gadang
atau gadis dewasa, yang tidak segera mendapat jodoh, akan menimbulkan aib
seluruh kaum. Masyarakat juga akan memandang bahwa gadis itu mungkin
menderita cacat turunan, cacat lahir atau batin, atau orang enggan berkerabat
dengan kaum itu karena tingkah laku mereka yang asosial.
Mempunyai gadih gaek (perawan tua) dalam suatu rumah tangga
merupakan aib yang akan menjadi beban sepanjang hidup kerabat itu sendiri
dan juga harga diri kaum akan jatuh dalam masyarakat. Oleh karena itu, untuk
memperoleh jodoh bagi anak gadis mereka, setiap keluarga akan bersedia
mengadakan segala-galanya atau akan berusaha dengan segala cara yang dapat
mereka lakukan. Sekiranya dianggap patut memperoleh jodoh itu dengan cara
memberi harta benda, mereka akan menyediakan. Untuk itu, harta pusaka
kaum boleh digadaikan.
Dalam suasana yang paling mendesak, mereka hampir dapat
mempertimbangkan berbagai calon tanpa memandang usia atau telah menikah,
dan lainnya, asal sepadan dengan martabat sosial mereka. Perkawinan seorang
gadis dapat pula digunakan untuk menaikan martabat kerabat atau kaumnya.
2. Perkawinan Menurut Kerabat Laki-Laki
Seorang anak kemenakan laki-laki yang matang untuk menikah
senantiasa merisaukan pikiran kaum kerabatnya. Kalau tidak ada orang yang
datang meminang, pertanda bahwa pihaknya tidak mendapat penghargaan
layak dari orang lain. Memang pihak mereka dapat mengambil prakarsa untuk
memancing pinangan, tetapi andai kata pancingan itu tidak mengena akan
menambah jatuhnya harga diri mereka. Jarang kerabat yang mempunyai anak
gadis yang mau melamar jejaka yang tidak mempunyai mata pencaharian.

9
Kecuali apabila jejaka itu anak orang terkemuka karena hartanya, jabatannya,
atau karena ilmunya. Anak orang kaya yang terkemuka pada umumnya
mempunyai masa depan yang lebih baik.
Jejaka yang tidak mempunyai mata pencaharian disarankan agar pergi
merantau untuk memperoleh harta atau memperoleh ilmu. Seandainya ia
sukses di rantau, maka “carano” akan pasti datang bersilang ke rumah ibunya
untuk meminangnya. Jika pun belum sukses, asal punya mata pencaharian,
pinangan lambat laun tentu akan datang juga. Mereka maklum bahwa bagi
masyarakat yang berpola pada ajaran materialisme itu meskipun mereka ingin
memperoleh semenda (pertalian keluarga karena perkawinan dengan anggota
suatu kaum) yang jejaka, mereka lebih suka mempunyai semenda yang punya
mata pencaharian yang besar, walau berusia tua atau telah menikah. Apalagi
kalau duda yang masih muda.
Perkawinan seorang jejaka sama pentingnya dengan seorang gadis.
Menentukan atau memilihkan jodoh serta membuat persetujuan dan
mengadakan perhelatannya merupakan tugas kaum kerabat.
Seorang jejaka tidak dibiarkan memilih jodoh sendiri. Tujuannya demi
menjaga agar tidak sampai memperoleh jodoh yang mempunyai cacat lahir,
batin, atau turunan. Di samping itu juga untuk menjaga agar perjodohan itu
tidak menyebabkan anak kemenakan sampai lupa pada kewajibannya terhadap
kaum kerabatnya kelak. Ibunyalah yang mempunyai peranan penting dalam
memilihkan jodoh bagi anaknya. Biasanya jejaka itu akan takluk oleh
kehendak ibunya. Konsekuensi perkawinan atas pilihan kerabatnya itu
didukung kerabatnya pula. Segala kewajiban yang harus ia pikul bagi istrinya
akan disediakan kerabatnya selama ia belum mampu.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

10
Perkawinan adalah hubungan permanen antara laki-laki dan perempuan yang
diakui sah oleh masyarakat dan agama yang bersangkutan yang berdasarkan atas
peraturan perkawinan yang berlaku. Bentuk perkawinan tergantung budaya setempat
bisa berbeda-beda dan tujuannya bisa berbeda-beda juga. Tapi umumnya perkawinan
itu ekslusif.
Istilah perkawinan merupakan istilah yang umum, yang digunakan untuk
semua makhluk ciptaan allah dimuka bumi, sedangkan pernikahan hanyalah
diperuntukkan bagi manusia. Jadi kesimpulan yang sempurnanya, perkawinan (nikah)
adalah merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia, merupakan
suatu lembaga resmi yang mempertalikan secara sah antara seorang pria dengan
seorang wanita untuk hidup bersama sebagai suami istri.
Konsekuensi perkawinan atas pilihan kerabatnya itu didukung oleh kerabatnya
pula. Segala kewajiban yag harus ia pikul bagi istrinya akan disediakan kerabatnya
selama ia belum mampu. Tujuannya adalah agar anak kemenakannya terpandng
sebagai semenda yang dihormati kerabat istrinya. Tentu saja dukungan atas
konsekuensi itu mempunyai jangka waktu, yang pasti akan tiba waktunya, sesuai
dengan kelaziman yang manusiawi, muncul kemauan berusaha sendiri dan
bertanggung jawab. Suatu perkawinan yang tidak rukun tetap menjadi urusan kerabat.
Jika yang menyebabkan pihak anak kemenakan sendiri, maka mereka berusaha ikut
memperbaikinya.

B. SARAN
Untuk para pembaca diharapkan dapat mengambil pelajaran dari pembahasan
yang telah di pelajari dalam materi tentang menjelaskan bisnis sektor keuangan
Syariah ini. Walaupun dalam penulisan makalah ini kami masih banyak kekurangan
semoga bisa di ambil manfaatnya.

DAFTAR PUSTAKA

Maswardi. 2007. Budaya Alam Minangkabau Jilid 3. Padang: Gunung Bungsu

11
Matalha, Agust Elfi. 2015. Pakaian Pengantin Dalam Perkawinan
Minangkabau. Bandung: Humainora
Zamris. 2008. Buku Ajar: Budaya Alam Minangkabau. Padang: Jaya Surya
Asmaniar. 2018. Jurnal Perkawinan Adat Minangkabau. Vol. 2 No. 2

12

Anda mungkin juga menyukai