Anda di halaman 1dari 15

KEPERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF

ANALISIS KEMATIAN

TUGAS

oleh
Kelompok F
Kelas 1/2015

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
KEPERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF

ANALISIS KEMATIAN

TUGAS
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Menjelang Ajal dan
Paliatif dengan dosen pengampu Ns. Wantiyah, M.Kep.

oleh
Kelompok 1
Diana Risqiyawati NIM 142310101070
Ima Nur Azizah NIM 152310101055
Nelia Mufliha Roza NIM 152310101056
Afrize Rosalia NIM 152310101057

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
1. Definisi Kematian dan Tanda-Tanda Kematian

Kematian merupakan suatu fenomena yang sangat misterius ddan rahasia.


Di dunia ini, tidak ada satupun mahluk yang mampu mengetahui waktu terjadinya
kematian pada diri mahluk tersebut. Menurut Papalia (2008) kematian merupakan
fakta biologis, akan tetapi juga memiliki aspek sosial, kulutral, religius, legal,
psikologis, perkembangan, medis, dan etis. Aspek-aspek tersebut memiliki
keterkaitan antara satu sama lain.

Menurut UU no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 117, kematian


didefinisikan sebagai “Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi system jantung-
sirkulasi dan system pernapasan terbukti telah berhenti secara permanen, atau
apabila kematian batang otak telah dibuktikan”. Pada saat seseorang sudah
dinyatakan mati, maka akan terjadi perubahan pada beberapa haknya, diantaranya:

a. Kehilangan hak
b. Dihentikannya segala tindakan medis
c. Status kependudukan berubah
d. Segala kepemilikan berpindah tangan pada ahli waris
e. Timbulnya hak
f. Pernyataan medis (sertifikat kematian: surat keterangan kematian)
g. Deklarasi/pernyataan dari pemerintah (akta kematian)

Menurut ilmu kedokteran Kematian dapat dibagi menjadi dua fase, yaitu:
somatic death (kematian somatik) dan biological death (kematian biologik).
Kematian somatik merupakan fase kematian dimana tidak didapati tanda-tanda
kehidupan lagi, seperti denyut jantung dan gerakan pernapasan, suhu badan
menurun, dan tidak adanya aktivitas listrik otak pada rekaman EEG. Setelah dua
jam, kematian somatik akan diikuti kematian biologik yang ditandai dengan
kematian sel.
2. A. Definisi Kematian Menurut Beberapa Agama

Kematian Menurut Islam

Kematian ialah keadaan dimana seseorang telah kehilangan kekuatan atau


kemampuan untuk hidup; dan ini sama seperti seseorang telah kehilangan
sejumlah organ tubuh, yang menyebabkan seseorang tidak dapat merasakan atau
melihat sesuatu. Mati mengindikasikan berlawanan dengan kata hidup (al-hayah),
meski kemudian kedua kata ini murupakan ciptaan Allah swt. Namun demikian,
mati dan hidup berkaitan erat dengan kedudukan dan perwujudan roh. Mati
menjadi titik pemisah di antara dua perkara, yakni masa, keadaan dan kehidupan
dunia menuju kepada masa, keadaan dan kehidupan akhirat yang abadi, kematian
bertindak sebagai pintu ke alam akhirat (hayah al-akhirah).

Kematian Menurut Agama Kristen dan Katolik

Kematian menurut Kristen Protestan yang mengakhiri kehidupan manusia


di dunia bisa menjadi menerima atau menolak rahmat Ilahi yang sudah diberikan
Kristus padanya. Sesudah kematian, manusia akan mendapat ganjaran abadi untuk
jiwa yang tidak akan mati. Ini akan terjadi dalam pengadilan yang
menghubungkan kehidupan orang tersebut dengan Kristus. Ini bisa terjadi dengan
beberapa hal, yakni masuk ke kebahagiaan surgawi lewat api penyucian, masuk
langsung menuju kebahagiaan surgawi atau mengutuk diri selamanya di neraka
yang abadi.

Kematian Menurut Agama Hindu

Kematian dalam agama Hindu dianalogikan sepertinya orang mengganti


pakaian yang lama artinya tidak layak digantikan dengan pakaian baru, badan
jasmani punya batas/masa waktu hidup badan-badan itu dengan sendirinya akan
rusak,dan sang jiwa akan pindah ke badan yang lain. Tujuan dari umat manusia
yang sebenarnya bukan ke Surya, Bumi, Neraka tapi Moksa bebas dari kelahiran
dan kematian, menyatu dengan Hyang Widhi, Amor Ring Acintya.

Kematian Menurut Agama Budha


Kematian dalam ajaran Buddhis biasa disebut lenyapnya indra vital
terbatas pada satu kehidupan tunggal dan bersamaan dengan fisik kesadaraan
proses kehidupan. Kematian merupakan transformasi arus kesadaran seseorang
yang terus mengalir dalam satu bentuk kehidupan ke bentuk kehidupan yang lain.
Hal ini dapat disebabkan oleh kebodohan batin ataupun kemelekatan. Pada akhir
kehidupan fisik, pada saat bersamaan terdapat pemutusan hubungan antara proses
mental dan tubuh, yang dengan cepat fisik akan mengalami kelapukan. Tetapi
kelahiran lagi dengan cara yang tepat terjadi dengan segera pada beberapa alam
kehidupan. Dalam buddhis tidak dikenal adanya sosok entitas abadi yang
“mungkin” juga kita kenal sebagi roh abadi yang tidak bertransformasi ataupun
satu sosok entitas kehidupan tunggl.

Kematian dalam pandangan Buddhis bukanlah akhir dari segalanya,


namun kematian berarti putusnya seluruh ikatan yang mengikat kita terhadap
keberadaan kita yang sekarang. Semakin kita dapat tidak terikat pada dunia ini
dan belenggunya, akan semakin siap kita dalam menghadapi kematian dan pada
akhirnya akan semakin dekat kita pada jalan menuju “keadaan tanpa kematian”.
Dalam Buddhis, sesungguhnya kematian tidak dapat dipisahkan dari kelahiran,
dan juga sebaliknya dimana setiap yang mengalami kelahiran akan juga
mengalami kematian.

2. B. Penatalaksanaan Menjelang Ajal Berbagai Agama


Menurut Agama Islam

Penyakit dalam agama Islam adalah suatu gangguan keseimbangan


sebagaimana yang dimaksud oleh Allah.Sebab-sebab dari gangguan ini dapat
dicari baik dalam kekuatan yang meguasai alam semesta maupun yang berasal
dari kuasa-kuasa manusia. Kematian bagi orang-orang islam berarti suatu
pemindahan dari kehidupan karena suatu situasi menuggu sampai akhir zaman.
Pada saat itu akan tiba masa pengadilan bagi semua orang. Orang islam pada saat
pengadilan itu boleh percaya akan kebaikan
kebaikan Allah. Orang islam percaya bahwa di dalam kuburan akan datang dua
malaikat yang akan menanyakan masalah kepercayaannya.
Mentalqin adalah menuntun seseorang yang akan meninggal dunia untuk
mengucapkan kalimat syahadat Laa Ilaaha Illa Allah. Mentalqin seseorang yang
akan meninggal dunia disunnahkan bagi orang yang ada di sisi orang yang akan
meninggal dunia. Tujuannya adalah agar akhir ucapan yang keluar dari orang
yang akan meninggal dunia adalah “Laa ilaaha illa Allah”. Sehingga dia menjadi
orang yang berbahagia karena termasuk dalam golongan orang yang dikatakan
oleh Rasulullah SAW. Mentalqin orang yang akan meninggal dunia cukup sekali
saja, tidak perlu diulang-ulang kecuali apabila setelah di-talqin dia mengucapkan
kalimat yang lain maka hendaknya diulang sekali lagi agar akhir ucapannya
adalah kalimat syahadat.
Menurut Agama Kristen

Menurut Howard Cinebelle (2002) Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan


Konseling Pastoral menjelaskan bahwa keadaan seseorang saat menjelang
kematian sama uniknya dengan keadaan seseorang dalam menjalani hidupnya.
Berikut ini, ada lima hal yang membantu sebagian orang dalam menghadapi
kematian, sehingga dapat memperoleh perspektif yang lebih luas, menggerakkan
kekuatan baru, dan kemudian meninggal dengan tenang. Keadaan menjelang
kematian adalah suatu pengalaman yang sangat pribadi dan suatu pengalaman
antar pribadi yang hebat. Dalam masyarakat kami, ketika orang merasa sendirian,
kekayaan jaringan antar pribadi seseorang dapat membuat perbedaan yang dahsyat
dalam kualitas keadaan mendekati kematian seseorang.

1. Memunyai suatu komunitas penggembalaan, yang terdiri atas orang-orang


yang akan mendengar dan memberi dukungan yang hangat.

2. Menyelesaikan sebanyak mungkin masalah yang belum diselesaikan dalam


kehidupan mereka, khususnya dalam hubungan dekat mereka (misalnya,
mengungkapkan kasih, atau meminta dan menerima pengampunan orang
lain). Ted Rosenthal, seorang konselor, menjelaskan, "Saya pikir orang tidak
takut akan kematian. Apa yang mereka takutkan adalah ketidaksempurnaan
hidup mereka."
3. Melaksanakan "kerja kedukaan" yang kompleks karena keadaan mendekati
kematian, sehingga mereka dapat mencapai pengalaman penerimaan
(Kubler-Ross).
4. Memunyai suatu sistem iman, suatu rasa percaya, dan merasa betah dalam
alam semesta, memberi suatu arti yang melebihi kehilangan yang berlipat
ganda karena keadaan menjelang kematian.
5. Memunyai suatu latar tempat seseorang dapat meninggal dengan
bermartabat.
Menurut Agama Katolik
Dalam agama Kristen terdapat berbagai aliran-aliran. Dua aliran yang
palingu tama adalah agama Katolik dan agama Protestan. Dalam ajaran agama
Katolik Roma mati itu hanya suatu perpisahan untuk waktu sementara. Setelah
kematian akan muncul kehidupan yang abadi dan Tuhan.Tuhan itu baik hati dan
mengam puni semua dosa dan kesalahan. Seorang katolik yang baik tidak usah
takut menghadapi kematian, karena setelah kematian akan ada kehidupan.
Penting dalam untuk seorang pasien Katolik adalah bahwa ia memperoleh
kesempatan untuk Sakramen orang sakit, yang juga dinamakan Pembalseman
orang sakit.
Jika pasien Katolik tampak sedang menyongsong ajal, seorang pendeta
harus dipanggil untuk melakukan sakramen orang sakit. Akan lebih baik jika
keluarga hadirdan meninggalkan ruangan pada saat dilakukan pengakuan dosa.
Penganut agama Katolik dan keluarga menganggapnya sebagai suatu
keistimewaan karena memiliki kesempatan untuk mengaku dosa ketika masih
memiliki kemampuan. Banyak pasien yang sembuh dengan sempurna, tetapi
harapan ini tidak boleh mencegah penerimaan sakramen. Pendeta akan
memutuskannya setelah berdiskusi dengan keluarga. Sementara hampir semua
agama lainnya tidak memiliki ritual khusus seperti sakramen ini, oleh sebab itu
pemberian privasi pada pasien dan keluarga adalah hal yang penting. Privasi tidak
berarti membiarkan pasien dan keluarganya sendirian tetapi juga tetap
melanjutkan perawatan yang ditugaskan pada anda yang dengan perilaku yang
tenang dan menghargai. Pembacaan kitab suci, jika diminta, dapat menjadi
bantuan spiritual untuk melaluisaat kritis. Bersikap sopan dan beri privasi jika
pemuka agama pasien berkunjung.
Menurut Agama Hindu

Bagi orang-orang yang beragama Hindu dikatakan bahwa penyakit adalah


akibat dari dewa-dewa yang marah atau kuasa-kuasa yang lain. Penyakit harus
dihindari dan dilawan dengan cara membawa persembahan-persembahan bahan
melalui pembacaan mantera. Setelah kematian maka manusia akan kembali
muncul di bumi baik dalam bentuk manusia atau binatang (reinkarnasi), sampai
rohnya menjadi sempurna. Adapun kegiatan JnanaBala tersebut antara lain:

1. Pranayama.
2. Sthanakanda puja, tri purusa diatas wunwunan 12 jari.
3. Ucapkan Sad Aksara ditempatnya masing-masing dengan memancarkan
sinar (bayangan) [Semua itu difokuskan di Telenging Lelata].
4. Diikuti dengan mantram Gayatri, dengan cara; mata tidak berkedip, bait-bait
sloka diucapkan dengan tidak bernafas.
5. Yakini bahwa itu berkekuatan tidak ada tandingannya, baik dalam kesucian
maupun dalam bidang megic.
6. Jauhkan diri dari; Moha, Mada dan Kasmala.
7. Kegunaannya untuk; kesucian, kedamaian dan penyembuhan.
Menurut Agama Budha

Pasien menjelang kematian dan bagi pasien siapapun, jika kita


memancarkan pikiran-pikiran metta, cinta kasih kepadanya. Karena pikiran pasien
menjelang kematian mungkin sedang bekerja pada saat penting ini, tak terhalangi
oleh keterbatasan yang dibebankan oleh fungsi-fungsi jasmani, kemungkinan
bahwa batin seseorang akan lebih sensitif dan mudah menerima gelombang-
gelombang pikiran spiritual di sekitarnya. Jika kesedihan dan tangisan
menghasilkan gelombang pikiran negatif, maka orang yang akan meninggal
mungkin terpengaruh. Tetapi jika pikiran-pikiran baik tentang cinta kasih
dipancarkan, pikiran-pikiran demikian dapat berfungsi sebagai penenang batin
yang menghilangkan penderitaan dan kecemasan dari datangnya kematian dan
dapat menyelubungi pikiran seseorang dalam selimut yang hangat, tenang dan
melindungi.

2. C. Perawatan Pasca Meninggal

Menurut Agama Islam

1. Memejamkan mata orang yang baru meninggal


2. Mendoakan kebaikan
3. Mengikat dagunya
4. Melemaskan persendian
5. Melepas pakaian yang ada dibadannya
6. Menutup seluruh jasad jenazah dengan kain
7. Menyegerakan pemakaman
8. Segera melunasi hutang hutangnya
9. Segera menunaikan wasiatnya

Menurut Agama Budha

Adat upacara kematian suku Tionghoa dilatarbelakangi oleh kepercayaan mereka.


Mereka mempercayai bahwa dalam relasi seseorang dengan Tuhan atau kekuatan-
kekuatan lain yang mengatur kehidupan baik langsung maupun tidak langsung,
berlaku hal-hal sebagai berikut :

1. Adanya reinkarnasi bagi semua manusia yang telah meninggal (cut sie).
2. Adanya hukum karma bagi semua perbuatan manusia, antara lain tidak
mendapat keturunan (ko kut).
3. Leluhur yang telah meninggal (arwah leluhur) pada waktu-waktu tertentu
dapat diminta datang untuk dijamu (Ce’ng be’ng).
4. Menghormati para leluhur dan orang pandai (tuapekong).
5. Kutukan para leluhur, melalui kuburan dan batu nisan yang dirusak
(bompay).
6. Apa yang dilakukan semasa hidup (di dunia) juga akan dialami di alam
akhirat. Kehidupan sesudah mati akan berlaku sama seperti kehidupan di
dunia ini namun dalam kualitas yang lebih baik.
Upacara pemakaman

1. Menjelang peti akan diangkat, diadakan penghormatan terakhir. Dengan


dipimpin oleh hwee shio atau cayma, kembali mereka melakukan upacara
penghormatan.
2. Sesudah menyembah (soja) dan berlutut (kui), mereka harus mengitari peti
mati beberapa kali dengan jalan jongkok sambil terus menangis; mengikuti
hwee shio yang mendoakan arwah almarhum..
3. Untuk orang kaya, diadakan meja persembahan yang memanjang ?2 sampai
5 meter. Di atas meja disediakan macam-macam jenis makanan dan buah-
buahan. Pada bagian depan meja diletakkan kepala babi dan di depan meja
berikutnya kepala kambing. Makanan yang harus ada pada setiap upacara
kematian adalah “sam seng”, yang terdiri dari lapisan daging dan minyak
babi (Samcan), seekor ayam yang sudah dikuliti, darah babi, telur bebek.
Semuanya direbus dan diletakkan dalam sebuah piring lonjong besar.
4. Putra tertua memegang photo almarhum dan sebatang bambu yang diberi
sepotong kertas putih yang bertuliskan huruf Cina, biasa disebut “Hoe”. Ia
harus berjalan dekat peti mati, diikuti oleh saudara-saudaranya yang lain.
Begitu peti mati diangkat, sebuah semangka dibanting hingga pecah sebagai
tanda bahwa kehidupan almarhum di dunia ini sudah selesai.
5. Dalam perjalanan menuju tempat pemakaman, di setiap persimpangan,
semua anak harus berlutut menghadap orang-orang yang mengantar jenasah.
Demikian pula setelah selesai penguburan.
6. Setibanya di pemakaman, kembali diadakan upacara penguburan. Memohon
kepada dewa bumi (“toapekong” tanah) agar mau menerima jenasah dan
arwah almarhum, sambil membakar uang akhirat.
7. Semua anak – cucu tidak diperkenankan meninggalkan kuburan sebelum
semuanya selesai, berarti peti sudah ditutup dengan tanah dalam bentuk
gundukan. Di atas gundukan diberi uang kertas perak yang ditindih dengan
batu kecil. Masing-masing dari mereka harus mengambil sekepal
/segenggam tanah kuburan dan menyimpannya di ujung kekojong.
8. Setibanya di rumah, mereka harus membasuh muka dengan air kembang.
Sekedar untuk melupakan wajah almarhum.
Upacara sesudah pemakaman

1. Semenjak ada yang meninggal sampai saat tertentu, semua keluarga harus
memakai pakaian dan tanda berkabung terbuat dari sepotong blacu yang
dilikatkan di lengan atas kiri. Tidak boleh memakai pakaian berwarna ceria,
seperti : merah, kuning, coklat, orange.
2. Waktu perkabungan berlainan lamanya, tergantung siapa yang meninggal,
3. Untuk kedua orangtua, terutama ayah dilakukan selama 2 tahun.
4. Untuk nenek dan kakek dilakukan selama 1 tahun.
5. Untuk saudara dilakukan selama 3 atau 6 bulan.
6. Di rumah disediakan meja pemujaan, rumah-rumahan dan tempat tidur
almarhum. Setiap hari harus dilayani makannya seperti semasa almarhum
masih hidup.

Menurut Agama Hindu

Mati menurut ajaran Hindu ada dua konsep yaitu berdasarkan Tattwa dan
berdasarkan Upacara Yadnya. Mati menurut Tattwa seperti dinyatakan dalam
pustaka Wrehaspati Tattwa yang dikutip di atas. Kalau sudah lepas Sang Hyang
Atma dari badan sariranya yang dibangun oleh Panca Maha Bhuta itu sudah
meninggal secara Tattwa. Jangan hal itu dianggap tidur saja. Tidur dan mati itu
kan tidak sama. Jangan sampai orang miskin dianggap kaya. Orang sakit dianggap
sehat. Anggapan seperti itu tentunya berbahaya. Seperti rumah yang sudah selesai
secara fisik, sudah lengkap segala-galanya. Tetapi kalau belum diupacarai seperti
di-pelaspas dengan upacara yadnya keagamaan Hindu, belumlah rumah itu selesai
namanya menurut tradisi Hindu di Bali.

Demikian juga orang yang meninggal, meskipun secara tattwa sudah


meninggal, namun kalau belum diupacarai yang disebut Atiwa-tiwa belum tuntas
meninggalnya. Meninggal secara Tattwa pegangan kita sebagai umat Hindu
adalah Wrehaspati Tattwa tersebut. Sedangkan kalau meninggal secara upacara
yadnya pegangan umat Hindu semestinya Lontar Pretekaning Wong Pejah. Kalau
meninggal secara Tattwa belum nyaluk sebel. Tetapi kalau sudah meninggal
secara upacara menurut Lontar Pretekaning Wong Pejah saat itulah umat baru
nyaluk sebel atau cuntaka.
Hukum negara juga mengatur orang meninggal saat otak dan batang otak
sudah tidak berfungsi, secara hukum itu sudah meninggal. Tetapi dalam ilmu
kedokteran ada yang disebut mati sel, di mana seluruh sel sudah tidak berfungsi.
Mati sel itu membutuhkan waktu yang lebih panjang: Ini artinya ajaran Hindu
menentukan adanya konsep mati menurut Hindu yaitu: mati menurut tattwa dan
mati menurut upacara yandya. Ini artinya menurut penerapan ajaran Hindu di Bali
menentukan meninggal berdasarkan tattwa dan upacara yadnya itulah yang
disebut meninggal yang sudah tuntas. Selanjutnya bagaimana proses upacara
yadnya untuk menentukan orang meninggal berdasarkan upacara yadnya yang
dinyatakan oleh Lontar Pretekaning Wong Pejah. Lontar ini menguraikan tentang
tata cara merawat jenazah bagi umat Hindu di Bali. Secara umum jenazah itu
dimandikan dengan air bersih atau disebut toya anyar. Selanjutnya dimandikan
dengan air bunga yang disebut toya kumkuman. Dirawat dengan bebelonyoh putih
kuning kuning, makeramas, makerik kuku, setiap buku atau persendiannya
diletakan kwangen, seluruhnya dua puluh dua kwangen.

Intinya jenazah itu dirawat layaknya orang masih hidup. Selanjutnya


disembahyangkan dengan memercikkan Tirtha Pangelukatan, Tirtha Pabersihan,
Tirtha Kawitan atau Tirtha Batara Hyang Guru dari Kamulan Taksu dan Tirtha
Kahyangan Tiga. Kalau akan dipendem atau dikubur atau belum ditentukan hari
pengabenan dipercikan Tirtha Pengentas Tanem. Ini semuanya merupakan simbol
permakluman tentang kematian Sang Seda. Puncaknya melangsungkan upacara
mapepegat lambang perpisahan dengan seluruh keluarga umumnya yang satu
Sanggah Merajan. Kemudian barulah jenazah digulung dengan kain kapan dan
disemayamkan di Bale Gede. Di Bale Gede umumnya ada Arca Garuda simbol
Dewa yang dapat menuntun orang yang meninggal itu memperoleh tuntunan
pembebasan dari dosa-dosa selama hidupnya.

Acara selanjutnya layon dikubur (di-pendem) di Setra atau diaben. Kalau


di-pendem atau dikubur di Setra dibekali Tirtha Pangentas Tanem. Dengan Tirtha
Pangentas Tanem itu bagaikan kartu pelajar untuk belajar pada Ida Batara
Sedahan Setra yang distanakan di Pura Praja Pati di Hulun Setra. Kalau sudah
dengan Tirtha Pangentas Tanem, kapan saja bisa diaben. Tetapi kalau tidak
menggunakan Tirtha Pangentas Tanem harus diaben sebelum setahun. Kalau
tidak, roh yang bernama Preta itu bisa menjadi Butha Diadiu yang dapat
mengganggu ketenangan umat di desa.

Demikian menurut keyakinan umat Hindu di Bali berdasarkan petunjuk


Lontar Yama Tattwa. Menurut Lontar Gayatri saat orang meninggal roh atau
atmannya disebut Preta. Setelah diaben rohnya meningkat menjadi Pitra. Setelah
Upacara Atma Wedana sesuai dengan kemampuan Sang Jayamana atau yang
punya dan membiayai Yadnya. Atma Wedana itu ada lima jenisnya. Salah satu
bisa diambil misalnya ada yang paling kecil sampai yang paling utama seperti
upacaranya disebut nganggseng, nyekah, mamukur, maligia atau ngaluwer.
Upacara Yadnya Atma Wedana itu meningkatkan status Pitara mejadi Dewa
Pitara. Terus dilangsungkan upacara nyegara gunung dengan tujuan maajar-ajar
untuk mendapatkan tuntunan ajah-ajah dari Ida Batara di Besakih dan di Gua
Lawah simbul Ida Batara di Gunung dan di Segara barulah Sang Dewa Pitara
distanakan di Kamulan Taksu.

Tata cara menstanakan Dewa Pitara di Kamulan Taksu dijelaskan sangat


rinci di Lontar Purwa Bhumi Kamulan dan beberapa Lontar lainnya. Adanya
Upacara Yadnya saat manusia lahir, hidup dan mati menurut Lontar Dharma
Kauripan itulah ciri perbedaan manusia dengan makhluk lainnya seperti tumbuh-
tumbuhan dan hewan.

Menurut Agma Katolik

Merawat Jenazah

Saat Ibu Magdalena meninggal di rumahnya, tampak Ibu Tatik dan


beberapa ibu anggota Tim Pangruktilaya hadir. Dimulailah upacara merawat
jenazah dengan pertama-tama memandikan jenazah; berikutnya pemberian
pakaian pesta pada almarhumah, sesuai kehendak keluarga. Setelah itu ada
upacara memasukkan jenazah ke dalam peti. Dalam setiap langkah, mulai dari
memandikan jenazah hingga memasukkannya ke dalam peti, Ibu Tatik dan teman-
temannya mengiringi dengan doa-doa. Mereka biasanya menggunakan doa buku
Tata Laksana Melepas Jenazah halaman 20-29.Saat merawat jenazah itu, Ibu
Tatik sering membisikkan kata-kata “nyuwun sewu” (“permisi”) dengan penuh
hormat kepada almarhumah, seperti seolah-olah Ibu Magdalena masih hidup.
Gereja Katolik ingin mendampingi setiap warganya dari sejak dalam kandungan,
lahir, tumbuh dewasa, hingga menjelang kematian, dan bahkan ketika sudah
meninggal hingga nanti proses pemakaman dan peringatan arwah. Hanya ada satu
tujuan dan tema dari seluruh pendampingan itu, yaitu agar orang beriman
memperoleh keselamatan berkat wafat dan kebangkitan Kristus melulu karena
belas kasih Allah. Begitu seseorang dinyatakan meninggal, dimulailah upacara
merawat jenazah seperti contoh di atas. Meskipun orang itu telah meninggal,
tetapi orang itu tetap dipandang masih hidup, yaitu hidup dalam Tuhan, sebab
Tuhan Yesus telah bersabda, “Akulah kebangkitan dan hidup, barangsiapa
percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun sudah mati” (Yoh. 11:25).
Demikianlah dalam pandangan Gereja Katolik, dengan kematian, hidup ini bukan
dilenyapkan, melainkan hanya diubah (bdk. Prefasi Arwah I dalam TPE no 57).
Di satu pihak, keluarga yang ditinggalkan secara manusiawi tetaplah akan merasa
sedih. Tetapi di lain pihak, iman kepada Kristus, Sang Jalan, Kebenaran, dan
Hidup, menguatkan kita akan pengharapan kebangkitan bagi orang yang
meninggal. Perlakuan penuh hormat pada jenazah sebenarnya mengalir dari
kepercayaan iman yang teguh ini.
DAFTAR PUSTAKA

Clinebell H. 2002. Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral.


Yogyakarta: Kanisius
https://www.gerejakalasan.org/merawat-jenazah/ (diakses pada tanggal 26
November 2018)

https://muslim.or.id/25051-fikih-jenazah-3-hal-hal-yang-disyariatkan-terhadap-
orang-yang-baru-meninggal-dunia.html (diakses pada tanggal 26 November 2018)

http://phdi.or.id/artikel/konsep-mati-menurut-hindu (diakses pada tanggal 26


November 2018)

Anda mungkin juga menyukai