Dosen Pengampu
Muhamad Disra Saputra, M. Pd.
Kelompok 4
Beki Oktarina Dwi Wijaya 201901500102
Khalimatus Sa’diah 201901500119
Meliana Nurfitria 201901500109
Najla Putri Chahnia 201901500126
Nurlatifah 201901500163
Ratih Setiadi 201901500299
Siti Aisyah 201901500116
Zahidah 201901500108
A. Pernikahan/Perkawinan
Minang atau Minangkabau adalah kelompok etnis Nusantara yang berbahasa dan
menjunjung adat Minangkabau. Wilayah penganut kebudayaannya meliputi Sumatera
Barat, separuh daratan Riau, bagian utara Bengkulu, bagian barat Jambi, bagian selatan
Sumatera Utara, Barat Daya Aceh, dan juga Negeri Sembilan di Malaysia. Dalam
percakapan awam, orang Minang seringkali disamakan sebagai orang Padang, merujuk
kepada nama ibukota propinsi Sumatera Barat yaitu kota Padang. Namun masyarakat ini
biasanya akan menyebut kelompoknya dengan sebutan urang awak (bermaksud sama
dengan orang Minang itu sendiri).
Sedangkan Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang
sangat kuat atau miitsaaqon gholiidhan untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah. Tujuan perkawinan menurut kompilasi hukum Islam
adalah untuk mentaati perintah Allah serta memperoleh keturunan di dalam masyarakat,
dengan mendirikan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warrahmah. Teori yang
dikemukakan oleh Van den Berg, hukum adat yang berlaku pada masyarakat Minangkabau
adalah hukum Islam. Sehingga perkawinan pun harus berdasarkan hukum Islam, namun
pada kenyataannya tidak demikian. Hal ini terlihat pada sistem kekerabatan Minangkabau
yang terkenal dengan sistem matrilineal.
Hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis yang menjadi pedoman atau aturan
yang mengatur kehidupan masyarakat. Hukum yang tidak tertulis mempunyai sifat
dinamis dan berubah mengikuti perkembangan zaman. Sahnya perkawinan menurut hukum
adat Minangkabau sesuai dengan ketentuan yang dinyatakan oleh Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 2 ayat (1), yaitu sahnya perkawinan berdasarkan
agama masing-masing dan kepercayaannya. Bagi masyarakat Minangkabau yang
beragama Islam, sahnya perkawinan sesuai dengan apa yang ditentukan oleh hukum Islam
mengenai syarat sah dan rukun perkawinan. Perkawinan menurut hukum adat adalah
urusan kerabat, urusan keluarga, urusan masyarakat, urusan pribadi satu sama lain dalam
hubungannya yang sangat berbeda-beda. Jadi perkawinan menurut hukum adat adalah
merupakan tanggung jawab bersama dari masyarakat hukum adat.
3. Perkawinan Ideal
Menurut alam pikiran orang Minangkabau, perkawinan yang paling ideal
adalah perkawinan antara keluarga dekat, seperti perkawinan antara anak dan
kemenakan. Perkawinan demikian lazim disebut sebagai pulang ka mamak atau
pulang ka bako. Pulang ka mamak berarti mengawini anak mamak, sedangkan
pulang ka bako berarti mengawini kemenakan ayah.
Tingkat perkawinan ideal berikutnya adalah perkawinan ambil-
mengambil, artinya kakak beradik laki-laki dan perempuan A menikah secara
bersilang dengan kakak beradik laki-laki dan perempuan B. Urutan selanjutnya
ialah perkawinan sakorong, sekampung, senagari, seluhak, dan akhirnya sesama
Minangkabau. Perkawinan dengan orang luar kurang disukai meskipun tidak
dilarang. Dengan kata lain, perkawinan ideal bagi masyarakat Minangkabau
antara “awak samo awak”. Itu bukan menggambarkan mereka menganut sikap
yang eksklusif. Pola perkawinan awak samo awak itu berlatar belakang sistem
komunal dan kolektivisme yang dianutnya. Sistem yang dianut mereka itu
barulah akan utuh apabila tidak dicampuri orang luar. Dalam pola perkawinan
eksogami yang menjadikan ikatan suami istri begitu semu itu diperlukan modus
agar lembaga perkawinan tidak menjadi rapuh. Modus ialah perkawinan “awak
samo awak”.
Tambah dekat hubungan awaknya, tambah kukuhlah hubungan
perkawinan itu. Perkawinan dengan orang luar, terutama mengawini perempuan
luar dipandang sebagai perkawinan yang dapat merusak struktur adat mereka.
Pertama-tama, karena anak yang lahir dari perkawinan itu bukanlah suku bangsa
Minangkabau. Di samping itu, kehidupan istri akan menjadi beban bagi
suaminya, padahal setiap laki-laki bertugas utama bagi kepentingan sanak
saudaranya, kaumnya, dan nigari nya. Oleh karena itu, kehadiran seorang istri
yang orang luar dipandang sebagai beban bagi seluruh keluarga pula. Bahkan
dapat pula laki-laki itu akan menjadi ‘anak hilang’ dari kaum kerabatnya karena
kepintaran perempuan itu merayu suaminya. Sebaliknya, perkawinan perempuan
mereka dengan laki-laki luar tidaklah akan mengubah struktur adat, karena anak
yang lahir tetap menjadi suku bangsa Minangkabau.
4. Kawin Pantang
Selain untuk memenuhi kebutuhan biologis dan perkembangan anak cucu,
perkawinan juga untuk mempererat dan memperluas hubungan kekerabatan.
Oleh karena itu, hukum perkawinan selain mempunyai larangan juga mempunyai
pantangan. Pengertian larangan ialah perkawinan tidak dapat dilakukan, yang
berupa pantangan, perkawinan dapat dilakukan dengan sanksi hukuman.
Disamping itu, ditemui pula semacam perkawinan sumbang, yang tidak ada
larangan dan pantangannya, akan tetapi tidak dilakukan. Perkawinan yang
dilarang ialah perkawinan yang terlarang menurut hukum perkawinan yang telah
umum seperti mengawini ibu, ayah, anak saudara seibu dan sebapak, saudara ibu
dan bapak, anak adik dan kakak, mertua dan menantu, anak istri dan ibu atau
bapak tiri, saudara kandung istri atau suami, dan anak saudara laki-laki ayah.
Perkawinan pantang ialah perkawinan yang akan merusak sistem adat
mereka, yaitu perkawinan orang yang setali darah menurut stelsel matrilineal,
sekaum, dan juga sesuku meskipun tidak ada hubungan kekerabatan dan tidak
sekampung halaman.
Perkawinan sumbang yang akan merusak kerukunan sosial lebih bertolak
pada menjaga harga diri orang tidak tersinggung atau merasa direndahkan. Oleh
karena ajaran mereka yang terpenting ialah memelihara harga diri, maka untuk
hal itu diagungkan ajaran raso jo pareso (rasa dan periksa) atau tenggang raso
(tenggang rasa) sebagaimana yang diungkapkan ajaran falsafah mereka.
Pantangan perkawinan untuk memelihara kerukunan sosial itu ialah :
a) mengawini orang yang telah diceraikan : kaum kerabat, sahabat, dan
tetangga dekat
b) mempermadukan perempuan yang sekerabat, sepergaulan, dan setetangga
c) mengawini orang yang tengah dalam pertunangan;
d) mengawini anak tiri saudara kandung. Sanksi hukum ditetapkan kepada
pelanggar tergantung kepada keputusan yang ditetapkan musyawarah
kaumnya. Tingkatannya antara lain : membubarkan perkawinan itu,
hukum buang dengan diusir dari kampung atau dikucilkan dari pergaulan,
juga dapat dilakukan dengan hukum denda dengan cara meminta maaf
kepada semua pihak pada suatu perjamuan dengan memotong seekor
sampai dua ekor binatang ternak.
Berikut susunan acara dan prosesi pernikahan adat Padang lengkap dari awal
sampai akhir. Susunan Acara Pernikahan Adat Padang & Minangkabau:
1. Marasek
Marasek merupakan tahapan pertama pada tata cara pernikahan adat Padang.
Pada prosesi ini, utusan dari keluarga pihak calon mempelai wanita akan
mendatangi keluarga calon mempelai pria. Sesuai dengan adat istiadat Padang yang
menganut sistem kekerabatan matrilineal, proses penjajakan ini dilakukan oleh
keluarga wanita. Yang diutus pun tak sembarang orang, wanita yang dianggap
berpengalaman atau dituakan lah yang mencari tahu apakah sang pria cocok untuk
dinikahkan dengan sang wanita. Prosesi Marasek ini bisa berlangsung beberapa kali
sampai terjadi kesepakatan.
3. Mahanta Sir
4. Babako-babaki
Pada prosesi ini, pihak keluarga dari ayah calon mempelai wanita yang
disebut dengan Bako menunjukkan kasih sayangnya terhadap calon mempelai
wanita dengan memberikan bantuan biaya sesuai dengan kemampuannya. Para
keluarga datang membawa hantaran yang berupa sirih lengkap sebagai hantaran
kepala adat, nasi kuning singgang ayam sebagai simbol dari makanan adat, dan
barang-barang yang diperlukan calon mempelai wanita seperti pakaian, perhiasan
emas, makanan, dan lain sebagainya. Calon mempelai wanita akan dijemput dari
rumahnya menuju rumah ayahnya untuk diberikan petua oleh para tetua. Lalu
keesokan harinya diarak kembali ke rumahnya dengan iringan keluarga ayah
membawa barang hantaran tadi.
5. Malam Bainai
6. Manjapuik Marapulai
8. Akad Nikah
9. Basandiang di Pelaminan
a) Mamulangkan Tando
Saatnya mengembalikan tanda yang diberikan sebagai ikatan janji pada
saat lamaran karena sekarang kedua pasangan telah resmi menjadi suami istri.
b) Malewakan Gala Marapulai
Prosesi pernikahan adat Minang selanjutnya adalah mengumumkan
gelar sebagai tanda kehormatan dan kedewasaan bagi mempelai pria.
c) Balantuang Kaniang (Mengadu Kening)
Selanjutnya, kedua mempelai dihadapkan satu sama lain dalam posisi
duduk. Dalam keadaan berhadapan, kedua wajah mereka hanya terpisahkan
oleh kipas. Lalu kipas diturunkan perlahan sehingga kening mereka saling
menempel. Prosesi ini akan dipimpin oleh para sesepuh wanita.
d) Mangaruak Nasi Kuniang
Salah satu prosesi yang unik dari pernikahan adat Minang adalah acara
yang satu ini. Kedua mempelai berebut mendapatkan daging ayam yang
tersembunyi di dalam nasi kuning. Acara ini mengisyaratkan hubungan suami
istri yang bekerja sama untuk saling melengkapi dan menahan diri.
e) Bamain Coki
Bamain Coki berarti bermain Coki. Coki adalah mainan tradisional
Minang mirip catur yang dimainkan di atas papan mirip halma. Permainan ini
bertujuan meluluhkan kekauan dan ego masing-masing agar tercipta
kemesraan diantara kedua mempelai.
f) Tari Payung
Tarian ini dipercaya sebagai tarian untuk pengantin baru. Para penari
akan menggunakan payung sebagai lambang peran suami sang pelindung istri.
11. Manikam Jajak
Prosesi adat pranikah sampai hari pernikahan telah usai dilaksanakan,
namun prosesi pernikahan adat Minang belum sepenuhnya selesai. Satu minggu
setelah hari pernikahan, kedua mempelai akan bertandang ke rumah orang tua dan
ninik mamak pengantin pria membawa makanan. Sikap ini dilakukan untuk
menghormati orang tua dan ninik mamak pengantin pria.
Oleh karena itu, untuk memperoleh jodoh bagi anak gadis mereka, setiap keluarga
akan bersedia mengadakan segala-galanya atau akan berusaha dengansegala cara yang
dapat mereka lakukan. Sekiranya dianggap patut memperoleh jodoh itu dengan cara
memberi harta benda, mereka akan menyediakan. Untuk itu, harta pusaka kaum boleh
digadaikan. Dalam suasana yang paling mendesak, mereka hampir dapat
mempertimbangkan berbagai calon tanpa memandang usia atau telah menikah, dan
lainnya, asal sepadan dengan martabat sosial mereka.
Perkawinan seorang gadis dapat pula digunakan untuk menaikan martabat kerabat
atau kaum. Caranya dengan menjodohkan anak gadis mereka dengan sesorang dari
kalangan yang lebih mulia dari mereka, baik mulia karena uangnya, pangkatnya, ilmunya,
atau karena kewenangannya. Terjadinya perkawinan demikian berarti mereka telah
mempunyai hubungan kerabat dengan orang terkemuka, sehingga mereka akan mendapat
tempat yang lebih baik dari sediakala dalam pandangan masyarakatnya. Jika perkawinan
itu membuahkan turunan, maka dengan sendirinya mereka telah mempunyai anak
kemenakan yang berdarah turunan dan mulia pula. Perkawinan juga dapat digunakan
sebagai pengukuhan hubungan sosial antara kerabat, antara sahabat, atau untuk
menyambung pertalian yang telah lama putus atau hubungan yang telah lama renggang.
Contoh pertama ialah perkawinan anak dengan kemenakan, perkawinan dengan anggota
kerabat besan. Contoh yang kedua ialah perkawinan anak kemenakan dengan anak
kemenakan sahabat atau dengan anak kemenakan tetangga. Contoh yang ketiga ialah
perkawinan anak kemenakan dengan anak kemenakan besan atau ipar yang telah lama
putus karena kematian.
Mereka maklum bahwa bagi masyarakat yang berpola pada ajaran materialism itu
meskipun mereka ingin memperoleh semenda (pertalian keluarga karena perkawinan
dengan anggota suatu kaum) yang jejaka, mereka lebih suka mempunyai semenda yang
punya mata pencaharian yang besar, walau berusia tua atau telah menikah. Apalagi kalau
duda yang masih muda. Perkawinan seorang jejaka sama pentingnya dengan seorang
gadis. Menentukan atau memilihkan jodoh serta membuat persetujuan dan mengadakan
perhelatannya merupakan tugas kaum kerabat. Seorang jejaka tidak dibiarkan memilih
jodoh sendiri. Tujuannya demi menjaga agar tidak sampai memperoleh jodoh yang
mempunyai cacat lahir, batin, atau turunan. Di samping itu juga untuk menjaga agar
perjodohan itu tidak menyebabkan anak kemenakan sampai lupa pada kewajibannya
terhadap kaum kerabatnya kelak. Ibunyalah yang mempunyai peranan penting dalam
memilihkan jodoh bagi anaknya. Biasanya jejaka itu akan takluk oleh kehendak ibunya.
B. Kelahiran
Kelahiran merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan hal
yang paling ditunggu oleh sebuah keluarga. Tidak sedikit dari keluarga yang melakukan
penyambutan atas kelahiran bayi. Ada juga beberapa daerah yang memiliki tradisi dalam
penyambutan bayi, salah satunya daerah Sumatera Barat, menurut tradisi Minangkabau.
Pada beberapa Nagari ada kebiasan sebelum mengadakan upacara kelahiran harus
melaksanakan upacara kehamilan lebih dahulu. Dengan demikian rangkaian upacara
kelahiran adalah sebagai berikut :
Saat kehamilan berumur enam bulan dilakukan dilakukan upacara membubur, yang
mana keluarga wanita hamil membuat bubur dari tepung beras, labu, gula saka dan kelapa
muda. Bubur itu untuk dibagikan kepada seluruh kerabatnya serta keluarga dekat suaminya.
Mereka yang diberi bubur mengundang wanita yang hamil itu untuk makan dirumah
masing masing, dan hal ini disebut manjapuik pinggan.
Kelahiran bayi biasanya dibantu oleh seorang dukun atau bidan, yang ditungui oleh
Ibu Mertua. Untuk menyambut kelahiran sang bayi, diadakan pertunjukan musik
Talempong sebagai pernyataan kegembiraan dan rasa syukur keluarga tersebut. Plasenta
bayi (uri) dimsukkan ke dalam peruik tanah dan ditutupi dengan kain putih. Penguburan
plasenta (batanam uri) dilakukan oleh salah seorang yang dianggap terpandang dalam
lingkungan keluarga.
Tradisi Turun Mandi biasanya dilakukan pada saat bayi baru lahir hingga berusia
tiga bulan. Diketahui bahwa zaman dulu, ritual Turun Mandi dilaksanakan di sumber mata
air seperti sungai, tempat pemandian, atau sumur yang oleh masyarakat Minang disebut
sebagai Luhak. Dalam melaksanakan upacara Turun Mandi, ada beberapa syarat dan ritual
yang harus dilakukan. Pertama, pembuatan Sigi Kain Buruak, semacam obor yang berasal
dari kain robek. Sigi dibakar di dalam rumah kemudian dibawa ke tempat upacara Turun
Mandi dilaksanakan.
Setelah itu ada pula Tampang Karambia Tumbua, atau lebih seing dikenal sebagai
bibit kelapa siap tanam. Pada saat ritual memandikan bayi berlangsung, bibit kelapa
dihanyutkan lalu ditangkap oleh ibu si bayi saat kelapa mendekati sang anak. Setelah
pulang, bibit kelapa kemudian ditanam sebagai wujud simbolis yang dipercaya akan
menjadi bekal hidup sang anak kelak.
Selain itu, disertakan pula Tangguak atau alat yang digunakan untuk menangkap
ikan dan melambangkan bekal ekonomi sang anak di masa depan. Tangguak digunakan
untuk meletakkan batu yang diambil dari sungai sebanyak tujuh buah, kemudian batu dan
bibit kelapa yang sebelumnya dihanyutkan dibawa pulang untuk kemudian ditanam secara
bersamaan.
Tak ketinggalan, disertakan juga Palo Nasi, yaitu nasi yang dilumuri dengan arang
dan darah ayam. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, hal ini bertujuan untuk
mengusir setan yang ingin ikut hadir dalam upacara Turun Mandi.
Terakhir, dalam ritual ini dibuat pula makanan yang dinamakan Batiah Bareh
Badulang atau beras yang digoreng. Makanan tersebut nantinya akan diberikan kepada
anak-anak yang ikut serta dalam upacara Turun Mandi sebagai bentuk ucapan terima kasih.
Setelah upacara Turun Mandi selesai dilakukan, biasanya dilanjut dengan acara syukuran
dengan makan dan doa bersama.
Terlepas dari tempat pelaksanaan yang biasanya dilakukan di sungai, saat ini
prosesi Turun Mandi juga bisa dan banyak dilakukan di rumah tanpa menghilangkan ciri
khas yang melekat pada pelaksanaan di Sungai. Termasuk salah satu keharusan
memandikan bayi oleh seorang Bako yang merupakan keluarga dari pihak bapak.
Ada beberapa syarat dalam melakukan upacara turun mandi, diantaranya adalah;
a. Upacara turun mandi dilaksankan di sungai.
b. Batiah bareh badulang, atau beras yang digoreng. Batiah tersebut nantinya akan
diberikan kepada anak-anak yang ikut serta dalam upacara turun mandi sebagai
ucapan terimakasih.
c. Sigi Kain Buruak atau membuat obor dari kain robek. Sigi/obor dibakar dirumah dan
nantinya obor tersebut dibawa ke tempat upacara turun mandi.
d. Tampang karambia tumbua (bibit kelapa siap tanam). Pada saat upacara bayi
dimandikan, bibit kelapa dihanyutkan lalu ditangkap oleh ibu si bayi saat kelapa
mendekati sang anak. Setelah pulang, kelapa kemudian ditanam yang nanti akan
menjadi bekal hidup si anak kelak.
e. Tangguak, merupakan alat untuk menangkap ikan. Melambangkan bekal ekonomi si
anak kelak. Kegunaaan tangguak yaitu untuk meletakkan batu yang diambil dari
sungai sebanyak tujuh buah, kemudian batu dan tampang karambia dibawa pulang.
batu akan dimasukkan ke dalam lubang tempat karambia ditanam.
f. Palo nasi yaitu nasi yang terletak paling atas. Nantinya nasi tersebut akan dilumuri
dengan arang dan darah ayam. Tujuannya adalah untuk mengusir setan, yang ingin
ikut hadir dalam upacara turum mandi.
Indonesia adalah negara dengan banyak ragam tradisi dan budaya, Turun Mandi
merupakan salah satu tradisi tersebut. Sebenarnya banyak hal lain yang bisa dilakukan
sebagai wujud syukur atas kelahiran seorang bayi. Dan diharapkan tradisi yang ada terus
dijalankan agar tetap menjadi kekayaan budaya Indonesia.
C. Kematian
Upacara secara adat seperti pergi melayat kerumah duka tidak hanya
dianjurkan oleh islam tetapi ini merupakan adanya hubungan kemasyarakatan yang
sangat kuat dimana satu orang yang berduka maka yang lain akan merasakan
kesedihan.
Setelah itu ada juga kegiatan berupa manujuah ari (menujuh hari), yaitu
kegiatan dilakukan sesudah Salat Isya dengan mengundang kerabat dan handai taulan.
Bagi seseorang yang tidak sempat datang sesudah Salat Isya mereka akan datang
sebelum Salat Isya. Acara ini dilakukan dengan memberi jamuan makanan malam
dengan sedikit pasambahan oleh pihak tuan rumah. Tujuan dari pasambahan ini
adalah sebagai ucapan terimakasih kepada orang-orang yang datang untuk melayat
dan mempersilahkan untuk menyantap hidangan yang telah disediakan.
Setelah semua tamu selesai makan tuan rumah akan menyampaikan maksud
dan tujuan dalam mengundang para tamu untuk datang kerumah mereka yaitu tuan
rumah hendak memintak doa kepada kaum muslimin supaya arwahNya diterima di
sisi Allah SWT dan juga menyampaikan maksud apabila semasa hidup orang yang
telah wafat ini memiliki kesalahan atau utang piutang untuk dapat memaafkannya
serta juga dapat membritahukan kepada pihak keluarga yang ditinggalkan.
Selain itu ada juga kegiatan ampek baleh ari (empat belas hari), maratuih ari
(meratus hari), dimana kegiatan ini merupakan kegiatan mandoa (berdoa) secara
bersama-sama.
3. Pasambahan Kamatian
https://www.kompasiana.com/maharani90362/6059635b8ede487297152052/mengenal-
tradisi-turun-mandi-upacara-penyambutan-bayi-suku-minangkabau
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2021/07/31/dari-minangkabau-hingga-lombok-ini-3-
tradisi-kelahiran-bayi-yang-ada-di-indonesia
https://fh-unkris.com/journal/index.php/binamulia/article/view/23/16
https://rapafm.pakpakbharatkab.go.id/rapafm/read/469/susunan-acara-ritual-prosesi-
pernikahan-adat-padang
minangkabau#:~:text=Prosesi%20pernikahan%20adat%20Minang%20ini,para%20ses
epuh%20dari%20kedua%20pihak.&text=Prosesi%20selanjutnya%20adalah%20Maha
nta%20Siri,juga%20bertujuan%20membertahukan%20rencana%20pernikahan.
https://www.orami.co.id/magazine/pernikahan-adat-padang
https://www.google.com/amp/s/www.saribundo.biz/menilik-tradisi-kematian-di-
minangkabau.html/amp
https://www.matrapendidikan.com/2016/09/tradisi-adat-kematian-di-nagari-taluk.html
https://www.idntimes.com/life/inspiration/amp/hani-fatinisa/keunikan-adat-minang-
c1c2?page=all#page-2