Anda di halaman 1dari 84

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Suku Mee adalah komunitas masyarakat yang bertempat tinggal di

wilayah Meuwodide Paniai, Tigi, Tage Kamu, Mapia mulai dari Uwito

Kabupaten Dogiyai hingga Makataka perbatasan suku bangsa Migani di

Kabupaten Paniai dan Kabupaten Intan Jaya.menurut Fransiskus, ( 2014 :5 ).

Pada gugusan wilayah pegunungan Weylan merupakan satu kesatuan etnik

yang membedakan atas kesadaran identitas kebudayaan, dan kesadaran

biologisnya..

Sebagai anggota masyarakat, suku Mee hidup dalam kesatuan sistem

yang saling terelas, dan terintegrasi. Sistem hidup tersebut adalah sistem

religi, sosial, ekonomi, budaya dan politik. Fokus yang menyolok pada

kehidupan suku Mee yaitu kehidupan sosial budaya masyarakat, dan

sistem religiositas tradisional sebagai bagian integral dari fokus sistem

ideologi yang berakar dalam dimensi kehidupan suku Mee, dahulu, kini,

dan masa depan.

Dalam rangka mempercepat proses pembangunan suku Mee

maka perlu ditempatkan pada arah perkembangan pembangunan yang tidak

keliru. Dalam konteks sosioreligi suku Mee, mempunyai hasrat dasariah

untuk mencapai keutuhan, dan kesempurnaan di dalam dengan

realitasnya,yang bersifat dan abstrak akan tetapi lebih bersifat begitu

1
abstrak dan religius suku Mee sedemikian membara, sehingga mereka

mencapai bentuk bentuk nyata sebagai jembatan penyatuan itu.

Sebagai wujud konteks tersebut berupa benda benda sakral unsur

unsure kosmis, kekuatan kekuatan gaib dan makhluk makhluk halus

serta terintegrasi bersama masyarakat itu sendiri.

Apa pun yang pernah terjadi di masa lampau adalah merupakan

suatu realitas nyata, bersifat sejarah mistis dalam kehidupan kesehariann

suku mee. Sebab itu, suasana hidup ketika itu sifatnya sempurna, ba hagia

dan damai sejahtera yang berlimpah ruas. Hal itu terlihat jelas ketika

seluruh tatanan kehidupan suku mee menganut satu paham bahwa yang

benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Namun demikian tetapi

suku mee yang hidup pada masa itu kemudian saling berkelahi dan

memusuhi sehingga suasana sempurna layaknya itu, punah dan musnah.

Mereka berupaya untuk mengembalikan kehendaknya zaman Firdaus itu.

Mereka, berupaya membangun kembali Firdaus kini di kalangan suku

Mee.

Dalam kabo mana diajarkani, saling menghormati, jujur,dan adil.

Suku Mee hidup dalam satu kesatuan ikatan seadat, satuan konfederasi

tradisional, klan atau sistem menurut patrilineal dalam satu kesatuan

tersebut. Suku Mee mempraktekkan nilai nilai kebaikan yang terungkap

dalam bentuk dan nilai kebersamaan kekeluargaan, kekerabatan,

solidaritas, gotong royong, dan lain-lain.Menurut Fransiskus ( 2004:7 ). nilai

relasi baik terungkap antara manusia dengan pencipta (Ugamakita Mee),

2
manusia dengan unsur unsur kos mis Ago tani iyapu dan mauya dengan

makhluk makhluk halus Mee Ipuwe, Muniyaagiyoo Ipuwe, disekitar

komunitas manusia Mee dari Unito Makataka.

Tri pusat hidup suku Mee menjadikan filsafat yang terukir indah

serta tertata rapi dalam dinamika hidup sejak bumi dan suku Mee tercipta

hingga kini,dan esok. Hal ini merupakan nilai nilai yang terungkap jelas

dalam kebersamaan yang tersisa dari suasana hidup Firdaus di zaman

izdemen dan atau bahagia senantiasa terulang kembal i di zaman kini,

tetapi juga merupakan upaya untuk membangun suatu kehidupan baru

yang lebih baik, didalam dunia pula, (Firdaus baru). Kemudian menjadi

sebuah perenungan yang patut di refleksi dimana Firdaus yang hilang? .

Kepribadian Suku Mee dalam kehidupan kelompok merupakan suatu

keseluruhan yang kompleks meliputi sifat karakteristik rohani yang imanen,

inteligensi yang pragmatis, keahlian kesederhanaan, memiliki sifat batin dan

mentalitas yang menyatu dengan alam lingkungan (alam semesta, alam kosmis

dan alam baka) dengan tata kelakuan yang bersifat simbolis berdasarkan

keyakinan dan pendirian kelompok etniknya.

Fransiskus ( 2014:8 ) menyebutkan Kepribadian orang Mee adalah

sebagai mistik rohani yang imanen, maka keberadaan orang Mee itu

sendiri turut di tentukan keberadaan orang Mee itu sendiri, ditentukan

oleh kekuatan supranatural atau kekuatan dari luar dirinya ,melalui bentuk-

bentuk konkret madouw atau ena ebe, alam ciptaan pada pihak lainnya

sepert i kekuatan (potensi) yang ada pada dirinya itu, turut menentukan

3
hidup dalam dunianya. Sebagai makhluk Tuhan yang berakal budi, dan

berkehendak bebas. Mereka memiliki ketrampilan yang sederhana untuk

dapat memproduksi, peralatan yang praktis, untuk memenuhi keperluan

hidup sehariannya. Dengan sikap yang menyatu dengan alam dan

lingkungan, orang Mee mempunyai ikatan batiniah yang erat dengan

sesama manusia, dunia gaib dan makhluk-makhluk halus yang ada di

sekitarnya. Dengan demikian perilaku suku Mee senantiasa berhubungan

dengan hal-hal keserasian, keharmonisan dan keseimbangan dalam

serasinya dengan sesama manusia, arwah nenek moyang, dan makhluk -

makhluk halus yang ada disekitarnya.

Orang Mee menyadari dirinya bahwa mereka adalah manusia

biasa sama seperti orang-orang lain dari kelompok etnik yang berbeda atau

berlainan. Kesadaran ini terbentuknya berdasarkan refleksi bahwa adanya

sama dalam keberuntungan dengan adanya orang lain dari manapun asal

usul, ras, agama, kebudayaan, dan tata kelakuan yang berbeda.

Pada pihak lain orang Mee berpendirian bahwa mereka adalah

manusia sejati, tulen dan berbeda dari orang lain di luar kelompok

etniknya. Pendirian ini mempengaruhi mereka dalam pembawaan dirinya

sebagai yang berwibawa, berani, keras dan kuat tegar dalam hidup dan

perjuangan guna mempertahankan hidupnya. Sebaliknya mereka juga dapat

tampil sebagai orang yang lemah lembut, sabar, berhati baik, humoris dan

solider dengan orang lain yang hidup di sekitarnya. Dalam pergaulannya

sehari-hari mereka mengutamakan serasi kemanusiaan dari pada serasi

4
fungsional dan inslansial serta formalitas dalam segala waktu dan

tempat. Berdasarkan uraian pada latar belakang, penulis tertarik untuk

memenuhi lebih mendalam kehidupan suku Mee di dok v atas jayapura

dengan mengangkat judul :Moralitas anak suku Mee ( kasus pada anak

suku mee dok v atas kota jayapura ).Halaman rumah terdiri dari Em a, (

rumah laki-laki dan kewitaa untuk ( wanita ) ekina, owa, ( kandang babi

),kelinci dengan pagar ( Owada ),di dalamnya terdapat untuk mini (

muniyagiyo ),tempat ternak ( hewan pelihara ), totaida.Rumah yang satu

dengan yang lain selalu di hubunkan oleh pagar ( Owada ) itu semua

dikeliligi pagar umum. Pola perkampungan itu mengajak mereka

membangan suatu relasi antar warga masyarakat menumpuk nilai hidup

bersama peraktek nilai-nilai membagi dan menggunakn hak milik pribadi

secara bersama-sama (arti material ).

Sistem pertanian tradisioanal suku mee bersifat seni nomaden ,

pada bidang tanah yang luas di kelilingi pagar khas, dibedakan parit-parit

terbentuk lembah kecil dan tidak dalam ( dangkal ),pola pertanian

demikian menuntut suatu keberanian kekuatan , kemauan keras,

ketrampilan, pilihan akan tempat dan waktu musim yang tepat,sabar ,

tabah ,setia, saling membantu , dan kerja gotong royong agar warga

bisah menetap dimana dia berada atau menetap orang tersebut. letak

daerah, keadaan iklim, keadaan daerah yang berbukit dan berlembah, rawa

serta gunung yang berdiri dengan gagasannya dihadapan manusia. Dari

pihak manusia di tuntut suatu sifat manusia yang keras, berprinsip tegas,

5
suatu kekuatan dan ketabahan serta kesetiaan untuk menghadapi dan

mengolah alam lingkungannya menjadi ladang ekonomi dan dunia yang

di budidayakannya.

Sebelum tahun 1932-an masyarakat suku Mee homogen dan hidup

berkelompok menurut wilayah adat, sosial dan konfederasi family, suku

tradisionalnya, relasi antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok

masyarakat yang lainnya. Hubungan perkawanan dan persaudaraan.

Sangat kuat . Namun berhubungan ekonomi kini, telah keterogenitas dari

berbagai latar belakan sosio zaman sekarang masyarakat telah menjadi

keterogenitas dari berbagai latar belakang sosio kultural , karena suku

Mee dituntut untuk memiliki gerak gerik dan bahasa bahasa isyarat

musuh, tahu membawa tanda tanda alamiah sebaga i tanda untung atau

malang serta mental bersaing. Sebaliknya mereka juga mempunyai relasi

perkawanan dan persaudaraan dengan sikap saling mencintai, memahami,

persaudaraan, kebersamaan, kekeluargaan, solidaritas dan saling

ketergantungan.

Ada juga klasik yang masih segar dalam ingatan manusia bahwa

hidup orang Mee, adalah segala keberadaan, berpandangan, bahwa secara

antropologis, sosiologis, dan ekonomi, terhadap keberadaan orang mee sama

dengan orang lain memandang sebagai sesama saudara secara utuh dan

iklas (nogei akonei dan semua dalam semua lini hidup referensi dengan

paham lama lama yang kuat bahwa; Mee koo mee umitou tiya, meko mema

akaume akato artinya mee ko meema mana wegaya, (dengan sesama manusia

6
tanpa membedakan antara suku bangsa lainnya) (Iyowoyama kiyai ka

ime ime dege bage buna bage ma akogei nogei), (lantaran itu manusia

dipandang sama sebagai sesama manusia dimata Allah) (Ugauga Mee)

manusia terhadap manusia lainnya tanpa membedakan dari berbagai latar

belakang untuk itu ditantang agar penganut paham kita adalah satu dan

sama (ini mee to kodoko).

Orang Mee memandang orang lain dari luar kelompok etniknya

tidak lebih rendah sehingga mereka membuat sesuatu kehidupan yang

saling tergantung secara universal dan luas, dalam bentuk hidup suku mee

dapat diartikan sebagai :

1. Kesadaran dari kedua belah pihak untuk mau saling mengakui dan

saling menghormati sebagai manusia bermartabat.

2. Kesediaan untuk membangun relasi kemanusiaan dengan

menggunakan bahasa komunikasi yang di miliki oleh suku Mee.

3. Kesediaan berpartisipasi dalam kegiatan hidup mereka dalam segala

bidang kehidupannya.

4. Kesediaan untuk mau hidup bersama suku Mee dengan bergandengan

tangan dari yang kuat kepada yang lemah, yang kaya kepada yang

miskin yang terampil kepada yang belum terampil dan sebagainya.

Demikian pula administrasi bermaksud mengatur suatu negeri

berdasarkan hukum hukum dan adat istiadat yang berlaku.

Tetapi juga kelompok etnik Mee dalam hal tata kelakuan sering ada

difrensiasi yang mengarah kepada diskriminasi kesenjangan perilaku sosial,

7
serta disintegrasi perasaan dan pandangan atau pendirian hidup

kelompoknya masing masing.

Fransiskus ( 2014 : 13 ) menyebutkans suku Mee dari semenjak

dahulu kala (Mee Wawa Mee Bebu) oleh para leluhur telah menerima

ilham dan petunjuk dari Allah yang mereka (para leluhur) imani yang

diyakini serta sembah sebagai sang penyelamat, sang pemberi hidup, telah

lama mengisyaratkan bahwa dalam seluruh aspek hidupnya, ada unsur yang

menghidupinya yang terungkap jelas dengan sebutan wadomee, miyomee

makikatagitamee, meemuka mukaiyeemakimuka mukaiyee. Dalam seluruh

praktek hidup kesehariannya ungkapan kepada sang pencipta dan mama

yang memangku, memelihara menopang dan hidup wado mee, dan miyo

mee terlihat ketika upacara ritual adat tertentu di suguhkan .

Pandangan hidup Suku Mee dalam hidupnya dari semenjak dahulu

ialah pelestarian relasi baik dengan alam lingkungan sebagai tiang

penopang dan penyangga dan ruang gerak hidup orang M ee. Hal ini

dimaknai bahwa apa saja yang ada disekitarnya sebagai hidup dan berjiwa.

Dalam paham lain, suku Mee memandang jagad ini sesungguhnya

sebaga i tumpuan dan harapan dari seluruh hidupnya. Alam semesta

beserta segala isinya (egee, mogo uti piya, yiuka yinauka, teege temege,

maki bago, uwoo noe, naiya agiyo, lemaiya agiyoo, ena digiyo peu digiyo).

yang Allah menempatkan diseantero jagat raya orang Mee adalah sebagai

sumber pemberi kehangatan pengyoman atau pelindung bahkan tiang

8
penyanggah kehidupan setiap har i dari semenjak dahulu kala hingga

zaman ini.

Halaman rumah terdiri dari Ema, (rumah laki laki dan kewitaa

untuk (wanita) ekina owa (kandang babi, kelinci dengan pagar (Owada), di

dalamnya terdapat halaman halaman umum mini (muniyagiyo), tempat

ternak (hewan peliharaan) totaida.

Rumah yang satu dengan yang lain selalu di hubungkan oleh pagar

(Owada) semua di kelilingi pagar umum. Pola perkampungan itu mengajak

mereka membangun suatu relasi sosial antar warga masyarakat menumpuk

nilai hidup bersama praktek nilai nilai membagi dan menggunakan hak

milik pribadi secara bersama sama (arti material).

Sistem pertanian tradisiona l suku mee bersifat seni nomaden,

pada bidang tanah yang luas dikelilingi pagar khas, dibedakan parit -parit

terbentu k lembah keci l dan tida k dalam (dangkal) pol a pertanian demikia

n menuntut suatu keberanian kekuatan, kemauan keras, ketrampilan,

pilihan akan tempat dan waktu musim yang tepat, sabar, tabah, setia,

saling membantu dan kerja gotong royong agar warga bisa menetap

dimana dia berada atau menetap orang tersebut.

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana moralitas anak Suku Mee di Kelurahan Trikora Dok. V atas

Kota Jayapura Utara.

9
2. Bagaimana proses pembinaan moral anak Suku Mee di Kelurahan Trikora

Distrik Jayapura Utara.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui moralitas anak Suku Mee di Kelurahan Trikora Jayapura

Utara.

2. Mengetahui proses pendidikan moralitas anak Suku Mee di Kelurahan

Trikora Jayapura Utara.

C. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dalam penelitian ini adalah :

a. Untuk meningkatkan moralitas anak Suku Mee dalam bekerja sama guna

mencapai tujuan yang telah di canangkan, yakni menambahkan moralitas

anak sebagai generasi muda.

b. Kegunaan secara praktis sebagai masukan terhadap orang tua sebagai

pendidik mengenai tingkah laku yang diperlihatkan oleh anak, serta orang

tua menerapkan pola didikan yang lebih baik untuk menunjang

perkembangan anak secara optimal dan memberikan manfaat dalam

pembinaan pendidikan moralitas keteladanan terhadap anak sebagai

generasi muda dalam upaya pendidikan informal bagi anak suku mee

yang baik.

D. Kerangka Pemikiran

10
Agar anak anak memiliki moral yang baik dan terhindar dari

pelanggaran pelanggaran moral maka diperlukan adanya kerjasama antara

orang tua,sekolah,masyarakat,dan pemerintaht. Oleh karena itu sebaik apapun

pendidikan moralitas anak Suku Mee tanpa ada dukungan dari orang

tua,sekolah, dan masyarakat akan menimbulkan kesulitan. bagi anak anak

untuk memiliki moral yang diharapkan. Begitu juga memiliki moral di

sekolah, tanpa adanya dukungan dari keluarga dan masyarakat sulit bagi anak

untuk memiliki moral yang baik. Dengan demikian ketiga jenis lembaga ini

tidak bisa di pisahkan dan harus saling mendukung.

Dalam pembinaan nilai moral ada dua hal yang perlu di perhatikan, yaitu

:pengertian Tindakan dan Moral

Dalam pertumbuhan dan pembinaan moral, sebenarnya yang

didahulukan adalah tindak moral, yang sejak kecil anak anak telah dibina

untuk mengarah kepada moral yang baik. Moralitas itu tumbuh melalui

pengalaman langsung dalam lingkungan di mana anak itu hidup, dan

kemudian berkembang menjadi kebiasaan.

Model pendidikan nilai moralitas yang dapat diberikan kepada anak

anak didalam keluarga yaitu :

1. Harus ditanamkan nilai nilai agama sejak dini, yang diawali dengan

pembinaan kerohanian.

2. Menambahkan nilai nilai akhlak sejak dini kepada anak anak seperti

cara cara berbicara cara berpakaian, cara memiliki teman dan di

tanamkan sifat sifat yang baik.

11
Model pendidikan nilai nilai moralitas yang dapat dilaksanakan

disekolah yaitu dengan cara menciptakan kultur religius di lingkungan di

sekolah dan dibarengi dengan adanya penguatan nilai nilai moralitas kepada

anak anak.

Model pendidikan nilai nilai moralitas yang dapat dilaksanakan

dimasyarakat yaitu dengan cara membangun sebuah masyarakat yang religius

dengan cara mengintensifkan belajar agama di lingkungan masyarakat,

keluarga, gereja, masjid dan mengisi waktu luang anak anak dengan

bimbingan agama.

E. Sistematika Penulisan

Tesis ini disusun dalam lima bab sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan, terdiri dari :

A. Latar belakang masalah

B. Rumusan masalah

C. Tujuan penelitian

D. Kegunaan penelitian

E. Kerangka pemikiran

F. Sistematika penuli

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan Moral Dalam Perkembangan Anak

12
Gambaran mengenai pendidikan moral dalam perkembangan akan

disoroti dalam beberapa hal pokok yang terkait dengan pemahaman dengan

hakekat pendidikan moral yaitu :

1. Peranan pendidikan moral; 2. Pertumbuhan dan perkembangan moral; 3.

Moralitas bangsa yang sedang suram

1. Peran Pendidikan Moralitas.

Masalah inti pendidikan moral menyangkut kreatifitas nilai yaitu

menyangkut nilai nilai universal yang harus dikembangkan anak untuk

memenuhi kekosongan moral dengan suatu skema nilai yang positif dan

terpadu/para pendidik di tuntut memberikan perhatian, baik terhadap

sarana maupun terhadap tujuan.

Prinsip yang paling inti bagi perkembangan pertimbangan moral,

dan juga bagi usulan (Kalhberg 1995 : 67). Untuk mendidik moral ialah

prinsip keadilan. Keadilan, penghargaan utama terhadap nilai dan

persamaan derajat semua insan manusia serta terhadap timbal balik dalam

hubungan antar manusia merupakan tolak ukur yang mendengar dan

universal. Penggunaan keadilan sebagai prinsip itu menjamin kebebasan

dalam keyakinan, menggunakan konsep moralitas yang dapat dibenarkan

secara filosofi, dan didasarkan pula atas fakta fakta psiologi dari

perkembangan manusia.

Pendidikan moral telah menjadi salah satu kegiatan praktis

diantara sekian banyak kegiatan lantaran ia mencakup realitas sehari

hari, baik yang tampak dalam kegiatan di rumah maupun di masyarakat,

13
namun pada hakekatnya ia meliputi pula berbagai permasalahan yang

paling mendasar serta mendalam dari eksistensi manusia.

Durkheim dalam ( Cheppy HC, 1988 : 10 5) mengemukakan

adanya 3 (tiga) elemen atau komponen untuk menjadi bermoral, yaitu :

1. Menghargai disiplin

2. Menempatkan diri dalam kelompok atau masyarakat

3. Mengetahui alasan tertentu akan perbuatan atau tingkah lakunya.

Untuk menjadi bermoral dalam artian ini tidak harus memenuhi

prosedur tertentu, akan tetapi bertindak sesuai dengan kerangkaian aturan

dan norma. Menurut Durheim, moral itu muncul karena adanya masalah

masalah yang terjadi sesuai dengan penyimpangan yaitu masalah sosial

atau individu.

Menyangkut pendidikan moral Pancasila kiranya perlu di hindari

kesan seakan akan pendidikan moral Pancasila itu bertujuan untuk

bagian terbesar ditentukan oleh keyakinan agama kelompok masing

masing ( Suseno, 2001 : 110).

Jadi jelaslah bahwa pancasila bukan suatu moral tandingan

terhadap moral bangsa dan masyarakat Indonesia. Maka tidaklah tepat

kesan bahwa pendidikan moral pancasila mau membentuk suatu moral

baru dan menggeser pandangan pandangan moral berdasarkan berbagai

agama yang di anut oleh masyarakat. Pancasila sendiri adalah perumusan

hidup dan nilai nilai yang sudah berkembang dalam masyarakat.

14
Pendidikan moral berdasarkan pancasila bertujuan untuk

meningkatkan ketaatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan dan

ketrampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan

mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air (Kansil 1983 : 25).

Pendidikan moral pancasila serta unsur unsur yang dapat

meneruskan dan mengembangkan jiwa, semangat dan nilai nilai 1945

kepada generasi muda harus makin tingkatkan dalam kurikulum disekolah

mulai dari TK, sampai perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, dan

di lingkungan masyarakat.

2. Pertumbuhan dan Perkembangan Moral

Moralitas adalah sikap hati orang yang terungkap dalam tindakan

lahiriah (mengingat bahwa tindakan merupakan ungkapan sepenuhnya dari

sikap hati). Moralitas adalah sikap dari perbuatan baik yang betul betul

tanpa pamrih ( Suseno 1987 : 19).

Kata etika dalam arti yang sebenarnya filsafat mengenai bidang

moral. Jadi etika merupakan ilmu atau refleksi sistematika mengenai

pendapatan pendapatan, norma norma dan istilah istilah moral

(Suseno 1988 : 23).

Pendidikan moral Pancasila tidak mau memberikan sesuatu

dasar moral baru kepada masyarakat, melainkan atas dasar keyakinan

keyakinan moral masyarakat yang adil, seperti kekeluargaan, toleransi dan

gotong royong, membantu dalam perkembangan kesadaran mengenai

implikasi pancasila bagi kehidupan nasional ( Suseno 2001 : 111).

15
Nilai nilai moral itu beraneka warna yaitu kesetiaan,
kemurahan hati, keadilan, kejujuran dan banyak nilai nilainya.
Namun semuanya berlainan itu bersifat moral. Jadi nilai nilai
itu meperlihat kesamaan juga. Inti nilai nilai itu adalah sifat
moralnya, kita juga harus dapat menyatakan banyak tindakan
yang amat berlainan dapat sama sama bernilai moral, karena
dalam smua tindakan itu dilaksanakan suatu nilai nilai moral. (
Suseno 1983 :21).

Dalam bernegara memang memerlukan dasar normatif. Suatu

sistem nilai dan pandangan tentang manusia yang mendasari kebijakan

kebijakannya. Tetapi sistem nilai itu tidak boleh diciptakan oleh mereka

yang kebutuhan berkuasa, melainkan harus merupakan perwujudan

kepribadian moral bangsa dan masyarakat sendiri.

Negara tidak berhak untuk memaksakan sesuatu


ideologi buatannya sendiri dan tidak pula mempunyai kompetensi
apapun, untuk melaksanakan sebuah sistem moral kepada
masyarakat. Keyakinan keyakinan mengenai nilai nilai dasar
kehidupan dan norma norma moral merupakan milik
masyarakat sendiri dan terutama di tentukan oleh agama
agama dalam masyarakat (Suseno 2001 : 109).

Jadi sistem nilai yang mendasari kehidupan bernegara harus

berorientasi pada nilai nilai yang harus dalam masyarakat, dan tidak

sebaliknya. Dan itu berarti bahwa sistem nilai nilai dasar harus juga

berorientasi pada nilai nilai dalam agama agama adalah pengembangan

tambah nilai nilai dalam masyarakat walaupun bukan satu satunya.

Kesadaran yang demikian ini selanjutkan juga melahirkan suatu

kesadaran bahwa setiap manusia terpanggil hatinya untuk melakukan apa

yang sekiranya baik untuk orang lain. Semuanya itu dihasilkan suatu

sikap dasar bahwa untuk menunjukkan kesadaran, keserasian dan

16
keseimbangan hubungan antar perorangan dengan masyarakat sangat di

perlukan oleh setiap manusia suatu sikap perlu mengendalikan diri ( S. T

Kansil 1983 : 58).

Dalam melakukan sesuatu hal kita harus mendengarkan suara

hati. Dalam mendengarkan suara hati, manusia berhadapan dengan suatu

tantangan untuk ia harus mengambil sikap, maupun tidak mau. Suatu

sikap terhadap nilai moral yang mutlak diharuskan kepadanya, ia mau taat

atau tidak kepada suara batin.

Jadi manusialah yang harus mengambil keputusan apakah nilai

itu mau dilaksanakan atau tidak, apakah seharusnya moral itu sekaligus

berarti suatu penentuan diri secara absolut dan disitulah, dalam

kemampuan kebebasan dan untuk mengambil kepatuhan moral dalam

penentuan diri yang mutlak manusia mengalami otonominya ( Suseno

1983 : 19).

Kita perlu mengembangkan sikap sikap kalau kita ingin

memperoleh kekuatan moral. Kekuatan moral adalah kekuatan kepribadian

seseorang yang mantap dalam kesanggupan untuk bertindak dengan apa

yang diyakininya sebagai benar sikap kita yang harus sekaligus realistis

dan kritis yaitu :

a. Kejujuran

Dasar setiap usaha untuk menjadi orang yang kuat secara

moral adalah kejujuran. Tanpa kejujuran kita sebagai manusia tidak

dapat maju selangkahpun karena kita belum bernilai menjadi diri kita

17
sendiri. Tidak jujur berarti tidak se-ia sekata dan itu berarti bahwa

kita belum sanggup untuk mengambil sikap yang lurus. Bersikap

jujur terhadap orang lain berarti bersikap terbuka dan bersikap fair (

Suseno 1987: 142).

b. Nilai nilai otentik

Otentik berarti kita menjadi diri kita sendiri, mempunyai sikap

dan pendirian sendiri. Manusia otentik adalah manusia yang

menghati dan menunjukkan diri sesuai dengan keasliannya, dengan

kepribadian yang sebenarnya ( Suseno 1987 : 142).

c. Kesediaan Untuk bertanggung jawab

Kejujuran sebagai kualitas dasar kepribadian modal menjadi

operasional dalam kesediaan untuk bertanggung jawab. Itu berarti

kesedian untuk melakukan apa yang harus di lakukan dengan sebaik

mungkin. Bertanggung jawab berarti suatu sikap terhadap tugas yang

membebani kita, mengatasi segala etika peraturan. ( Suseno 1987:

145).

Kesediaan untuk bertanggung jawab demikian adalah tanda

kekuatan batin yang sudah mantap.

d. Kemandirian moral

Kemandirian moral berarti bahwa kita tak pernah ikut ikutan

saja dengan berbagai pandangan moral dalam lingkungan kita,

melainkan selalu membentuk penilaian dan pendirian sendiri dan

bertindak sesuai dengannya.

18
Kemandirian moral adalah kekuatan batin untuk mengambil

sikap moral sendiri dan bertindak sesuai dengannya. Mandiri secara

moral berarti bahwa kita tidak dapat dibeli oleh mayoritas, bahwa

kita tidak pernah akan rukun hanya demi kebersamaan kalau

kerukunan melanggar keadilan.

e. Keberanian moral

Keberanian moral menunjukkan diri dalam tekad untuk

mempertahankan sikap yang telah diyakini sebagai kewajiban pula

apabila tidak setuju atau secara aktif di lawan oleh lingkungan.

Keberanian moral berarti berpihak pada yang lemah, melawan yang

kuat, yang memperlakukan dengan tidak adil ( Suseno, 1987 : 147).

Orang yang berani secara moral akan membuat pengalaman

yang menarik. Setiap kali ia akan berani mempertahankan sikap yang

diyakininya, ia merasa lebih kuat, dan berani dalam hatinya, dalam arti

biasa bahwa ia semakin lebih mandiri.

f. Kerendahan hati

Kerendahan adalah kekuatan batin untuk melihat diri sesuai

dengan kenyataannya. Orang yang rendah hati tidak hanya melihat

kelemahannya, melainkan juga kekuatannya ( Suseno 1987 : 148).

Dalam bidang moral kerendahan hati tidak hanya berarti kita

sadar akan keterbatasan kebaikan kita, melainkan juga bahwa

kemampuan kita untuk memberikan penilaian moral terbatas. Jadi

bahwa penilaian kita masih jauh dari kesempurnaan karena hati kita

19
belum jernih. Oleh karena itu kita tidak akan memutlakkan pendapat

moral kita.

g. Realistik dan kritis

Tanggung jawab menurut sikap yang realistik apa yang

menjadi kebutuhan orang dan masyarakat yang real dapat diketahui

realitas itu sendiri. Sikap kritis perlu juga terhadap segala macam

kekuatan, kekuasaan dan wewenang dalam masyarakat. ( Suseno 1987

: 149).

Tanggung jawab moral lyang nyata menurut sikap realistik

dan kritis. Pedomanya ialah untuk menjamin keadilan dan

menciptakan suatu keadaan masyarakat untuk membuka kemungkinan

lebih besar bagi anggota anggota untuk membangun hidup yang

lebih bebas dari penderitaan dan lebih bahagia.

3. Moralitas Bangsa Yang Sedang Suram

Keadaan bangsa Indonesia, sekarang ini sedang mengalami

perubahan atau kegoncangan nilai nilai dan norma norma, lebih lebih

di kota besar. Malahan di Jakarta telah diperhatikan oleh suatu penelitian

ilmiah adanya pergeseran norma norma pada golongan kita. Perubahan

dan kegoncangan norma norma, seperti telah kita lihat dibawah oleh

empasan dunia luar ke-Indonesia dan pengaruh pengaruh yang

timbulkan di dalam negeri sendiri oleh karena proses modernisasi.

20
B. Pentingnya Pendidikan Moral Siswa

Terdapat 2 (dua) hal yang penting tentang bagi siswa yaitu : 1.

Wawasan pendidikan moral dari beberapa pemikiran dasar, oleh Jhon Dewey,

dkk. 2. Acuan acuan pendidikan moral.

1. Wawasan pendidikan moral dari beberapa ahli

a. Jhon Dewey

Menurut Jhon Dewey, perhatian mengenai masalah moral

haruskah terserap dalam semua kegiatan pendidikan dalam pandangan

Dewey pengalaman terjadi dalam lingkup bahasa, pranata, kebiasaan

atau adat, cita cita, penderitaan dan berbagai pengaruh lainnya.

Dalam banyak kesempatan, Dewey, mengalami masalah pendidikan

moral di sekolah bagaimana menjaga hubungan dan tindakan (Heppy,

HC, 1988 : 4).

Jhon Dewey melihat bahwa pendidikan moral sebagai usaha

yang terpisah, akan tetapi perhatian terhadap moral harus tercakup

dalam semua pendidikan. Sementara pertumbuhan dan perkembangan

dilihatnya sebagai terwujudnya kepastian dalam diri seseorang untuk

hidup dan partisipasi dan hidup masyarakat secara demokratis,

sehingga apa yang diterima seseorang haruslah seimbang dengan apa

yang telah dikorbankan seseorang.

b. Jhon Wilson

Jhon Wilson menyatakan bahwa makhluk moral dapat

dijelaskan secara pribadi yang terdidik secara moral, dengan

21
penekanannya tidak hanya pada tingkah laku yang tampak saja, akan

tetapi sekaligus terhadap hakekat motif motifnya, alasan alasan dan

sasaran yang di inginkan atau dicapai. Dengan demikian moralitas

melibatkan pengujian terhadap berbagai sikap, perasaan dan disposisi

yang dimiliki seseorang.

Hakekatnya pendidikan moral tidak sekedar menanamkan

pilihan pilihan yang benar, akan tetapi klarifikasi akan perasaan dan

disposisi. (Cheppy, 1988).

Peranan norma norma dan nilai nilai masyarakat merupakan

faktor yang menentukan dalam pendidikan moral. Sekolah dapat

mengajar lebih dari sekedar membentuk penalaran moral, mengajar

pengetahuan tentang nilai nilai dan sekaligus isi/materi yang harus

dikuasai ini semua bisa dimasukkan dalam satu program pendidikan

moral yang rasional.

c. Lawrence Kohlberg

Lawrence Kohlberg berpendapat bahwa perkembangan moral

merupakan suatu hasil dari konflik moral terutama dengan adanya

saling tuntut menuntut antar manusia. Bagi Kohlberg moral dibatasi

oleh satu konstruk lain yang disebut pertimbangan (Jundgment),

terutama karakter formal dari pertimbangan dan bukan isinya. Moral

ditentukan tanpa pertimbangan isi, dokterin atau standar standar

personal tertentu.

22
Definisi moral lebih terdekat dengan wawasan filosofis formal

dimana keadilan merupakan satu konflik tertinggi (Cheppy, Hc,

1988:8).

Kohlberg berpendapat bahwa pendidikan moral senantiasa

melihatkan stimulasi perkembang melalui tahap tahap, dan tidak

sekedar mengajarkan kebenaran kebenaran yang sudah baku.

Pendidikan moral adalah suatu kegiatan membantu atau anak untuk

menuju kearah yang sesuai dengan kesiapan mereka, dan tidak sekedar

mendasarkan pola pola eksternal terhadapnya, peranan guna adalah

memperkenalkan anak dengan masalah masalah konflik moral yang

realistik.

Kohlberg menegaskan bahwa sasaran pendidikan moral adalah

rangsangan terhadap perkembangan Kodrat penilaian dan

kemampuan moral pribadi anak sendiri, dengan demikian

membiarkannya menggunakan penilaian moralnya sendiri untuk

mengontrol perilakunya. Masalah kehidupan nyata membawa kita

kepada apa yang seharusnya merupakan pokok perhatian dalam

pendidikan moaral, yaitu suasana moral sekolah.

Masalah ini pendidikan moral meyangkut relatifitas nilai apakah

ada nilai nilai unviersal yang harus di kembangkan anak kohberg

memecahkan masalah ini atas dasar penemuan penemuan baru dari

penelitian psikologis yang memperhatikan adanya tanda tanda

universal secara cultural dalam perkembangan moral.

23
Prinsip yang paling inti perkembangan perkembangan moral

dan juga usulan kohlberg untuk pendidikan moral, ialah prinsip

keadilan. Keadilan merupakan penghargaan utama terhadap timbal

balik dalam hubungan antara manusia, merupakan tolak ukur yang

mendasar dan universal.

2. Pendidikan Moral

Dengan acuan pendidikan moral dimaksudkan adalah pemikiran

tentang proses perhatian, pertimbangan dan tindakan dalam latar

pendidikan. Suatu acuan mencakup teori atau cara pandangan, tentang

bagaimana seseorang berkembang secara moral dan serangkaian strategi,

atau prinsip untuk membantu perkembangan moral. Dengan demikian

dapat membantu kita dalam memahami dan melakukan pendidikan moral

ada enam buah acuan dalam pendidikan moral :

a. Perkembangan rasional

Kendatipun perkembangan rasional yang di perkenalkan oleh

James Saver menyatakan ketiga aspek moralitas tersebut diatas, akan

tetapi pembinaan ini pertama menaruh perhatian terhadap bidang

pertimbangan. Dan agaknya Saver lebih tertarik oleh subyek didik.

Guru mencoba membantu memahami cara nilai nilai pada umumnya

dan nilai nilai moral pada khususnya mempengaruhi keputusan

keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan kelas dan sekaligus

proses belajar mengajarnya.

b. Konsiderasi

24
Konsiderasi dicanangkan oleh Peter Mc Phail, ia lebih

menekankan pentingnya aspek perhatian, dan tidak pada

pertimbangan. Fokus utamanya adalah terletak pada bagaimana

memahami kebutuhan orang lain pertimbangkan upaya

menyeimbangkan kebutuhan kebutuhan tersebut mana kala mereka

konflik satu sama lain.

Tugas pendidikan moral adalah mengembangkan landasan

pokok bagi konsiderasi bahwa semua orang pada dasarnya memiliki

dan menunjukkan secara emprik bahwa perbedaan di antara mereka

lebih, mereka bersifat supervisial, sementara persamaan persamaan

lebih besar. Perdekatan konsiderasi, menempatkan penekanan yang

lebih besar terhadap bermain peran, sosiodrama, dan tulisan tulisan

kreatif sebagai metode dalam peningkatan kesiapan bagi hubungan

antara pribadi.

c. Klarifikasi Nilai

Klarifikasi nilai melihat pendidikan moral lebih sebagai upaya

peningkatan kesiapan diri dan perhatian pertimbangan dalam

memecahkan masalah masalah moral. Pendekatan ini membantu

subjek didik menemukan dan menguji nilai nilai klarifikasi nilai

nilai tidak menempatkan diri mereka sendiri secara lebih berarti dan

pasti. Klarifikasi nilai tidak menempatkan nilai moral sebagai suatu

nilai tersendiri dalam rangkaian nilai nilai. Semua nilai termasuk

25
nilai moral, dipandang sebagai sesuatu yang bersifat personal dan

relatif.

d. Analisis Nilai

Analisis nilai membantu subjek didik mempelajalri proses

pembuatan keputusan secara sistematika, langkah demi langkah. Lebih

dari itu analisis nilai, ini agak lebih dari itu, analisis nilai agar lebih

menaruh perhatian pada dimensi pertimbangan. Tercakup dalam

kerangka acuan ini adalah prosedur yang tepat untuk menjelaskan

perbedaan antara kriteria nilai dan prinsip prinsip nilai.

Antara bukti bukti yang relevan antara berbagai tes terhadap

penerimaan prinsip prinsip nilai ini membantu/manfaat di saat

menghadapi berbagai masalah kebijakkan yang begitu kompleks. Ia

membantu subyek didik dalam mengarahkan secara tepat komponen

komponen tertentu dari proses evaluasi sebelum mereka menghadapi

proses yang begitu kompleks. Secara demikian analisis nilai tampak

begitu manfaat bagi guru guru ilmu pengetahuan sosial. Namun

demikian, dengan melihat kawasan perhatian dan tindakan analisis

nilai tidak begitu banyak berbicara.

e. Perkembangan moral kognitif

Tujuan umum dari perbedaan ini adalah membantu subyek

didik berpikir melalui kontoversi moral dalam peningkatan

kemampuan invidu dalam pertimbangan moral, dari titik pandangan

perkembangan kognitif, tidak sekedar mengajarkan proses pengolahan

26
informasi tertentu ataupun ketrampilan dalam membuat keputusan.

Akan tetapi tujuannya adalah untuk meningkatkan perkembangan

melalui tahap tahap umum dari pertimbangan moral. Dalam

perkembangan kognitif, belajar pertimbangan dan merespon alternatif

memperlihatkan perhatian terhadap teman teman sekelas, ini

merupakan suatu langkah esensial dalam upaya pengembangan

struktur penalaran moral yang lebih tinggi.

f. Aksi sosial

Aksi sosial mengedepankan tantangan pendidikan untuk

tindakan moral. Tujuan tindakan sosial adalah meningkatkan

efektifitas subyek didik dalam, menemukan peneliti, dan memecahkan

masalah masalah sosial. Dalam pandangan Newman, apabila

subyek didik tidak diajarkan bagaimana menempatkan cita cita

moral mereka kedalam praktek, maka refleksi dan diskusi moral tidak

akan pernah sampai akar akarnya. Didikan ini merekomendasikan

baik tugas tugas sekolah maupun ketertiban masyarakat.

Secara keseluruhan didikan ini dilengkapi dengan landasan

pendidikan yang begitu kuat metode metodenya boleh dikatakan

menggerakkan perasaan, menggerakkan pikiran, dan menopang

tindakan.

C. Pendidikan Berdasarkan Adat Kebiasaan

27
Diantara masalah masalah yang diakui dan ditetapkan dalam agama

bahwa pada awal penciptaannya seorang anak itu dalam keadaan kertas putih

yang belum ada goresan, beragama yang lurus dan beriman kepada Allah.

Dari sinilah perasaan pembiasaan, pengajaran dan pendidikan dalam

menumbuhkan dan mengiring anak kedalam akhlak mulia, ke utamaan jiwa

dan untuk melakukan hak yang baik. Kemudian juga pendidik harus

memberikan contoh contoh kebiasaan yang baik seperti mengajarkan anak

tentang rajin beribadah.

Orang tua atau pendidik harus mengajarkan juga hukum halal dan

haram di harapkan anak tersebut nantinya dapat mengerti perintah perintah

Allah dan menjauhi larangannya. Dan selanjutnya orang tua atau pendidik

harus mengajarkan kepada anak untuk mencintai Allah, mencintai

keluarganya, dan mencintai ajaran agama sebagai petunjuk hidupnya.

Pendidikan melalui nasehat salah satu metode pendidikan anak yang

perlu dilakukan oleh orang tua selain dari metode keteladanan dan kebiasaan

adalah metode pendidikan anak dengan nasehat. Sebab nasehat sangat

berperan dalam menjelaskan kepada anak atentang segala hakekat

menghiasinya dengan moral yang mulia dan mengajarinya tentang prinsip

prinsip agama.

D. Keluarga

Kata keluarga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, keluarga

terdiri dari ayah, ibu, anak anak dan seisi rumah seluruhnya yang menjadi

28
tanggung jawab orang tua. Keluarga kita kenal sebagai rangkaian perkataan

perkataan kawula dan warga sebagai kita ketahui kawula itu tidak lain artinya

dari pada abdi yakni hamba sedangkan warga berarti anggota sebagai abdi

dalam keluarga wajiblah seseorang menyerahkan segala kepentingan

kepentingan dalam keluarganya. Sebaliknya sebagai wanita atau anggota ia

berhak sepenuhnya ikut pengurus segala kepentingan dalam keluarga.

Ditinjau dari ilmu sosial, keluarga adalah bentuk masyarakat kecil

yang terdiri dari beberapa individu yang terikat oleh suatu keturunan, yakni

kesatuan antara : Ayah, Ibu dan anak anak yang merupakan kesatuan kecil

dari bentuk bentuk kesatuan masyarakat. Keluarga sebagai alam pendidikan

pertama (dasar) anak lahir dalam pemeliharaan dan dibesarkan orang tua

dalam keluarga.

Anak menerima norma norma pada anggota keluarga, baik Ayah,

Ibu dan anak anak, orang tua dalam keluarga harus mendidik, membina dan

kewajiban kodrati untuk memperhatikan anak anak sejak masa kecil, bahkan

sejak anak masih dalam kandungan.

Norma norma yang mengatur kehidupan pribadi adalah norma

kepercayaan dan norma kesusilaan, jadi norma kepercayaan bertujuan manusia

menganut kehidupan beriman dan norma kesusilaan bertujuan agar manusia

mempunyai hati nurani yang bersih, dan ada norma kesopanan bertujuan agar

kelancaran pergaulan hidup, norma hukum bertujuan agar mencapai

kedamaian, apabila terdapat keserasian antar ketertiban (disiplin) dan

ketentraman (kebebasan). Perangkat

29
E. Peranan Orang Tua

Untuk dapat mengenal keluarga perlu sekali kita melihat bagaimana

peran Ayah dan ibu yang kenal dahulu daripada anggota keluarga yang

lainnya, pertama mulai dari sang ibu yang kenal duluan dari pada anggota lain,

peran ibu bagi anak yaitu :

1. Ibu

a. Peran ibu sebagai memenuhi kebuthan psykologi dan psykis

Sebagai seorang ibu merupakan jantung dalam keluarga

sebagai anak mulai lahir dari sang ibulah yang lebih dekat dengan anak

pertama mulai perasaan aman.

b. Peran Ibu dalam merawat dan mengasuh keluarga

Ibu mempertahankan hubungan hubungan dalam keluarga,

ibu menciptakan atau membuat suasana yang mendukung kelancaran

perkembangan anak dan semua kelangsungan, keberadaan unsur

keluarga lain.

c. Peran ibu sebagai mendidik dan mengatur dan mengendalikan anak

Pendidikan juga menuntut ketegasan dan kepastian dalam

melaksanakannya. Biasanya seorang ibu lelah karena pekerjaan rumah

tangga setiap hari sehingga dalam keadaan tertentu situasi cara

mendidik anak dipengaruhi oleh emosinya.

d. Ibu sebagai contoh dan teladan

30
Dalam mengembangkan kepribadian dan bentuk sikap anak

anak seorang ibu memberi contoh dan teladan yang dapat diterima.

Dalam pengembangan kepribadian, anak belajar melalui peniruan

terhadap orang lain seringkali tanpa disadari orang dewasa memberi

teladan dan contoh yang sebenarnya justru tidak dinginkan.

e. Ibu sebagai pemimpin yang baik

Seorang ibu menjadi manejer di rumah, ibu mengatur

kelancaran di usia dini sebaiknya sudah mengenal adanya aturan yang

harus diikuti. Adanya aturan dalam keluarga yang disiplin akan

mendidik pergaulan dalam masyarakat kelak.

f. Peran ibu memberi rancangan dan pelajaran pada suami

Seorang ibu juga rancangan sosial bagi perkembangan anak.

Sejak masa bayi pendekatan ibu dan percakapan dengan ibu memberi

rancangan, agar perkembangan anak, kemampuan bicara, dan

pengetahuan lainnya. Setelah anak amsih sekolah, ibu membuat

suasana belajar yang menyenangkan agar senang belajar di rumah.

2. Ayah

a. Peran ayah sebagai pencari nafkah untuk keluarga

Sebagai tugas utama ayah untuk mencari nafkah untuk

kelangsungan hidup keluarga merupakanl tugas yang berat. Dan dalam

cerita orang tua mencari nafkah dan tugas sehari hari akan menjadi

bahan pelajaran kepada si anak kemudian hari. Kelak, akan dapat

berdiri sendiri atau usaha sendiri.

31
b. Peran Ayah sebagai suami yang penuh pengertian akan memberi rasa

aman.

Ayah sebagai suami memberikan keakraban dan kemesraan

bagi istri, sehingga istri tidak merasa jemu atau bosan akan kegiatan

sehari hari sehingga membuat suasana akrab dalam keluarga terlebih

suami istri.

c. Peranan ayah berpartisipasi pendidikan bagi anak

Dalam pendidikan anak, peran ayah dalam keluarga sangat

penting bagi anak laki laki yang menjadi model atau figur teladan

untuk perannya kelak. Bagi wanita fungsi ayah sangat penting, sebagai

pelindung. Ayah memberikan perlindungan bagi putera puterinya

dan memberikan peluang bagi anaknya kelak agar memiliki pasangan

yang ideal.

d. Perang ayah sebagai pelindung, pangasih keluarga

Seorang ayah adalah pelindung dalam keluarga dengan sikap

yang tegas dan penuh wibawa menanamkan pada sikap anak anak

yang patuh terhadap disiplin.

Stelah melihat peran layah dan ibu pada akhirnya, tampak

disiplin orang tua yang menampakan suatu perjalanan penting yang

akan menimbulkan rasa aman dalam keluarga. Dengan pemersatukan

pandangan dan tujuan pendidikan ayah dan ibu merupakan landasan

penting bagi perkembangan anak. Untuk itu ayah dan ibu harus

32
mufakat dalaml mendidik putera puterinya karena banyak ragam

orang tua mendidik putera puterinya.

Pendidikan berorientasi kasih sayang orang tua terhadap anak

yang baik mempunyai hubungan kasih sayang ini mendekatkan

mendekatkan anak dengan orang tua memudahkan orang tua memberi

hadiah dan hukuman yang sepadan. Anak juga lebih mudah menerima

nilai nilai orang tuanya dan menirunya. Orientasi ini berhasil bagi

anak anak remaja dini, dan remaja serta dewasa mudah. Bila mana

orang tua berlebihan memberi kasih sayang tanpa syarat, akan

tuangkan untuk mengendalikan mereka terhadap anak anak yang

kurang akan berwibawa.

F. Anak

Anak adalah suatu amanat Tuhan kepada Bapak, Ibu, anak adalah

bagian dari anggota keluarga, orang tua yakni Bapak dan Ibu pemimpin

keluarga, sebagai penanggung jawab atas keselamatan warganya di dunia dan

khususnya di akhiratnya.

Anak pada waktu lahir mendapat bekal berupa kemampuan perbuatan

siap untuk melaksanakannya berdasarkan instink, naluri atau pikiran.

Disamping bekal berupa instink itu anak mempunyai potensi yang

berkembang pada waktunya dan kesempatan atau rangsangan, benih, bibit

atau potensi pembawaan. Pendidikan di tunjukkan untuk membantu dan

mengembangkan anak berlangsung dengan sendirinya atau kekuatan dari

33
dalam, karena didalam diri anak sudah tersedia potensi yang menunggu waktu

untuk tumbuh dan berkembang.

Tingkat perkembangan yang dicapai adalah suatu perpaduan kekuatan

dari dalam yang mendorong, untuk berkembang situasi lingkungan yang

mempengaruhi jalan perkembangan anak.

Upaya pembangunan manusia yang berkualitas, faktor perkembangan

anak juga mendapatkan perhatian khusus dari orang tua. Semua orang tua

tersentuh hatinya apabila berhadapan dengan anak, sosok manusia kecil yang

begitu mendambakan dan pertolongan dari orang tua. Anak sejahtera karena

perhatian dan kasih sayang dari orang tua, memiliki potensi besar untuk

bertumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berkualitas pada masa

yang akan datang, (Chairinniza Graha, 1997 : 16).

1. Anak adalah Anugerah Tuhan kepada orang tua

Anak pertama kali dilahirkan ke dunia ia membuat semua orang

sekitarnya bahagia, dan menyayanginya, semua senang dengan

keberadaannya. Semua mengharapkan kebaikan akan selalu bersama anak

dan orang tua berhadap agar anak bisa menjadi anak yang baik.

Bagi orang tua, kelahiran seorang anak merupakan sebuah

Anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepadanya, dan anak merupakan

sebuah harapan jadi orang tua berkewajiban berterima kasih, bersyukur,

memelihara dan menjaga anak yang diberikan dari Tuhan kepada orang

tua agar orang tua, mendidik dan mengasuh anaknya dengan baik.

34
Bimbingan dan pendidikan dari orang tua kepada anak bisa

optimal dengan pengajaran dan pengalaman dalam kehidupan sehari

sehari yang diterima oleh anak dalam hubungannya dengan orang tua.

2. Anak mendapat pendidikan pertama kali dari orang tua

Seorang anak mendapatkan pengajaran pertama kali dari orang

tuanya. Seorang anak bayi yang lahir ke dunia ini masih polos dan belum

mengerti apa apa. Bagaikan sebuah kertas putih yang bersih, polos

belum ada coretan diatasnya.

Seorang anak tidak tahu mengungkapkan rasa lapar atau

mengungkapkan kebosanan yang dialami pada anak bayi tersebut. Jalan

satu satunya mereka lakukan adalah menangis dengan keras. Dengan

tangisan tersebut orang tua mulai belajar bahwa sang bayi menginginkan

sesuatu dan menyadari ketidak nyamanan sang anak, kemudian melakukan

sebuah tindakan, dan pertama kali anak berusaha mencoba berkomunikasi

dengan orang tuanya. Berjalannya waktu dan anak pun bertambah tumbuh,

maka orang tua memberikan pelajaran lain bagi anak. Anak belajar cara

mengungkapkan keinginannya dengan cara berbicara bukan dengan

menangis lagi. Sedikit demi sedikit, kata demi kata diajarkan oleh orang

tua kepada anak anaknya. Bagaimana anak menggunakan sebuah kata

dan mengungkapkan keinginannya. Orang tua bertanggung jawab terhadap

keberhasilan pendidikan anak (Charinniza Graha, 1997 : 15) karena :

1) Anak adalah Anugerah Tuhan kepada orang tua.

2) Anak mendapatkan pendidikan pertama kali dari orang tua.

35
3) Orang tua adalah yang paling mengetahui karakter anaknya.

Mendidik dan mengasuh kepada sang anak sekolah bukan satu

satunya tempat pembelajaran. Di luar sekolah anak anak mendapatkan

banyak pengetahuan dari orang tuanya.

3. Orang tua adalah yang paling mengetahui karakter anaknya.

Orang tua mengenal sejak anak lahir ke dunia bahkan dari

kandungan orang tua pun merasakan sebuah kontak dengan anak dan

merasakan sebuah irama kehidupan sang anak dalam kandungan.

Sehubungan dengan itu, orang tua paling mengetahui sifat dan karakter

anak. Setiap anak mempunyai kelebihan dan kekurangan masing masing,

berdasarkan karakter dan kepribadian yang dimiliki oleh anak, orang tua

dapat berusaha mengembangkan kemampuan, dan kecerdasan anak.

Keberhasilan dalam pendidikan anak sering dikaitkan dengan

kemampuan orang tua untuk memahami anak sebagai individu yang unik

dan menarik, karena itu, orang tua berperan penting dalam mendidik dan

mengarahkan kemauan anak dengan baik untuk berhasil dalam kehidupan

kelak.

Anak adalah makhluk yang sedang tumbuh dan berkembang,

oleh karena itu pendidikan penting sekali mulai sejak bayi belum dapat

berbuat sesuatu untuk kepentingan dirinya baik untuk mempertahankan

hidup maupun merawat diri semua kebutuhan tergantung pada orang tua

anak/bayi manusia memerlukan bantuan, tuntunan, pelayanan, dorongan

dari orang tua, demi mempertahankan hidup dengan mendalami belajar

36
setahap demi setahap untuk memperoleh kepandaian, keterampilan dan

pembentukan sikap dan tingkah laku anak, (Ahmda Abu, 2001 : 69)

adalah:

1. Mendidik adalah proses pembentukan kecakapan kecakapan

fundamental secara intelektual dan emosional ke arah kedewasaan.

2. Mendidik adalah mempengaruhi anak dalam usaha membimbing

supaya menjadi dewasa.

3. Mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak

anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat

dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi

tingginya.

4. Mendidik adalah usaha yang sengaja diadakan baik langsung maupun

dengan cara tidak langsung untuk membantu anak dalam

perkembangan mencapai kedewasaannya.

Anak adalah potensi dan penerus cita cita bangsa, jika anak

di didik dan di pelihara dengan baik, maka anak akan tumbuh dan

berkembang dengan baik sesuai keinginan dan harapan orang tua.

(Kolberg 1995 : 67) adalah :

a. Pendidikan dengan pengawasan

Maksud pendidikan yang disertai pengawasan yaitu

mendampingi anak dalam upaya membentuk akidah dan moral, dan

mengawasinya dalam mempersiapkannya secara psikis dan sosial dan

37
menanyakan secara terus menerus tentang keadaan baik dalam hal

pendidikan jasmani maupun dalam hal belajarnya.

b. Pendidikan dengan hukuman

Pendidikan dengan hukuman maksudnya yaitu memberikan

hukuman apabila anak menyeleweng atau melakukan hal yang salah,

akan tetapi tidak semua hukuman dapat diterapkan kepada anak karena

anak berbeda dengan orang dewasa maka ada metode dalam kristen

memberi sanksi terhadap anak.

a. Memperlakukan anak dengan penuh kelembutan dan kasih sayang,

maka seorang anak akan memasuki pembinaan awal yang

mendapatkan pengawasan dan kelembutan.

b. Memberi sanksi pada anak yang salah, tidak semua kesalahan di

berikan sanksi apabila memang betul betul dibutuhkan, karena

tidak semua anak memiliki respon yang sama, bahkan ada yang

cukup diperingati.

c. Mengatasi dengan bertahap, dari yang paling ringan pada yang

paling berat.

c. Faktor faktor yang mempengaruhi perkembangan moral

Karena perilaku perilkau bermoral adalah sesuatu yang

diperoleh atau dipelajari dari luar maka faktor faktor yang

mempengaruhi juga berasal dari luar maka faktor faktor yang

mempengaruhi juga berasal dari luar. Pada tahap pertama, seorang

anak memperoleh sesuai yang baru tanpa kesadaran penuh. Ia hanya

38
menuruti perintah atau saran orang lain untuk melakukan suatu

perbuatan. Secara bertahap dan sesuai pula dengan taraf

perkembangannya, maka timbul kesadaran dan pengertian akan apa,

mengapa, dan bagaimana suatu perbuatan itu dilakukan.

Berbeda dengan pengaruh pengaruh dari luar (lingkungan

manusiawi) yang aktif, pengaruh pengaruh peniruan justru terjadi

secara pasif : artinya tanpa faktor kesengajaan pembentukan pola

kepribadian maupun pola sikap seseorang dalam hal ini juga termasuk

pengaruh - pengaruh yang diperoleh dari hubungannya dengan kawan

kawan sebaya. Hal hal lain yang juga dapat mempengaruhi adalah

sekolah dan lembaga lembaga keagamaan seperti gereja, madrasah,

dan lain lain. Aspek aspek yang biasanya terdapat pada masyarakat

modern, seperti televisi, film, radio, dan buku, juga turut berpengaruh.

Fasilitas fasilitas lain yang pengaruhi dan membentuk nilai

nilai moral pada anak yaitu : Lingkungan rumah, Lingkungan Sekolah,

Lingkungan teman teman sebaya, segi keagamaan dan aktifitas

aktifitas rekreasi.

d. Fase fase dalam perkembangan moral anak

Perkembangan moral anak terbentuk melalui fase atau periode

yang sama seperti perkembangan aspek aspek lain. Tiap fase

perkembangan mempunyai ciri ciri moralitas yang telah tercapai oleh

anak, sekalipun dalam hal ini tidak ada perbedaan atau batas batas

39
yang jelas dan lebih bergantung pada setiap individu anak dari pada

norma norma umumnya yang terjadi pada anak anak.

1. Moralitas pada anak 3 tahun

Bayi atau anak yang masih muda sekali tidak mengetahui

norma norma benar atau salah. Perilakunya semata mata

dikuasai oleh dorongan yang tidak disadari (impulsif) dengan

kecenderungan bahwa apa yang menyenangkan akan diulang,

sedangkan yang memberikan rasa tidak enak atau menyakitkan

tidak diulanginya lagi.

Anak pada masa ini terlalu muda secara intelek, untuk

menyadari dan mengerti suatu perilaku tidak baik, kecuali timbul

rasa sakit. Pada umur 3 tahun seandainya disiplin telah ditanamkan

secara teratur pada si anak, ia akan mengetahui perbuatan apa yang

diperbolehkan karena itu benar, dan perbuatan apa yang tidak

disetujui karena itu salah. Kalau pada mulanya ia mengambil milik

anak lain, karena itu menyenangkan dirinya, maka lama kelamaan

ia akan mengetahui bahwa sesuatu tidak boleh diambil, karena

benda itu milik orang lain. Anak kemudian lambat laun belajar

menghargai milik orang lain.

2. Moralitas pada anak 3 6 Tahun

Pada masa ini, dasar dasar moralitas terhadap kelompok

sosial harus sudah terbentuk. Si anak tidak lagi terus menerus harus

diterangkan mengapa perbuatan ini benar atau salah, tetapi ia perlu

40
ditunjukkan cara harus berperilaku. Kemudian, jika perilaku yang

benar tersebut tidak dilakukan, anak akan dihukum.

Anan memperlihatkan suatu perbuatan yang baik tanpa

mengetahui alasan ia harus berbuat demikian. Ia juga melakukan

hal ini untuk menghindari hukuman yang mungkin akan

diterimanya dari lingkungan sosial atau untuk memperoleh pujian.

Pada umur 5 6 tahun anak sudah harus patuh terhadap

tuntutan atau aturan orang tua dan lingkungan sosialnya. Ucapan

ucapan orang lain seperti : baik, tidak boleh, nakal, akan

diasosiasikan si anak dengan konsep konsep moralitas mungkin

mengalami kesulitan karena pada anak anak ini terjadi sifat

sifat pembangkangan terhadap perintah dan sifat sifat egois.

3. Moralitas pada anak 6 tahun sampai remaja

Pada masa ini baik anak laki laki maupun perempuan,

sama sama belajar untuk berperilaku sesuai dengan yang

diharapkan kelompoknya. Karena itu, sebagian besar nilai nilai

atau keadaan keadaan moral ditentukan oleh norma norma yang

terdapat dalam lingkungan kelompoknya.

Pada umur 10 sampai 12 tahun, anak dapat mengetahui

dengan baik alasan atau prinsip yang mendasari suatu peraturan.

Kemampuannya telah cukup berkembang untuk dapat membeda

bedakan macam macam nilai moral serta dapat menghungkanya

dengan situasi situasi yang berbeda beda pula. Ia telah dapat

41
menghubungkan konsep konsep moralitas mengenai kejujuran,

hak milik, keadilan, dan kehormatan.

Pada masa mendekati remaja, anak sudah mengembangkan

nilai nilai moral sebagai hasil dari berbagai pengalaman dirumah

dan hubungannya dengan anak anak lain. Sebagian nilai nilai

ini akan menetap sepanjang hidupnya dan akan mempengaruhi

perilakunya sebagaimana hal ini terjadi ketika masih anak anak.

Sebagian lain sedikit demi sedikit mengalami perubahan, seiring

dengan jalinan hubungan dengan lingkungannya yang

menimbulkan konflik. Selain itu, juga karena ada perbedaan antara

nilai nilai moral lingkungan dengan nilai nilai moral yang

sudah terbentuk.

4. Tujuan pendidikan nilai moral

Para ahli filsafat etika, seperti Emmanuel Kant ( Sutarjo

1960 : 127) menyatakan bahwa tujuan pendidikan moral yang

disampaikan secara formal di sekolah atau secara non formal oleh

orang tua, sebagai berikut : 1) Memaksimalkan rasa hormat kepada

m anusia sebagai individu. Oleh karena itu setiap perbuatan atau

tingkah laku seseorang hendaknya diarahkan demi kebaikan orang

lain se bagai tujuan akhir dan bukan sebagai alat atau demi dirinya

sendiri. 2) Sjarkawi (dalam R. J. Adisusilo Sutarjo 2006 : 127)

memaksimalkan nilai nilai moral universal, maksudnya tujuan

pendidikan moral bukan saja demi terlaksananya aturan aturan

42
yang didukung oleh otiritas masyarakat tertentu, tetapi demi

terlaksananya prinsip prinsip moral universal yang diterima dan

diakui secara universal, seperti keadilan, kebebasan dan prinsip

tiap individu manusia.

Kant ( dalam Sutarjo 2012 : 128 ) merinci tujuan

Pendidikan Moral sebagai berikut :

1. Membantu peserta didik untuk dapat mengembangkan tingkah

laku yang secara moral baik dan benar.

2. Membantu peserta didik untuk dapat meningkatkan

kemampuan refleksi secara otonom, dapat mengendalikan diri,

dapat meningkatkan kebebasan mental spiritual dan mampu

mengkritisi prinsip prinsip atau aturan aturan yang sedang

berlaku.

3. Membantu peserta didik untuk menginternalisasi nilai nilai

moral, norma norma dalam rangka mengahadapi kehidupan

konkretnya.

4. Membantu peserta didik untuk mengadopsi prinsip prinsip

universal fundamental, nilai nilai kehidupan sebagai pijakan

untuk pertimbangan moral dalam menentukan suatu keptusan.

5. Membantu peserta didik untuk mampu membuat keputusan

yang benar, dan bijaksana.

Kohlberg (1977 : 128) menjelaskan bahwa tujuan

pendidikan moral adalah mendorong perkembangan tingkat

43
pertimbangan moral peserta didik. Kematangan pertimbangan

moral harus sampai pada menjunjung tinggi nilai nilai

kemanusiaan yang universal, berdasarkan prinsip keadilan dan

persamaan serta saling menerima. Tujuan pendidikan nilai moral

disekolah adalah mengefektifkan peningkatan dan pengembangan

pertimbangan moral peserta didik. Agar tujuan tersebut tercapai

maka pendidikan nilai moral sebaiknya dilaksanakan dengan

mengembangkan suasana kehidupan konkret yang memungkinkan

setiap orang memiliki sikap respek yang mendalam keapda

sesamanya. Tujuan pendidikan moral dewasa ini, akan lebih sesuai

apabila dihubungkan dengan kondisi era globalisasi yang melanda

dunia yang melahirkan lebih banyak konflik budaya, tata nilai,

moral serta sistem sosial umat manusia, dan akhirnya mengarah

pada nilai nilai kemanusiaan yang universal.

Kohlberg mempunyai keyakinan bahwa tujuan dasar

pendidikan moral disekolah adalah membantu peserta didik

meningkatkan tingkat pertimbangan moral, pemikiran dan

penalaran moralnya. Tingkat pemikiran dan pertimbangan moral

seseorang se cara empliris sudah terbukti dapat ditingkatkan

melalui pendidikan moral dengan menggunakan pendekatan dan

metode pembelajaran yang tepat seperti diskusi dilema moral.

Berdasarkan tujuan pendidikan nasional yang tercantum

dalam GBHN dan tujuan kelembagaan sekolah serta tujuan

44
pendidikan moral yang diberikan pada tingkat sekolah dan

perguruan tinggi, maka pendidikan moral di Indonesia bisa

dirumuskan untuk sementara sebagai berikut :

Pendidikan moral adalah suatu program pendidikan

(sekolah dan luar sekolah) yang mengorganisasikan dan

menyederhanakan sumber sumber moral dan disajikan dengan

memperhatikan pertimbangan psikologis untuk tujuan pendidikan.

Dreeben (dalam Zuriah Nurul 2011 : 22) menyatakan

bahwa tujuan pendidikan moral dan akan mengarahkan seseorang

menjadi bermoral, yang penting adalah bagaimana agar seseorang

dapat menyesuaikan diri dengan tujuan hidup bermasyarakat. Oleh

karena itu, dalam tahap awal perlu dilakukan pengondisian moral

(moral conditioning) dan latihan moral (moral training).

Dewey (dalam Zuriah Nurul 2011 : 22) menyebutkan

bahwa pengertian moral dalam pendidikan moral disini hampir

sama saja dengan rasional, dimana penalaran moral dipersiapkan

sebagai prinsip berpikir kritis untuk sampai pada pilihan dan

penilaian moral (moral choice and moral judgmet) yang dianggap

sebagai pikiran dan sikap terbaiknya.

Jackson& Dreeben (dalam Zuriah Nurul 1968 : 25)

beranggapan bahwa seluruh kegiatan guru, orang tua, masyarakat

dan Negara diharapkan untuk membantu dan melakukan pelayanan

ekstra dalam membantu pencapaian tujuan pendidikan moral.

45
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah dan tujuan yang hendak dicapai,

maka bentuk penelitian ini adalah kualitatif (Maman Rahman, 1993: 145).

Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang mengahsilkan data

46
deskriptif berupa kata kata tertulis atau lisan dari orang orang dan

pelaku yang dapat diamati.

Menurut Kierl dan Miler (dalam Moleong 2010 : 4), penelitian

kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial secara

fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia pada kawasannya

sendiri, dan berhubungan dengan orang orang tersebut dalam bahasanya

dan peristilahannya.

Sejalan dengan definisi tersebut Lincoln dan Guba (1985 : 39),

yakni antologi ilmiah menghendaki adanya kenyataan kenyataan sebagai

keutuhan yang tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari konteksnya,

penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau

uraian suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap obyek

yang diteliti. Melihat penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bersifat

naturalistik. penelitian bertolak dari paradikma naturalistik bahwa kenyataan

itu berdimensi jamak, penelitian dan yang diteliti dari satu kesatuan bentuk

secara silmutan, dan bertimbal balik, tidak mungkin memisahkan sebab dan

akibat, dan penelitian ini melibatkan nilai nilai. Para peneliti mencoba

memahami bagaimana individu mempersepsi makna dari dunia sekitarnya.

Melalui pengalaman kita mengkonstruksi pandangan kita tentang dunia

sekitar, dan ini menentukan bagaimana kita berbuat.

Satori dan Komariah ( 2009 : 22 ) menjelaskan pendekatan kualitatif

adalah penelitian yang menekankan pada quality atau hal yang terpenting dari

sifat suatu barang atau jasa yang berupa kejadian/fenomena/gejala sosial.

47
Selanjutnya dikatakan, suatu penelitian kualitatif diekplorasi dan diperdalam

dari suatu fenomena sosial atau lingkungan sosial yang terdiri atas pelaku,

kejadian tempat dan waktu.

Penelitian studi kasus atau penelitian kasus (case study), adalah

penelitian tentang status penelitian yang berkenan dengan suatu fase spesifik

atau kasas dari keseluruhan personalitas. Moh Nazir (2007 : 65), penelitian

yang subyek penelitiannya dapat berupa individu, kelompok, lembaga maupun

masyarakat. Sehingga dapat memberikan gambaran secara mendetail tentang

latar belakang, sifat sifat serta karakter karakter yang khas di atas akan

dijadikan suatu hal yang bersifat umum.

Menurut Nasution (1965 : 55), studi kasua case study adalah untuk

penelitian yang mendalam tentang suatu aspek lingkungan sosial termasuk

manusia didalamnya. Case study dapat dilakukan terhadap seseorang individu,

kelompok atau suatu golongan kelompok manusia, lingkungan hidup manusia

atau lembaga sosial termasuk didalamnya. Case study dapat dilakukan

terhadap seseorang sebanyak mungkin dari informasi informasi dan data

data yang akurat. Para peneliti mencoba memahami bagaimana individu

mempersepsi makna dari dunia sekitarnya. Melalui pengalaman kita

mengkonstruksi pandangan kita tentang dunia sekitar, dan ini menentukan

bagaimana kita berbuat. Individu, kelompok atau suatu golongan kelompok

manusia, lingkungan hidup manusia atau lembaga sosial.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode penelitian kasus

merupakan sebuah metode yang digunakan untuk mengkaji secara mendalam

48
gejala gejala sosial dari suatu kasus dan mengkajinya secara mendalam dan

akurat, dan subjek penelitian tersebut dapat berupa seseorang, sekelompok

orang, atau suatu masa atau peritiwa, atau satu kesatuan kehidupan sosial.

Tujuan penelitian kasus dan penelitian lapangan adalah untuk mempelajari

secara akurat latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu

kondisi sosial, individu, kelompok, lembaga atau masyarakat yang menjadi

subyek. Karena pada dasarnya studi kasus mempelajari secara intensif

seseorang individu yang dipandang mengalami suatu kasus tertentu.

B. Prosedur Penelitian

1. Lokasi dan Subyek Penelitian

a. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Kampung Baru Dok V Atas

RT 003/004 Kelurahan Trikora Distrik Jayapura Kota Jayapura

Provinsi Papua.

b. Subyek Penelitian

Berdasarkan rancangan penelitian kualitatif dengan pendekatan

deskriptif (Maleong 1997 : 3) bahwa yang dimaksud dan dijadikan

subyek penelitian hanyalah sumber data yang dapat memberikan

sumber data yang dapat memberikan informasi atau yang dapat

membantu perluasan teori yang dikembangkan. Subyek penelitian

dapat berupa hal, peristiwa, manusia dan situasi, yang diobservasi atau

responden yang dapat diwawancara. Sumber penelitian ini merupakan

49
informasi atau data yang ditarik dan dikembangkan secara pruporsif

(Lincoln dan Guba, 1985 : 201), bergulirnya hingga mencapai titik

jenuh dimana informasi telah dikumpulkan secara tuntas. (Nasution

1998 : 32).

Berdasarkan pendapat tersebut maka yang menjadi subyek

penelitian yakni Orang Tua. Dan sumber bahan cetak (Kepustakaan)

yang meliputi : Jurnal, Buku Teks, yang berkaitan dengan masalah,

moralitas Anak.

2. Jenis dan Data Penelitian

Jenis data yang diungkapkan pada penelitian ini adalah bersifat

skematik, narasi, dan uraian juga penjelasan data dari informasi baik lisan

maupun tertulis, perilaku subyek yang diamati dilapangan juga menjadi

data dalam pengumpulan hasil penelitian ini, dan seterusnya diuraikan

sebagai berikut :

a. Rekaman audio

Dalam melakukan penelitian, peneliti merekam wawancara dengan

beberapa pihak terkait yang dianggap perlu untuk dikumpulkan

datanya, data data hasil rekaman tersebut, maka dideksripsikan

dalam bentuk transkrip wawancara.

b. Dokumentasi

Data dikumpulkan dengan berbagai sumber data yang tertulis, baik

yang berhubungan dengan masalah kondisi obyektif, dan pendukung

data lainnya.

50
3. Sumber Data Penelitian

Sumber data dalam penelitian ini, yaitu manusia sebagai

instrumen kunci, peneliti terlibat langsung dalam observasi partisipasi,

unsur informan yaitu orang tua. Serta unsur non manusia sebagai data

pendukung dalam penelitian yang dilakukan.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Tempat Penelaitian, meliputi lokasi penelitian yaitu Dok V atas RT.

003/004 Kelurahan Trikora Distrik Jayapura Kota Jayapura.

2. Dokumen, merupakan laporan laporan tertulis untuk melengkapi data

yang diperoleh dari tempat penelitian. Dokumen yang dimaksud

berupa laporan dari data sekunder.

3. Informan, pemilihan informan ini didasarkan atas subjek yang

menguasai permasalahan, memiliki data dan bersedia memberikan

data. Dalam penelitian ini yang menjadi key informan adalah : 16

Keluarga (orang tua).

4. Teknik Mendapat Informan

a. Purposive sampling

Pada bagian ini dilakukan dengan menentukan subyek atau

obyek sesuai tujuan, dengan menggunakan pertimbangan pribadi

yang sesuai dengan topik penelitian. Peneliti memilih subyek atua

obyek sebagai unit analisis kebutuhan dan menganggap bahwa unit

analisis tersebut representatif.

b. Snowball sampling

51
(Satori dan Komariah, 2009 : 48) menyatakan bahwa Snowball

sampling merupakan salah satu bentuk pengembalian sampel yang

dilakukan secara berantai, teknik penentuan sampel yang mula mula

jumlahnya kecil, kemudian memperbesar seperti bola salju yang

sedang menggelinding semakin jauh semakin besar.

5. Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan metode diatas, maka penulisan dalam penelitian ini

menggunakan teknik teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a. Observasi/Pengamatan

Nasution (1998 : 45) menyatakan bahwa, dasar dari semu ilmu

pengetahuan. Para ilmuan hanya bekerja berdasarkan data, yaitu fakta

mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui dunia observasi.

Data itu dikumpulkan dan sering dengan bantuan berbagai alat yang

sangat canggih, sehingga benda benda sedangkan yang sangat kecil

(proton dan elektron) maupun yang sangat jauh (benda ruang angkasa)

dapat di observasi dengan jelas. Sedangkan Marsall (1995 : 50)

menyatakan bahwa through onservation, the researcher learn about

behaviour ang the meaning attached to those behavior. Melalui

observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku

tersebut.

( Nawawi Hadari, 2005 : 100 ), observasi adalah pengamatan

dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala gejala yang diteliti.

Observasi dilakukan sebelum atau selama penelitian dilakukan yaitu

52
penulis meninjau secara langsung kondisi masyarakat di dok v atas

kota jayapura RT. 003/RW.004 dan proses pendidikan moral dalam

keluarga.

b. Wawancara

Menurut Moh Nazir (1998 : 234), wawancara adalah suatu

percakapan Tanya Jawab lisan dan antara dua orang atau lebih yang

duduk berhadapan secara fisik dan diarahkan pada masa tertentu.

Pengertian lain tentang wawancara adalah proses memperoleh

keterangan untuk penelitian dengan jalan tanya jawab sambil bertatap

muka antara si penanya dengan siwawancara dengan sipenjawab /

responden dengan alat yang dinamakan interview guide / pamanduan

wawancara.

Berdasarkan pengertian di atas maka teknik ini tidak

dilaksanakan dengan struktur yang ketat dan formal dengan maksud

agar informasi yang dikumpulkan memiliki ke dalam yang cukup,

maka dalam pengambilan data di Organda RT. 003/ RW. 004.

Responden yang diwawancarai adalah orang tua. Sehingga

memperoleh data yang valid tentang peran Pendidikan Moral Dalam

Keluarga Sebagai Dasar Pembentukan Warga Negara Yang baik oleh

orang tua.

c. Studi Dokumentasi

Sugiyono (2011 : 240) menegaskan bahwa dokumen merupakan

catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumen bisa berbentuk tulisan,

53
gambar atau karya karya manumental dari seseorang dokumen yang

berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life

histiries), cerita, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang

berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa, dan lain

lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat

berupa gambar patung, film dan lain lain. Studi dokumen merupakan

pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam

penelitian kualitatif. Studi dokumentasi dalam pengumpulan data

penelitian dimaksudkan sebagai cara mengumpulkan data dengan

mempelajari dan mencatat bagian bagian yang dianggap penting dan

berbagai dokumen resmi yang dianggap baik dan ada pengaruhnya

dengan lokasi penelitian.

Menurut Lincoln dan Guba (1985 : 276 277), catatan dan

dokumen ini dapat dimafnaatkan sebagai saksi dari kajian kajian

tertentu atau sebagai bentuk pertanggung jawaban. Dalam studi

dokumentasi ini, peneliti akan memanfaatkan sumber kepustakaan

berupa hasil penelitan, dan pembahasan konseptual denga peran

Pendidikan Moral dalam Keluarga sebagai dasar Pembentukkan Warga

Negara yang baik.

6. Teknik Analisa Data

Analisa data dalam penelitian kualitatif saja sebelum memasuki

data, selama dilapangan dan setelah di lapangan dalam ini Nasution (2003

: 43) menyatakan analisis telah di rumuskan dalam menjelaskan masalah,

54
sebelum terjun kelapangan, berlangsung terus sampai peneliti merampung

hasil peneliti. Dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih di fokuskan

selama proses di lapangan bersama dengan pengumpulan data.

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis data kualitatif, mengikuti konsep yang di berikan oleh Miles dan

Huberman yakni : aktivitas dalam data analisis kualitaltif di lakukan

secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas,

sampai datanya sudah jenuh, aktifitias dalam analisis data, yaitu data

reduction, data display dan conclusion drawing/verivication. Ada tiga

langka analisis diantaranya.

1) Analisis sebelum dilapangan

Penelitian kualitatif telah melakukan analisis data sebelum

peneliti memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap data hasil

studi pendahuluan, atau data sekunder yang akan digunakan untuk

menemukan fokus penelitian, dalam kaitan dengan itu maka, peneliti

telah melakukan analisis terhadap beberapa penelitian mengenai

konflik yang terjadi di papua, analisis ini diharapkan dapat

memberikan sedikit gambaran tentang masalah yang akan dikaji oleh

peneliti.

2) Analisis selama dilapangan

Analisis data dalam penelitian kualitaltif, dilakukan pada saat

pengumpulan data berlangsung, dan stelah selesai pengumpulan data

dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah

55
melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Setelah

dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melakukan

wawancara lagi, sampai pada tahap tertentu, di peroleh data yang

dianggap relevan atau kredibel.

Miles dan Huberman (1992 :34) mengemukakan bahwa aktivitas

dalam analisis data kualitatif di lakukan secara interaktif dan

berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sampai datanya

sudah jenuh, aktivitas dalam analisis data, yaitu data reducation, data

display dan conclution drawing / verivication.

Teknik analisis yang penulis gunakan untuk mengelola data

penelitian adalah model analisa interaktif seperti di jelaskan oleh Miles

dan Humerman dalam (Sutopo, 1990: 35) yaitu suatu aktifitas yang

dilakukan di lapangan atau bahkan bersama dengan proses

pengumpulan data. Dalam model analisis ini terdapat tiga komponen

yang saling berinteraksi. Untuk menelaah data dan informasi yang

sedang dan telah dikumpulkan yaitu reduksi data, sajian data dan

penarikan kesimpulan atau verifikasi. Secara operasional, peneliti tetap

bergerak diantara empat komponen (termasuk pengumpulan data),

selama proses pengumpulan data berlangsung. Mekanisme model

analisis tersebut seperti tampak pada gambar tersebut :

Pengumpulan Data

Sajian Data

Reduksi Data

56

Penarikan Kesimpulan
Gambar 1. Komponen Komponen dalam analisis data (interactive

model)

Secara operasional tentang gambar tersebut diatas dapat

dijelaskan sebagai berikut :

Miles dan Huberman (dalam Sugiyano 2008 : 45) menjelaskan

sebagai berikut :

a) Reduksi Data

Reduksi data adalah proses seleksi, penyederhanaan dan

abstraksi data kasar yang ada dalam catatan lapangan (fiel-notes)

yang berlangsung dalam pelaksanaan penelitian. Reduksi data

sudah dimulai sejak peneliti mulai mengambil keputusan tentang

pemilihan kasus, pertanyaan pertanyaan yang disajikan dan

tentang cara pengumpulan data yang dipakai. Pada saat

pengumpulan data berlangsung reduksi data berupa memusatkan

tema, membuat singkatan, memberi kode, membuat batasan

permasalahan. Dengan demikian reduksi data adalah bagian dari

analisis dalam suatu bentuk analisis yang bertugas, memperpendek,

57
fokus membuat hal hal yang tidak penting serta mengatur d ata

sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilaksanakan.

b) Sajian Data

Merupakan suatu rakitan organisasi informasi atau

kesimpulan informasi tentang Peran Pendidikan Moral dalam

Keluarga sebagai dasar Pembentukan Warga Negara yang baik.

Sehingga memungkinkan penarikan kesimpulan dapat dilakukan

dalam bentuk deskripsi hasil wawancara dari setiap informan dan

garis besar isi materi sumber dokumen.

c) Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan dan Verifikasi awal yang

dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila

tidak ditemukan data data yang kuat dalam mendukung pada

tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan dan

verifikasi yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti

bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan,

maka kesimpulano dan verifikasi yang di kumpulkan merupakan

kesimpulan dan verifikasi yang kreditabel.

58
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kelurahan Trikora merupakan kelurahan induk dari kelurahan kota

kampung yang ada di Distrik Trikora Jayapura Utara.

1. Luas Wilayah 2.811,4 Km2

59
2. Batas batas Wilayah

- Sebelah Utara berbatasan dengan Pantai Pasir putih Dok. 9

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Hutan Lindung

- Sebelah Timur berbatasan dengan Pelabuhan Kota Jayapura.

- Sebelah Barat berbatasan dengan Sumah sakit Dok II

Dengan Kelurahan Trikora merupakan barometer kampong yang

ada di Distrik Kota Jayapura, karena letaknya sangat strategis dimana

terjadi pertumbuhan Ekonomi dengan pesat dan juga merupakan pintu

gerbang antara Kota Jayapura Provinsi Papua.

3. Kependudukan (Perkembangan Penduduk Bulan Januari 2014)

Tabel IV. 1 : Jumlah penduduk menurut jenis kelamin

Kewarganegaraan L P Jumlah
WNI 4.388 3.689 16.56
WNA - - -
Jumlah 4.388 3.688 8.076
JumlahKepalaKeluarga = 3.369 KK
(Sumber : Profil Kelurahan Trikora, 2014).

Tabel VI. 2 : Jumlah Penduduk Menurut Agama

JenisKelamin
Agama Jumlah
L P
Islam 2.927 2.847 5.774

Kristen Protestan 3.995 3.992 7.987

Kristen Katolik 1.350 1.338 2.688

Hindu 41 51 92

Budha 8 11 19

60
Jumlah 8.321 8.239 16.560

(Sumber : Profil Kelurahan Trikora, 2014).

Tabel VI. 3 : Jumlah penduduk menurut usia pendidikan

JenisKelamin
JenisPendidikan KelompokUmur Jumlah
L P
TK 56 26 30 56

SD 7 12 421 404 825

SMP 13 15 488 801 1.689

SMA - - - -

P. TINGGI 19 551 302 853

Jumlah 1.886 1.537 3.423

(Sumber : Profil Kelurahan Trikora, 2014).

Table IV. 4 : Jumlah Penduduk Menurut Mobilitas/Mutasi Penduduk

JenisKelamin
Agama Jumlah
L P
Lahir 4 6 10

Meninggal 3 2 5

Pindah 11 10 21

(Sumber : Profil Kelurahan Trikora, 2014).

Komposisi Penduduk

61
Umumnya penduduk asli Papua dan penduduk pendatang saling

membaur karena telah hidup berdampingan cukup lama serta

mempergunakan bahasa Indonesia sehari hari yang bercampur dengan

bahasa daerah.

Penduduk di RW. 004 Kelurahan Trikora Distrik Jayapura Kota

Jayapura terdiri dari berbagai macam suku, antara lain :

1. Suku Papua (Jayapura, Sorong, Serui, Wamena, Nabire, Merauke,

Biak dan lain sebagainya).

2. Suku Jawa (Sunda, Madura, Jatim, Jabar).

3. Suku Sulawesi (Makassar, Toraja, Buton dan sebagainya).

4. Suku Maluku (Ambon, Ternate, Tidore, Tanimbar, Dobo).

5. Suku Sumatera (Batak, Padang, Minang, Aceh, Palembang, Nias dan

Sebagainya).

6. Suku Nusa Tenggara (Flores, Kupang, Bima, dan sebagainya).

4. Jumlah perangkat Kelurahan

a. Kepala Kelurahan : Marselus Singgamui, S.Sos

b. Sekretaris : Amos Wetipo

c. Kasie Pemerintahan : Popi Suryati

d. Kasie Kesra : Silas Ongge, SE

e. Kasie Trantib : Marthen R. Nassar, S.STP

f. Staf : - Erni Hukubun

62
- Hans Sanggenafa

- Hendrika Kambu

5. Pembinaan RT/RW

a. Ketua RT : 42 Orang

b. Ketua RW : 12 Orang

B. Analisis Hasil Penelitian dan Pembahasan

Penelitian ini dilakukan pada RW. 004 Kelurahan Trikora Distrik

Jayapura Kota Jayapura, jumlah kepala keluarga di wilayah ini berjumlah 420

kepala keluarga, sedangkan keluarga yang diteliti sebanyak 120 keluarga.

Penentuan sumber data dilakukan secara Puposive, yaitu dipilih dengan

pertimbangan dan tujuan tertentu (Sugiyono, 2011 : 299). Penelitian dilakukan

mulai tanggal 27 Maret 2014 12 Juni 2014.

1. Analisis Hasil Penelitian

Bedasarkan data yang diperoleh melalui wawancara dan

pengamatan langsung, maka dapat diperleh gambaran tentang Peran

Pendidikan Moral dalam Keluarga sebagai dasar Pembentukan Warga

Negara yang baik. Adalah dengan jalan sebagai berikut : seluruh

responden memberikan jawaban tentang peran pendidikan moral dalam

keluarga sebagai dasar pembentukan warga Negara yang baik adalah

63
dengan menekankan pada fungsi dan peran orang tua dalam lingkungan

keluarga dengan menggunakan berbagai metode. Mereka menyatakan

bahwa mereka menggunakan metode keteladanan. Alasan mereka, bahwa

seorang anak diharapkan akan bertingkah laku sesuai dengan apa yang

dilihat dan dilakukan oleh orang tuanya. Orang tua memberi keteladanan

untuk selalu berbuat baik, berkata jujur, dan berbuat adil, serta

menghormati orang lain, sehingga nantinya anak tersebut akan meniru apa

yang dicontohkan oleh orang tuanya. Contohnya jika orang tua memberi

keteladanan kepada anaknya untuk berlaku jujur dan berkata sopan, maka

anak pun akan mengikuti teladan orang tuanya. Anak yang melihat kedua

orang tuanya suka berkata bohong, kemungkinan kecil Ia dapat berlaku

jujur. Anak yang melihat kedua orang tuanya suka menipu, ia kana berlaku

demikian juga. Seorang anak yang mendengar kedua orang tuanya suka

berbicara kotor, kasar, mencela dan membicarakan aib orang lain,

biasanya sulit bagi anak untuk berbicara manis dan lembut. Seorang anak

yang sering melihat kedua orang tuanya marah dan emosional, tidak

mungkin ia akan dapat belajar menahan diri dan bersikap rasional serta

sopan kepada orang lain. Selain menggunakan metode keteladanan semua

responden menjawab mereka juga menggunakan metode kebiasaan dalam

mengajarkan pendidikan moral kepada anaknya dengan alasan bahwa

seorang anak yang terbiasa melakukan hal hal yang baik dalam keluarga,

akan terbiasa pula dalam pergaulan lingkungan yang lain, seperti

kebiasaan untuk bangun pada pagi hari, berdoa dulu sebelum makan, dan

64
rajin membaca kitab suci. Contohnya orang tua selalu memberi

kebiasaan kepada anaknya untuk rajin beribadah. Karena kebiasaan

tersebut dilakukan secara terus menerus sejak kecil maka setelah anak

tersebut beranjak dewasa ia akan terus melakukan kebiasaan yang telah

diajarkan dahulu. Seorang anak yang melihat kebiasaan orang tuanya

untuk melakukan perbuatan yang baik akan memberikan dampak yang

sangat luar biasa pada kepribadian anak. Dengan keteladanan, dan

bimbingan yang dilakukan oleh orang tua jiwa anak akan tenang dan

stabil, dalam mengajarkan anak tentang ajaran moral dan agama terdapat

pelajaran yang dapat diambil yaitu melatih disiplin anak. Dan yang

terpenting, bahwa agama dapat mencegah perbuatan keji dan dosa. Anak

akan tumbuh dan berkembang diatas kebaikan yang terdidik jika ia melihat

langsung kebiasaan dari orang tuanya. Sebaliknya, jika tidak diberikan

kebiasaan buruk yang akan merusak masa depannya.

Menurut responden bahwa mereka juga menggunakan metode

nasehat dalam mendidik anaknya. Mereka menggunakan metode nasihat

agar anaknya dapat mengingat apa yang dinasihatkan oleh orang tuanya,

sehingga setiap ia akan berbuat sesuatu ingat kembali pada nasihat orang

tuanya. Contohnya orang tua memberi nasihat kepada anaknya untuk tidak

melakukan perbuatan yang tidak baik, maka ketika dia di ajak untuk

melakukan sesuatu yang negative, ia akan mengingat nasihat orang tuanya

sehingga anak tersebut tidak jadi melakukan perbuatan negative. Nasihat

orang tua kepada anaknya, akan membentuk kepribadian anak,

65
mempersiapkannya secara moral, psikis. Sebab, nasihat sangat berperan

dalam menjelaskan kepada anak tentang segala hakikat baik dan buruk,

benar dan salah serta akan menghiasinya dengan moral yang mulia. Untuk

pengawasan responden mengatakan bahwa ia juga melakukan

pengawasan. Alasan mereka bahwa perilaku seorang anak dapat

diperhatikan dan dikontrol oleh orang tua. Contohnya orang tua memberi

pengawasan kepada anaknya dengan siapa ia berteman dan bergaul dalam

kehidupan sehari hari. Orang tua sebaiknya memperhatikan teman

teman dalam bergaul anak, sebab baik dan buruknya tingkah laku anak

ditentukan juga oleh teman pergaulannya.

Hal yang sangat perlu diketahui dan disadari oleh orang tua

bahwa pengawasan tidak terbatas pada satu atau dua aspek pembentukan

moral anak, tetapi ia juga mencakup berbagai segi seperti keimanan,

intelektual, mental, fisik, psikis, juga sosial kemasyarakatan. Kemudian

dalam pengawasan yang pokok adalah kontribusi orang tua secara terus

menerus. Dengan adanya kontribusi orang tua seorang anak akan merasa

dekat dengan orang tuanya.

Kapan pendidikan moral diajarkan kepada anak, responden lain

juga mengatakan pendidikan moral harus diberikan sedini mungkin ketika

anak tersebut mulai mengenal lingkungan sekitarnya. Hal ini berarti

seroang ibu dan bapak harus merencanakan cara untuk mendidik buah hati

(anaknya) nanti, sebab anak merupakan titipan dari Tuhan yang harus di

didik, dirawat dan dijaga sebaik mungkin, sebab jika orang tua tidak

66
menjaga dan merawat anak yang merupakan titipan Tuhan maka secara

tidak langsung orang tua sudah berdosa kepada Tuha.

Menurut responden di dalam kehidupan berkeluarga yang paling

bertanggung jab dalam mendidik anak adala orang tua, guru, orang yang di

tua tuakan didalam keluarga dan semua anggota masyarakat, menurut

responden bahwa orang yang paling bertangung jawab dalam mendidik

moral anak adalah pertama, orang tua karena orang tualah yang paling

dekat dengan anaknya, ke-dua, keluarga terdekat, ketiga guru sebaba mulai

anak tersebut menginjak bangku pendidikan maka disitulah peran guru

untuk mendidik dan membina anak didiknya di sekolah. Karena ketika

suatu generasi mengalami degradasi moral maka salah satu pihak yang

akan disalahkan adalah lembaga pendidikan (guru), dan keempat,

masyarakat atau lingkungan dimana anak tersebut dibesarkan. Lingkungan

juga turut mempengaruhi kepribadian dan mental seorang anak.

Hambatan yang dirasakan oleh seluruh responden dalam

menamakan pendidikan moral kepada anak adalah sebagai berikut :

a) Dari metode keteladanan adalah kadang kadang orang tua dalam

bertingkah laku tidak selalu memberi teladan yang baik akibatnya anak

tersebut menuruti teladan yang tidak baik tersebut.

b) Dari metode kebiasaan adalah biasanya orang tua tidak selalu

memberikan kebiasaan yang baik. Misalnya orang tua sering

membentuk atau berbicara kasar didepan umum maka anak akan

mengikuti kebiasaan orang tuanya.

67
c) Dari metode nasihat adalah terkadang anak tidak menuruti nasihat

orang tua bahkan suka membantahnya. Misalnya orang tua memberi

nasihat jangan melawan terhadap orang tua, akan tetapi anak tersebut

tetap saja melawan terhadap perintah dari orang tua.

d) Dari metode pengawasan adalah bahwa orang tua disibukkan dengan

profesinya diberbagai bidang pekerjaan, sehingga anak tidak mendapat

pengawasan penuh dari orang tuanya. Misalnya ketika orang tua pergi

bekerja orang tua tidak dapat mengawasi anak sepenuhnya, dan orang

tua tidak tahu anak bermain dengan siapa.

e) Orang tua terkadang tidak menyadari pentingnya pendidikan moral

terhadap anak anaknya. Lama waktu yang digunakan dalam

memberikan pendidikan moral tidak ditentukan lamanya. Sedangkan

waktu khusus yang digunakan adalah waktu diskusi keluarga,

beribadah bersama. Akan tetapi kadang kadang kalau orang tua

baekerja, waktu tersebut tidak digunakannya.

Upaya pendidikan moral orang tua suka bercerita tentang

keteladanan dari Tuhan yesus. Orang tua memilih cerita keteladanan

Tuhan, karena mereka menyadari keteladanan yang terbaik ada dalam diri

Tuhan Yesus. Orang tua mengharapkan bahwa dalam diri anak akan

tumbuh sifat sifat mulia yang nantinya akan membentuk moral dan ahlak

yang baik. Materi yang diberikan dalam memberikan pendidikan moral

responden menjawab bahwa mereka menekankan pada materi yang

berkaitan agama. Dengan alasan bahwa ajaran moral itu bersumber dari

68
agama. Mereka mencontohkan bagaimana dalam agama seorang anak

diperintahkan harus berbakti kepada orang tuanya, kemudian juga seorang

anak itu harus diajarkan tentang rajin beribadah dan membaca Alkitab.

Responden menyadari bahwa dalam mengajarkan sesuatu kepada anak

anaknya harus bersumber dari nilai nilai yang berasal dari agama.

Sebagaimana kita ketahui bahwa gama merupakan sarana yang

menghubungkan kita dengan sang pencipta. Agama memberikan arah dan

tujuan dalam kehidupan ini. Begitu juga dengan orang tua yang selalu

bekerja diberbagai bidang pekerjaan namun tidak lupa untuk menjalankan

agamanya, maka mereka pun mengambil materi pendidikan moral yang

bersumber dari agama. Orang tua khawatir sekali kalau materi yang

diambil berasal dari sumber yang tidak jelas sehingga bertentangan dengan

ajaran agama. Sedangkan materi yang diambil dalam pendidikan moral

berasal dari pengetahuan orang tua yang di dukung oleh pengalaman

dalam kehidupan sehari hari. Alasan mereka dapat dipahami karena

sebagai orang tua sibuk dan sering sekali mereka tidak membaca buku

untuk memberikan pendidikan moral terhadap anaknya. Sebagai orang tua

yang sibuk dengan pekerjaannya baik itu, PNS maupun swasta tidak ada

waktu untuk membaca buku tentang pendidikan moral, akan tetapi

sewaktu waktu melalui dialog dan diskusi dengan rekan rekan kerja

mereka saling tukar pendapat mengenai bagaimana cara yang efektif

dalam memberikan pendidikan moral terhadap anak. Bahkan selain dari

dialog dan diskusi tersebut, para orang tua suka mengambil materi

69
pendidikan moral dari ceramah ceramah atau khotbah yang diberikan di

Gereja atau Masjid. Maka dari hasil tukar pendapat dengan sesame rekan

kera dan hasil ceramah para orang tua, pendeta, maupun ustad tersebut

mendapat pelajaran tentang pendidikan moral yang nantinya akan

diajarkan kepada anak anaknya. Jadi materi yang digunakan oleh orang

tua dalam memberikan pendidikan moral menekankan pada materi yang

berasal dari agama yang diambil dari pengalaman dalam kehidupan sehari

hari.

2. Pembahasan Hasil Penelitian

a. Pendidikan moral penting bagi keluarga

Pentingnya pendidikan moral dalam ruang lingkup keluarga

merupakan factor yang penting dalam perkembangan emosi anak. Pola

mendidik yang dilakukan oleh orang tua seharusnya tidak mendikte

anak, tetapi memberi keteladanan. Tidak mengekang anak dalam

melakukan hal yang positif, menghindari kekerasan dalam rumah

tanggal sehingga tercipta suasana rumah yang aman dan nyaman. Serta

menanamkan dasar dasar agama pada proses pendidikan. Karena,

dengan menerapkan nilai nilai keagaman dapat membentengi anak

dari pengaruh buruk apapun dan dari manapun. Bagaimanapun

pendidikan anak adalah tanggung jawab keluarga.

Permasalahannya adalah bagaimana keluarga memberikan

kontribusi pada pendidikan moral. Untuk dapat memberikan

70
kontribusi pada pendidikan moral, maka harus berangkat dari kondisi

real keluarga. Ada keluarga yang sudah cukup harmonis, ada keluarga

bermasalah, dan ada keluarga gagal. Meskipun demikian ada beberapa

syarat mutlak yang harus dimiliki keluarga apabila mau memberi

pendidikan moral secara efektif. Syarat tersebut adalah komitmen

bersama untuk memperhatikan anak anaknya, keteladanan, dan

komunikasi aktif.

Pendidikan moral penting diajarkan dalam keluarga karena

merupakan sesuatu yang mutlak dan harus diajarkan/dilakukan orang

tua karena dari sinilah anak mulai bersosialisasi dan mentransfer

segala informasi, kata kata, dan perbuatan dan dijadikannya

pedoman utama bagi perjalanan hidupnya. Keluarga merupakan

lembaga terkecil dari masyarakat atau warga Negara suatu bangsa.

Tanpa pengajaran moral bagi anak anak sebuah keluarga pasti akan

kacau, oleh karena itu pendidikan moral menurut saya adalah penting

dan utama sebagai bagian yang tak terpisahkan dari keyakinan atau

iman percaya.

Jika seseorang telah memiliki dasar pendidikan moral yang

luhur dalam keluarga, maka akses pergaulan anak tersebut akan

terkendali dari pengaruh pengaruh negative yang berkembang dalam

masyarakat karena pendidikan moral itu merupakan landasan untuk

membentuk kepribadian anak dan membentuk cara berpikir yang

71
mengarah kepada hal hal yang positif. Dengan demikian peran

keluarga dalam pendidikan moral sangatlah besar.

Seperti diketahui bahwa pendidikan dapat dikelompokkan

menjadi tiga jenis, yaitu pendidikan informal, pendidikan formal, dan

pendidikan non formal. Pendidikan formal biasanya sangat terbatas

dalam memberikan pendidikan moral. Hal ini disebabkan oleh,

masalah formalitas hubungan antara guru dan siswa. Pendidikan non

formal dalam perkembangannya saat ini tampaknya juga sangat sulit

memberikan perhatian besar pada pendidikan moral. Hal ini

berhubungan dengan proses transformasi budaya yang sedang terjadi

dalam masyarakat kita.

Pihak yang masih dapat diharapkan adalah pendidikan

informasl yang terjadi dalam keluarga. Permasalahannya sekarang

adalah nilai moral manakah yang dapat ditanamkan dalam keluarga.

Terkait dengan masalah tersebut, menurut Muslich Masnur (2011 :

94), setidaknya ada empat nilai yang dapat ditanamkan dalam

keluarga.

Pertama, nilai kerukunan. Kerukunan merupakan salah satu

perwujudan budi pekerti. Orang yang memiliki moral tentu lebih

menghargai kerukunan dan kebersamaan dari pada perpecahan. Jika

dlam keluarga sudah sejak dini ditanamkan nilai nilai kerukunan itu

dan anak dibiasakan menyelesaikan masalah dengan musywarah maka

72
dalam kehidupan di luar keluarga mereka juga akan terbiasa

menyelesaikan masalah berdasarkan musyawarah.

Kedua, nilai ketakwaan dan keimanan. Ketakwaan dan

keimanan merupakan pengendali utama budi pekerti. Seseorang yang

memiliki ketakwaan dan keimanan yang benar dan mendasar terlepas

dari apa agamanya tentu akan mewujudkannya dalam perilaku dirinya.

Dengan demikian sangat tidak mungkin jika seseorang memiliki kadar

ketakwaan dan keimanan yang mendalam melakukan tindakan

tindakan yang menunjukkan bahwa dirinya itu memiliki budi pekerti

yang sangat hina.

Ketiga, nilai toleransi. Yang dimaksud toleransi disini

terutama adalah mau memperhatikan sesamanya. Dalam keluarga

nilai toleransi ini dapat ditanamkan melalui proses saling

memperhatikan dan saling memahami antara anggota keluarga. Jika

berhasil, tentu hal itu akan terbawa dalam pergaulannya.

Keempat, nilai kebiasaan sehat. Yang dimaksud kebiasaan

sehat dan mengarah pada pembangunan diri lebih baik dari sekarang.

Penanaman kebiasaan pergaulan sehat ni tentu saja akan memberikan

dasar yang kuat bagi anak dalam bergaul dengan lingkungan

sekitarnya.

Nilai
Kerukunan

73
Nilai 4 Nilai yang dapat Ditanam Nilai
Budaya dalam Keluarga Ketakwaan
Sehat
Gambar 4.1 Empat nilai yang dapat ditanamkan dalam Keluarga.

Norma Norma yang ada dalam masyarakat :

1. Norma Agama

Indonesia memang bukan merupakan Negara Agama,

akan tetapi hamper seluruh penduduknya beragama. Oleh karena

itu, norm agama merupakan salah satu norma yang berlaku

didalam masyarakat kita. Norma agama itu sendiri merupakan

peraturan peraturan yang bersumber langsung dari Tuhan Yang

Maha Esa, bias berupa perintah perintah ataupun larangan

74
larangan. Norma ini seharusnya ditaati bagi siapa aja yang

mengaku dia beragama, pelanggaran terhadap norma ini akan

mendapatkan siksa diakhirat kelak.

Contoh contoh dari norma agama antara lain :

Taat dalam menjalankan ibadah, menghormati orang orang yang

lebih tua, menghargai orang orang yang lebih muda, tidak boleh

berdusta (berkata bohong), tidak boleh mencuri barang milik orang

lain.

2. Norma Kesusilaan

Salah satu dari berbagai macam norma yang berlaku

umum di masyarakat kita adalah norma kesusilaan. Norma ini

munculnya dari hari sanubari yang paling dalam seorang manusia.

Parameter dari norma kesusilaan adalah ahlak, jika seseorang

memiliki ahlak yang baik tentu dia mentaati norma kesusilaan

dengan baik, dan juga sebaliknya. Pelanggaran terhadap norma

kesusilaan adalah perasaan menyesal yang amat sangat dari hati

yang paling dalam. Norma ini berlaku umum dan universal, artinya

tiap tiap manusia dapat menerimanya.

Berbuat baik terhadap setiap orang, selalu berbicara jujur

dan tidak berdusta, menjalankan perintah orang tua, tidak berbuat

curang atau menipu, tidak mencuri barang milik orang lain.

3. Norma Kesopanan

75
Tidak bias dipungkiri lagi jikalau kehidupan masyarakat

Indonesia takkan pernah lepas dari norma kesopanan yang berlaku

dimasyarakatnya. Nomra kesopanan itu sendiri memiliki arti aturan

aturan yang berlaku dimasyarakat yang dibuat oleh masyarakat

itu sendiri sehingga akan tercipta masyarakat yang saling

menghormati satu sama lain. Pelanggaran terhadap norma ini akan

sangat merugikan karena orang tersebut akan dicela bahkan

dikucilkan oleh masyarakat, hal ini dikarenakan norma ini

bersumber dari keyakinan masyarakat itu sendiri.

Contoh contoh dari norma kesopanan antara lain :

Berpakaian sopan ditengah masyarakat, berbicara sopan kepada

orang tua, membuang sampah pada tempatnya, tidak berbicara

ketika makan, tidak meludah disembarang tempat.

4. Norma Kebiasaan

Macam macam norma yang berlaku didalam masyarakat

Indonesia lainnya adalah norma kebiasaan. Norma ini muncul

akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh masyarakat secara

berulang ulang dan dalam bentuk yang sama sehingga

menjadikannya suatu kebiasaan. Jika ada orang yang tidak

melakukannya, maka orang tersebut dianggap aneh oleh

masyarakat setempat. Jika norma ini dilakukan secara terus

menerus dan oleh masyarakat yang lebih luas, bukan tidak

mungkin norma ini menjadi suatu budaya bangsa.

76
Contoh contoh dari norma kebiasaan antara lain :

Mudik ketika menjelang lebaran, kegiatan kegiatan selamatan,

syukuran kelahiran bayi, upacara upacara adat istiadat, kegiatan

kegiatan adat.

5. Norma Hukum

Indonesia adalah Negara hukum, sehingga tiap tiap

warganya menjunjung tinggi norma hukum yang berlaku. Norma

hukum sendiri memiliki arti peraturan peraturan yang dibuat oleh

lembaga Negara yang berwenang untuk mengikat setiap warganya

agar senantiasa taat pada hukuman, bias berupa penjara, denda

maupun hal hal lainnya. Satu hal yang istimewa dari norma

hukum adalah sifatnya yang memaksa.

Contoh contoh norma hukum antara lain :

Berbuat korupsi akan mendapatkan hukuman, membunuh orang

lain akan mendapatkan hukuman, melanggar ketertiban umum

akan mendapatkan hukuman, berbuat terror akan mendapatkan

hukuman, menipu orang lain akan mendapatkan hukuman.

Pada dasarnya munculnya norma norma tersebut adalah baik

yaitu untuk mengatur kehidupan manusia menjadi lebih baik lagi.

Jadi, sudah sepatutnya kita senantiasa taat menjalani kelima

macam norma yang berlaku tersebut, yaitu norma agama, norma

kesusilaan, norma kesopanan, norma kebiasaan, dan norma hukum.

77
Semoga dengan ketaatan kita kepada norma norma tersebut,

Negara ini akan mejadi Negara yang aman, tertib dan tentram.

b. Proses Penyelenggaraan Pendidikan Moral Dalam Keluarga

Proses pendidikan moral dalam keluarga akan dimulai dengan

melihat orang yang akan di teladani. Metode keteladanan di anggap

paling efektif dan efisien dilakukan dengan alasan bahwa metode

tersebut dapat di serap secara langsung oleh seorang anak. Anak akan

dapat mencontoh perilaku sehari hari dari orang tua. Penulis

berpendapat bahwa memang metode keteladanan sangat efektif dan

efesien dalam memberikan pendidikan moral terhadap anak.

Dalam mendidik anak, responden menggunakan metode

keteladanan dengan harapan metode tersebut akan memberikan

pengaruh yang sangat kuat dalam pembentukan moral anak. Seorang

anak akan meniru perbuatan orang tuanya dalam kehidupan sehari

hari. Apabila orang tua memberikan contoh yang baik maka perilaku

anak tersebut dengan sendirinya akan baik, namun sebaliknya apabila

orang tua memberikan contoh yang buruk maka dengan sendirinya

perilaku anak tersebut akan buruk.

Jawaban responden di atas didukung oleh teori yang di tulis

oleh Abudllah Nashih Ulwan (1992 : 11) bahwa : Keteladanan dalam

pendidikan merupakan bagian dari sejumlah metode paling ampuh dan

efektif dalam mempersiapkan dan membentuk anak secara moral,

spiritual, dan sosial. Apabila melihat pandangan tersebut diatas,

78
penulis sangat setuju dengan metode keteladanan. Keteladanan

merupakan suatu metode yang cukup efektif dan efisien dibandingkan

dengan beberapa metode lainnya. Sebab dengan keteladanan seroang

anak akan mencontoh orang tua secara ideal. Melalui pendidikan

keteladanan untuk menumbuhkan moral diharapkan anak akan

bertumbuh menjadi warga Negara yang baik.

Jadi, latihan latihan keagamaan yang menyangkut ibadah,

seperti sembahyang, doa, membaca kitab suci, harus dibiasakan sejak

kecil, sehingga lambat laun akan tumbuh rasa senang melakukan

ibadah tersebut. Anak dibiasakan sedemikian rupa, sehingga dengan

sendirinya akan terdorong untuk melakukannya, tanpa suruhan dari

luar, tapi dorongan dari dalam, karena pada dasarnya prinsip dalam

suatu agama tidak ada paksaan, tapi ada keharusan pendidikan yang

dibebankan kepada orang tua dan guru atau orang yang mengerti

agama.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

79
1. Peran keluarga sangat penting dalam memberikan pendidikan moral

karena anak belajar banyak hal dalam keluarga belajar berbagai, bekerja

sama, menghormati orang lain, aturan aturan, nilai nilai agama dan

memperoleh pendidikan dasar didalam keluarga yang tidak menanamkan

disiplin dan aturan didalam keluarga menghasilkan anak anak yang tidak

disiplin.

2. Proses penyelenggaraan pendidikan moral dalam keluarga melalui

pendidikan dan keteladanan. Pendidikan dan keteladanan mampu

menumbuhkan moral anak menjadi warga negara yang baik.

B. Saran

1. Orang Tua

Orang tua sebaiknya menciptakan suasana harmonis dalam keluarga

sehingga nilai nilai seperti nilai kerukunan nilai keimanan dan

ketakwaan, nilai keteladanan dan nilai kebiasaan sehat dapat tumbuh dan

berkembang.

2. Guru

Bukan hanya guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan

Agama yang bertanggung jawab terhadap pendidikan karakter tetapi

semua guru bidang studi mempunyai kewajiban moral untuk

menyampaikan pendidikan karakter melalui mata pelajaran masing

masing kepada siswa siswi di sekolah.

80
DAFTAR PUSTAKA

Amrullah Amin, Panduan Menyusun Proposal, Skripsi, Tesis & Disertasi, Jakarta
: Smart Pustaka. 2013.

Daradjat, Zakiah, Membina Nilai Nilai Moral di Indonesia, Jakarta : Bulan


Bintang, 1985.

Gunarsa D. Singgih, Psikologi Perkembangan, Jakarta : Libri, 2012.

81
Hurlock, E. B. Perkembangan Anak Jilid I, PT. Aksara Pratama, 1995.

Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab, Jakarta, 2013.

Licoln dan Guba, Naturalistic Inquiry. California : Sage Publications, 1985.

Moleong, Lexy, J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Rosada Karya, 2010.

M. I. Soelaeman, Pendidikan dalam Keluarga, Diklat Kuliah, 1978.

Miles, H. B. Dan Huberman, A. M. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber


Tentang Metode Metode Baru. Jakarta : UI Press, 1992.

Maramis. Pendidikan Nilai di Sekolah Katolik, Dioma. 1994.

Magnis Suseno, F. Etika Jawa. Sebuah Analisis Falsafi Tentang Kebijaksanaan


Hidup Jawa. Jakarta : Penerbit PT. Gramedia. 1987.

Muslich Masnur, Pendidikan Karakter. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011.

Mulyono. Bambang, Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja dan


Penanggulangannya : Jakarta : Kanisius, 1984.

Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gadjah Mada


University Press. 2005.

Nasution. S. Hadari, Metode Penelitian. Jakarta Galia Indonesia 1965.

Nasir. M. Metode Penelitian Sosial. Jakarta : Karunika, 2007.

Nurdin. Muslim. Moral dan Kognisi Islam, Bandung : Alfabeta, 199.

Poerwadarminta W. J. S. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta : PN Balai Pustaka,


19984.
Rachman, Maman. Implementasi Pendidikan Budi Pekerti Dalam Keterpaduan
Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta, 1993.

R. J. Adisusilo Sutarjo, Pembelajaran Nilai Karakter, Jakaarta : PT. Raja


Grafindo Persada. 2012.

Sudardja. Adiwikarta, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : Proyek Pengembangan


Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Tersedia, 1998.

Sagala Syaiful, Etika dan Moralitas Pendidikan, Jakarta : Kencana, 2013.

82
Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo
Persada,2003.

Satori, D & Komariah, A. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Alfabeta,


2010.

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, Bandung : Alfabeta, 2011.

Soetaprowiro. Koernitmanto, Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian


Indonesia. Jakarta : Gramedia 1996.

Tafsir, Ahmad, Metode Khusus Pendidikan Agama Islam. Bandung : CV. 1992.

Ulwan, Abdullah Nashih, Pendidikan Anak Dalam Islam, Jakarta : Amani


Pustaka, 2002.

Undang Undang Dasar 1945.

Undang Undang No. 20. Tentang Sistem Pendidikan Nasional 2003.

Zuriah Nurul, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Persepktif Perubahan,
Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2011.

A. D. Agustina, Tesis. Pasca Sarjana Universitas Cenderawasih Jayapura, 2013.

Sumber dari Internet :

http://jurnal.upi.edu/file/MODEL_PENDIDIKAN_NILAI_MORAL_KOKOM.pd
f),/04 12 Agustus 2016

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/B1JURNAL%20KEPENDIDIKAN-
LEMLIT%20UNY.pdf//132304487 12 Agustus 2016

Ahmad K. Djahuri, dkk (1996) Dasar dan Konsep Pendidikan Moral. Jakarta :
Depdikbud Dikti.

Anto Dayan, 1971. Pengantar Statistik, Jakarta : LP3S.

Bertens. K (2000) Etika. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

C.S.T. Kansil (1983). Pendidikan Moral Dalam Beberapa Pendekatan. Jakarta.


Depdikbud Dikti.

83
Durkheim. E. (1990) Pendidikan Moral (Suatu Studi Teori Dan Aplikasi
Sosiologi Pendidikan) Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama.

Frans Magnis Suseno (1987). Etika Dasar Masalah Masalah Pokok filsafat
Moral. Yogyakarta : Kanisius.

---------------- (1988). Etika Jawa (Sebuah Analisa Filsofi Tentang Kebijaksanaan


Hidup Jawa). Jakarta : PT. Gramedia.

---------------- (2001) Kuasa Dan Moral. Jakarta : PT. Gramedia.

84

Anda mungkin juga menyukai