Anda di halaman 1dari 30

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP NAMALO DI DESA

HUTATINGGI KECAMATAM LAGUBOTI KABUPATEN TOBA


SAMOSIR

Untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Aplikasi Metode Penelitian Kualitatif

Oleh:

Fenny Kie

140901058

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH


Baik di desa maupun di perkotaan, dukun termasuk tipe pemimpin informal karena
pada umumnya mereka memiliki kekuasaan dan wewenang yang disegani oleh
masyarakat sekelilingnya. Wewenang yang dimilikinya terutama adalah wewenang
harismatis. Secara teoritis, wewenang dapat dibedakan atas wewenang tradisional,
wewenang rasional dan wewenang karismatis. Dukun dianggap sebagai orang yang
memiliki kekuasaan karismatis, yaitu kemampuan atau wibawa yang khusus terdapat
dalam dirinya. Wibawa tadi dimiliki tanpa dipelajari, tetapi ada dengan sendirinya dan
merupakan anugerah dari Tuhan.
Suparlan, mengatakan bahwa dukun mempunyai ciri-ciri, yaitu: 1) pada umumnya
terdiri dari orang biasa, 2)pendidikan tidak melebihi pendidikan orang biasa, umumnya
buta huruf, 3) pekerjaan sebagai dukun umumnya bukan untuk tujuan mencari uang tetapi
karena ‘panggilan’ atau melalui mimpi-mimpi, dengan tujuan untuk menolong sesama, 4)
di samping menjadi dukun, mereka mempunyai pekerjaan lainnya yang tetap. Misalnya
petani, atau buruh kecil sehingga dapat dikatakan bahwa pekerjaan dukun hanyalah
pekerjaan sambilan, 5) ongkos yang harus dibayar tidak ditentukan, tetapi menurut
kemampuan dari masing-masing orang yang ditolong sehingga besar kecil uang yang
diterima tidak sama setiap waktunya, 6) umumnya dihormati dalam masyarakat atau
umumnya merupakan tokoh yang berpengaruh, misalnya kedudukan dukun bayi dalam
masyarakat.
Selain ciri-ciri dukun, terdapat juga bermacam-macam dukun sesuai dengan
keahliannya masing-masing, yaitu: 1) dukun pijat yang bekerja untuk menyembuhkan
penyakit yang disebabkan karena kurang berfungsinya urat-urat dan aliran darah (salah
urat), sehingga orang yang merasa kurang sehat atau sakipun perlu diurut supaya sembuh,
2) dukun sangkal putung/dukun patah tulang, misalnya akibat jatuh dari pohon, tergelincir
atau kecelakaan, 3) dukun petungan, yaitu dukun yang dimintai nasihat tentang waktu
yang sebaiknya dipilih melakukan sesuatu usaha yang penting seperti saat mulai menanam
padi, mulai panen, atau mengawinkan anak. Nasihat yang diberikan berupa perhitungan
hari mana yang baik, dan mana yang tidak baik menurut numerologi Jawa, 4) dukun-
dukun yang pandai mengobati orang-orang yang digigit ular berbisa, 5) dukun bayi, yaitu
mereka yang memberi pertolongan pada waktu kelahiran atau dalam hal-hal
yangberhubungan dengan pertolongan persalinan,3 6) dukun perewangan, yaitu dukun
yang dianggap mempunyai kepandaian magis sehingga dapat memberi pengobatan
ataupun nasehat dengan menghubungi alam gaib (mahluk-mahluk halus), atau mereka
yang melakukan white magic dan black magic untuk maksud baik dan maksud jahat.

Toba Samosir termasuk salah satu kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten
Tapanuli Utara yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara. Masyarakat biasanya menyebut
Toba Samosir dengan sebutan Tobasa. Toba Samosir dikenal dengan keindahan panorama
alam kawasan Danau Toba, dan juga berbagai ragam kekayaaan seni budaya asli Suku
Batak yang tersebar di berbagai desa yang terdapat di Toba Samosir. Toba Samosir
menjadi salah satu kawasan wisata yang banyak dikunjungi oleh para wisatawan baik
lokal maupun mancanegara. Potensi tersebut dikembangkan menjadi sektor pariwisata
yang luar biasa, khususnya di Kabupaten Toba Samosir.

Perkembangan zaman tidak menjadikan Namalo hilang, namun masih tetap eksis
sampai saat ini meskipun tidak luput dari berbagai tantangan-tantangan untuk bertahan di
tengah kondisi kehidupan sosial dan keagamaan yang mengalami perubahan dari waktu ke
waktu. Keadaan tersebut menjadikan penulis tergugah untuk menulis tentang kehidupan
Namalo yang ada di Desa Hutatinggi.

Pandangan-pandangan yang datang dari masyarakat terhadap Namalo tidak dapat


dihindari, karena hakikatnya masyarakat memiliki pandangan yang berbeda satu dengan
yang lain. Menjadi hal yang menarik ketika berbagai pandangan masyarakat tidak
memengaruhi keberadaan Namalo. Namalo masih tetap bertahan sampai saat ini,
meskipun di tengah berbagai tantangan yang masih harus dilalui untuk tetap bertahan di
tanah kelahirannya di tanah Batak.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik melakukan penelitian dengan
judul “Pandangan Masyarakat Terhadap Namalo di Desa Hutatinggi Kecamatan Laguboti
Kabupaten Toba Samosir”.
1.2. PERUMUSAN MASALAH

1.Bagaimana kehidupan sosial budaya Namalo di Desa Hutatinggi ?


2.Bagaimana pandangan masyarakat terhadap Namalo di Desa Hutatinggi?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

1.Mengetahui kehidupan sosial budaya Namalo di Desa Hutatinggi.


2.Mengetahui pandangan masyarakat terhadap Namalo di Desa Hutatinggi.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

1.Mengetahui kehidupan sosial budaya Namalo di Desa Hutatinggi.


2.Mengetahui pandangan masyarakat terhadap Namalo di Desa Hutatinggi.

1.5. DEFENISI KONSEP


Defenisi konsep merupakan batasan terhadap masalah-masalah variable yang
dijadikan pedoman dalam penelitian sehingga akan memudahkan dalam
mengoperasionalkannya di lapangan. Untuk memahami dan memudahkan dalam
menafsirkan banyak teori yang ada dalam penelitian ini, makan akan ditemukan
beberapa definisi konsep yang berhubungan dengan yang akan diteliti, antara lain :
 Masyarakat

Menurut Emile Durkheim masyarakat adalah suatu kenyataan objektif individu-


individu yang merupakan anggotanya.

 Pengobatan Tradisional

Menurut Depkes RI (1978) Pengobatan tradisional merupakan usaha yang dilakukan


untuk mencapai kesembuhan, pemeliharaan dan peningkatan taraf kesehatan masyarakat
yang berlandaskan cara berpikir atau ilmu di luar pengobatan ilmu kedokteran modern
(dalam Duro : 2014). Pengobatan tradisional dalam penelitian ini lebih diartikan sebagai
suatu praktik pengobatan lokal yang terdapat pada suatu kelompok masyarakat tertentu
(ethnomedicine), yaitu pengobatan tradisional Namalo yang dipraktikkan oleh masyarakat di
Desa Hutatinggi Kecamatan Laguboti. Berdasarkan pengertian diatas pengobatan tradisional
dapat dikatakan salah satu jenis pengobatan yang dihasilkan oleh masyarakat tertentu dalam
usahanya untuk mengobati suatu penyakit sesuai dengan kepercayaan serta pandangan
masyarakat tertentu mengenai suatu penyakit.

 Sistem Medis

Foster&Anderson (2006 : 45) sistem medis merupakan kepercayaan tentang usaha


meningkatkan kesehatan dan tindakan serta pengetahuan ilmiah maupun keterampilan
anggota-anggota kelompok tertentu yang mendukung sistem tertentu. Analisis tentang
gejala-gejala penyakit memang kena, khususnya untuk penyakit yang spessifik dengan
penggambaran penyakit yang dirumuskan secara baik dan berdasarkan atas kategori yang
cermat dan cukup akurat, yang tersebar luas di kalangan penduduk pada umumnya (Geertz,
1989:124). Fred Dunn (dalam Foster&Anderson : 2006) mengelompokkan system medis
berdasarkan jangkauan wilayah pengaruhnya yaitu sistem medis lokal, sistem medis
regional dan sistem medis kosmopolit. Sistem medis dalam penelitian ini adalah cara
pengobatan dalam praktik pengobatan tradisional Bibi yang dipercayai oleh sekelompok
masyarakat tertentu saja yakni masyarakat Desa Pagergunung yang dapat mengobati sakit
yang disebabkan oleh kekuatan supranatural.

 Namalo

Merupakan orang yang ahli dalam pengobatan tradisional di kalangan Masyarakat


Suku Batak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LANDASAN TEORITIK


Kesehatan di Instansi kesehatan resmi terdiri dari jenis pengobat tradisional
dengan pendekatan keterampilan dan ramuan. Pembatasan penerapan pengobatan trad
isional yang dapat dilaksanakan pada instansi kesehatan resmi tersebut dikarenakan
bahwa pelayanan kesehatan harus dilaksanakan secara aman, bermanfaat, dan ilmiah
Alasan masyarakat menggunakan pengobatan alternatif:

1.Faktor Sosial
Salah satu faktor yang mendasari terjadinya interaksi sosial adalah sugestiyaitu
pemberian suatu pandangan atau pengaruh oleh seseorang kepadaorang lain dengan
cara tertentu sehingga orang tersebut mengikuti pandangan/pengaruh tersebut tanpa
berpikir panjang.

2.Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi mempunyai peranan besar dalam penerimaan atau
penolakansuatu pengobatan.Faktor ini diperkuat dengan persepsi masyarakat
bahwa pengobatan alternatif membutuhkan sedikit tenaga, biaya, dan waktu.

3.Faktor Budaya
Budaya merupakan suatu pikiran, adat-istiadat, kepercayaan, yang menjadi
kebiasaan masyarakat.Nilai-nilai budaya yang dominan pada individu sangat
mempengaruhi pembentukan kepribadian Individu. Dalam hal ini budaya dipengaruhi
oleh suku bangsa yang dianut oleh pasien, jika aspek suku bangsa sangat
mendominasi maka pertimbangan untuk menerima atau menolak didasari pada
kecocokan suku bangsa yang dianut. Semua kebudayaan mempunyai cara-cara
pengobatan, beberapa melibatkan metode ilmiah ataumelibatkan kekuatan
supranatural dan supernatural.
4.Faktor Psikologis
Peranan sakit merupakan suatu kondisi yang tidak menyenangkan, karena
itu berbagai cara akan dijalani oleh pasien dalam rangka mencari kesembuhan
maupun meringankan beban sakitnya, termasuk datang kepelayanan pengobatan
alternatif.

5.Faktor Kejenuhan Terhadap Pelayanan Medis.


Proses pengobatan yang terlalu lama menyebabkan si penderita bosan
dan berusaha mencari alternatif pengobatan lain yang mempercepat proses penyembu
hannya.

6.Faktor Manfaat dan Keberhasilan


Keefektifan dari pengobatan alternatif menjadi alasan yang sangat berpengaruh
terhadap pemilihan pengobatan alternatif.

7.Faktor Pengetahuan
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata, telinga,
atau pikiran yang merupakan hal yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakanseseorang.Pengetahuan didapatkan secara formal
dan informal.Pengobatan alternatif atau tradisional masih digunakan oleh sebagian
besarmasyarakat bukan hanya karena kekurangan fasilitas pelayanan kesehatan
formalyang terjangkau melainkan lebih disebabkan oleh faktor-faktor budaya
Indonesiayang masih kuat kepercayaannya terhadap pengobatan alternatif. Budaya
yangmelekat pada individu mempengaruhi bagaimana individu itu berpikir dan
bertindak. Health Belief Model merupakan suatu model yang dikembangkan untuk
menjelaskan tindakan yang berhubungan dengan kesehatan dengan
memfokuskan pada kognitif. Dimana individu siap melakukan suatu tindakan terhada
p bahayanya penyakit tersebut serta persepsi individu terhadap kemungkinan yang ter
jadi bila terserang penyakit tersebut misalnya kecacatan dan dijauhin oleh
lingkungansosialnya. Penilaian individu terhadap manfaat pengobatan
tersebut danmembandingkan persepsi terhadap pengorbanan yang harus dilakukan
untukmelakukan pengobatan tersebut misalnya tenaga, fisik, dan lain-lain.

Suatu kajian ilmiah memerlukan suatu landasan teori sebagai alat analisis. Suatu
peristiwa dapat dijelaskan ketika penulis menggunakan teori untuk membaca
peristiwa yang terjadi. Penulis menganalisis tentang pandangan masyarakat terhadap
Namalo di Desa Hutatinggi. Teori yang relevan dengan masalah yang dipilih oleh
penulis adalah teori interaksionisme simbolik milik Herbert Blumer, dengan sasaran
pendekatannya adalah interaksi sosial, dalam hal ini adalah interaksi antara Namalo
dengan masyarakat sekitar. Menurut Blumer (Ritzer, 2004: 52) istilah
interaksionalisme simbolik menunjuk pada sifat khas dari interaksi manusia, di mana
manusia saling menerjemahkan dan saling mendefinisikan tindakannya, bukan hanya
sekedar reaksi belaka dari tindakan seseorang terhadap manusia lain.
Interaksionisme simbolis bertumpu pada tiga premis sebagai berikut: Manusia
bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada, makna tersebut
berasal dari interaksi sosial seseorang dengan manusia lain, dan makna-makna yang
ada disempurnakan di saat proses interkasi sosial berlangsung (Blumer dalam Poloma,
2010: 258). Makna yang muncul terhadap sesuatu berasal dari cara-cara seseorang
bertindak terhadapnya dan juga tergantung bagaimana interaksi sosial yang dilakukan
individu tersebut.
Interaksionisme simbolis merupakan sisi lain dari pandangan yang melihat
individu sebagai produk yang ditentukan oleh masyarakat. Keistimewaan pendekatan
kaum interaksionisme simbolis menurut Blumer adalah manusia saling menafsirkan
atau membatasi masing-masing tindakannya dan bukan hanya bereaksi kepada setiap
tindakan itu menurut mode stimulus-respon (Poloma, 2010: 263).
Interaksionisme simbolis Blumer mengandung sejumlah “root images” atau ide-
ide dasar, yaitu dimulai dari adanya manusia yang berinterksi melalui kegiatan yang
berhubungan dengan kegiatan manusia lainnya. Adanya obyek-obyek dalam
interaksionisme simbolik yang tidak memiliki makna yang intriksik, makna lebih
merupakan produk interaksi simbolis. Objek diklasifikasikan ke dalam tiga kategori,
yaitu objek fisik, sosial, dan abstrak. Manusia tidak hanya mengenal objek eksternal,
namun dapat juga memandang dirinya sebagai obyek. Ide dasar lainnya adalah
tindakan manusia yang merupakan tindakan interpretatif yang dibuat oleh manusia itu
sendiri, yang dikaitkan dan disesuaikan oleh anggota-anggota kelompok (Poloma,
2010: 264).
Individu tergolong aktor yang sadar dan refleksif, yang menyatukan objek-objek
yang diketahuinya melalui apa yang disebut Blumer sebagai self- indication, yaitu
proses komunikasi yang sedang berjalan di mana individu mengetahui sesuatu,
menilainya, memberinya makna, dan memutuskan untuk bertindak berdasarkan
makna itu. Tindakan manusia penuh dengan penafsiran dan pengertian sebagai
tindakan bersama, atau pengorganisasian secara sosial tindakan-tindakan yang
berbeda dari partisipan yang berbeda pula (Poloma, 2010: 261).
Tanggapan seseorang tidak dibuat secara langsung terhadap tindakan orang lain,
tetapi didasarkan atas makna yang diberikan terhadap tindakan orang lain itu.
Tanggapan seseorang dalam memaknai sesuatu akan berbeda- beda karena kerangka
pikir seseorang dengan orang lain tidak sama. Interaksi antar individu, diantarai oleh
penggunaan simbol-simbol, interpretasi atau saling berusaha untuk saling memahami
maksud dari tindakan masing-masing. Proses interaksi manusia itu bukan suatu
proses di mana adanya stimulus secara otomatis dan langsung menimbulkan
tanggapan atau respon, tetapi antara stimulus yang diterima dan respon yang terjadi
sesudahnya, diantarai oleh proses interpretasi oleh si aktor. Proses interpretasi ini
adalah proses berpikir yang merupakan kemampuan yang khas yang dimiliki manusia
(Blumer dalam Ritzer, 2011: 52).
Proses interpretasi yang menjadi penengah antara stimulus dan respon menempati
posisi kunci dalam teori Interaksionisme simbolik. Penganut teori ini memunyai
perhatian juga terhadap stimulus dan respon, tetapi perhatian mereka lebih ditekankan
kepada proses interpretasi yang diberikan oleh individu terhadap stimulus dan respon.
Alasan penulis menggunakan teori ini karena penulis ingin mengetahui
bagaimana pandangan masyarakat terhadap Namalo, karena menurut teori
Interaksionisme Simbolik bahwa penilaian terhadap perilaku masyarakat dikarenakan
adanya stimulus dan respon. Teori Blumer ini akan digunakan untuk melihat
bagaimana kehidupan Namalo dengan berbagai simbol-simbol yang ada di dalamnya.
Simbol-simbol digunakan untuk mengomunikasikan sesuatu tentang diri mereka.
Simbol-simbol yang ada dalam Namalo bisa dilihat dari cara hidup, cara berpakaian,
tingkah laku, bahkan juga simbol-simbol khas yang terdapat dalam setiap segi
kehidupan Namalo yang dianggap berbeda dengan masyarakat sekitarnya. Simbol-
simbol tersebut menjadi cara untuk mengenalkan Namalo di tengah-tengah
masyarakat Batak. Perbedaan yang ada tidak jarang menimbulkan berbagai
tanggapan-tanggapan dari masyarakat Batak yang ada di sekitar Namalo. Tanggapan
seseorang dalam memaknai sesuatu akan berbeda-beda karena kerangka pikir
seseorang dengan orang lain tidak sama, dengan demikian maka peneliti yakin untuk
menggunakan teori interaksionisme simbolik dari Herbert Blumer dalam penelitian
ini.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 JENIS PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan jenis penelitian kualitatif,


karena hasil penelitian yang diperoleh berbentuk deskriptif. Dasar peneliti menggunakan
metode penelitian kualitatif adalah agar penelitian ini mampu memberikan gambaran
yang jelas, terinci, mendalam dan ilmiah yang menggambarkan kehidupan keagamaan
dan sosial- budaya serta pandangan masyarakat terhadap Namalo. Data diperoleh melalui
wawancara, observasi, dan dokumentasi yang dilakukan di Desa Hutatinggi Kecamatan
Laguboti Kabupaten Toba Samosir

3.2 LOKASI PENELITIAN

Lokasi dari penelitian ini adalah di Desa Hutatinggi. Penulis memilih lokasi ini
karena memang ditemukan banyak Namalo, sehingga penulis dapat memperoleh
informasi yang akurat terkait kehidupan Namalo.

3.3 UNIT ANALISIS DAN INFORMAN

Yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang mengetahui
tentang pengobatan Namalo dan yang pernah mendapatkan pengalaman berobat di
Namalo serta para Namalo yang aktif dalam melakukan proses pengobatan di Desa
Hutatinggi.

3.4 TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan


dokumentasi. Penulis melakukan observasi di lapangan untuk mengamati hal-hal yang
terjadi di lapangan yang sesuai dengan rumusan masalah. Observasi dilaksanakan penulis
untuk memperoleh beberapa data dan dilanjutkan dengan wawancara untuk memperoleh
data yang lebih banyak dan valid.
1.Observasi
Observasi yang dilakukan oleh penulis adalah observasi secara langsung terhadap
kehidupan Namalo di Desa Hutatinggi Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir.
Observasi dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran umum lokasi
penelitian, yaitu Desa Hutatinggi Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir.

2.Wawancara
Wawancara dilakukan untuk memperoleh data dengan cara melakukan tanya
jawab dengan informan. Langkah awal sebelum wawancara adalah membuat sebuah
pedoman wawancara, selanjutnya menjadi daftar pertanyaan yang dicari jawabannya
melalui penelitian.

3.5 INTERPRETASI DATA

 Interpretasi Data Menurut Moleong (1998: 197-207)

Interpretasi data (Moleong, 1998: 197-207) dijabarkan ke dalam (1) tujuan, (2)
prosedur umum, (3) peranan hubungan kunci, (4) peranan introgasi data, (5) langkah
penafsiran data dengan analisis komparatif:

1. Tujuan interpretasi data

Menurut Schaltzman dan Straus (1973), memiliki tiga tujuan, yang:

a. Deskripsi semata-mata, yaitu analis menerima dan menggunakan teori dan rancangan
organisasional yang telah ada dalam suatu disiplin. Hasil analisis data, menafsirkan data
tersebut dengan jalan menemukan kategori dalam data yang berkaitan dengan yang
biasanya dimanfaatkan dalam cara bercakap-cakap.

b. Deskripsi analitik, yaitu rancangan yang dikembangkan dari kategori-kategori yang


ditemukan dan hubungan yang disarankan atau yang muncul dari data.

c. Teori subtantif, yaitu teori dasar analis harus menampakkan rancangan yang telah
dikerjakan dalam analisis, kemudian mentransformasikan kedalam bahasa disiplinnya
(sosiologi dan sebagainya) yang akhirnya membangun identitasnya sendiri walaupun
dilakukan dalam kaitan antara objek yang dianalisis atau proses tradisional.

2. Prosedur umum interpretasi data

Interpretasi data yang sudah menjadi bagian dari teori dan dilengkapi dengan
penyusunan hipotesis yang kemudian diformulasikan baik dengan cara deskriptif maupun
proposional. Dengan alasan agar paradigma alamiah yang dipegang tidak dapat
dicampuradukkan dengan paradigma yang lain. Setelah menyelesaikan tahap penyusunan
kategori dan hipotesis, selanjutnya adalah menuliskan teori dengan bahasa disiplin ilmu
masing-masing dengan memilih salah satu diantara beberapa cara penulisan, seperti
argumentasi, deskripsi, perbandingan, analisis proses, analisis kausatif dan pemanfaatan
analogi.

3. Peranan hubungan kunci dalam interpretasi data

Yaitu suatu metafora, model, kerangka umum, pola yang menolak, atau garis
riwayat. Hubungan tersebut dimanfaatkan untuk menghaluskan hubungan dengan
hubungan suatu kategori dengan kategori lainnya yang berfungsi sebagai aturan tetap
untuk digunakan sebagai kriteria inklusi-eksklusi.

4. Peranan introgasi terhadap data

Adalah mengajukan seperangkat pertanyaan pada data sehingga terungkap banyak


persoalan dari data itu sendiri dengan menggunakan dua macam cara pengajuan
pertanyaan, yaitu cara substantif dan logis, dimaksudkan untuk memperoleh jarak dan
variasi dalam perspektif yang akan menghasilkan pertanyaan dan model. Substantif disini
dimaksudkan kosakata abstrak yang berasal dari disiplin ilmu sendiri, misalnya ideologi,
kerja, prilaku kolektif, gerakan sosial dan kharisma. Sedangkan pertanyaan logis meliputi:
komparasi, historis, berfikir analogis, dan proses kerja.

5. Langkah-langkah interpretasi data dengan metode analisis komparatif

Adalah metode umum seperti halnya metode ekpsperimen dan statistik. Pada
awalnya analisis komparatif digunakan untuk menganalisis satuan sosial berskala besar
seperti organisasi bangsa dan lembaga. Namun saat ini metode tersebut dapat digunakan
untuk satuan sosial baik berukuran besar maupun kecil.

 Interpretasi Data Menurut L. R. Gay

Teknik Interpretasi Data menurut L. R. Gay:

1. Hubungkan hasil-hasil analisis dengan teori-teori pada bab sebelumnya.

2. Hubungkan atau tinjauan dari teori yang relevan dengan permasalahan yang
dihadapi.

3. Perluaslah hasil analisis dengan mengajukan pertanyaan berkenaan dengan hubungan,


perbedaan antara hasil analisis, penyebab, implikasi dari hasil analisis sebelumnya.

4. Hubungkan temuan dengan pengelaman pribadi.

5. Berilah pandangan kritis dari hasil analisis yang dilakukan.

3.6 JADWAL KEGIATAN

KEGIATAN 1 JUNI 2017 2 JUNI 2017


OBSERVASI V V
KUESIONER V V
WAWANCARA V V

3.7 KETERBATASAN PENELITIAN

Penelitian ini memfokuskan tentang bagaimana pandangan masyarakat terhadap


keberadaan Namalo di Desa Hutatinggi, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba Samosir,
yang di dalamnya mencakup kehidupan Namalo serta pandangan masyarakat terhadap
Parmalim tersebut. Fokus tersebut kemudian menjadi rumusan masalah yang dijawab
penulis melalui penelitian yang dilakukan. Berbagai pertanyaan, pengamatan dan
pengumpulan data dilakukan oleh penulis sesuai dengan panduan wawancara dan
observasi yang telah dibuat sesuai dengan fokus penelitian.
BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 SETTING LOKASI

Dalam penelitian ini, lokasi yang dipilih adalah Desa Hutatinggi, Kecamatan
Laguboti, Kabupaten Samosir. Dimana Laguboti terletak tepat sebelum Kota Balige.
Jarak Desa Hutatinggi dari simpang empat Laguboti adalah kurang lebih 3 km dan akses
menuju Desa Hutatinggi dapat ditempuh dengan menaiki becak bermotor selama 10
menit. Selain itu, Desa Hutatinggi dikenal sebagai tempat bermukimnya para penganut
kepercayaan lokal yang masih ada di tanah batak yaitu yang disebut sebagai Parmalim.
Jadi, untuk mencapai Desa Hutatinggi sebenarnya sangatlah mudah, kita hanya tinggal
menyebutkan Parsantian Hutatinggi, maka masyarakat sekitar akan menunjukkan ke
mana arah Desa Hutatinggi itu berada.

Ketika peneliti tiba di Desa, tepatnya di simpang Desa Hutatinggi, berada tak jauh
dari simpang terdapat warung kopi yang cukup ramai di jam makan siang. Siang itu pun
peneliti menanyai masyarakat sekitar dimana tepatnya lokasi pengobatan Namalo.
Untuk 2 Namalo yang menjadi target wawancara peneliti merupakan mereka yang ahli dengan
pengobatan penyakit anak-anak, patah tulang, keseleo dan pengobatan bagi pasangan yang dulit
memiliki keturunan.

Dari simpang hutahaean, masuk ke dalam jalan hutatinggi, tidak jauh dari sana dapat
di jumpai Namalo Hasibuan yang ahli dengan patah tulang. Kemudian masuk lagi ke
dalam dapat di jumpai praktek pengobatan Namalo Tobing yang juga ahli dalam
pengobatan patah tulang. Tepat di depan rumah nya berhadapan langsung dengan rumah
anaknya yang juga membuka praktek pengobatan Namalo. Beranjak dari tempat
pengobatan mereka,, dapat di jumpai lagi praktek pengobatan Naipospos yang ahli dalam
pengobatan penyakit yang di derita anak-anak seperti demam yang tak kunjung reda,
kelumpuhan, dan pengobatan bagi pasangan yang sulit memiliki keturunan. Untuk
namalo yang berada di pinggir jalan hutahaean yang merupakan ahli dalam pengobatan
penyakit anak-anak dan pengobatan bagi pasangan yang sulit memiliki keturunan.
Sebenarnya masih ada nama lain yang peneliti ketahui berada di sekitar desa
hutatinggi, namun karena keterbatasan tempat dan waktu, maka peneliti kehilangan
kesempatan untuk menjumpai namalo-namalo lainnya.

4.2 KEHIDUPAN NAMALO DI DESA HUTATINGGI


1.SEJARAH PENGETAHUAN NAMALO DALAM MENGOBATI

Menurut informasi yang peneliti dapatkan, terdapat praktek pengobatan Namalo


di jalan menuju Parsantian Parmalim. Peneliti yang menggunakan transportasi becak
dari simpang laguboti, akhirnya diturunkan tepat di depan rumah Namalo tersebut
yang dikenal dengan panggilan Op. Gemi Tobing.

Pada saat peneliti tiba di rumah Op. Gemi Tobing, tampaknya beliau sedang
kehadiran tamu, terlihat dari 2 unit mobil yang terparkir di depan rumahnya. Dan kami
pun memberanikan diri untuk masuk ke dalam rumahnya. Tak lupa kami memberi
salam dan meminta izin untuk ikut melihta proses pengobatan. Ternyata tamu tersebut
adalah pasien Op.Gemi yang sudah beberapa kali datang untuk penyembuhan patah
tulang kakinya. Sebenarnya pasien hanya ada satu, namun rumah ikut dipadati oleh
keluarga pasien. Hal ini juga kesempatan bagi peneliti untuk melihat secara langsung
pengobatan yang dilakukan Op. Gemi. Setelah pengobatan selesai dan tamu
berpamitan pulang, peneliti pun akhirnya memulai sesi wawancara yang sebenarnya.
Menurut pernyataan Op.Gemi Tobing, beliau mendapatkan pengetahuan
mengenai pengobatan tradisional yaitu melalui neneknya. Dan beliau menambahkan,
proses belajar pengobatan tradisional dan tanaman obat harus dilakukan sungguh-
sungguh. Hal ini terbukti dari 4 bersaudara, hanya dia saja yang mewarisi pengetahuan
tersebut.

Beliau mengetahui pengetahuan tersebut ketika berusia 17 tahun. Dan ketika


mengetahui nya, beliau makin mendalami kemampuan tersebut. Baginya, Namalo
termasuk ke dalam kemampuan khusus, karena kemampuan yang dimiliki namalo
merupakan sebuah talenta yang tentu saja tidak dimiliki semua orang. Contohnya saja
Beliau telah menurunkan ilmu pengobatan ini kepada anaknya. Tetapi dari ketiga anak
yang dimiliki nya, hanya satu saja yang berhasil menerima ilmu pengobatan ini. Dan
pada akhirnya membuka praktik pengobatan Namalo di rumahnya.

Disamping itu peneliti juga berkesempatan untuk mewawancarai Namalo lainnya


yang berada di jalan Hutahean. Menurut informasi yang didapatkan peneliti, rumah
Namalo tersebut berada di dekat warung dan rumahnya berwarna orange kekayuan
dengan bunga merah di depan rumahnya. Setelah tiba, peneliti pun langsung menjumpai
Namalo yang kebetulan sedang duduk di pelataran rumahnya. Peneliti pun disambut
ramah dengan Namalo yang biasa dipanggil Opung Marakup Hutahaean.

Menurut pernyataan Op.Marakup Hutahaean, beliau mendapatkan pengetahuan


mengenai pengobatan tradisional sekitar 50 tahun yang lalu. Beliau mendapatkan mimpi
dari nenek moyangnya, di dalam mimpi itu beliau diajari untuk mengobati dengan
tumbuh-tumbuhan dan minyak.

Menurutnya pula Namalo termasuk ke dalam kemampuan khusus, karena dari


kedelapan anaknya, tidak ada yang mewarisi kemampuannya. Bahkan beliau sendiri pun
bingung mengapa bisa mendapatkan mimpi itu dan berakhir menjadi namalo. Sebenarnya
mimpi itu pun pernah datang ke salah satu anaknya. Namun karena anaknya tidak bisa
menjalankan pantangan yang diberikan, maka ia gagal untuk menjadi seorang namalo,
dimana didalam mimpi itu anaknya disuruh untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang
berhubungan dengan senjata. Disisi lain, anaknya bercita-cita untuk menjadi seorang
polisi.

2. PROSES PENGOBATAN NAMALO

Jenis penyakit yang biasa Op.Gemi tangani adalah pasien dengan keluhan patah
tulang. Cara beliau menentukan penyakit pasien adalah dengan terlebih dahulu menyuruh
pasien untuk melakukan rontgen pada bagian yang memang mengalami keluhan agar bisa
di ambil tindakan selanjutnya. Setelah melihat hasil rontgen, barulah dilakukan tindakan
pengobatan sesuai tingkat keparahan pasien. Misalnya dengan menambahkan dosis
ramuan ke titik yang dikeluhkan pasien.

Jenis tumbuhan yang wajib dimasukkan ke ramuan pengobatan adalah kemiri.


Sebenarnya ada juga tumbuhan-tumbuhan lain yang beliau tidak bisa beritahu secara
langsung. Cara meracik ramuannya adalah dengan membakar kemiri lalu dihaluskan
kemudian dicampur dengan minyak dan ramuan tumbuh-tumbuhan lainnya. Biasanya
beliau menggunakan bamboo untuk dijadikan sebagai penyangga tulang yang retak dan
remuk. Kemudian dengan kain dibalut ke titik keluhan pasien.

Sedangkan Op. Marakup Hutahaean, jenis penyakit yang beliau tangani adalah
p
e
n
y
a
k
i
t

yang berhubungan dengan anak-anak, khususnya penyakit ombun-ombunon (sering


demam). Selain itu, beliau juga menangani pasien susah memiliki keturunan. Setiap
pasien yang datang kepadanya, rata-rata sudah tau apa penyakit yang di derita
sehingga saya hanya memberikan cara untuk mengobatinya saja.
B
i
a
s
a
n
y
a
,
untuk pasien dengan keluhan sulit mendapatkan keturunan, digunakan tumbuhan yang
bernama dulang. Sedangkan pengobatan untuk anak-anak, digunakan tumbuhan yang
bernama bane-bane yang dicampur dengan minyak. Disamping itu, beliau juga
memberikan air dari mata air jernih (mual gordang) kepada pasiennya. Untuk tanaman
herbal yang digunakan masih mudah ditemukan dan bisa di tanam sendiri. Namun
untuk mata air mual gordang sulit untuk didapatkan karena jarak nya yang jauh dan
bukanlah air yang bisa sembarangan di dapatkan. Pengolahan ramuan obat adalah
dengan merebus daun-daun tersebut dan dicampurkan dengan minyak. Sedangkan air
mual gordang langsung diminumkan ke pasien.

3.SYARAT DAN PANTANGAN DALAM PENGOBATAN NAMALO

Bagi Op. Gemi ebelum melakukan pengobatan, tidak ada syarat yang harus
dipenuhi pasien. Namun ketika menjalani pengobatan, beliau selalu mengingatkan
pasien untuk tidak memakan buah durian. Karena apabila memakannya, akan
memperlambat proses penyembuhan.

Bagi Op. Marakup Hutahaean, pantangan yang harus dijalankan setiap pasien
adalah untuk tidak memakan daging babi, anjing dan darah ayam selama pengobatan
berlangsung.
4. BIAYA PENGOBATAN NAMALO

Dari wawancara dengan Op. Gemi dan Op. Marakup, cara pembayaran yang
dilakukan adalah seikhlas hati pasien. Namun, informan menambahkan apabila jumlah
pembayaran tidak sesuai, maka informan akan secara langsung meminta untuk
penambahannya.

5. MEDIA PENGOBATAN NAMALO

Kedua informan mengakui bahwa beliau tidak pernah memasang spanduk


atau apapun sejenisnya untuk dapat menarik perhatian orang lain agar mau berobat ke
tempatnya. Setiap orang yang datang berobat adalah orang yang memang sudah tahu
pengobatan ini dan hasil pengobatan ini dari mulut ke mulut.

6. HASIL PENGOBATAN DENGAN NAMALO

Pasien yang datang berobat ke tempat informan berasal dari berbagai daerah,
bahkan ada yang datang dari Malaysia. Menurutnya, setiap pasien yang datang selalu
puas dengan hasil pengobatannya. Karena bagi yang belum sembuh total akan terus
dilakukan pengobatan sampai sembuh total.

Op Marakup Hutahaean menambahkan, bagi mereka yang datang kembali bukan


bermaksud complain, tetapi karena mereka memang belum sembuhh total. Tetapi
setelah beberapa kali datang, pada akhirnya pun dapat disembuhkan.

4.3 PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP NAMALO


1. ALASAN KUNJUNGAN KE NAMALO
Ketika peneliti baru tiba di salah satu warung kopi di desa Hutatinggi, peneliti
melihat ada banyak bapak-bapak yang berkumpul bermain catur, kebetulan warung

kopi itu juga menjual menu makanan siang. Maka peneliti mengambil kesempatan
ini untuk bisa lebih dekat dengan calon responden. Ternyata sebelum peneliti
membuka pembicaraan, ada seorang bapak-bapak duduk tepat didepan peneliti dan
menanyakan maksud dan tujuan kedatangan peneliti kesini. Dan setelah
menjelaskannya dengan panjang lebar, akhirnya peneliti pun langsung menanyakan
kesediaan responden dalam mengisi kuseioner. Akhirnya responden setuju dan
peneliti pun memberikan pena dan lembaran kuesionernya. Tetapi, sebelum
responden mengisi, ia menanyakan konsep namalo yang dimaksudkan ke dalam
kuesioner ini. Setelah mendengarkan penjelasan dari peneliti, dia langsung membaca
dan mengisi kuesioner satu demi satu.

Didalam pemaparannya, responden yang bernama Jefri mengungkapkan bahwa ia


pernah mengalami keseleo dan karena memang ia sendiri sudah tahu praktek
pengobatan Namalo, maka ia langsung ke tempat pengobatan tersebut untuk dapat
disembuhkan. Dia merasa kehadiran Namalo di lingkungan desanya sangat
membantu. Walaupun hanya sekali menerima pengobatan, tetapi memang bisa
dirasakan khasiatnya. Keluarga juga sangat mendukung pilihan pengobatan yang ia
tempuh.

Di hari kedua peneliti masih di warung yang sama namun menemui 2 responden
yang berbeda. Kebetulan mereka berdua duduk bersebelahan, sehingga ketika saya
berbicara dengan salah satu responden, calon responden yang lainnya sudah
menyimak pembicaraan peneliti sebelumnya. Responden pertama yang saya ajak
mengobrol adalah Bapak Tobing dan untuk responden selanjutnya adalah Bapak
Jumadi. Mereka berdua mengakui sudah pernah berobat beberapa kali ke Namalo
dan memang sebelumnya sudah tahu sendiri tentang namalo. Mereka juga
menambahkan bahwa namalo memiliki pembagian sesuai keahlian. Yaitu ada yang
ahli patah tulang, ahli pengobatan anak-anak, bahkan sampai pasien yang memiliki
keluhan sulit mendapatkan keturunan.

Responden selanjutnya yang peneliti temui di warung kopi terdekat


bernama benson. Ketika peneliti baru tiba disana dan memesan teh, peneliti langsung
disambut dengan sapaan dan ditanya datang darimana. Hal ini dapat terjadi karena
almamater yang memang selalu dipakai saat turun lapangan menarik perhatian
masyarakat sekitar. Ketika peneliti berbincang mengenai studi yang di tempuh,
peneliti juga menyampaikan maksud kedatangan nya ke desa tersebut. Selepas itu,
peneliti langsung memberikan lembaran kuesioner dan meminta responden untuk
mengisinya. Bapak Benson mengakui tujuannya datang ke Namalo pasa saat itu
memang karena sedang mengalami gangguan kesehatan dan pada dasarnya memang
tidak suka memakan obat-obatan generic. Ia hanya pernah berobat sekali, namun
merasa sangat puas dengan hasil pengobatan tersebut.

Kemudian target responden selanjutnya adalah Ibu beranak 5 yang


membuka warung yang padat pembelinya bila jam makan siang tiba. Ketika peneliti
berkunjung ke warung nasinya dan memesan makanan, peneliti mengambil
kesempatan ini untuk menjadikan ibu tersebut sebagai target responden selanjutnya.
Setelah ibu itu mengantarkan pesanan ke meja pembeli, ia langsung mengambil
piringnya dan juga mengambil santapan siangnya. Kebetulan ibu itu duduk di depan
peneliti. Sembari ibu itu menyantap makanan, maka peneliti melontarkan pertanyaan
kepada ibu tersebut. Pada saat ditanyai tentang alasannya berobat ke Namalo, ibu itu
mengakui bahwa ia tidak pernah berobat ke Namalo. Namun ia hanya pernah
mengantarkan anaknya yang memiliki penyakit kulit untuk berobat ke Namalo. Jalur
pengobatan Namalo ditempuh pun karena memang sudah berobat ke dokter, namun
tidak kunjung sembuh.

2.BIAYA DAN PELAYANAN NAMALO

Pada saat para responden berobat, namalo tidak memasang tarif. Dia memberikan
kebebasan kepada pasien untuk memberikan bayaran. Dan setiap responden
menganggap bahwa biaya yang telah dikeluarkan setimpal dengan pengobatan yang
ia terima. Dan biasanya masih bisa diseusaikan dengan kantong masyarakat setempat
( tidak memberatkan sang pasien).

Setiap kali datang berobat, responden mengakui mendapat pelakuan yang ramah
dari namalo dan tidak ada pembedaan pasien dengan kriteria tertentu. Misalnya kalau
ada yang kaya mendapatkan giliran untuk segera disembuhkan. Sebaliknya, prinsip
yang diguanakan Namalo adalah siapa yang cepat dia yang dapat. Jadi, mau sekaya
apapun atau tingkat social setinggi apapun tidak akan mempengaruhi objektivitas
Namalo.

Selain perilaku Namalo yang membuat pasien nyaman, ada pula disediakan
fasilitas lain berupa ruangan khusus bagi pasien yang ingin menginap ataupun pasien
dengan penyakit yang tingkat keparahannya cukup tinggi. Jadi pasien tidak perlu
kerepoyan bolak-balik dari tempat asal ke tempat Namalo untuk menerima
pengobatan.

3. CARA PENGOBATAN NAMALO

Cara pengobatan yang dilakukan namalo dengan ahli patah tulang adalah dengan
menanyakan keluhan pasien kemudian untuk mendapatkan keakuratan penyembuhan,
namalo akan menyuruh pasien untuk melakukan rontgen ke tenaga medis. Setelah
mengetahui titik yang harus diobati, barulah diracik ramuan untuk dioleskan kebagian
yang sakit. Tak lupa disipkan banmbu di bagian yang sakit untuk menyangga tulang
yang retak ataupun remuk baru kemudai dibalutkan. Kalau untuk penyembuhan gatal-
gatal hanya menggunakan ramuan racikan Namalo dan dioleskan ke bagian yang
memang dikeluhkan.

Dan didalam praktek pengobatannya, namalo tidak menggunakan ritual tertentu.


Responden merasa bahwa memang ingin sembuh dengan sempurna, maka harus
mendengar aturan dan pantangan yang ditetapkan oleh namalo. Walaupun belum
sembuh, namalo terus bertanggung jawab untuk mengobatinya.

Sedangkan Ibu Br. Simanjuntak yang memang anaknya mengalami penyakit gata-
gatal langsung diberikan Namalo ramuan yang diraciknya. Setelah beberapa kali
datang dan menerima ramuan, anaknya bisa sembuh total dan tidak pernah kambuh
sampai sekarang.

4. KEMANJURAN OBAT NAMALO

Para responden mengungkapkan bahwa praktek pengobatan yang namalo


lakukan sangat membantu masyarakat sekitar. Dan untuk mendapatkan hasil yang
maksimal, menurut Bapak Jumadi bahwa pasien memang harus bisa bersabar.
Misalnya untuk tenggang waktu penyembuhan, semua tergantung dari jenis penyakit
yang diderita pasien dan tingkat keparahannya.

Untuk pengobatan patah tulang, masa penyembuhannya mencapai 3 bulan.


Dan biasanya setelah masa 3 bulan, pasti akan sembuh total asalkan mengikuti aturan
dan pantangan yang diperintahkan oleh Namalo.

5. PROFESIONALITAS PENGOBATAN DIBANDINGKAN KE


DOKTER/PUSKESMAS

Namalo ini telah ada secara turun temurun dan pengobatannya memang sudah
terpercaya. Menurut sepengetahuan responden Jefri, Namalo memiliki cara kerja
yang bagus dan teratur. Dimana namalo akan terus melakukan pengawasan walaupun
hanya sebatas pemeriksaan dan bertanggung jawab sampai penyakit dapat sembuh
secara total.
Responden yang bernama Ibu Br. Simanjuntak juga mengatakan bahwa ia percaya
dengan pengobatan yang dilakukan namalo karena memang sudah turun-temurun
dipercayai sehingga bila ada kerabat yang sakit, ia pun tak ragu merekomendasikan
untuk berobat ke Namalo. Selain pengobatannya yang memang bagus, biayanya juga
tidak memberatkan pasien. Begitu pula dengan responden atas nama Bapak Benson
yang juga percaya khasiat pengobatan Namalo.

Namalo yang mereka percayai sebagai orang yang punya pengetahuan tentang
pengobatan tradisional, kedepannya diharapkan untuk dapat bekerjasama dengan
puskesmas. Contohnya dalam hal perobat-obatan mungkin dapat dilakukan perpaduan
agar dapat meningkatkan kualitas kesehatan yang ada di desa Hutatinggi.

4.3 INTERPRETASI DATA

Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan tentang pemanfaatan pengobatan


tradisional (Namalo) di desa Hutatinggi, yaitu Pertama dari karakteristik demografi dan
sosial ekonomi yaitu pengguna pengobatan ini tidak memandang usia. Dari anak-anak
sampai lansia juga menerima pengobatan dari Namalo.

Kedua, pengetahuan responden tentang pengobatan tradisional yaitu, semua responden


mengetahui tentang pengobatan tradisional, mereka rata-rata mengetahui pengobatan
tradisional yaitu dari saudara dan teman, tetapi ada juga yang memang tahu turun-
temurun. Responden juga mengetahui tentang jenis – jenis pengobatan tradisional, paling
popular jenis pengobatan tradisional yang diketahui oleh responden adalah pengobatan
tradisional ( pijat) dan pendapat terbanyak menurut responden tentang pengertian
pengobatan tradisional adalah pengobatan yang obatnya berasal dari tumbuhan dan bahan
mineral.

Ketiga, pemanfaatan pengobatan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat


yaitu :responden biasanya di pengobatan tradisional yaitu untuk berobat, tak sedikit juga
yang untuk terapi, untuk memulihkan kesehatannya. Jenis pengobatan yang sering
dilakukan oleh masyarakat yaitu herbal teknik pengobatan dengan cara menggunakan
minyak diusapkan ke titik yang sakit dan meminum ramuan herbal.
Keempat, yaitu faktor-faktor yang melatarbelakangi responden menggunakan pelayanan
pengobatan tradisional yang di sediakan oleh Namalo, adalah mayoritas responden
memilih menggunakan pengobatan tradisional yang disediakan oleh Namalo yaitu
mayoritas pendapat responden dikarenakan sudah percaya karena pengobatannya sudah
dilakukan secara turun temurun.

Kelima, yaitu efektifitas dari pengobatan tradisional (Namalo) yang dirasakan oleh
responden yaitu : penyakit yang di derita oleh responden sembuh, dan responden cocok
dengan teknik pengobatan yang dilakukan di pengobatan tradisional. Hal ini di akui
responden, karena responden cocok menggunakan pengobatan tradisional, dan juga
penyakitnya sembuh dengan berobat ke pengobatan tradisional yang disediakan oleh
Namalo.
BAB V

PENUTUP

A. SIMPULAN
Namalo yang hidup di zaman perkembangan medis yang pesat, namun hal ini tidak
menghambat Namalo untuk menjalankan praktek pengobatannya. Disamping itu, pandangan
masyarakat di Desa Hutatinggi terhadap Namalo didasarkan atas adanya interaksi yang
terjadi sebagai bagian dari proses social masyarakat.. Interaksi yang terjadi tidak
memunculkan pandangan negative dari masyarakat, yaitu sikap fanatik yang membatasi diri
berobat ke Namalo.

B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Hutatinggi Kecamatan Laguboti
Kabupaten Toba Samosir, penulis memberikan saram :
Untuk pemerintah Toba Samosir memperkenalkan Namalo sebagai kearifan local yang bisa
menambah khazanah budaya Indonesia dan tentunya dapat menarik perhatian turis luar
dalam mengeksplor kebudayaan Indonesia. Dan untuk kedepannya dapat bekerja sama
dengan puskesmas dalam peningkatan kualitas kesehatan di desa.

Anda mungkin juga menyukai