BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ginjal
2.1.1 Anatomi Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya
menghadap ke medial. Cekungan ini disebut sebagai hilus renalis, yang di
dalamnya terdapat apeks pelvis renalis dan struktur lain yang merawat ginjal,
seperti pembuluh darah, sistem limfatik, dan sistem saraf.
Besar dan berat ginjal sangat bervariasi; hal ini tergantung pada jenis
kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Dalam hal ini, ginjal
lelaki relatif lebih besar ukurannya daripada perempuan. Pada orang yang
mempunyai ginjal tunggal yang didapat sejak usia anak, ukurannya lebih besar
daripada ginjal normal. Pada autopsi klinis didapatkan bahwa ukuran rerata ginjal
orang dewasa adalah 11,5cm (panjang) x 6cm (lebar) x 3.5cm (tebal). Beratnya
bervariasi antara 120 170 gram, atau kurang lebih 0.4 % dari berat bedan
(Purnomo, 2011).
terjadi trauma ginjal. Selain itu, fasia Gerota dapat pula berfungsi sebagai barrier
dalam menghambat penyebaran infeksi atau menghambat metastasis tumor ginjal
ke organ di sekitarnya. Di luar fasia Gerota terdapat jaringan lemak
retroperitoneal yang terbungkus oleh peritoneum posterior. Rongga di antara
kapsula Gerota dan peritoneum ini disebut rongga pararenal (Purnomo, 2011),
Di sebelah posterior, ginjal dilindungi oleh berbagai otot punggung yang
tebal serta tulang rusuk ke XI dan XII, sedangkan di sebelah anterior dilindungi
oleh organ intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon, dan
duodenum; sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pancreas,
jejenum, dan kolon (Purnomo, 2011).
2.2.2 Epidiomologi
Frekuensi cedera ginjal tergantung pada populasi pasien yang
dipertimbangkan. Trauma ginjal menyumbang sekitar 3% dari seluruh penerimaan
trauma dan sebanyak 10 % dari pasien yang mempertahankan trauma abdomen.
Dengan menggunakan Nasional Trauma Data Bank, Grimsby et al.
mengulas data cedera ginjal anak untuk menentukan mekanisme cedera dan
kelas, demografi, perawatan, dan pengaturan perawatan. Sebagian besar trauma
ginjal pada anak-anak ditemukan pada kelas rendah (79%) dan ditemukan trauma
tumpul (>90%). Cedera usia rata-rata adalah 13.7 tahun, yaitu 94% dari pasien
adalah berusia 5 sampai 18 tahun. Hanya 12% dari pasien dirawat di rumah sakit
2.2.3 Etiologi
Cedera ginjal dapat terjadi secara:
a) Langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang.
b) Tidak langsung, yaitu merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan
ginjal secara tiba - tiba di dalam rongga retroperitoneum.
Jenis cedera yang mengenai ginjal dapat merupakan cedera tumpul, luka
tusuk, atau luka tembak. Goncangan ginjal di dalam rongga retroperitoneum
menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika
intima arteri renalis. Robekan ini akan memacu terbentuknya bekuan darah yang
selanjutnya dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta cabang-
cabangnya. Cedera ginjal dapat dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainan
pada ginjal, seperti hidronefrosis, kista ginjal atau tumor ginjal (Purnomo, 2011).
2.2.4 Klasifikasi
Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal
dibedakan menjadi:
a) cedera minor.
b) cedera mayor.
c) cedera pada pedikel atau pembuluh darah ginjal.
Pembagian sesuai dengan skala cedera organ (organ injury scale) cedera
ginjal dibagi dalam 5 derajat sesuai dengan penemuan pada pemeriksaan
pencitraan maupum hasil eksplorasi ginjal. Sebagian besar (85%) trauma ginjal
merupakan cedera minor (derajat I dan II), 15% merupakan cedera mayor (derajat
III dan IV), dan 1% merupakan cedera pedikel ginjal (Purnomo, 2011).
Klasifikasi trauma ginjal menurut Sargeant dan Marquadt yang
dimodifikasi oleh Federle :
2.2.6 Komplikasi
Jika tidak mendapatkan perawatan cepat dan tepat, maka trauma mayor dan
trauma pedikel sering menimbulkan perdarahan yang hebat dan berakhir dengan
kematian. Terdapat beberapa komplikasi awal setelah cedera yaitu :
a) Delayed bleeding.
b) Urinary leakage.
c) Abses perirenal.
Dikemudian hari pasca cedera ginjal dapat menimbulkan komplikasi
lanjutan yaitu :
a) Hidronefrosis.
b) Pielonefritis kronis.
c) Hipertensi.
d) Fistula arteriovenosa.
e) Urolithiasis (Purnomo, 2011).
2.2.7 Diagnosis
Penilaian awal pada pasien trauma ginjal harus meliputi jalan nafas,
mengkontrol perdarahan yang tampak. Pada banyak kasus, pemeriksaan fisik
dilakukan sesuai dengan kondisi pasien. Apabila trauma ginjal dicurigai maka
harus dilakukan evaluasi lebih lanjut:
1) Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Indikasi yang memungkinkan bahwa terjadinya trauma ginjal meliputi
mekanisme deselerasi yang cepat seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan
bermotor dengan kecepatan yang laju, atau trauma langsung pada region flank.
Riwayat penyakit sebelumnya harus digali, apakah adanya disfungsi
organ sebelum terjadinya trauma dan adanya riwayat penyakit ginjal sebelumya
yang dapat memperberat trauma (Cachecho et al., 1994). Hidronefrosis, batu
ginjal, kista, atau tumor telah dilaporkan dapat menimbulkan komplikasi yang
berat (Sebasti et al., 1999).
Pemeriksaan fisik adalah suatu pemeriksaan yang harus dilakukan pada
pasien trauma. Stabilitas haemodinamik merupakan faktor utama dalam
pengelolaan semua trauma ginjal. Vital sign harus dicatat untuk mengevaluasi
pasien (Summerton et al., 2014).
Pada pemeriksaan fisik harus dinilai adanya trauma tumpul atau trauma
tembus pada region flank, lower thorax, dan abdomen atas. Pada luka tembus,
panjang luka tidak menggambarkan secara akurat kedalaman penetrasi. Penemuan
seperti hematuria, jejas, dan nyeri pada daerah pinggang, patah tulang iga bawah,
atau distensi abdomen dapat dicurigai adanya trauma pada ginjal (Summerton et
al., 2014).
Kecurigaan adanya cedera ginjal jika terdapat :
a) Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut
...................bahagian atas dengan disertai nyeri ataupun didapati adanya jejas pada
...................daerah tersebut.
b) Hematuria
c) Fraktur kosta sebelah bawah (T8-T12) atau fraktur prosesus spinosus
...................vertebra.
2.2.8 Penatalaksanaan
Kebutuhan untuk eksplorasi ginjal dapat diprediksi dengan jenis cedera,
kebutuhan transfusi, darah urea nitrogen, dan kadar kreatinin, serta grade cedera
(Shariat et al., 2008). Namun, manajemen cedera ginjal mungkin dipengaruhi oleh
keputusan untuk mengeksplorasi atau mengamati luka di abdominal.