Anda di halaman 1dari 9

DI NAGARI SITUJUAH GADANG KECAMATAN SITUJUAH LIMO NAGARI

KABUPATEN LIMA PULUH KOTA PROVINSI SUMATERA BARAT


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Minangkabau adalah masyarakat yang sangat menjunjung tinggi seluruh hukum
adat istiadatnya, sesuai dengan pepatah Minangkabau adat basandi syarak, syarak basandi
kitabullah. Yang artinya di mana adat Minangkabau di dasarkan oleh syariat agama islam
dan syariat tersebut berdasarkan atas Al – Quran dan Hadist.
Berbicara mengenai Minangkabau sama artinya berbicara mengenai ajaran –
ajaran Islam. Bagi masyarakat Minangkabau, adat merupakan jalan kehidupan, cara
berpikir, cara berlaku, dan cara bertindak. Dari cara – cara tersebut maka terlahirlah
sebuah kebudayaan. Setiap nagari atau wilayah dihuni oleh beberapa kaum atau suku
yang dimana dalam setiap kaum atau suku dipimpin oleh seorang kepala suku yang di
sebut Datuak. Kepala suku yang menjabat dipilih secara demokratis oleh kaum atau
sukunya masing – masing, laki – laki dan perempuan, untuk masa seumur hidup. Sistem
sosialnya ialah fraterniti, yang artinya semua orang bersaudara yang diikat oleh hubungan
darah dan perkawinan.
Di dalam masyarakat Minangkabau terdapat empat peristiwa penting di
kehidupan, yakni pada saat perkawinan, pengangkatan penghulu atau kepala kaum,
mendirikan rumah gadang, dan kematian. Empat peristiwa ini dinilai penting karena
merupakan tonggak penentuan status sosial bagi seseorang ataupun kaum di
Minangkabau. Prosesi atau rangkaian perkawinan di dalam masyarakat Minangkabau di
sebut dengan istilah Baralek. Minangkabau mengartikan perkawinan merupakan
penentuan status seorang kemenakan menjadi dewasa, dimana setelah menikah laki – laki
minang akan menjadi sumando sekaligus mamak (paman) bagi keluarga pihak istri.
Sumando merupakan sebutan untuk laki – laki Minang yang telah menjadi menantu dari
pihak keluarga istrinya.
Sedangkan perempuan minang akan menjadi mande bagi keluarganya sendiri.
Mande merupakan istilah panggilan untuk seorang ibu. Puti Reno Raudha Thaib dalam
bukunya yang berjudul Palaminan Minangkabau menuliskan bahwa perkawinan bagi
individu Minangkabau merupakan peresmian seorang laki – laki atau perempuan dari
suatu kaum memasuki dunia dewasa. Perkawinan menjadi sebuah peresmian atau
terjadinya hubungan timbal balik yang seimbang antara dua kaum yang dihubungkan
dalam tali atau ikatan perkawinan tersebut.
Dalam adat Minangkabau tidak dibenarkan untuk melakukan perkawinan antara
dua orang yang mempunyai suku yang sama. Hal ini untuk menghindari perseteruan antar
suku dan menjaga keselamatan hubungan sosial agar tidak rusaknya sistem tatanan
pewarisan serta sistem kekerabatan matrilineal tetap dilestarikan dan dipertahankan. Ada
tiga jenis perkawinan dalam adat Minangkabau, yang pertama ialah perkawinan ideal
yaitu perkawinan sakampuang, sanagari dan antar keluarga dekat seperti perkawinan
anak dengan keponakan yang di sebut pulang ka bako, perkawinan ini akan mempererat
hubungan kekeluargaan yang merupakan wujud dari ungkapan anak dipangku
kemenakan dibimbiang. Kedua, perkawinan pantang yang apabila dilaksanakan akan
mendapatkan sanksi sesuai hukum adat, sebab perkawinan ini dapat merusak tatanan
adat, seperti perkawinan yang setali darah menurut sistem matrilineal, sekaum dan sesuku
meskipun tidak meiliki hubungan kekerabatan. Ketiga, perkawinan sumbang yakni
perkawinan yang dapat merusak kerukunan sosial dan harga diri seperti perkawinan
dengan mantan kaum kerabat, sahabat dan tetangga dekat, mempermadu perempuan yang
sekerabat, sepergaulan, perkawinan dengan orang yang sudah tunangan dan perkawinan
dengan anak tiri saudara kandung. Perkawinan ini tidak dilarang oleh adat Minangkabau,
namun
Maka dalam pernikahan adat Minangkabau keluarga dari pihak perempuan yang
mendatangi pihak keluarga laki – laki, kegiatan ini di namakan dengan batimbang tando
yang dimana di dalamnya terdapat proses yang panjang mulai dari mamikek, maituang
hari, batuka tando dan makan bajamba. Jika kegiatan batimbang tando ini diterima oleh
pihak keluarga laki – laki maka akan berlanjut pada proses yang selanjutnya, dimana
proses pernikahan adat Minangkabau secara umum yakni maresek, batimbang tando,
mahanta siriah dan manjapuik marapulai. Dalam setiap kebudayaan memiliki cara yang
berbeda – beda dalam upacara adatnya, upacara adat tentunya sangat berkaitan erat
dengan komunikasi. Komunikasi merupakan penghubung antara satu dengan yang
lainnya, dengan komunikasi kita dapat berinteraksi, bertukar pendapat dan mendapatkan
pengetahuan mengenai suatu hal.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah prosesi sebelum pernikahan di Daerah Nagari Situjuah Gadang Kabupaten
50 kota ?

C. Tujuan
Untuk mengetahui prosesi sebelum pernikahan di Daerah Nagari Situjuah Gadang
Kabupaten 50 kota ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Marosok-rosok (Maresek)
Marosok-rosok Merupakan penjajakan pertama sebagai permulaan dari rangkaian
tata-cara pelaksanaan perkawianan. Sesuai dengan sistem kekerabatan di Minangkabau
yaitu matrilineal, pihak keluarga wanita mendatangi pihak keluarga pria. Lazimnya pihak
keluarga yang datang membawa buah tangan berupa kue atau buah-buahan. Pada
awalnya beberapa wanita yang berpengalaman diutus untuk mencari tahu apakah pemuda
yang dituju berminat untuk menikah dan cocok dengan si gadis. Prosesi bisa berlangsung
beberapa kali perundingan sampai tercapai sebuah kesepakatan dari kedua belah pihak
keluarga.
Ketentuan di Nagari Situjuah Gadang hal yang dilakukan pertama sebelum
pinangan adalah marosok-rosok. Marosok-rosok merupakan seorang laki-laki yang ingin
melamar si gadis tersebut menyuruh seseorang yang dipercayainya (informan) untuk
menanyakan kepada pihak perempuan tentang maksudnya untuk memperistri si gadis dan
apakah gadis tersebut sudah menjadi pinangan orang lain. Dalam konsep hukum Islam
marosok-rosok bagi masyarakat di Nagari Situjuah Gadang Kecamatan Situjuah Limo
Nagari Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat bukan termasuk
lamaran/khitbah namun merupakan proses menuju khitbah/lamaran. Manapiak Bandua
(Pinangan/Lamaran) Setelah beberapa hari dari orang yang mencari tau mengenai
penelusuran tentang kesediaan di calon, maka beberapa hari setelah itu datang lah 2 atau
3 orang utusan ke rumah orang tau si gadis dalam rangka Manapiak Bandua atau disebut
juga lamaran adat. Utusan yang datang biasanya mamak dan bapo yang pintar
pesembahan. Menanggapi dari keinginan pihak laki-laki tersebut maka pihak mamak si
gadis menerima lamaran tersebut.

B. Tuka Tando
Kegiatan batimbang tando pada persiapan upacara pernikahan adat Minangkabau
merupakan salah satu aspek tertentu dalam kebudayaan. Maka komunikasi lintas budaya
secara tradisional yaitu membandingkan fenomena komunikasi dalam budaya – budaya
yang berbeda, tentang bagaimana budaya itu berpengaruh terhadap aktivitas komunikasi
dalam makna yang verbal maupun non verbal berdasarkan budaya yang bersangkutan.
Dimana pada saat ini kebudayaan merupakan hal yang hampir dianggap kuno dan
memudar sedikit demi sedikit. Banyak masyarakat yang mulai mengubah bahkan
meninggalkan kebudayaan karena masuknya budaya campuran yang mengikis
kebudayaan yang dianut oleh masyarakat tersebut. Termasuk pada generasi milenial pada
saat ini, yang lebih mengdepankan fashion dibandingkan dengan kebudayaan yang
mereka miliki, banyak remaja yang mengikuti budaya barat sehingga meninggalkan
bagaimana kebudayaan mereka yang sebenarnya.
Tahapan ini dilakukan apabila hasil dari marasek sudah positif, artinya bakal
calon pasangan memberikan sinyal setuju. Disaksikan orangtua, ninik mamak dan para
sesepuh kedua belah pihak, proses peresmian ikatan pertunangan pun dilaksanakan.
Ikatan kini semakin kuat dan tidak dapat diputus secara sepihak. Ketika bertandang,
rombongan keluarga calon mempelai wanita membawa hantaran, namun yang paling
utama adalah sirih pinang. Buah tangan itu bisanya ditata dalam  carano, kemudian
disuguhkan untuk dicicipi keluarga pihak pria. Hal tersebut mengandung makna dan
harapan. Bila tersisip kekurangan saat kunjungan tidak akan menjadi bahan gunjingan.
Hal-hal manis dalam pertemuan akan melekat dan diingat selamanya.
Maka setelah acara marosok-rosok ini dilakukanlah Batimbang Tando (tuka
tando;Payakumbuh), Keluarga calon mempelai wanita mendatangi keluarga calon
mempelai pria untuk Meminang. Bila pinangan diterima, maka akan berlanjut ke proses
Batuka tando sebagai simbol pengikat perjanjian dan tidak dapat diputuskan secara
sepihak. Acara ini melibatkan orang tua, ninik mamak dan para sesepuh dari kedua belah
pihak. Rombongan keluarga calon mempelai wanita datang membawa sirih pinang
lengkap disusun dalam Carano atau Kampia (tas yang terbuat dari daun pandan) yang
disuguhkan untuk dicicipi keluarga pihak pria. Selain itu juga membawa antaran kue-kue
dan buah-buahan. Menyuguhkan sirih di awal pertemuan mengandung makna dan
harapan. Bila ada kekurangan atau kejanggalan tidak akan menjadi gunjingan, serta hal-
hal yang baik dalam pertemuan akan melekat dan diingat selamanya. Kemudian
dilanjutkan dengan acara Batimbang tando/batuka tando (bertukar tanda). Benda-benda
yang dipertukarkan biasanya benda-benda pusaka seperti keris, kain adat, atau benda lain
yang bernilai sejarah bagi keluarga. Selanjutnya berembuk soal tata cara penjemputan
calon mempelai pria.
di Nagari Situjuah Gadang lebih dikenal dengan nama “tuka tando”, tuka tando
dimana laki-laki memberikan sebuah cincin kepada tunangannya, oleh karena itu pada
saat tuka tando perempuan harus hadir, namun jikalau sakit boleh diwakilkan dengan
walinya. Setelah itu, kedua belah pihak manukuak hari pernikahan dan hari baralek.
Dalam proses ini, mamak dari pihak perempuan menyampaikan maksud dari
pihak perempuan untuk membacakan penetapan jumlah uang sasuduik yang harus
dipenuhi oleh laki-laki. Uang sasuduik yang akan diserahkan oleh laki-laki terhadap
pihak perempuan harus diketahui dan disepakati terlebih dahulu oleh niniak mamak
(ninik mamak) dari pihak perempuan, hal tersebut dilakukan dengan cara bermusyawarah
untuk menetapkan suatu kemufakatan.
Uang sasuduik adalah pemberian yang diharuskan kepada laki-laki yang akan
melangsungkan pernikahan yaitu dengan memberikan sejumlah uang yang diinginkan
oleh calon istri dan pihak keluarganya. Uang sasuduik ini disepakati terlebih dahulu oleh
niniak mamak (ninik mamak) pihak perempuan. Karena yang berhak menentukan jumlah
uang sasuduik adalah niniak mamak pihak perempuan baru setelah itu disepakati oleh
kedua orang tua perempuan.
Dalam hal ini ketentuan adat dalam penyerahan uang sasuduik adalah pihak
perempuan atau niniak mamak dari pihak perempuan akan merundingkannya bersama
orang tua perempuan dan kerabat lainnya berapa jumlah uang sasuduik yang harus
dipenuhi laki-laki. Setelah kesepakatan tersebut disepakati maka niniak mamak dari
pihak perempuan memutuskan jumlah uang sasuduik tersebut. Apabila laki-laki
keberatan maka laki-laki tersebut akan meminta pengurangan berdasarkan
kemampuannya, namun harus berdasarkan kesepakatan dari pihak perempuan dalam hal
ini niniak mamak dan orang tua perempuan. Jarak antara pinangan dengan penyerahan
uang sasuduik adalah tergantung kesepakatan kedua belah pihak, namun tidak melewati
batas untuk menuju akad nikah dan baralek itu sendiri. Apabila laki-laki lalai dalam
memenuhi kesepakatan tersebut pihak perempuan atau niniak mamak akan menunda
perkawinan hingga laki-laki tersebut mampu membayarkan uang sasudui berdasarkan
kesepakatan diawal. Setelah penundaan tersebut niniak mamak atau pihak perempuan
melaporkan ke kantor Kerapatan Adat Nagari (KAN) dalam hal ini kepada Ketua
Kerapatan Adat Nagari. Karena dalam proses penetapan jumlah uang sasuduik tersebut
hingga penetapan tanggal perkawinan tokoh adat datang menghadiri.
Namun, ketika telah terjadi penundaan laki-laki masih saja lalai dalam
pemenuhan uang sasuduik maka akan terjadi pembatalan karena dari sanalah niniak
mamak dari pihak perempuan melihat bahwa si laki-laki belum bisa mengemban rumah
tangga.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Marosok-rosok Merupakan penjajakan pertama sebagai permulaan dari rangkaian tata-cara
pelaksanaan perkawianan. Di Nagari Situjuah Gadang hal ini dinamakan dengan marosok-rosok.
Marosok-rosok merupakan seorang laki-laki yang ingin melamar si gadis tersebut menyuruh
seseorang yang dipercayainya (informan) untuk menanyakan kepada pihak perempuan tentang
maksudnya untuk memperistri si gadis dan apakah gadis tersebut sudah menjadi pinangan orang
lain. Dalam konsep hukum Islam marosok-rosok bagi masyarakat di Nagari Situjuah Gadang
Kecamatan Situjuah Limo Nagari Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat bukan
termasuk lamaran/khitbah namun merupakan proses menuju khitbah/lamaran.
Maka setelah acara marosok-rosok ini dilakukanlah Batimbang Tando (tuka
tando;Payakumbuh), Keluarga calon mempelai wanita mendatangi keluarga calon mempelai pria
untuk Meminang. Bila pinangan diterima, maka akan berlanjut ke proses Batuka tando sebagai
simbol pengikat perjanjian dan tidak dapat diputuskan secara sepihak.
DAFTAR PUSTAKA

https://elibrary.unikom.ac.id/id/eprint/1934/7/UNIKOM_Zikra%20Nurhafiza_41815159_BAB
%20I.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/275410-perkawinan-adat-minangkabau-
f56c5427.pdf
https://core.ac.uk/download/pdf/304914838.pdf

Anda mungkin juga menyukai