Anda di halaman 1dari 4

LANDASAN TEORI

1. Pengertian Kematian
Kata mati berarti tidak ada, gersang, tandus, kehilangan akal dan hati nurani, kosong,
berhenti, padam, buruk, lepasnya ruh dari jasad (QS. 2:28; 2:164; 33:52; 6:95).
Pengertian mati yang sering dijumpai dalam istilah sehari-hari adalah:
1. Kemusnahan dan kehilangan total dari jasad.
2. Terputusnya hubungan roh dan badan.
3. Terhentinnya budi daya manusia secara total.
Berdasarkan dua pengertian di atas apabila dikaji dengan keterangan-keterangan yang
bersumber dari agama (Islam) maka kematian bukanlah kemusnahan atau terputusnya
hubungan. Kematian hanyalah terhentinya budi daya pada alam pertama lalu
dilanjutkan dengan kehidupan di alam kedua. Agama menggambarkan hubungan
antara alam dunia dengan alam akhirat. Tindakan yang dilakukan di dunia akan
berdampak dengan kehidupan di akhirat nantinya dengan kata lain manusia pada alam
dunia memiliki tanggung jawab. Hal ini dijelaskan dalam sabda Nabi Muhammad saw
sebagai berikut:
Apabila anak Adam telah mati, terputuslah daripadanya budi dayanya kecuali tiga
perkara: sedekah jariyah, ilmu yang berguna. Atau anak saleh yang mendoakan
kebaikan bagi kedua orang tuanya.
Demikian pula firman Allah swt.:
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang yang gugur di jalan Allah (bahwa
mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu itu tidak
menyadarinya. (QS. 2:54)
2. Proses Kematian (Sakaratul Maut)
Proses kematian seseorang berbeda, mulai dari meninggal dengan tenang sampai
dengan meninggal karena bencana alam atau kecelakaan. Demikian pula dengan sikap
batin, manusia mengalami kematian bermacam-macam. Menurut ukurang agama ada
orang yang mati dalam keadaan beriman atau sebaliknya. Semuanya mempunyai
penilaian erhdap dimensi agamanya. Dalam Islam seseorang yang mati syahid
kedudukannya akan berbeda dengan orang yang mati bukan syahid.
Proses kematian manusia tidak dapat duagambarkan dengan jelas karena menyangkut
segi fisik dan segi rohani. Dari segi fisik seseorang yang meninggal dapat diketahui
apabila pernapasan dan denyut jantungnya berhenti. Dari segi rohani merupakan
lepasnya roh manusia dari jasadnya. Proses kematian dari segi rohani ini agak sulit
digambarkan tetapi memang nyata terjadi.

Istilah lain untuk proses kematian adalah sakaratul maut. Sakaratul maut artinya
bingung, ketakutan dan kedahsyatan saat sedang dicabut rohnya dari badan yan
perlahan-lahan menjadi beku. Pertama kakinya dingin membeku, menjalar ke paha,
sampai ke kerongkongan, kemudian mata terbelalak ke atas mengikuti lepasnya roh.
3. Fungsi Kematian
Jika dilihat dari segi akal maka hal ini tampak mustahil, tetapi dari segi agama akan
memiliki fungsi. Ajaran agama tida semata-mata memandang dari segi fisik, tetapi
berfungsi rohaniah yaitu untuk memberi pembalasankepada manusia semada
hidupnya. Orang yang mengikuti ajaran agama denan baik maka ia akan masuk surga
sedangkan yang tidak mengikuti dengan baik maka ia akan masuk neraka. Maka
kematian dapat berupa bencana atau nikamt. Funsgi kematian adalah untuk
menghentikan budi daya, prestasi dan sumbangan seluruh potensi kemanusiaannya.
Intinya kematian itu merupakan sebuah takdir.
4. Sikap Menghadapi Kematian
Sikap menghadapi kematian adalah kecendrungan pwrbuatan manusia dalam
menghadapi kematian yang diyakaininya akan terjadi. Sikapnya bermacam-macam
sesuai dengan keyakinian dan kesadarannya.
1. Orang yang menyiapkan dirinya dengan amal perbuatan yang baik karena
menyadari bahwa kematian akan datang dan mempunyai makna rohaniah.
2. Orang yang mengabaikan peristiwa kematian, yang menganggap kematian sebagai
peristiwa alamiah yang tidak ada makna rohaniahnya.
3. Orang yang merasa takut atau keberatan untuk mati karena terpukau oleh dunia
materi.
4. Orang yang ingin melarikan diri dari kematian karena menganggap kematian itu
adalah bencana merugikan, mungkin karena banyak dosa, hidup tanpa norma atau
beratnya menghadapi keharusan menyiapkan diri untuk mati.
Pokok-pokok mati sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.

Mati adalah terhentinya budi daya manusia secara total


Proses kematian menyangkut segi fisik dan segii rohani.
Sikap manusia menghadapi kematian bermacam-macam.
Kematian merupakan pengalaman akhir dari hidup seseorang.
Kesimpulan, konsepsi atau pengertian tentang kematian lebih banyak diperoleh
dari sumber-sumber agama seperti wahyu atau ajaran agama lainnya.

5. Makna Kematian
Menurut B.S Mardiatmadja (1987), makna dibalik maut (kematian) adalah maut
sebagai putusnya segala relasi, sebagai kritik atas hidup, sebagai pelepasan, sebagai awal
hidup baru, dan hanya Tuhan yang merupakan penguasa hidup dan mati.
Maut Sebagai Putusnya Segala Relasi
Maut adalah putusnya segala relasi karena segala relasi terputus dengannya. Maut
menjemput kita sejak di dunia. Mati merupakan perpisahan karena si mati tidak dapat
bertemu dengan kita, dan kita tidak dapat bertemu dengan si mati. Misalnya, semakin tua
umur seseorang semakin sedikit perjumpaan dengan relasinya. Kematian menjadi berat
karena maut merenggut orang yang dicintainya, artinya memutuskan relasi. Bentuk
pemutusan relasi bermacam-macam, patah hati, diansingkan, dsb. Orang yang takut mati
menandakan bahwa orang tersebut tidak memiliki cinta yang mendalam dan tanpa batas
sehingga ia tidak yakin bahwa relasinya tetap terjaga, dan takut relasinya terputus.
Maut Sebagai Kritik Atas Hidup
Maut adalah arah utama dari hidup. Segala macam dimensi kebanggan menjadi
lenyap. Si mati sama saja, baik orang terhormat ataupun gembel. Maut adalah kesamarataan
yang adil kepada semua manusia. Segala macam keangkuhan, tirani, atau kekuasaan menjadi
ciut di hadapan maut. Maut mengkritik orang-orang yang tidak pernah merasa puas, atau haus
untuk menumpuk-numpuk atribut kejayaan atau kesuksesan. Mungkin orang yang sudah
merasa alim dan imannya kuat akan berkata, kami siap menjawab kritikan maut dan hidup
berdampingan dengan maut. Tapi tidak sedikit orang yang kita pandang alim, imannya kuat
serta saleh, harus menanggung kematian dengan cara keji. Kritik maut ini justru mungkin
akan menakutkan orang yang alim dan saleh, sebab keadaan yang tinggi akan menyatakan :
Saya ini tidak memiliki sedikitpun daya dan kekuatan untuk menantang maut. Inilah kritik
maut terhadap hidup. Tidak ada pemutlakan nilai-nilai, kekuasaan, serta jasa-jasa selama
orang hidup bagi sesuatu yang diakatakan maut.
Maut Sebagai Pelepasan
Pahit getirnya mengarungi kehidupan di zaman modern, semakin sukar menghadapi
tuntutan zaman seperti sekolah, mencari nafkah, mencari kerja, tuntutan lingkungan = dan
sebagainya merupakan keadaan lingkungan yang kejam, penindasan, pemerasan, bahakan
memadu cinta pun mungkin terasa mengandung racun, semuanya dihayati sehingga sampai
pada pemikiran bahwa maut merupakan pelepasan dari penderitaan hidup.
Maut Sebagai Awal Hidup Baru
Dalam suatu keyakinan agama, mati itu adalah awal dari hidup. Bahkan dalam bahasa
agama, orang yang mati dalam jalan membela agamanya tidak dikatakan mati, tetapi mereka
itu hidup (Q.S 2: 154). Jadi, mati dalam hal ini merupakan peralihan ke hidup baru. Dalam
sebuah kepercayaan dikatakan bahwa kematian merupakan buah pekerjaan dan sukses hidup
yang sejati sehingga orang yang sudah dapat ditentukan daya tahan hidupnya menurut ilmu

kedokteran, dapat dengan tenang menghadapi maut. Dengan kesadaran semacam ini,
dianggap sebagai menyambut persatuan dengan orang yang dicintai. Hal ini merupakan suatu
pengharapan. Bila manusia mau tabah menghadapi kematian, maka perlu kepastian tentang
hidup. Kematian akan tetap datang menjemput manusia, manusia harus menyambutnya
dengan kesadaran atau sama sekali jangan memikirkan kematian karena kematian itu bukan
urusan manusia.
Maut Sebagai Penguasa Hidup dan Mati
Seseorang yang menganut agama atau suatu kepercayaan mengakui bahwa Tuhan
adalah penguasa hidup dan mati. Kematian semua manusia, atau Isa dengan mukjizatnya
dapat menghidupkan orang mati dan ia sendiri tidak mati, adalah atas kehendak Tuhan.
Dengan demikian, tetaplah hidup dan mati itu milik Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai