Anda di halaman 1dari 25

TUGAS KELOMPOK

KONSELING LINTAS BUDAYA

Dosen Pengampu
Muhamad Disra Saputra, M. Pd.

Kelompok 4
Beki Oktarina Dwi Wijaya 201901500102
Khalimatus Sa’diah 201901500119
Meliana Nurfitria 201901500109
Najla Putri Chahnia 201901500126
Nurlatifah 201901500163
Ratih Setiadi 201901500299
Siti Aisyah 201901500116
Zahidah 201901500108

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI


PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL
2022
DISKUSI KELOMPOK
Nilai-Nilai Budaya Daerah Dan Rancangan Konseling Lintas Budaya
(Daerah Sumatra Barat, Minangkabau)

A. Pernikahan/Perkawinan

Minangkabau sering lebih dikenal sebagai bentuk kebudayaan daripada sebagai


bentuk negara atau kerajaan yang pernah ada dalam sejarah. Hal itu mungkin karena dalam
catatan sejarah yang dapat dijumpai hanyalah hal pergantian nama kerajaan yang
menguasai wilayah itu. Tidak ada suatu catatan yang dapat memberi petunjuk tentang
sistem pemerintahan yang demokratis dengan masyarakatnya yang ber-stelsel matrilineal
serta tidak ada catatan sejarah kelahiran sistem matrilineal ini sebagaimana yang dikenal
orang seperti sekarang.

Minang atau Minangkabau adalah kelompok etnis Nusantara yang berbahasa dan
menjunjung adat Minangkabau. Wilayah penganut kebudayaannya meliputi Sumatera
Barat, separuh daratan Riau, bagian utara Bengkulu, bagian barat Jambi, bagian selatan
Sumatera Utara, Barat Daya Aceh, dan juga Negeri Sembilan di Malaysia. Dalam
percakapan awam, orang Minang seringkali disamakan sebagai orang Padang, merujuk
kepada nama ibukota propinsi Sumatera Barat yaitu kota Padang. Namun masyarakat ini
biasanya akan menyebut kelompoknya dengan sebutan urang awak (bermaksud sama
dengan orang Minang itu sendiri).

Dalam adat budaya Minangkabau, perkawinan merupakan salah satu peristiwa


penting dalam siklus kehidupan dan merupakan masa peralihan yang sangat berarti dalam
membentuk kelompok kecil keluarga baru penerus keturunan. Bagi lelaki Minang,
perkawinan juga menjadi proses untuk masuk lingkungan baru, yaitu pihak keluarga
istrinya. Sementara bagi keluarga pihak istri, menjadi salah satu proses dalam penambahan
anggota dikomunitas Rumah Gadang mereka.

Sedangkan Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang
sangat kuat atau miitsaaqon gholiidhan untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah. Tujuan perkawinan menurut kompilasi hukum Islam
adalah untuk mentaati perintah Allah serta memperoleh keturunan di dalam masyarakat,
dengan mendirikan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warrahmah. Teori yang
dikemukakan oleh Van den Berg, hukum adat yang berlaku pada masyarakat Minangkabau
adalah hukum Islam. Sehingga perkawinan pun harus berdasarkan hukum Islam, namun
pada kenyataannya tidak demikian. Hal ini terlihat pada sistem kekerabatan Minangkabau
yang terkenal dengan sistem matrilineal.

Hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis yang menjadi pedoman atau aturan
yang mengatur kehidupan masyarakat. Hukum yang tidak tertulis mempunyai sifat
dinamis dan berubah mengikuti perkembangan zaman. Sahnya perkawinan menurut hukum
adat Minangkabau sesuai dengan ketentuan yang dinyatakan oleh Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 2 ayat (1), yaitu sahnya perkawinan berdasarkan
agama masing-masing dan kepercayaannya. Bagi masyarakat Minangkabau yang
beragama Islam, sahnya perkawinan sesuai dengan apa yang ditentukan oleh hukum Islam
mengenai syarat sah dan rukun perkawinan. Perkawinan menurut hukum adat adalah
urusan kerabat, urusan keluarga, urusan masyarakat, urusan pribadi satu sama lain dalam
hubungannya yang sangat berbeda-beda. Jadi perkawinan menurut hukum adat adalah
merupakan tanggung jawab bersama dari masyarakat hukum adat.

Dalam prosesi perkawinan adat Minangkabau, biasa disebut baralek, mempunyai


beberapa tahapan yang umum dilakukan. Diantaranya :

1. Dimulai dengan maminang (meminang), manjapuik marapulai (menjemput pengantin


pria), sampai basandiang (bersanding di pelaminan).
2. Setelah maminang dan muncul kesepakatan manantuan hari (menentukan hari
pernikahan),
3. kemudian dilanjutkan dengan pernikahan secara Islam yang biasa dilakukan dimasjid,
sebelum kedua pengantin bersanding dipelaminan.

Pada nigari (pembagian wilayah administrative sesudah kecamatan diprovinsi


Sumatera Barat, Indonesia. Istilah nigari menggantikan istilah desa, yang digunakan
diseluruh provinsi-provinsi lain di Indonesia) tertentu setelah ijab kabul di depan penghulu
atau tuan kadi, mempelai pria akan diberikan gelar sebagai panggilan pengganti nama
kecilnya. Kemudian masyarakat sekitar akan memanggilnya dengan gelar tersebut.
Panggilan gelar itu tergantung dari tingkat sosial masyarakat yaitu sidi ( sayyidi ), bagindo
atau sutan dikawasan pesisir pantai. Sementara itu dikawasan Luhak Limopuluah Koto,
pemberian gelar ini tidak berlaku. Pengertian perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan seorang Wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan
suatu perkawinan adalah membentuk suatu keluarga. Keluarga mempunyai peranan
penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kesatuan
masyarakat yang kecil. Selain itu perkawinan juga harus didasarkan pada hukum agama
masing-masing pihak yang hendak menikah. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan
menurut masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Dari uraian ini dapat kita
ketahui perkawinan tidak hanya hubungan antara seorang pria dengan seorang wanita saja,
tetapi juga hubungan dengan Tuhan atau agama.

Pada masyarakat yang menganut sistem matrilineal seperti di Minangkabau,


masalah perkawinan adalah masalah yang dipikul oleh mamak (paman). Seorang mamak
(paman dari pihak ibu) peranannya yang sangat besar sekali terhadap kemenakannya yang
akan melakukan perkawinan.

• Sistem Kekeluargaan Masyarakat Minangkabau:


1. Hubungan antara Anak dengan Orang Tua
Dalam susunan masyarakat matrilineal Minangkabau, seorang anak yang
dilahirkan menurut hukum adat hanya akan mempunyai hubungan hukum
dengan ibunya. Dengan demikian, anak akan menjadi atau masuk klan/suku
ibunya sedangkan terhadap ayahnya anak secara lahiriah tidak mempunyai
hubungan apa-apa walaupun secara alamiah dan rohaniah mempunyai
hubungan darah. Begitu pula sebaliknya, seorang ayah tidak akan mempunyai
keturunan yang menjadi anggota keluarganya. Oleh sebab itu, seorang ayah tidak
perlu bertanggung jawab terhadap istri dan anak-anaknya untuk memelihara
anak-anak dan membesarkannya, juga wewenang untuk mengawinkan.
Hubungan-hubungan pewarisan terjalin dengan ibu beserta mama dari anak-anak
tersebut sebagai kehidupan modern yang berpengaruh dari kebudayaan barat.
Keadaan ini telah banyak mengalami perubahan. Perubahan mamak rumah
dalam lingkungan kemenakannya yang menyangkut kehidupan keluarga telah
diserahkan mamak (saudara laki-laki dari ibu) rumah kepada ipar/menantu dari
pihak laki-laki (urang sumando).

2. Aneka Ragam Perkawinan Masyarakat Adat Minangkabau


Stelsel matrilineal dengan system kehidupan yang komunal, seperti yang
dianut suku Minangkabau menempatkan perkawinan menjadi persoalan dan
urusan kaum kerabat. Mulai dari mencari pasangan, membuat persetujuan,
pertunangan dan perkawinan, bahkan sampai pada segala urusan akibat
perkawinan itu. Perkawinan bukanlah masalah sepasang insan yang hendak
membentuk keluarga atau membentuk rumah tangganya saja. Oleh karena
falsafah Minangkabau telah menjadikan semua orang hidup bersama-sama,
maka rumah tangga menjadi urusan bersama, sehingga masalah pribadi dalam
hubungan suami istri tidak terlepas dari masalah bersama.
Pola perkawinan mereka bersifat eksogami. Kedua belah pihak atau salah
satu pihak dari yang menikah itu tidak lebur kedalam kaum kerabat pasangannya.
Oleh karena menurut struktur masyarakat mereka setiap orang adalah kaum dan
suku mereka masing-masing yang tidak dapat dialihkan. Setiap orang tetap
menjadi warga kaumnya masing-masing, meskipun telah diikat perkawinan dan
telah beranak-pinak. Anak yang lahir akibat perkawinan itu menjadi anggota
kaum sang istri, sehingga ayah tidak perlu bertanggung jawab terhadap
kehidupan anak-anaknya bahkan terhadap rumah tangganya. Kelihatannya
hubungan mereka sangat rapuh, tetapi para istri mempunyai daya pemikat yang
khusus, yaitu resep kuno “cinta melalui perut suami” dengan kepintarannya
memasak di samping itu para istri pantang mengeluh kepada suaminya sehingga
para suami tidak mempunyai beban pikiran yang berat di rumah tangganya.
Perkawinan eksogami meletakkan para istri pada status yang sama
dengan suaminya. Stelsel matrilineal serta pola hidup komunal menyebabkan
mereka tidak bergantung kepada suaminya. Walaupun suami sangat dimanjakan
di dalam rumah tangga, ia bukanlah pemegang kuasa atas anak dan istrinya. Jika
ia ingin terus dimanjakan, maka ia harus pandai-pandai pula menyesuaikan
dirinya.

3. Perkawinan Ideal
Menurut alam pikiran orang Minangkabau, perkawinan yang paling ideal
adalah perkawinan antara keluarga dekat, seperti perkawinan antara anak dan
kemenakan. Perkawinan demikian lazim disebut sebagai pulang ka mamak atau
pulang ka bako. Pulang ka mamak berarti mengawini anak mamak, sedangkan
pulang ka bako berarti mengawini kemenakan ayah.
Tingkat perkawinan ideal berikutnya adalah perkawinan ambil-
mengambil, artinya kakak beradik laki-laki dan perempuan A menikah secara
bersilang dengan kakak beradik laki-laki dan perempuan B. Urutan selanjutnya
ialah perkawinan sakorong, sekampung, senagari, seluhak, dan akhirnya sesama
Minangkabau. Perkawinan dengan orang luar kurang disukai meskipun tidak
dilarang. Dengan kata lain, perkawinan ideal bagi masyarakat Minangkabau
antara “awak samo awak”. Itu bukan menggambarkan mereka menganut sikap
yang eksklusif. Pola perkawinan awak samo awak itu berlatar belakang sistem
komunal dan kolektivisme yang dianutnya. Sistem yang dianut mereka itu
barulah akan utuh apabila tidak dicampuri orang luar. Dalam pola perkawinan
eksogami yang menjadikan ikatan suami istri begitu semu itu diperlukan modus
agar lembaga perkawinan tidak menjadi rapuh. Modus ialah perkawinan “awak
samo awak”.
Tambah dekat hubungan awaknya, tambah kukuhlah hubungan
perkawinan itu. Perkawinan dengan orang luar, terutama mengawini perempuan
luar dipandang sebagai perkawinan yang dapat merusak struktur adat mereka.
Pertama-tama, karena anak yang lahir dari perkawinan itu bukanlah suku bangsa
Minangkabau. Di samping itu, kehidupan istri akan menjadi beban bagi
suaminya, padahal setiap laki-laki bertugas utama bagi kepentingan sanak
saudaranya, kaumnya, dan nigari nya. Oleh karena itu, kehadiran seorang istri
yang orang luar dipandang sebagai beban bagi seluruh keluarga pula. Bahkan
dapat pula laki-laki itu akan menjadi ‘anak hilang’ dari kaum kerabatnya karena
kepintaran perempuan itu merayu suaminya. Sebaliknya, perkawinan perempuan
mereka dengan laki-laki luar tidaklah akan mengubah struktur adat, karena anak
yang lahir tetap menjadi suku bangsa Minangkabau.

4. Kawin Pantang
Selain untuk memenuhi kebutuhan biologis dan perkembangan anak cucu,
perkawinan juga untuk mempererat dan memperluas hubungan kekerabatan.
Oleh karena itu, hukum perkawinan selain mempunyai larangan juga mempunyai
pantangan. Pengertian larangan ialah perkawinan tidak dapat dilakukan, yang
berupa pantangan, perkawinan dapat dilakukan dengan sanksi hukuman.
Disamping itu, ditemui pula semacam perkawinan sumbang, yang tidak ada
larangan dan pantangannya, akan tetapi tidak dilakukan. Perkawinan yang
dilarang ialah perkawinan yang terlarang menurut hukum perkawinan yang telah
umum seperti mengawini ibu, ayah, anak saudara seibu dan sebapak, saudara ibu
dan bapak, anak adik dan kakak, mertua dan menantu, anak istri dan ibu atau
bapak tiri, saudara kandung istri atau suami, dan anak saudara laki-laki ayah.
Perkawinan pantang ialah perkawinan yang akan merusak sistem adat
mereka, yaitu perkawinan orang yang setali darah menurut stelsel matrilineal,
sekaum, dan juga sesuku meskipun tidak ada hubungan kekerabatan dan tidak
sekampung halaman.
Perkawinan sumbang yang akan merusak kerukunan sosial lebih bertolak
pada menjaga harga diri orang tidak tersinggung atau merasa direndahkan. Oleh
karena ajaran mereka yang terpenting ialah memelihara harga diri, maka untuk
hal itu diagungkan ajaran raso jo pareso (rasa dan periksa) atau tenggang raso
(tenggang rasa) sebagaimana yang diungkapkan ajaran falsafah mereka.
Pantangan perkawinan untuk memelihara kerukunan sosial itu ialah :
a) mengawini orang yang telah diceraikan : kaum kerabat, sahabat, dan
tetangga dekat
b) mempermadukan perempuan yang sekerabat, sepergaulan, dan setetangga
c) mengawini orang yang tengah dalam pertunangan;
d) mengawini anak tiri saudara kandung. Sanksi hukum ditetapkan kepada
pelanggar tergantung kepada keputusan yang ditetapkan musyawarah
kaumnya. Tingkatannya antara lain : membubarkan perkawinan itu,
hukum buang dengan diusir dari kampung atau dikucilkan dari pergaulan,
juga dapat dilakukan dengan hukum denda dengan cara meminta maaf
kepada semua pihak pada suatu perjamuan dengan memotong seekor
sampai dua ekor binatang ternak.

Berikut susunan acara dan prosesi pernikahan adat Padang lengkap dari awal
sampai akhir. Susunan Acara Pernikahan Adat Padang & Minangkabau:

1. Marasek

Marasek merupakan tahapan pertama pada tata cara pernikahan adat Padang.
Pada prosesi ini, utusan dari keluarga pihak calon mempelai wanita akan
mendatangi keluarga calon mempelai pria. Sesuai dengan adat istiadat Padang yang
menganut sistem kekerabatan matrilineal, proses penjajakan ini dilakukan oleh
keluarga wanita. Yang diutus pun tak sembarang orang, wanita yang dianggap
berpengalaman atau dituakan lah yang mencari tahu apakah sang pria cocok untuk
dinikahkan dengan sang wanita. Prosesi Marasek ini bisa berlangsung beberapa kali
sampai terjadi kesepakatan.

2. Maminang dan Babimbang Tando (bertukar tanda)

Jika mendapatkan hasil yang positif, prosesi selanjutnya pada pernikahan


adat Padang pada Marasek adalah Maminang. Pihak keluarga calon mempelai
wanita datang membawa buah tangan untuk keluarga calon mempelai pria.
Biasanya buah tangan yang dibawa adalah sirih pinang lengkap, kue-kue, dan buah-
buahan. Sirih disuguhkan di awal memiliki makna bahwa bila ada kekurangan atau
kejanggalan dalam pertemuan tidak menjadi gunjingan, sebaliknya hal-hal manis
boleh melekat dan diingat selamanya. Setelah itu, dilanjutkan dengan prosesi
Batimbang Tando atau bertukar tanda. Tujuan dari prosesi ini adalah untuk
mengikat kedua pihak dan tidak bisa dibatalkan sepihak. Barang-barang yang
dipertukarkan biasanya benda-benda pusaka seperti keris, kain adat, atau benda lain
yang bernilai bagi keluarga. Prosesi pernikahan adat Minang ini melibatkan orang
tua, ninik mamak, dan para sesepuh dari kedua pihak.

3. Mahanta Sir

Prosesi selanjutnya adalah Mahanta Siri di mana kedua mempelai meminta


izin dan doa restu kepada anggota keluarga yang dituakan. Ritual pernikahan adat
Minang ini juga bertujuan membertahukan rencana pernikahan. Pada prosesi ini
calon mempelai pria akan membawa selapah yang berisi daun nipah dan tembakau,
yang mana zaman sekarang sering diganti dengan rokok. Sementara itu calon
mempelai wanita akan membawa sirih lengkap.

4. Babako-babaki

Pada prosesi ini, pihak keluarga dari ayah calon mempelai wanita yang
disebut dengan Bako menunjukkan kasih sayangnya terhadap calon mempelai
wanita dengan memberikan bantuan biaya sesuai dengan kemampuannya. Para
keluarga datang membawa hantaran yang berupa sirih lengkap sebagai hantaran
kepala adat, nasi kuning singgang ayam sebagai simbol dari makanan adat, dan
barang-barang yang diperlukan calon mempelai wanita seperti pakaian, perhiasan
emas, makanan, dan lain sebagainya. Calon mempelai wanita akan dijemput dari
rumahnya menuju rumah ayahnya untuk diberikan petua oleh para tetua. Lalu
keesokan harinya diarak kembali ke rumahnya dengan iringan keluarga ayah
membawa barang hantaran tadi.

5. Malam Bainai

Malam Banai dilakukan semalam sebelum hari pernikahan. Bainai berarti


melekatkan tumbuhan halus daun pacar merah (daun inai) ke kuku calon mempelai
wanita. Malam Bainai dilakukan sebagai ungkapan kasih sayang dan doa restu yang
diberikan oleh para sesepuh keluarga calon mempelai wanita. Selain itu, terdapat
juga air dari campuran tujuh macam kembang. Air campuran ini digunakan untuk
memandikan calon mempelai wanita.

6. Manjapuik Marapulai

Manjapuik Marapulai merupakan prosesi paling penting diantara rangkaian


prosesi pernikahan adat Padang lainnya. Calon mempelai pria akan dijemput untuk
menyambangi kediaman calon mempelai wanita untuk melangsungkan akad nikah.
Lalu pada acara ini pula dilangsungkan pemberian gelar pusaka kepada sang pria
menandakan kedewasaan. Keluarga pihak wanita kemudian akan menyambut
dengan sirih lengkap menunjukan tata krama.

7. Penyambutan di Rumah Anak Daro

Prosesi pernikahan adat Padang dilanjutkan dengan penyambutan calon


mempelai pria di rumah calon mempelai wanita. Momen besar ini biasanya menjadi
acara yang paling meriah. Penyambutan ini diiringi musik tradisional Minang yaitu
talempong dan gandang tabuk, serta barisan Gelombang Adat timbal balik yang
terdiri dari pemuda-pemuda berpakaian silat, juga disambut para dara berpakaian
adat yang berperan menyuguhkan sirih. Saat calon mempelai pria memasuki rumah,
para sesepuh dari pihak wanita akan memercikkan air ke kakinya sebagai tanda
penyucian lalu menaburinya dengan beras kuning. Lalu calon mempelai pria pun
berjalan menuju tempat akad dilangsungkan.

8. Akad Nikah

Setelah penyambutan di rumah calon mempelai wanita, inti dari segala


prosesi pernikahan ini pun tiba. Orang tua pihak wanita melepaskan putrinya untuk
dinikahi oleh seorang pria, dan mempelai pria menerima mempelai wanita untuk
dinikahi.

9. Basandiang di Pelaminan

Seusai sah menjadi pasangan suami istri, kedua mempelai kemudian


bersanding di rumah mempelai wanita. Anak daro (mempelai wanita) dan marapulai
(mempelai wanita) akan menanti tamu undangan sambil musik didendangkan di
halaman rumah.

10. Tradisi Usai Akad Nikah

Pada pernikahan adat Minang, prosesinya tidaklah berhenti sampai akad


nikah saja, masih ada beberapa tahapan prosesi yang harus dijalankan setelahnya.

a) Mamulangkan Tando
Saatnya mengembalikan tanda yang diberikan sebagai ikatan janji pada
saat lamaran karena sekarang kedua pasangan telah resmi menjadi suami istri.
b) Malewakan Gala Marapulai
Prosesi pernikahan adat Minang selanjutnya adalah mengumumkan
gelar sebagai tanda kehormatan dan kedewasaan bagi mempelai pria.
c) Balantuang Kaniang (Mengadu Kening)
Selanjutnya, kedua mempelai dihadapkan satu sama lain dalam posisi
duduk. Dalam keadaan berhadapan, kedua wajah mereka hanya terpisahkan
oleh kipas. Lalu kipas diturunkan perlahan sehingga kening mereka saling
menempel. Prosesi ini akan dipimpin oleh para sesepuh wanita.
d) Mangaruak Nasi Kuniang
Salah satu prosesi yang unik dari pernikahan adat Minang adalah acara
yang satu ini. Kedua mempelai berebut mendapatkan daging ayam yang
tersembunyi di dalam nasi kuning. Acara ini mengisyaratkan hubungan suami
istri yang bekerja sama untuk saling melengkapi dan menahan diri.
e) Bamain Coki
Bamain Coki berarti bermain Coki. Coki adalah mainan tradisional
Minang mirip catur yang dimainkan di atas papan mirip halma. Permainan ini
bertujuan meluluhkan kekauan dan ego masing-masing agar tercipta
kemesraan diantara kedua mempelai.
f) Tari Payung
Tarian ini dipercaya sebagai tarian untuk pengantin baru. Para penari
akan menggunakan payung sebagai lambang peran suami sang pelindung istri.
11. Manikam Jajak
Prosesi adat pranikah sampai hari pernikahan telah usai dilaksanakan,
namun prosesi pernikahan adat Minang belum sepenuhnya selesai. Satu minggu
setelah hari pernikahan, kedua mempelai akan bertandang ke rumah orang tua dan
ninik mamak pengantin pria membawa makanan. Sikap ini dilakukan untuk
menghormati orang tua dan ninik mamak pengantin pria.

Tata Cara Perkawinan Masyarakat Adat Minangkabau

1) Perkawinan Menurut Kerabat Perempuan

Jika dipandang dari segi kepentingan,maka kepentingan perkawinan lebih berat


Kepada kerabat pihak perempuan. Oleh karena itu, pihak mereka yang menjadi
pemrakarsa dalam perkawinan dan kehidupan rumah tangga. Mulai mencari jodoh,
meminang, menyelenggarakan perkawinan, lalu mengurus dan menyediakan segala
keperluan untuk membentuk rumah tangga, sampai kepada memikul segala yang
ditimbulkan perkawinan itu. Tujuan perkawinan bagi pihak mereka serba rangkap.
Pertama-tama ialah melaksanakan kewajiban, yang merupakan beban hidup yang paling
berat, untuk menjodohkan kerabat mereka yang telah menjadi gadih gadang atau gadis
dewasa, yang tidak segera mendapat jodoh, akan menimbulkan aib seluruh kaum.
Masyarakat juga akan memandang bahwa gadis itu mungkin menderita cacat turunan,
cacat lahir atau batin, atau orang enggan berkerabat dengan kaum itu karena tingkah laku
mereka yang asosial. Mempunyai gadih gaek (perawan tua) dalam suatu rumah tangga
merupakan aib yang akan menjadi beban sepanjang hidup kerabat itu sendiri dan juga
harga diri kaum akan jatuh dalam masyarakat.

Oleh karena itu, untuk memperoleh jodoh bagi anak gadis mereka, setiap keluarga
akan bersedia mengadakan segala-galanya atau akan berusaha dengansegala cara yang
dapat mereka lakukan. Sekiranya dianggap patut memperoleh jodoh itu dengan cara
memberi harta benda, mereka akan menyediakan. Untuk itu, harta pusaka kaum boleh
digadaikan. Dalam suasana yang paling mendesak, mereka hampir dapat
mempertimbangkan berbagai calon tanpa memandang usia atau telah menikah, dan
lainnya, asal sepadan dengan martabat sosial mereka.
Perkawinan seorang gadis dapat pula digunakan untuk menaikan martabat kerabat
atau kaum. Caranya dengan menjodohkan anak gadis mereka dengan sesorang dari
kalangan yang lebih mulia dari mereka, baik mulia karena uangnya, pangkatnya, ilmunya,
atau karena kewenangannya. Terjadinya perkawinan demikian berarti mereka telah
mempunyai hubungan kerabat dengan orang terkemuka, sehingga mereka akan mendapat
tempat yang lebih baik dari sediakala dalam pandangan masyarakatnya. Jika perkawinan
itu membuahkan turunan, maka dengan sendirinya mereka telah mempunyai anak
kemenakan yang berdarah turunan dan mulia pula. Perkawinan juga dapat digunakan
sebagai pengukuhan hubungan sosial antara kerabat, antara sahabat, atau untuk
menyambung pertalian yang telah lama putus atau hubungan yang telah lama renggang.
Contoh pertama ialah perkawinan anak dengan kemenakan, perkawinan dengan anggota
kerabat besan. Contoh yang kedua ialah perkawinan anak kemenakan dengan anak
kemenakan sahabat atau dengan anak kemenakan tetangga. Contoh yang ketiga ialah
perkawinan anak kemenakan dengan anak kemenakan besan atau ipar yang telah lama
putus karena kematian.

2) Perkawinan Menurut Kerabat Laki-Laki

Seorang anak kemenakan laki-laki yang matang untuk menikah senantiasa


merisaukan pikiran kaum kerabatnya. Kalau tidak ada orang yang datang meminang,
pertanda bahwa pihaknya tidak mendapat penghargaan layak dari orang lain. Memang
pihak mereka dapat mengambil Prakarsa untuk memancing pinangan, tetapi andai kata
pancingan itu tidak mengena akan menambah jatuhnya harga diri mereka. Jarang kerabat
yang mempunyai anak gadis yang mau melamar jejaka yang tidak mempunyai mata
pencaharian. Kecuali apabila jejaka itu anak orang terkemuka karena hartanya,
jabatannya, atau karena ilmunya. Anak orang kaya yang terkemuka pada umumnya
mempunyai masa depan yang lebih baik. Jejaka yang tidak mempunyai mata pencaharian
disarankan agar pergi merantau untuk memperoleh harta atau memperoleh ilmu.
Seandainya ia sukses dirantau, maka “carano” akan pasti datang bersilang kerumah
ibunya untuk meminangnya. Jika pun belum sukses, asal punya mata pencaharian,
pinangan lambat laun tentu akan datang juga.

Mereka maklum bahwa bagi masyarakat yang berpola pada ajaran materialism itu
meskipun mereka ingin memperoleh semenda (pertalian keluarga karena perkawinan
dengan anggota suatu kaum) yang jejaka, mereka lebih suka mempunyai semenda yang
punya mata pencaharian yang besar, walau berusia tua atau telah menikah. Apalagi kalau
duda yang masih muda. Perkawinan seorang jejaka sama pentingnya dengan seorang
gadis. Menentukan atau memilihkan jodoh serta membuat persetujuan dan mengadakan
perhelatannya merupakan tugas kaum kerabat. Seorang jejaka tidak dibiarkan memilih
jodoh sendiri. Tujuannya demi menjaga agar tidak sampai memperoleh jodoh yang
mempunyai cacat lahir, batin, atau turunan. Di samping itu juga untuk menjaga agar
perjodohan itu tidak menyebabkan anak kemenakan sampai lupa pada kewajibannya
terhadap kaum kerabatnya kelak. Ibunyalah yang mempunyai peranan penting dalam
memilihkan jodoh bagi anaknya. Biasanya jejaka itu akan takluk oleh kehendak ibunya.

Syarat-Syarat Pernikahan adat padang

Menurut Fiony Sukmasari dalam bukunya yang berjudul "Perkawinan Adat


Minangkabau" syarat-syarat pernikahan adat Padang adalah sebagai berikut:

1. Kedua calon mempelai harus beragama Islam.


2. Kedua calon mempelai tidak sedarah atau tidak berasal dari suku yang sama, kecuali
pesukuan itu berasal dari nagari atau luhak yang lain.
3. Kedua calon mempelai dapat saling menghormati dan menghargai orang tua dan
keluarga kedua belah pihak.
4. Calon suami (marapulai) harus sudah mempunyai sumber penghasilan untuk dapat
menjamin kehidupan keluarganya.
5. Perkawinan yang dilakukan tanpa memenuhi semua syarat diatas dianggap
perkawinan sumbang, atau perkawinan yang tidak memenuhi syarat menurut adat
Minang.

B. Kelahiran

Kelahiran merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan hal
yang paling ditunggu oleh sebuah keluarga. Tidak sedikit dari keluarga yang melakukan
penyambutan atas kelahiran bayi. Ada juga beberapa daerah yang memiliki tradisi dalam
penyambutan bayi, salah satunya daerah Sumatera Barat, menurut tradisi Minangkabau.

Pada beberapa Nagari ada kebiasan sebelum mengadakan upacara kelahiran harus
melaksanakan upacara kehamilan lebih dahulu. Dengan demikian rangkaian upacara
kelahiran adalah sebagai berikut :
Saat kehamilan berumur enam bulan dilakukan dilakukan upacara membubur, yang
mana keluarga wanita hamil membuat bubur dari tepung beras, labu, gula saka dan kelapa
muda. Bubur itu untuk dibagikan kepada seluruh kerabatnya serta keluarga dekat suaminya.
Mereka yang diberi bubur mengundang wanita yang hamil itu untuk makan dirumah
masing masing, dan hal ini disebut manjapuik pinggan.

Kelahiran bayi biasanya dibantu oleh seorang dukun atau bidan, yang ditungui oleh
Ibu Mertua. Untuk menyambut kelahiran sang bayi, diadakan pertunjukan musik
Talempong sebagai pernyataan kegembiraan dan rasa syukur keluarga tersebut. Plasenta
bayi (uri) dimsukkan ke dalam peruik tanah dan ditutupi dengan kain putih. Penguburan
plasenta (batanam uri) dilakukan oleh salah seorang yang dianggap terpandang dalam
lingkungan keluarga.

Setelah bayi berusia 40 hari, Dalam tradisi minangkabau, penyambutan kelahiran


bayi dilakukan dengan upacara turun mandi. Upacara turun mandi dilaksanakan untuk
mensyukuri nikmat Tuhan atas bayi yang baru lahir. Upacara turun mandi adalah upacara
penyambutan kelahiran yang sudah dilaksanakan turun temurun. Setelai upacara turun
mandi selesai dilakukan, biasanya dilanjut dengan acara syukuran dengan makan dan doa
bersama. Sama seperti upacara menyambut kelahiran bayi pada umumnya, Turun Mandi
merupakan bentuk rasa syukur atas nikmat bayi yang baru lahir ke dunia.

Tradisi Turun Mandi biasanya dilakukan pada saat bayi baru lahir hingga berusia
tiga bulan. Diketahui bahwa zaman dulu, ritual Turun Mandi dilaksanakan di sumber mata
air seperti sungai, tempat pemandian, atau sumur yang oleh masyarakat Minang disebut
sebagai Luhak. Dalam melaksanakan upacara Turun Mandi, ada beberapa syarat dan ritual
yang harus dilakukan. Pertama, pembuatan Sigi Kain Buruak, semacam obor yang berasal
dari kain robek. Sigi dibakar di dalam rumah kemudian dibawa ke tempat upacara Turun
Mandi dilaksanakan.

Setelah itu ada pula Tampang Karambia Tumbua, atau lebih seing dikenal sebagai
bibit kelapa siap tanam. Pada saat ritual memandikan bayi berlangsung, bibit kelapa
dihanyutkan lalu ditangkap oleh ibu si bayi saat kelapa mendekati sang anak. Setelah
pulang, bibit kelapa kemudian ditanam sebagai wujud simbolis yang dipercaya akan
menjadi bekal hidup sang anak kelak.
Selain itu, disertakan pula Tangguak atau alat yang digunakan untuk menangkap
ikan dan melambangkan bekal ekonomi sang anak di masa depan. Tangguak digunakan
untuk meletakkan batu yang diambil dari sungai sebanyak tujuh buah, kemudian batu dan
bibit kelapa yang sebelumnya dihanyutkan dibawa pulang untuk kemudian ditanam secara
bersamaan.

Tak ketinggalan, disertakan juga Palo Nasi, yaitu nasi yang dilumuri dengan arang
dan darah ayam. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, hal ini bertujuan untuk
mengusir setan yang ingin ikut hadir dalam upacara Turun Mandi.

Terakhir, dalam ritual ini dibuat pula makanan yang dinamakan Batiah Bareh
Badulang atau beras yang digoreng. Makanan tersebut nantinya akan diberikan kepada
anak-anak yang ikut serta dalam upacara Turun Mandi sebagai bentuk ucapan terima kasih.
Setelah upacara Turun Mandi selesai dilakukan, biasanya dilanjut dengan acara syukuran
dengan makan dan doa bersama.

Terlepas dari tempat pelaksanaan yang biasanya dilakukan di sungai, saat ini
prosesi Turun Mandi juga bisa dan banyak dilakukan di rumah tanpa menghilangkan ciri
khas yang melekat pada pelaksanaan di Sungai. Termasuk salah satu keharusan
memandikan bayi oleh seorang Bako yang merupakan keluarga dari pihak bapak.

Ada beberapa syarat dalam melakukan upacara turun mandi, diantaranya adalah;
a. Upacara turun mandi dilaksankan di sungai.
b. Batiah bareh badulang, atau beras yang digoreng. Batiah tersebut nantinya akan
diberikan kepada anak-anak yang ikut serta dalam upacara turun mandi sebagai
ucapan terimakasih.
c. Sigi Kain Buruak atau membuat obor dari kain robek. Sigi/obor dibakar dirumah dan
nantinya obor tersebut dibawa ke tempat upacara turun mandi.
d. Tampang karambia tumbua (bibit kelapa siap tanam). Pada saat upacara bayi
dimandikan, bibit kelapa dihanyutkan lalu ditangkap oleh ibu si bayi saat kelapa
mendekati sang anak. Setelah pulang, kelapa kemudian ditanam yang nanti akan
menjadi bekal hidup si anak kelak.
e. Tangguak, merupakan alat untuk menangkap ikan. Melambangkan bekal ekonomi si
anak kelak. Kegunaaan tangguak yaitu untuk meletakkan batu yang diambil dari
sungai sebanyak tujuh buah, kemudian batu dan tampang karambia dibawa pulang.
batu akan dimasukkan ke dalam lubang tempat karambia ditanam.
f. Palo nasi yaitu nasi yang terletak paling atas. Nantinya nasi tersebut akan dilumuri
dengan arang dan darah ayam. Tujuannya adalah untuk mengusir setan, yang ingin
ikut hadir dalam upacara turum mandi.

Indonesia adalah negara dengan banyak ragam tradisi dan budaya, Turun Mandi
merupakan salah satu tradisi tersebut. Sebenarnya banyak hal lain yang bisa dilakukan
sebagai wujud syukur atas kelahiran seorang bayi. Dan diharapkan tradisi yang ada terus
dijalankan agar tetap menjadi kekayaan budaya Indonesia.

C. Kematian

Upacara kematian bagi masyarakat Minangkabau dilakukan berdasarkan adat


istiadat Minangkabau. Upacara kematian menjadi bagian dari upacara adat yang
berlangsung dalam suasana duka. Khalayak datang tanpa diundang sesuai dengan bunyi
mamangan adat yaitu kaba baiak bahimbauan, kaba buruak bahambauan. Artinya, bahwa
kabar baik seperti kenduri dan perhelatan, datangnya tamu karena diundang oleh tuan
rumah, tetapi kabar buruk seperti meninggal dunia datangnya khalayak karena spontan
tanpa diundang.

Pelaksanaan upacara kematian pada setiap daerah di Minangkabau berbeda-beda.


Beberapa pelaksanaan upacara kematian tersebut, yaitu membunyikan tabuh, kedatangan
induak bako (saudara perempuan ayah), memandikan jenazah, menyolatkan jenazah,
pasambahan (persembahan) melepas jenazah, dan penguburan jenazah. Setiap upacara
kematian di Minangkabau berdasarkan pada tata cara penyelenggaraan jenazah dalam
agama Islam. Hal tersebut sesuai dengan bunyi mamangan adat, yaitu adaik basandi syarak,
syarak basandi kitabullah. Artinya, adat berpedoman syariat, syariat berpedoman kitabullah.
Dalam pelaksanaan upacara kematian, penyampaian pasambahan (persembahan) melepas
jenazah termasuk ke dalam tradisi lisan.

Masyarakat memiliki tradisi upacara kematian Kanagarian Paninjauan merupakan


sebuah upacara pasambahan terakhir yang di lakukan dalam adat Minangkabau kepada
sanak saudara yang lebih dulu meninggalkan kita di dunia ini. Biasanya apabila seorang
sanak saudara kita menghadapi kematian, maka seluruh kelurga baik yang ada di rantau
ataupun tidak akan berkumpul untuk melepas dan memaafkan beliau yang sudah
meninggalkan kita.
Kegiatan kematian ini dilakukan dengan dua upara yaitu upacara secara agama dan
secara adat istiadat.

1. Upacara secara agama


a) Tahap memandikan, apabila jenazahnya laki-laki yang boleh memandikan
jenazah para sanak saudara laki-laki dan Mahram dari jenazah begitu juga
sebaliknya apabila jenazah perempuan maka yang memandikan sanak saudara
perempuan dan mahramnya, yang disebut mahram seperti Ibu, Ayah, Anak.
b) Tahap mengafani, biasanya ditahap mengafani dilakukan oleh seorang peninggi
adata yaitu Angku, Pangulu Pucuak, Tuo Kampuang (Panungkek), Labai, Sutan,
Katik. Karena semua galanya sesuai dengan kedudukannya dan sesuai dengan
sukunya.
c) Tahap mensalatkan, ditahap ini bisa semua orang yang beragama islam bisa
mensalatkan jenazah yang mengimammi anak laki-laki yang tertua, kalau tidak
ada anak laki-laki bisa yang mengimami ustad.
d) Tahap menguburkan, ditahap ini sang anak kandung laki-laki lah yang
mengangkat jenazah ke liang lahat dan mengazani jenazah yang di pandu oleh
urang nan tuo (orang tertua).
2. Upacara secara adat

Upacara secara adat seperti pergi melayat kerumah duka tidak hanya
dianjurkan oleh islam tetapi ini merupakan adanya hubungan kemasyarakatan yang
sangat kuat dimana satu orang yang berduka maka yang lain akan merasakan
kesedihan.

Setelah itu ada juga kegiatan berupa manujuah ari (menujuh hari), yaitu
kegiatan dilakukan sesudah Salat Isya dengan mengundang kerabat dan handai taulan.
Bagi seseorang yang tidak sempat datang sesudah Salat Isya mereka akan datang
sebelum Salat Isya. Acara ini dilakukan dengan memberi jamuan makanan malam
dengan sedikit pasambahan oleh pihak tuan rumah. Tujuan dari pasambahan ini
adalah sebagai ucapan terimakasih kepada orang-orang yang datang untuk melayat
dan mempersilahkan untuk menyantap hidangan yang telah disediakan.

Setelah semua tamu selesai makan tuan rumah akan menyampaikan maksud
dan tujuan dalam mengundang para tamu untuk datang kerumah mereka yaitu tuan
rumah hendak memintak doa kepada kaum muslimin supaya arwahNya diterima di
sisi Allah SWT dan juga menyampaikan maksud apabila semasa hidup orang yang
telah wafat ini memiliki kesalahan atau utang piutang untuk dapat memaafkannya
serta juga dapat membritahukan kepada pihak keluarga yang ditinggalkan.

Selain itu ada juga kegiatan ampek baleh ari (empat belas hari), maratuih ari
(meratus hari), dimana kegiatan ini merupakan kegiatan mandoa (berdoa) secara
bersama-sama.

3. Pasambahan Kamatian

Pasambahan (persembahan) berasal dari kata sambah (sembah) yang diberi


awalan (pa-) dan akhiran (-an), artinya berunding dengan memakai petatah-petitih,
bidal (petatah yang mengandung nasihat), serta ungkapan adat dengan mamakai
intonasi yang indah. Sambah (sembah) dalam bahasa Indonesia yaitu sembah yang
berarti pernyataan hormat dan khidmat; kata atau perkataan yang ditunjukan kepada
orang yang dimuliakan. Jadi, pasambahan (persembahan) adalah seni dalam berpidato
yang memuat makna tersirat dan tersurat. Pidato pasambahan (persembahan) tidak
hanya digunakan dalam suasana suka tetapi juga dalam suasana duka, yaitu
pasambahan (persembahan) melepas jenazah.

Salah satu daerah di Minangkabau yang melakukan pidato pasambahan


(persembahan) adalah Nagari Sijunjung. Nagari Sijunjung terletak di Kecamatan
Sijunjung, Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat. Nagari Sijunjung masih
melestarikan adat dan budaya Minangkabau. Hal tersebut terlihat dari upacara-
upacara adat dengan pidato pasambahan (persembahan) yang masih dilakukan,
seperti batagak gala (pengangkatan penghulu), bakaua adat (berkaul adat), wirid adat,
dan rangkaian upacara kematian seperti mandua (acara berdoa di rumah orang yang
meninggal). Masyarakat di Nagari Sijunjung menyebut pasambahan (persembahan)
upacara kematian dengan pidato pakubuan (pemakaman) atau kato suko rila (kata
suka rela).

Pasambahan sendiri menurut bahasa Minangkabau adalah pemberitahuan


dengan hormat yang ditunjukan kepada orang yang dimuliakan. Pasambahan itu
merupakan pembicaraan antara dua pihak yaitu si pangka jo si alek untuk
menyampaikan maksud kepada semua orang yang datang.

Ada beberapa macam bentuk pasambah kematian seperti:


a. Pasambahan sebelum dihantarkan menuju makam

Dalam pasambahan ini seorang labai akan memberikan beberapa patah


kata kepada pelayat atau keluarga jenazah mengenai permohanan maaf apabila
semasa hidup beliau (jenazah) memiliki salah ataupun utang-piutang semasa
hidup.

b. Pasambahan mengantarkan jenazah menuju peristirahatan terakhir.


Ini merupakan tahap akhir dalam pengurusan jenazah. Sambah
manyambah kito pulangkan kapado ALLAH, salawaek kito ucapkan kapado
Rasul (Sembah menyembah kita sampaikan kepada Allah)
Parundiangan ambo tibokan kapado angku datuak. Panjang bakarek
singkek baambiak. Singkek tibono ka angku datuak.Maagaki dihari nan sahari
nangko, Malang ndak dapek diraiah mujua nan ndak dapek ditulak, Singkek
palapah panjang dalido singkek langkah panjang tapinto.
Lah bapulang karahmatullah urang tuo/anak kamanakan kito, mangko
barhimpunlah anak bapak, karik kabiah, ipa jo bisan sarato buek arek karang
nan badagok mambaoan nan sapanjang adaek. Maa nan sapanjang adaek.
Musyawarah saya tujukan kepada pak Datuak.
Panjang dipotong pendek diambil. Pendeknya sampai ke pakdatuk.
Bersedih dihari ini. Malang tidak dapat ditolak mujur tidak dapat diraih
Rokok nan sabatang, siriah nan sakapua. Balaia lah sampai kapulau
bajalan lah sampai kabateh, limbago nan batuang cupak nan baisi jo urang nan
bakarik jo kabiah mambaoan nan sapanjang adat. Mati bapak bakalang anak,
mati anak bakalang bapak mambaoan kapan nan salampih.
Adat jo kapan nan katangah mintak ditarimo jo muluik nan manih jo
hati nan suci. Sakian sambah diantakan sampai kabakeh angku datuak. Rokok
yang sebatang, sirih yang sekapur. Berlayarlah sampai ke pulau, berjalan lah
sampai kebatas, lembaga yang bamboo asli yang berisi dengan orang, yang
bersaudara yang suku bangsa membawakan sepanjang adat.
Meninggal ayah menopang anak, meninggal anak menopang ayah
membawakan kapan yang selampis, adat dengan kapan yang ketengah minta
diterima dengan mulut yang manis dengan hati yang suci. Sekian sembah
diantarkan sampai berkesan angku datuak).
4. Tradisi di Nagari Taluk

Di provinsi Sumatera Barat, lebih tepatnya di Nagari Taluk, tradisinya


masih terjaga dan masih dipakai dalam kehidupan bermasyarakat, meskipun masih
ada sebagian kecil orang yang menyalahgunakan tradisi tersebut.

Suku di Nagari Taluk ada empat, yaitu patopang, chaniago, mandailiang,


dan piliang. Tiap-tiap suku dipimpin oleh orang 4 Jiniah (urang nan 4 jiniah) yaitu;
pangulu, manti, malin, dan dubalang. Jika salah seorang dari urang nan 4
jiniah meninggal dunia, maka akan diadakan upacara adat kematian di Nagari Taluk.
Begitu pula jika salah seorang pangulu suku meninggal dunia, maka akan
diberitahukan kepada pangulu yang 3 suku lainnya. Begitu juga dengan manti, akan
diberitahukan kepada manti yang 3 suku lainnya. Malin dan dubalang pun juga
begitu.

Jika pangulu suku lain telah diberitahu, maka ia akan memberitahukan


kepada orang nan 4 jiniah lainnya, termasuk tuo kampuang dalam sukunya. Setelah
semuanya diberitahu, kemudian urang nan 4 jiniah ditambah tuo kampuang dari 3
suku lainnya akan datang ke rumah gadang pangulu yang meninggal tersebut untuk
melayat dan merundingkan tentang :

• Sako (gelar) dan pusako (harta)


Mereka akan membicarakan tentang, siapa di antara kemenakannya
yang pantas untuk menggantikan gelarnya (sako).
Hal ini sesuai dengan pepatah minangkabau:

Biriak-biriak tabang ka sasak

Dari sasak ka hilaman

Dari niniak turun ka mamak

Dari mamak ka kamanakan.

• Proses penyelenggaraan upacara kematian


Mereka akan membahas tentang dimana pandam pakuburan (tempat
pemakamannya), dan proses mulai dari menggali kuburan sampai jenazah
selesai dimakamkan merupakan tanggung jawab dubalang. Sedangkan untuk
biayanya adalah 1 ekor kambing (diganti dengan uang, tergantung berapa harga
kambing saat itu)

Itulah yang dirundingkan di rumah gadang, kemudian dengan segera


dubalang akan memerintahkan sumando untuk membuat keranda (garai),
bentuknya seperti balok tanpa atap, terbuat dari bambu, dengan tiap-tiap sudut,
bambunya dipanjangkan untuk mengangkatnya nanti.
Setelah garai selesai dibuat, kemudian garai tersebut diletakkan di
depan/halaman rumah gadang. Setelah itu, garai akan dihiasi oleh bundo
kanduang dari 4 suku. Masing-masing sudut akan dihiasi oleh bundo kanduang
1 suku. Di tiap-tiap sudut akan dipasang tabir (tabigh), pakaian adat, kain
sarung, kemudian payung yang diatasnya diberi kain berwarna merah (domok).
Masing-masing sandangan keranda (garai) dibalut dengan kain kafan.
Setelah selesai dihiasi, jenazah yang telah dimandikan dan dikafani
dimasukkan ke dalam keranda tadi, dan diikuti pula oleh kemenakan yang akan
menggantikan gelarnya untuk berdiri dalam keranda itu juga. Jenazah tersebut
diikat agar tidak jatuh. Masing-masing sandangan akan diangkat oleh 1 suku,
maka di tiap-tiap sandangan dipegang oleh 1 suku.
Kemudian, secara serentak masing-masing suku mengangkat keranda (garai)
sampai kerandanya agak sedikit melambung di udara. Setelah terangkat, maka garai
tersebut dilarikan sampai ke pandam pakuburannya. Dalam perjalanan, masing-masing
suku berusaha untuk mengangkat garai setinggi-tingginya. Sesampainya dipandam
pakuburan, jenazah disholatkan kemudian disemayamkan seperti biasanya.
D. Keunikan/Keunggulan
1. Perempuan Minang harus membeli pria Minang untuk bisa menikah
Gadis Minang yang sudah berumur cukup untuk menikah dan mau
melangsungkan pernikahan, harus membeli calon pasangannya dengan harga yang
disepakati oleh keluarga calon suaminya. Keluarga mempelai wanita juga harus
berbesar hati untuk membiayai seluruh keperluan dalam prosesi pernikahan. Adat
seperti ini masih dipegang teguh oleh masyarakat Minangkabau khususnya Padang
Pariaman.
2. Semakin tinggi pendidikan seorang pria Minang akan semakin tinggi nilai jualnya
Ukuran harga dari calon pengantin laki-laki adalah tingkat pendidikannya.
Jika dia hanya lulusan SMA, maka harga jualnya akan berbeda dengan laki-laki yang
lulusan S2. Kesepakatan harga untuk uang "japuik" atau uang jemput yang diberikan
keluarga mempelai wanita bisa disesuaikan juga dengan tingkat ekonominya.
3. Prosesi adat pernikahan yang sangat panjang
Prosesi pernikahan menggunakan adat Minang tergolong "ribet". Walau
demikian, hal ini menunjukkan adat Minang sangat kaya akan adat istiadatnya. Dan
tentu saja pada setiap prosesi dalam pernikahan adat Minang memiliki makna yang
dalam bagi para mempelai. Berikut adalah prosesi yang harus dilalui masing-masing
calon pengantin Minang:
a) Maresek (pihak keluarga wanita mendatangi pihak keluarga pria)
b) Menimang dan Batimbang Tando (Pengikat perjanjian yang tidak bisa
dibatalkan oleh sebelah pihak. Biasanya menggunakan benda pusaka seperti keris,
kain adat, dan benda-benda lainnya).
c) Mahanta Siriah (Pada prosesi ini, Calon mempelai pria akan membawa selapah
yang berisi daun nipah dan tembakau. Namun, saat ini diganti dengan rokok.
Sedangkan calon memperlai wanita akan menyiapkan sirih. Tujuan dari prosesi
ini untuk meminta doa restu kepada mamak-mamaknya atau paman, dan saudara
ayah).
d) Babako (Prosesi dijemputnya calon pengantin wanita untuk dibawa ke rumah
keluarga ayahnya).
e) Malam Bainan (ritual melekatkan pacar kuku atau daun inai di kuku calon
pengantin wanita. Prosesi ini berlangsung sehari sebelum akad nikah).
f) Malam Bajapuik (Prosesi paling penting dalam ritual pernikahan adat minang,
yaitu penjemputan mempelai pria dan dibawa ke rumah mempelai wanita untuk
melakukan akad nikah).
4. Warisan atau pusako jatuh ke anak perempuan
Harta warisan dari keluarga Minang hanya jatuh ke anak perempuan saja.
Anak laki-laki tidak berhak mendapatkan warisan dari orang tuanya. Jika sebuah
keluarga Minang tidak memiliki anak perempuan, yang berhak menerima warisan
adalah keponakan perempuan dari adik atau kakak perempuan. Tujuan utama dari
tradisi ini adalah, menuntut pria Minang untuk mandiri secara finansial dan tidak
bergantung pada orangtuanya.
5. Garis keturunan ibu
Masyarakat Minangkabau menganut Matrilineal atau garis keturunan ibu.
Misalnya seorang pria Minang memiliki suku Guci lalu menikah dengan seorang wanita
Minang bersuku Tanjung, maka seluruh anaknya adalah suku Tanjung. Karena
menganut Matrilineal, tak heran keluarga Minang sangat mendambakan kehadiran anak
perempuan dalam pernikahannya.
6. Menjual anak laki-lakinya jika mirip dengan ayahnya
Jika setelah menikah dan memiliki anak laki-laki yang mirip dengan ayahnya,
keluarga Minang akan menjual anak laki-lakinya yang masih bayi kepada saudaranya
yang belum memiliki keturunan. Sebenarnya, istilah "jual" di sini hanya sebuah
simbolis, dan tidak benar-benar dijual.
Pihak keluarga yang akan membeli memberikan sejumlah uang kepada orang
tua anak laki-laki sesuai kesepakatan kedua belah pihak, anak laki-laki tersebut tetap
dirawat dan dibesarkan oleh orang tuanya.
Adat seperti ini masih berlaku hingga saat ini, karena masyarakat
Minangkabau percaya jika hal tersebut tidak dilakukan, anak laki-laki atau ayahnya
salah satu akan meninggal dunia.
7. Sangat menjunjung cita rasa dalam setiap masakan yang dibuat
Masyarakat Minangkabau sangat menjunjung tinggi cita rasa dari setiap
masakannya. Menggunakan berbagai macam bumbu, rempah-rempah, dan sedikit
sekali dalam penggunaan penyedap rasa.
Tak heran, setiap rumah makan padang yang tersebar di Indonesia laris dan
disukai oleh hampir berbagai lapisan masyarakat. Bahkan, rendang makanan khas dari
Sumatra Barat masuk ke dalam daftar makanan paling enak no.1 di Dunia pada tahun
2017. Wah, sebagai orang Indonesia dan tentunya orang Minang, kita patut berbangga
dan mempertahankan pencapaian tersebut

Keistimewaan yang dimiliki suku Minangkabau adalah:


1. Menganut sebuah sistem yang garis keturunan dimulai dari wanita.
2. Memiliki berbagai harta pusaka. Contoh harta pusaka tinggi adalah berupa rumah
gadang dari sebuah suku, harta pusaka rendah seperti tanah yang dibeli dengan gaji
sendiri.
3. Memiliki tingkat religius yang tinggi.
4. Hubungan dengan sesama masyarakat Minangkabau yang kuat.
5. Memiliki minat dalam merantau.
DAFTAR PUSTAKA

Hadikusuma, Hilman. Hukum Perkawinan Indonesia. Bandung: Mandar Maju. 2007.

https://www.kompasiana.com/maharani90362/6059635b8ede487297152052/mengenal-
tradisi-turun-mandi-upacara-penyambutan-bayi-suku-minangkabau

https://www.goodnewsfromindonesia.id/2021/07/31/dari-minangkabau-hingga-lombok-ini-3-
tradisi-kelahiran-bayi-yang-ada-di-indonesia

https://fh-unkris.com/journal/index.php/binamulia/article/view/23/16

https://rapafm.pakpakbharatkab.go.id/rapafm/read/469/susunan-acara-ritual-prosesi-
pernikahan-adat-padang
minangkabau#:~:text=Prosesi%20pernikahan%20adat%20Minang%20ini,para%20ses
epuh%20dari%20kedua%20pihak.&text=Prosesi%20selanjutnya%20adalah%20Maha
nta%20Siri,juga%20bertujuan%20membertahukan%20rencana%20pernikahan.

https://www.orami.co.id/magazine/pernikahan-adat-padang

https://www.google.com/amp/s/www.saribundo.biz/menilik-tradisi-kematian-di-
minangkabau.html/amp

https://www.matrapendidikan.com/2016/09/tradisi-adat-kematian-di-nagari-taluk.html

https://www.idntimes.com/life/inspiration/amp/hani-fatinisa/keunikan-adat-minang-
c1c2?page=all#page-2

Anda mungkin juga menyukai