DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan, yang merupakan proses menuju akhir.
Kematian adalah penghentian permanen semua fungsi tubuh yang vital, akhir dari kehidupan
manusia. Lahir, menjelang ajal dan kematian bersifat uiversal. Meskipun unik bagi setiap
individu, kejadian-kejadian tersebut bersifat normal dan merupakan proses hidup yang
diperlukan.
B. Tujuan
1. Menggambarkan bagaimana orang menangani proses menjelang kematian dan sesudah
kematian
2. Menggambarkan tanda-tanda menjelang kematian
3. Menggambarkan persiapan spiritual untuk kematian yang dilakukan berbagai agama.
BAB II
PEMBAHASAN
B. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang penyakit yang diderita klien pada saat sekarang.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Berisi tentang keadaan klien apakah klien pernah masuk rumah sakit dengan penyakit yang
sama.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit yang sama dengan klien.
2. Head To Toe
Perubahan fisik saat kematian mendekat
a. Pasien kurang responsif terhadap sentuhan
b. Fungsi tubuh melambat
c. Pasien berkemih dan defekasi secara tidak sengaja
d. Rahang cenderung jatuh
e. Pernafasan tidak teratur dan dangkal
f. Sirkulasi melambat dan ektremitas dingin, nadi cepat dan melemah
g. Kulit pucat
h. Mata memelalak dan tidak ada respon terhadap cahaya.
c) Tradisi Yahudi
Menurut tradisi Yahudi orang-orang mati akan bangkit pada akhir jaman. Disamping
itu tradisi Yahudi mengenal banyak peraturan-peraturan yang berhubungan dengan fase akhir
kehidupan manusia.
d) Agama Hindu
Bagi orang-orang yang beragama Hindu dikatakan bahwa penyakit adalah akibat dari
dewa-dewa yang marah atau kuasa-kuasa yang lain.
Penyakit harus dihindari dan dilawan dengan cara membawa persembahan-
persembahan bahan melalui pembacaan mantera. Setelah kematian maka manusia akan
kembali muncul di bumi baik dalam bentuk manusia atau binatang (reinkarnasi), sampai
rohnya menjadi sempurna.
2. Prosedur Bimbingan Spiritual pada Pasien dan Keluarga Menjelang Ajal
Jika kondisi pasien kritis, dokter akan secara resmi menuliskan namanya di
Daftar kritis. Kemudian keluarga dan pemuka agama akan diberitahu.
a) Jika pasien Katolik tampak sedang menyongsong ajal, seorang pendeta harus dipanggil
untuk melakukan sakramen orang sakit. Akan lebih baik jika keluarga hadir dan
meninggalkan ruangan pada saat dilakukan pengakuan dosa. Penganut agama Katolik dan
keluarga menganggapnya sebagai suatu keistimewaan karena memiliki kesempatan untuk
mengaku dosa ketika masih memiliki kemampuan. Banyak pasien yang sembuh dengan
sempurna, tetapi harapan ini tidak boleh mencegah penerimaan sekramen. Pendeta akan
memutuskannya setelah berdiskusi dengan keluarga.
b) Sementara hampir semua agama lainnya tidak memiliki ritual khusus seperti sakramen ini,
oleh sebab itu pemberian privasi pada pasien dan keluarga adalah hal yang penting. Privasi
tidak berarti membiarkan pasien dan keluarganya sendirian tetapi juga tetap melanjutkan
perawatan yang ditugaskan pada anda yang dengan perilaku yang tenang dan menghargai.
c) Pembacaan kitab suci, jika diminta, dapat menjadi bantuan spiritual untuk melalui saat-saat
kritis ini. Bersikap sopan dan beri privasi jika pemuka agama pasien berkunjung.
3. Keyakinan dan Budaya dalam Perawatan Jenazah
Setiap agama memiliki beragam budaya dan keyakinan dalam merawat jenazah:
a) Muslim
Jika pasien muslim meninggal
1) Setelah kematian, tubuh dianggap sebagai milik Allah.
2) Jangan wash tubuh atas.
3) Pakailah sarung tangan untuk menghindari kontak langsung dengan tubuh. Tubuh harus
menghadap Mekkah (Timur) dan kepala harus berbalik ke arah bahu kanan sebelum rigor
mortis.
4) Anda mungkin sisir rambut, meluruskan tungkai, menghapus peralatan dan menutupi
tubuhnya dengan kain putih, tapi keluarga akan ingin melakukan cuci dari tubuh.
5) Pos pemeriksaan mayat hanya dibolehkan jika hukum memerlukan itu.
6) Masalah donasi organ bingung - keluarga mungkin setuju atau tidak.
7) Umat Islam selalu dikubur dalam waktu 24 jam dari kematian.
b) Hindu
Jika pasien hindu meninggal:
1) Jenajah mungkin harus dibaringkan di lantai
2) Pendeta akan mengikatkan benang sekitar leher atau pergelangan tangan (jangan
dilepaskan)
3) Pendeta akan memecirkan air dalam mulut klien
4) Keluarga akan memandikan jenazah sebelum dikramasi
c) Yahudi
Jika pasien yahudi meniinggal:
1) Jenazah dimandikan oleh anggota penguburan
2) Dan seseorang harus berada di dekat jenazah untuk Yahudi Ortodoks dan konservatif
d) Kristen
Jika pasien kristen meninggal:
1) Ritual sangat beragam diantara kelompok mungkin memberikan komuno terakhir
2) Memilih penguburan daripada kremasi
E. Implementasi Keperawatan
Perawatan jenazah penderita penyakit menular dilaksanakan dengan selalu
menerapkan kewaspadaan universal tanpa mengakibatkan tradisi budaya dan agama yang
dianut keluarganya. Setiap petugas kesehatan terutama perawat harus dapat menasehati
keluarga jenazah dan mengambil tindakan yang sesuai agar penanganan jenazah tidak
menambah risiko penularan penyakit seperti halnya hepatitis-B, AIDS, kolera dsb. Tradisi
yang berkaitan dengan perlakuan terhadap jenazah tersebut dapat diizinkan dengan
memperhatikan hal yang telah disebut diatas, seperti msalnya menciu jenazah sebagai bagian
dari upacara penguburan. Perlu diingat bahwa virus HIV hanya dapat hidup, maka beberapa
waktu setelah penderita infeksi-HIV meninggal, virus pun akan mati.
1. Tindakan di Luar Kamar Jenazah
a. Mencuci tangan sebelum memakai sarung tangan
b. Memakai pelindung wajah dan jubah
c. Luruskan tubuh jenazah dan letakkan tubuh jenazah dalam posisi terlentang dengan tangan
disisi atau terlipat dada
d. Tutup kelopak mata dan / atau ditutup dengan kapas atau kassa; begitu pula mulut, hidung
dan telinga
e. Beri alas kepala dengan kain handuk untuk menampung bila ada rembesan darah atau
cairan tubuh lainnya
f. Tutup anus dengan kassa dan plester kedap air
g. Lepaskan semua alat kesehatan dan letakkan alat bekas tersebut dalam wadah yang aman
sesuai dengan kaidah kewaspadaan universal
h. Tutup setiap luka yang ada dengan plester kedap air
i. Bersihkan tubuh jenazah dan tutup dengan kain bersih untuk disaksikan oleh keluarga
j. Pasang label identitas pada kaki
k. Beritahu petugas kamar jenazah bahwa jenazah adalah penderita penyakit menular
l. Cuci tangan setelah melepas sarung tangan
3. Tahap Mengkafani
Alat dan Bahan:
a. Kain kafan pria ±15 m, wanita ±12 m
b. Kapas
c. Parfum
d. Kapur barus
e. Tikar
1) Pinggir kain kafan ±2 cm di sobek sepanjang kain (12 m untuk wanita dan 15 m untuk
pria) a, sisa kain kita sebut b
2) Ukur panjang jenazah dengan kain a lebihkan ±2 jengkal, dengan ukuran tadi potong-
potong kain b menjadi 6 potong
3) Potongan kain a dipotong-potong menjadi 10 bagian (8 bagian selebar bahu sampai ujung
lengan terbentang, 2 potong selebar ujung lengan ke ujung lengan yang dibentangkan
4) Ambil sepasang potongan kain b, jelujur dengan salah satu ujung bertumpuk seperti
trapesium
5) Selanjutnya tali di bawah tikar dan tali di bawah kafan tikar
6) Kain kafan 3 lapis (diatasnya ditaburi kapur barus dan parfum)
7) Kemudian lipat yang rapih
Prosedur Mengkafani
a. Kain kafan yang sudah disiapkan di gelar
b. Angkat jenazah, letakkan diatas kain kafan
c. Sisir rambutnya
d. Untai 3 untaian untuk perempuan
e. Siapkan rok gamis kerudung untuk perempuan
f. Aurat ditutup dengan kapas
g. Angkat kain penutup
h. Oleskan bubuk kapur barus dan parfum
i. Lipat kain kafan lapis atas, seterusnya sampai yang ketiga
j. Ikat dengan simpul ikatan yang kiri
k. Gulung dengan tikar dan lipat
l. Masukkan dalam keranda, jenazah siap di sholatkan
Setelah selesai di kafani jenazah diantarkan kepada keluarganya.
F. Evaluasi Pada Pasien Menjelang Ajal
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asuhan terhadap orang yang menjelang ajal telah memasuki dimensi baru, apa yang
sebelumnya dianggap tabu telah muncul sampai tingkat sensitivitas yang meningkat dan
kesadaran akan persamaan publik dan profesional. Ada juga perubahan sosial dalam
mengenali kebutuhan unit lansia. Tidak hanya itu, dua perubahan vital ini telah memengaruhi
peran dan tanggung jawab perawat dalam memberikan asuhan yang kompeten kepada lansia
yang menjelang ajal.
B. Saran
Sebaiknya klien banyak berdoa kepada Allah SWT karena hidup dan mati kita telah
ditentukan oleh Allah. Dan dengan berdoa dapat memberikan ketenangan dan kedamaian,
tidak ada lagi ketakutan untuk menjelang ajal.
DAFTAR PUSTAKA
Pendahuluan
Bimbingan rohani pasien merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan dalam
upaya pemenuhan kebutuhan bio-Psyco-Socio-Spritual ( APA, 1992 ) yang komprehensif, karena pada
dasarnyasetiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual ( Basic spiritual needs, Dadang
Hawari, 1999 ).
Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang
menyatakan bahwa aspek agama ( spiritual ) merupakan salah satu unsur dari pengertian
kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter, terutama perawat untuk
memenuhi kebutuhan spritual pasien.
Perawat memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan
spiritual klien. Akan tetapi, kebutuhan spiritual seringkali dianggap tidak penting oleh perawat.
Padahal aspek spiritual sangat penting terutama untuk pasien yang didiagnosa harapan sembuhnya
sangat tipis dan mendekati sakaratul maut dan seharusnya perawat bisa menjadi seperti apa yang
dikemukakan oleh Henderson, “The unique function of the nurse is to assist the individual, sick or
well in the performance of those activities contributing to health or its recovery (or to a peaceful
death) that he would perform unaided if he had the necessary strength will or
knowledge”,maksudnya perawat akan membimbing pasien saat sakaratul maut hingga meninggal
dengan damai.
Biasanya pasien yang sangat membutuhkan bimbingan oleh perawat adalah pasien terminal
karena pasien terminal, pasien yang didiagnosis dengan penyakit berat dan tidak dapat disembuhkan
lagi dimana berakhir dengan kematian, seperti yang dikatakan Dadang Hawari (1977,53) “orang
yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit
kejiwaan, krisis spiritual,dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang
ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”. Sehingga, pasien terminal biasanya bereaksi menolak,
depresi berat, perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan. Oleh sebab itu, peran
perawat sangat dibutuhkan untuk mendampingi pasien yang dapat meningkatkan semangat hidup
klien meskipun harapannya sangat tipis dan dapat mempersiapkan diri pasien untuk menghadapi
kehidupan yang kekal.
Dalam konsep islam, fase sakaratul maut sangat menentukan baik atau tidaknya seseorang
terhadap kematiannya untuk menemui Allah dan bagi perawat pun akan dimintai
pertanggungjawabannya nanti untuk tugasnya dalam merawat pasien di rumah sakit. Dan fase
sakaratul maut adalah fase yang sangat berat dan menyakitkan seperti yang disebutkan Rasulullah
tetapi akan sangat berbeda bagi orang yang mengerjakan amal sholeh yang bisa menghadapinya
dengan tenang dan senang hati.
Ini adalah petikan Al-Quran tentang sakaratul maut.
Rumusan masalah
A. Pembahasan
Pengertian:
Memberi pelayanan khususjasmaniah dan rohaniah kepada pasien yang akan meninggal.
2. Gejala-gejala pasien menjelang ajal:
d) Pasien tampak pucat,sering disertai sianosis,terlihat pada jarijari, bibir dan kuku,kuku tangan dan
kaki terasa dingin.
Pada pasien yang berada pada tahap akhir penyakit,penting untuk mengingat bahwa salah satu
tujuan utama keperawatan adalah menghilangkan atau meredakan penderitaan. Pedoman berikut
akan membantu :
a) Selalu percaya apa yang pasien katakan tentang nyeri mereka. Jangan pernah membuat keputusan
anda sendiri tentang seberapa nyeri yang mereka rasakan.
b) Banyak pasien takut bahwa mereka akan meninggal dalam pederitaan yang dalam.Tenngkan mereka
dan beritahu mereka bahwa anda dapat merawat nyeri tersebut dan bahwa mereka tidak perlu
merasa takut.
c) Berikan dosis medikasi nyeri yang memberikan pengendalian nyeri paling besar dengan efek samping
paling kecil.
b. Bila pasien konstipasi, Laksatif mungkin membantu. Juga dorong pasien untuk meminum jus buah.
c. Sebanyak mungkin, beri pasien diet tinggi kalori dan tinggi vitamin. Jangan paksa pasie untuk makan.
Pasien harus makan hanya makanan yang dia ingin makan.
1. Perawatan mulut bila mulut kering, dan bersihkan kelopak mata bila ada sekresi.
a) Bantu pasien turun dari tempat tidur dan duduk di kursi bila Ia mampu. Jika tidak, ganti posisi setiap
dua jam dan coba untuk mempertahankan pasien dalam posisi apapun yang paling nyaman.
d) Jika pasien merasakan napas pendek atau kekurangan udara, berikan oksigen.
e) Bahkan ketika pasien hampir meninggal, mereka dapat mendengar, sehingga jangan berbicara
dengan berbisik, tapi bicaralah dengan jelas. Pasien juga masih merasakan sentuhan anda.
2. Penyakit terminal adalah suatu penyakit yag tidak bisa disembuhkan lagi. Kematian adalah tahap
akhir kehidupan.Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada klien yang sedang dalam
keadaan terminal, perawat harus memperhatikan hak-hak pasien berikut ini:
c. Hak mendapatkan perawatan yang dapat mempertahankan harapannya, apapun yang terjadi.
d. Hak mengekspresikan perasaan dan emosinya sehubungan dengan kematian yang sedang
dihadapinya,
f. Hak memperoleh perhatian dalam pengobatan dan perawatan secara berkesinambungan, walaupun
tujuan penyembuhannya harus diubah menjadi tujuan memberikan rasa nyaman,
j. Hak untuk memperoleh bantuan dari perawat atau medis untuk keluarga yang ditinggalkan agar
dapat menerima kematiannya,
l. Hak untuk tetap dalam kepercayaan atau agamanya dan tidak diambil keputusan yang bertentangan
dengan kepercayaan yang dianut,
m. Hak untuk memperdalam dan meningkatkan kepercayaannya, apapun artinya bagi orang lain,
n. Hak untuk mengharapkan bahwa kesucian raga manusia akan dihormati setelah yang bersangkutan
meninggal,
o. Hak untuk mendapatkan perawatan dari orang yang profesional, yang dapat mengerti kebutuhan
dan kepuasan dalam mnghadapi kematian.
1. Memberi perasaan tenang dan tentram pada pasien dalam menghadapi maut denga memberikan
bantuan fisik dan spritual sehingga meringankan penderitaannya.
2. Memberi simpati dan kesan yang baik terhadap keluarga pasien .
4. Membuat hari-hari akhir pasien sebaik mungkin untuk pasien maupun keluarga, dengan sedikit
mungkin penderitan.
6. Cara kerja:
a) Persiapan alat-alat:
c. Alat resusitasi.
d. Tensi meter.
e. Stetoskop.
f. Pinset.
g. Kasa penekan & air matang dalam kom kecil atau gelas untuk membasahi bibir.
i. Kapas.
a. Sprei.
b. Baju.
c. Selimut.
b) Persiapan pasien:
2. Memberitahukan keluarga. catatan untuk menulis pesan atau amanat dan lain-lain yangdiperlukan.
c). Pelaksanaan:
f. Bila bibir kering dibasahi dengan kasa yang dibasahkan dengan air matang,diambil dengan pinset.
d). Perhatian:
b. Jangan tertawa dan bergurau disekitar tempat pasien yang akan meninggal
Tradisi yang berkaitan dengan perlakuan terhadap jenazah tersebut dapat diizinkan dengan
memperhatikan hal yang telah disebut di atas, seperti misalnya mencium jenazah sebagai bagian
dari upacara penguburan. Perlu diingat bahwa virus HIV hanya dapat hidup dan berkembang dalam
tubuh manusia hidup, maka beberapa waktu setelah penderita infeksi-HIV meninggal, virus pun akan
mati. Beberapa pedoman perawatan jenazah adalah seperti berikut:
3. Luruskan tubuh jenazah dan letakkan dalam posisi terlentang dengan tangan di sisi atau terlipat di
dada.
4. Tutup kelopak mata dan/atau ditutup dengan kapas atau kasa; begitu pula mulut, hidung dan
telinga.
5. Beri alas kepala dengan kain handuk untuk menampung bila ada rembesan darah atau cairan
tubuh lainnya.
9. Bersihkan tubuh jenazah dan tutup dengan kain bersih untuk disaksikan oleh keluarga.
11. Bertahu petugas kamar jenazah bahwa jenazah adalah penderita penyakit menular.
1. Lakukan prosedur baku kewaspadaan universal yaitu cuci tangan sebelum memakai sarung tangan.
3. Jenazah dimandikan oleh petugas kamar jenazah yang telah memahami cara
membersihkan/memandikan jenazah penderita penyakit menular.
4. Bungkus jenazah dengan kain kaifan atau kain pembungkus lain sesuai dengan agama dan
kepercayaan yang dianut.
5. Cuci tangan dengan sabun sebelum memakai sarung tangan dan sesudah melepas sarung tangan.
7. Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik untuk pengawetan kecuali oleh petugas khusus yang
telah mahir dalam hal tersebut.
8. Jenazah tidak boleh diotopsi. Dalam hal tertentu otopsi dapat dilakukan setelah mendapat
persetujuan dari pimpinan rumah sakit dan dilaksanakan oleh petugas yang telah mahir dalam hal
tersebut.
a. Segera mencuci kulit dan permukaan lain dengan air mengalir bila terkena darah atau cairan tubuh
lain.
b. Dilarang memanipulasi alat suntik atau menyarungkan jarum suntik ke tutupnya. Buang semua
alat/benda tajam dalam wadah yang tahan tusukan.
c. Semua permukaan yang terkena percikan atau tumpahan darah dan/atau cairan tubuh lain segera
dibersihkan dengan larutan klorin 0,5%.
d. Semua peralatan yang akan digunakan kembali harus diproses dengan urutan: dekontaminasi,
pembersihan, disinfeksi atau sterilisasi.
f. Pembuangan sampah dan bahan yang tercemar sesuai cara pengelolaan sampah medis.
Kesimpulan
1. Bimbingan rohani pasien merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan dalam upaya
pemenuhan kebutuhan bio-Psyco-Socio-Spritual ( APA, 1992 ) yang komprehensif, karena pada
dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual ( Basic spiritual needs, Dadang
Hawari, 1999 ).
Penutup
Alhamdulilah ahirnya tugas ini bisa kami seleseaikan, dan apa bila ada kesalahan dalam
penulisan maupun pembahasan kami minta maaf dan kepada Allah kami mohon Ampun.
Sebagai manusia biasa kami menyadari bahwa tugas yang kami susun belum sempurna dan
untuk menyempurnakan tugas-tugas selanjutnya kami mohon keritik dan saran dari kawan-kawan
semua.
Daftar pustaka.
http://www.pernikmuslim.com/hukum-dan-tata-cara-mengurus-jenazah-menurut-alquran-dan-
assunnah-p-25.html
http://pernikmuslim.com/hukum-dan-tata-cara-mengurus-jenazah-menurut-alquran-dan-assunnah-
p-25.html
BAB I
PENDAHULUAN
Kehilangan adalah peristiwa dari pengalaman manusia yang bersifat unik secara individual.
Hidup adalah serangkaian kehilangan dan pencapaian. Seorang anak yang mulai belajar berjalan
mencapai kemandiriannya dengan mobilisasi. Seorang lansia dengan perubahan visual dan
pendengaran mungkin kehilangan keterandalan-dirinya. Penyakit dan perawatan di rumah sakit
sering melibatkan berbagai kehilangan. (potter dan perry)
Kehilangan adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat dialami individu ketika
berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan, atau terjadi
perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan. Kehilangan dapat memiliki beragam
bentuk, sesuai nilai dan prioritas yang dipengaruhi oleh lingkungan seseorang yang meliputi
keluarga, teman, atau masyarakat, dan budaya. Kehilangan yang dirasakan kurang nyata dan dapat
disalah artikan, seperti kehilangan kepercayaan diri atau pretise. Kehilangan dapat bersifat aktual
atau dirasakan. Kehilangan yang bersifat aktual dapat dengan mudah diidentifikasi, misalnya seorang
anak yang temannya pindah rumah dan yang paling nyata adalah kematian.
Dalam kehidupan setiap individu hanya ada satu hal yang pasti, yaitu individu tersebut akan
meninggal dunia . Kematian merupakan suatu hal yang alami. Saat terjadinya kematian merupakan
saat-saat yang tidak diketahui waktunya. Kematian dapat terjadi singkat dan tidak terduga seperti
seorang anak yang meninggal akibat kecelakaan, kematiaan dapat berlangsung mendadak dan tidak
dapat diperkirakan sebelumnya, misalnya seseorang yang pingsan dan dalam waktu 24 jam sudah
meninggal, kematian dapat diperkirakan sebelumnya melalui diagnosis medis tetapi saat kematian
itu sendiri biasa terjadi mendadak,atau pasien dapat mengalami dahulu stadium terminal penyakit
dalam waktu yang bervariasi mulai dari berapa hari hingga berbulan-bulan.
Kematian dari masa lampau sampai saat ini selalu dikhaskan dengan kondisi terhentinya
pernapasan, nadi, dan tekanan darah, serta hilangnya respon terhadap stimulus eksternal, ditandai
dengan terhentinya kerja otak secara menetap. Namun demikian, kemajuan dalam teknologi
kedokteran berlangsung sedemikian cepat sehingga kalau satu atau lebih sistem tubuh tidak
berfungsi, pasien mungkin masih dapat dipertahankan “hidupnya” dengan bantuan mesin, tindakan
ini dapat dilakukan sehubungan dengan pengangkatan organ tubuh untuk bedah transplantasi.
Kepercayaan yang ada pada agama memberitahukan konsep-konsep yang benar dan yang
salah, dan perilaku yang diharapkan untuk menjadi seseorang yang baik, penuh tenggang rasa
terhadap oranglain serta mempunyai rasa cinta kasih terhadap sesama, baik dalam perkataan
maupun perbuatannya.
Dengan memahami bahwa kematian merupakan suatu yang alami dari proses kehidupan akan
membantu perawatdalam memberikan respon terhadap kebutuhan pasien dengan lebih murah hati.
1.2 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Kematian
Kematian suatu keadaan alamiah yang setiap individu pasti akan mengalaminya. Secara
umum, setiap manusia berkembang dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa, lansia dan akhirnya mati.
Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah, serta
hilangnya respon terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas listrik otak, atau
dapat juga dikatakan terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap atau terhentinya kerja
otak secara menetap. . Terdapat beberapa perubahan tubuh setelah kematian, diantaranya :
Algor mortis merupakan salah satu tanda kematian yaitu terhentinya produksi panas, sedangkan
pengeluaran berlangsung terus menerus, akibat adanya perbedaan panas antara mayat dan
lingkungan.
a. Faktor lingkungan
Livor mortis (lebam mayat) terjadi akibat peredaran darah terhenti mengakibatkan stagnasi
maka darah menempati daerah terbawah sehingaa tampak bintik merah kebiruan.
Rigor mortis adalah kekakuan pada otot tanpa atau disertai pemendekan serabut otot.
36 am : relaksasi sekunder
4. Dekomposisi ( Pembusukan)
Hal ini merupakan suatu keadaan dimana bahan-bahan organik tubuh mengalami dekomposisi
baik yang disebabkan karena adanya aktifitas bakteri, maupun karena autolisis. Skala waktu
terjadinya pembusukan
Mulai terjadi setelah kematian seluler. Lebih dari 24 jam mulai tampak warna kehijauan di perut
kanan bawah (caecum).
Mekanisme:
1. Mikroorganisme
3. Kelembaban tinggi→cepat
1. Mati klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah henti sirkulasi (jantung) total
dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak ireversibel. Pada masa dini kematian inilah,
pemulaian resusitasi dapat diikuti dengan pemulihan semua fungsi sistem organ vital termasuk
fungsi otak normal, asalkan diberi terapi optimal.
2. Mati biologis (kematian semua organ) selalu mengikuti mati klinis bila tidak dilakukan resusitasi
jantung paru (RJP) atau bila upaya resusitasi dihentikan. Mati biologis merupakan proses nekrotisasi
semua jaringan, dimulai dengan neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa
sirkulasi, diikuti oaleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik selama beberapa jam atau
hari.
Pada kematian, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat, denyut
jantung dan nadi berhenti pertama kali pada suatu saat, ketika tidak hanya jantung, tetapi organisme
secara keseluruhan begitu terpengaruh oleh penyakit tersebut sehingga tidak mungkin untuk tetap
hidup lebih lama lagi. Upaya resusitasi pada kematian normal seperti ini tidak bertujuan dan tidak
berarti.
Henti jantung (cardiac arrest) berarti penghentian tiba-tiba kerja pompa jantung pada organisme
yang utuh atau hampir utuh. Henti jantung yang terus berlangsung sesudah jantung pertama kali
berhenti mengakibatkan kematian dalam beberapa menit. Dengan perkataan lain, hasil akhir henti
jantung yang berlangsung lebih lama adalah mati mendadak (sudden death). Diagnosis mati jantung
(henti jantung ireversibel) ditegakkan bila telah ada asistol listrik membandel (intractable, garis datar
pada EKG) selama paling sedikit 30 menit, walaupun telah dilakukan RJP dan terapi obat yang
optimal.
3. Mati serebral (kematian korteks) adalah kerusakan ireversibel (nekrosis) serebrum, terutama
neokorteks. Mati otak (MO,kematian otak total) adalah mati serebral ditambah dengan nekrosis sisa
otak lainnya, termasuk serebelum, otak tengah dan batang otak.
Penyebab kematian menurut ilmu kedokteran tidak berhubungan dengan jatuhnya manusia ke
dalam dosa atau dengan Allah, melainkan diakibatkan tidak berfungsinya organ tertentu dari tubuh
manusia.
Seseorang dinyatakan mati menurut Dr. Sunatrio bilamana fungsi pernafasan/paru-paru dan
jantung telah berhenti secara pasti atau telah terbukti terjadi kematian batang otak. Dengan
demikian, kematian berarti berhentinya bekerja secara total paru-paru dan jantung atau otak pada
suatu makhluk. Dalam ilmu kedokteran, jiwa dan tubuh tidak dapat dipisahkan. Belum dapat
dibuktikan bahwa tubuh dapat dipisahkan dari jiwa dan jiwa itu baka.
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian masalah ini antara lain adanya tanda klinis saat menghadapi kematian (sekarat),
seperti perlu dikaji adanya hilangnya tonus otot, relaksasi wajah, kesulitan untuk berbicara, kesulitan
menelan, penurunan aktivitas gastrointestinal, melemahnya tanda sirkulasi, melemahnya sensasi,
terjadinya sianosis pada ekstremitas, kulit teraba dingin, terdapat perubahan tanda vital seperti nadi
melambat dan melemah, penurunan tekanan darah, pernapasan tidak teratur melalui mulut, adanya
kegagalan sensori seperti pandangan kabur dan menurunnya tingkat kecerdasan. Pasien yang
mendekati kematian ditandai dengan dilatasi pupil, tidak mampu bergerak, refleks hilang, nadi naik
kemudian turun, respirasi cheyne stokes (napas terdengar kasar), dan tekanan darah menurun.
Kematian ditandai dengan terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah, hilangnya respons
terhadap stimulus eksternal, hilangnya pergerakan otot, dan terhentinya aktivitas otak.
B. Diagnosis Keperawatan
1. Ketakutan berhubungan dengan ancaman kematian (proses sekarat).
2. Keputusan berhubungan dengan penyakit terminal.
1. Perlakukan tubuh dengan rasa hormat yang sama perawat lakukan terhadap orang yang masih hidup.
2. Beberapa fasilitas memilih untuk meninggalkan pasien sendiri sampai petugas kamar jenazah tiba.
a. Perawatan Jenazah
5. Tempatkan kedua tangan jenazah di atas abdomen dan ikat pergelangannya (tergantung dari
kepercayaan atau agama)
7. Tutup kelopak mata, jika tidak bisa tertutup bisa menggunakan kapas basah.
8. Katupkan rahang atau mulut, kemudian ikat dan letakkan gulungan handuk di bawah dagu.
1. Tindakan di ruangan
keadaan tertentu.
h.. Memberitahukan kepada petugas kamar jenazah bahwa jenazah adalah penderita penyakit “menular”
a. Jenazah dimandikan oleh petugas kamar jenazah yang telah mengetahui cara memandikan jenazah
yang infeksius.
c. Menggunakan air pencuci yang telah dibubuhi desinfektan, antara lain kaporit.
d. Mencuci tangan dengan sabun setelah membersihkan jenazah (sebelum dan sesudah sarung tangan
dilepaskan)
e. Jenazah dibungkus dengan kain kafan atau kain pembungkus lain sesuai dengan
kepercayaan/agamanya.
1. Segera mencuci kulit dan permukaan lain dengan air bila terkena darah atau cairan tubuh lain.
2. Dilarang menutup atau memanipulasi jarum suntik, buang dalam wadah khusus alat tajam
4. Pembuangan sampah dan bahan terkontaminasi dilakukan sesuai dengan tujuan mencegah infeksi
5. Setiap percikan atau tumpahan darah di permukaan segera dibersihkan dengan larutan
desinfektans, misalnya klorin 0.5 %
6. Peralatan yang akan digunakan kembali harus diproses dengan urutan: dekontaminasi, pembersihan,
disinfeksi dan sterilisasi.
8. Jenazah tidak boleh dibalsam,disuntik untuk pengawetan dan diautopsi kecuali oleh petugas khusus.
9. Dalam hal tertentu, autopsi hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari pimpinan
RS
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah sekarat dan kematian secara umum dapat dinilai dari kemampuan
individu untuk menerima makna kematian, reaksi terhadap kematian, dan perubahan perilaku, yaitu
menerima arti kematian.
Seperti yang tercantum dalam ayat “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian
hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.” (QS. 29:57) tiap orang yang pernah hidup di muka bumi
ini ditakdirkan untuk mati. Tanpa kecuali, mereka semua akan mati, tiap orang. Saat ini, kita tidak
pernah menemukan jejak orang-orang yang telah meninggal dunia. Mereka yang saat ini masih
hidup dan mereka yang akan hidup juga akan menghadapi kematian pada hari yang telah
ditentukan. Walaupun demikian, masyarakat pada umumnya cenderung melihat kematian sebagai
suatu peristiwa yang terjadi secara kebetulan saja.
Ketika kematian dialami oleh seorang manusia, semua “kenyataan” dalam hidup tiba-tiba
lenyap. Tidak ada lagi kenangan akan “hari-hari indah” di dunia ini. Renungkanlah segala sesuatu
yang anda dapat lakukan saat ini: anda dapat mengedipkan mata anda, menggerakkan badan anda,
berbicara, tertawa; semua ini merupakan fungsi tubuh anda. Sekarang renungkan bagaimana
keadaan dan bentuk tubuh anda setelah anda mati nanti.
Manusia yang diciptakan seorang diri haruslah waspada bahwa ia juga akan mati seorang diri.
Namun selama hidupnya, ia hampir selalu hidup untuk memenuhi segala keinginannya. Tujuan
utamanya dalam hidup adalah untuk memenuhi hawa nafsunya. Namun, tidak seorang pun dapat
membawa harta bendanya ke dalam kuburan. Jenazah dikuburkan hanya dengan dibungkus kain
kafan yang dibuat dari bahan yang murah. Tubuh datang ke dunia ini seorang diri dan pergi darinya
pun dengan cara yang sama. Modal yang dapat di bawa seseorang ketika mati hanyalah amal-
amalnya saja.
Dunia adalah tempat ujian dan cobaan. Bagi orang yang tunduk dan patut kepadanya maka
surga sebagai balasannya. Kita juga tidak tahu kapan dan dimana akan datangnya maut. Bahkan apa
yang kita peroleh pada hari esok, belum tahu apa yang terjadi. Adanya kematian yang menimpa
seseorang, berarti akan memutus kelezatan dunia. Manusia tinggal menunggu balasan amal
perbuatannya ketika masih di dunia.
http://www.sabdaspace.org/kematian
Salah satu kitab dalam yang disakralkan oleh umat Hindu adalah kitab Upanishad. Kitab
Upanishad mengajarkan bahwa di luar dunia ini, "brahmanatman"lah (sesuatu seperti Allah) satu-
satunya yang benar-benar ada dan berarti. Apa yang
manusia lihat, dunia ruang, dan waktu adalah maya. Maya sifatnya hanya sementara dan tidak
memiliki makna yang nyata. Namun, semua yang hidup dan bernapas memiliki "atman" atau jiwa
yang merupakan bagian dari "paramatman" atau dunia arwah. Setiap "atman", saat berada dalam
dunia maya, mencoba untuk kembali ke "paramatman".
Kitab Upanishad menyatakan bahwa jalan satu-satunya bagi "atman" untuk kembali ke
asalnya adalah melalui "punar-janman" atau reinkarnasi. "Atman" (jiwa) seseorang mungkin berawal
dari cacing, kemudian melalui kematian dan kelahiran kembali, jiwa itu menjadi sesuatu yang lebih
tinggi derajatnya sampai menjadi manusia. Saat "atman" menjadi manusia, "atman" itu harus tumbuh
dengan mencapai kelas sosial yang lebih tinggi. Manusia mencapai kelas sosial yang lebih tinggi
dengan mengikuti darmanya -- tugasnya untuk melakukan sesuatu hal tertentu sesuai dengan
kelasnya. Tugas tersebut meliputi tugas moral, sosial, dan agama -- ketiganya sangat penting dalam
agama Hindu.
Cara lain untuk membebaskan jiwa adalah melalui yoga -- kedisiplinan yang menahan hasrat
jasmani di bawah penguasaan diri sehingga "atman" dapat lolos dari lingkaran kematian dan
kelahiran kembali untuk kemudian bergabung ke "paramatman" (dunia arwah). Sekalinya
"atman" dapat masuk ke "paramatman" (kenyataan yang sebenarnya), maka "atman" tersebut telah
diterima di nirwana. Kemudian yang ada hanyalah hidup yang lebih tinggi. Ia berhasil masuk ke
dalam keabadian.
Orang Hindu meyakini bahwa dunia ini tidak bermakna karena dunia ini hanya sementara
dan satu-satunya realitas adalah sesuatu yang dapat ia lihat sekilas melalui disiplin dan meditasi
yang intensif. Mereka percaya bahwa jiwa mereka telah melalui lingkaran kelahiran, kematian,
kelahiran kembali yang panjang dan akan terus begitu sampai menemukan kelepasan di nirwana
(keabadian). Orang Hindu percaya bahwa Upanishad memberi mereka hikmat yang mereka perlukan
untuk menolak dunia agar jiwanya dapat mencapai"paramatman" yang kekal.
Hinduisme ini mengajarkan bahwa keselamatan dapat diperoleh melalui salah satu dari tiga
cara, yakni dengan menjalankan darma atau tugas; pengetahuan yang diajarkan Upanishad; dan
pengabdian kepada salah satu dewa, misalnya Wisnu atau Siwa. Cara yang terakhir adalah cara yang
paling banyak digunakan orang-orang dari kelas bawah (mayoritas orang India) karena cara itu
menawarkan kemudahan bagi jiwa mereka untuk mencapai kelas yang lebih tinggi, dan akhirnya
nirwana.
Menurut agama Hindu, setelah mengalami tahap-tahap kehidupan yang sempurna dan
melewati reinkarnasi, mereka akan bertemu dengan Dewa Brahma (Pencipta).
Kita akan mampu melihat segala sesuatu sebagaimana adanya, bilamana memiliki kesadaran
dan keinginan untuk melakukannya, yakni bila kita ingin melihat ke dalam pikiran sendiri dan
mencatat dengan penuh perhatian (Sati). Mencatat secara objektif tanpa memproyeksikan suatu ego
ke dalam proses ini dan kemudian mengembangkan latihan tersebut untuk waktu yang cukup lama,
sebagaimana telah diajarkan oleh Sang Buddha dalam SATIPATHANA SUTTA. Maka kita akan melihat
bahwa kelima kelompok ini bukan sebagai suatu pribadi lagi, melainkan sebagai suatu serial dari
proses fisik dan mental. Dengan demikian kita tidak akan menyalah-artikan kepalsuan sebagai
kebenaran. Lalu kita akan dapat melihat bahwa kelompok-kelompok tersebut muncul dan lenyap
secara berturut-turut hanya dalam sekejap, tak pernah sama untuk dua saat yang berbeda; tak
pernah diam namun selalu dalam keadaan mengalir; tak pernah dalam keadaan yang sedang
berlangsung namun selalu dalam keadaan terbentuk. Kelompok materi atau jasmani berlangsung
sedikit lebih lama, yakni kira-kira tujuh belas kali dari saat berpikir tersebut. Karena itu setiap saat
sepanjang kehidupan kita, bentuk-bentuk pikiran muncul dan lenyap. Lenyapnya yang dalam waktu
sekejap mata ini merupakan suatu bentuk dari kematian.
Lenyapnya elemen-elemen dalam waktu sekejap ini tidaklah jelas, karena kelompok-
kelompok yang berturutan akan muncul dengan segera untuk menggantikan yang lenyap, dan
mereka inipun muncul dan lenyap sebagaimana terjadi dengan hal-hal terdahulu. Inilah yang kita
katakan sebagai —Terus berlangsungnya kehidupan“. Namun dengan berjalannya waktu, maka
kelompok materi atau jasmani kehilangan kekuatannya dan mulai terjadi kelapukan. Saatnya akan
tiba di mana kelompok-kelompok ini tidak dapat berfungsi lebih lanjut, dan istilah yang biasa dipakai
inilah akhir dari suatu kehidupan yang kita sebut sebagai terjadinya kematian.
Menurut agama Budha, kematian dapat terjadi disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Kematian dapat disebabkan oleh habisnya masa hidup sesuatu makhluk tertentu.Kematian
semacam ini disebut —AYU-KHAYA“.
2. Kematian yang disebabkan oleh habisnya tenaga karma yang telah membuat
terjadinya kelahiran dari makhluk yang meninggal tersebut. Hal ini disebutKAMMA-
KHAYA“.
3. Kematian yang disebabkan oleh berakhirnya kedua sebab tersebut di atas,
yang terjadi secara berturut-turut. Disebut —UBHAYAKKHAYA“.
4. Kematian yang disebabkan oleh keadaan luar, yaitu: kecelakaan, kejadian-kejadian
yang tidak pada waktunya, atau bekerjanya gejala alam dari suatu karma akibat kelahiran terdahulu
yang tidak termasuk dalam butir (c) di atas(UPACHEDAKKA).
Ada suatu perumpamaan yang tepat sekali untuk menjelaskan keempat macam kematian ini,
yaitu perumpamaan dari sebuah lampu minyak yang cahayanya diibaratkan sebagai
kehidupan.Cahaya dari lampu minyak dapat padam akibat salah satu sebab berikut ini:
1. Sumbu dalam lampu telah habis terbakar. Hal ini serupa dengan kematian akibat berakhirnya
masa hidup suatu makhluk.
2. Habisnya minyak dalam lampu seperti halnya dengan kematian akibat berakhirnya tenaga karma.
3. Habisnya minyak dalam lampu dan terbakar habisnya sumbu lampu pada saat bersamaan, sama
halnya seperti kematian akibat kombinasi dari sebab-sebab yang diuraikan pada kedua hal di atas.
4. Pengaruh dari faktor luar, misalnya ada angin yang meniup padam api lampu. Sama halnya seperti
yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar.
Oleh karena itu karma bukan merupakan satu-satunya sebab dari kematian. Dalam Anguttara
Nikaya dan Kitab-kitab lainnya, Sang Buddha menyatakan dengan pasti bahwa karma bukan
merupakan penyebab dari segala hal.
Kematian adalah bagian dari setiap orang dan makluk ciptaan Tuhan, yang tidak mungkin
dihindari. Ia begitu menyengat nyawa, tidak memandang ras, ekonomi, usia, jabatan, dan Agama.
Alkitab secara “konsisten” mengaitkan kematian itu dengan dosa atau maut. (bnd Kej. 2:17; Maz
90:7- 11; Rm 5:12; 6:23; 1 Kor 15:21 dan Yak 1:1-5).
Manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja (Ibr 9:27), walaupun sering kita
mendengar orang mengatakan ada yang mati dan hidup lagi, biasanya itu yang disebut dengan mati
suri. Sebenarnya kematian itu tidak sesuai dengan kodrat manusia, hal ini disebabkan oleh
pemberontakkannya kepada Allah. Bruce Milne, menambahkan bahwa ini merupakan salah satu
bentuk hukuman ilahi. Namun menurut firman Tuhan , walaupun kematian itu tak terelakkan, bukan
merupakan akhir dari segala sesuatu. Itu sebabnya pada masa manusia itu diberi kesempatan untuk
hidup, haruslah mempergunakan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya.
Kematian bagi kalangan Tionghoa dalam hal ini orang Tionghoa tradisi masih
sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber
“malapetaka” atau “sial”. Itulah sebabnya perlu ditangani dengan ritual keagamaan yang benar
sehingga kelak mereka tidak diganggu oleh roh yang meninggal itu.
Penghormatan terhadap orangtua disebut Hao (Hshiao)yang bagi mereka harus disertai sikap
hormat pada orang-orang yang lebih tua sebagai pernyataan kasih. Sikap hormat ini berlangsung
setiap hari kepada mereka yang masih hidup dan setelah meninggal dilakukan dengan cara yang
berbeda. Oleh sebab itu seorang anak sangat dipentingkan oleh keluarga orang Tionghoa, terutama
anak laki-laki. Bagi mereka anak bukan hanya untuk melanjutkan marga (She) dan membawa berkat
(Hokky) , tetapi yang terutama untuk mengganti sang ayah merawat abu leluhur.
Menurut Nio Joe Lan, ada dua macam pendapat tentang pemujaan terhadap arwah leluhur :
1. Arwah manusia itu hidup terus, dengan memujanya maka diharapkan arwah leluhur itu akan
melindungi keturunannya dari malapetaka.
2. Pemujaan terhadap arwah leluhur semata-mata hanya merupakan peringatan terhadap
leluhur, yakni mereka yang telah memberi hidup pada generasi masa kini. Jadi dengan kata lain,
memelihara “meja abu” tersebut hanya untuk mengenang orangtua yang sudah meninggal.
Seorang anak laki-laki yang tidak mengurus “abu leluhur”, disebut Put Hao (tidak berbakti),
bahkan yang lebih dahsyat lagi keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki juga digolongkan
sebagai Put Hao. Itu sebabnya ada kelurga yang terpaksa mengadopsi anak laki guna memenuhi
syarat ini, bahkan yang lebih celaka konsep ortodox mereka, seorang suami diijinkan menikah lagi
demi untuk mendapat anak laki-laki.
Sampai saat ini orang Tionghoa masih menganggap kematian ini merupakan suatu hal yang
tabu untuk dibicarakan, apalagi pada saat seseorang yang lagi merencanakan menikah atau
melahirkan anak. Bagi orang Tionghoa, seseorang yang sudah meninggal secara otomatis statusnya
berubah menjadi dewa, bahkan umurnya boleh ditambah tiga tahun (satu tahun untuk Bumi, satu
tahun untuk udara dan satu tahun untuk laut),oleh sebab itu orang tersebut harus disembah terutama
oleh mereka yang lebih muda, termasuk anak cucu.
Penyembahan dilakukan di kubur, selain itu dapat juga dilakukan di rumah dengan cara
memanggil roh arwah tersebut di depan altar ( Hio Lo)-nya. Biasanya Hio Lo ini dipasang di rumah
putra sulung, kecuali atas persetujuan keluarga maka boleh ditempatkan di rumah anak yang lain.
Jaman ini tersedia fasilitas khusus untuk meletakkan abu leluhur, dan ada orang-orang volunteer yang
bersedia mengurusnya. Untuk mengetahui apakah roh yang dipanggil itu sudah hadir atau belum
maka diadakan Puak Poi yakni dengan melemparkan dua keping uang logam. Apabila jatuhnya
berlainan sisi sebanyak tiga kali berturut-turut, itu berarti roh arwah yang dipanggil sudah hadir.
Menurut kepercayaan mereka, orang yang mati secara tragis misalnya, tabrakan,bunuh diri,
dan dibunuh, rohnya akan gentayangan; karena belum tiba saatnya dipanggil masuk dunia orang
mati. Nama mereka belum tercantum di dalam kerajaan maut (Im Kan) yang dikuasai raja Giam Lo
(Ong = raja). Roh gentayangan inilah yang biasanya disembah mereka pada hai Cui Ko, yakni bulan
ke tujuh tanggal lima belas.
b.Tempat Persemayaman
Pada jaman dulu, mengurus jenazah orang mati selalu menjadi tugas keluarga. Saat itu
banyak orang yang matinya di rumah bukan di rumah sakit. Anggota keluarga memandikan dan
menyiapkan tubuh itu sebelum dimakamkan, tukang kayu setempat membuat peti mati, pesuruh
gereja menggali lubang; sedangkan upacara diadakan di gereja atau di rumah. Dengan dihadiri sanak
famili dan kerabat-kerabat, tubuh (Jenazah) dibaringkan dipekuburan milik gereja atau halaman
rumah.
Tempat persemayaman jenazah biasanya dilakukan di rumah, namaun sekarang orang lebih
senang memakai rumah sosial, di Surabaya misalnya Yayasan Sosial Adi Jasa dan sebagainya.
Sebenarnya bagi orang Tionghoa tradisi, menyemayamkan orang mati di rumah sendiri itu lebih baik,
hal ini jugga untuk menunjukkan Hao mereka, namun karena pada masa sekarang karena masalah
keamanan, rumah yang tidak memadai, parkir, membuat orang-orang memakai rumah sosial.
Perawatan jenazah menurut Islam meliputi memandikan jenazah, mengkafani, menyolatkan dan
menguburkan.
1. Memandikan jenazah
d. Bayi lahir sebelum waktunya dan belum ada tanda-tanda hidup, misalnya belum menangis, belum
bernafas dan denyut nadi belum bergerak.
e. Orang yang meninggal karena kecelakaan yang fatal sehingga tubuhnya nyaris rusak/hancur.
Bila jenazah disemayamkan lebih dari 24 jam sebaiknya tidak dimandikan tetapi cukup dilap
dengan kain yang agak basah sampai kering, kemudian diberi borehan dengan alkohol atau spiritus.
Sesudah itu diberi bedak dengan maksud agar mayat tetap kering an tidak mendatangkan bau yang
kurang sedap.
a. Jika mayat telah mewasiatkan kepada seseorang untuk memandikannya maka orang itulah yang
berhak.
b. Jika mayat tidak mewasiatkan maka yang berhak adalah ayahnya atau kakeknya atau anaknya laki-
laki atau cucunya laki-laki.
c. Jika tidak ada yang mampu keluarga mayat boleh menunjuk orang yang amanah yang terpercaya
buat mengurusnya.
e. Membersihkan hidung dan mulut serta menutupnya dengan kapas ketika dimandikan lalu dibuang
setelah selesai.
e. Jenazah dibersihkan dari nazis yang melekat di tubuhnya atau yang keluar dari duburnya.
f. Setelah dibersihkan lalu dengan menggunakan air, sabun mandi, seluruh tubuh dari rambut sampai
telapak kaki dimandikan sampai bersih. Disunnahkan jenazah tersebut dimandikan tiga kali atau lima
kali.
g. Setelah jenazah selesai dimandikan, kemudian badannya dikeringkan dengan memakai handuk.
2. Mengkafani jenazah
Jenazah laki-laki atau wanita minimal dibungkus dengan selapis kain kafan yang menutupi
seluruh tubuhnya. Namun untuk jenazah laki-laki sebaiknya dibungkus tiga lapis dan untuk wanita
lima lapis yaitu kain basahan, baju, tutup kepala, kerudung dan kain kafan yang menutupi seluruh
tubuhnya.
3. Menyolatkan jenazah
a. Menutup aurat, suci dari hadas besar dan kecil, suci badan, pakaian dan tempatnya serta
menghadap kiblat.
c. Letak mayat sebelah kiblat orang yang menyolatinya, kecuali kalau sholat dilakukan di atas kubur
atau sholat gaib
Tindakan ini dilakukan untuk menjaga privasi keluarga sekaligus merawat jenazah supaya
tahan lama dan kelihatan bersih dan menghargai jenazah.
e. Handuk untuk mengeringkan badan atau tubuh jenazah setelah selesai dimandikan
a. Bujurkan jenazah di tempat yang tertutup, tetapi jika jenazah dapat didudukkan di kursi bisa
didudukan dikursi.
b. Seandainya jenazah perempuan maka yang memandikan perempuan demikian juga sebaliknya.
f. Bersihkan kotoran nazisnya dan meremas bagian perutnya hingga kotorannya keluar, hal ini
dialakukan dalam keadaan duduk.
i. Diusahakan menyiram air mulai dari anggota yang kanan, diawali dari kepala bagian kanan terus ke
bawah, kemudian bagian kiri terus kebawah dan diulang sampai bersih
a. Mulai menyiram anggota tubuh secara urut, tertib segera dan rata hingga bersih minimal 3 kali serta
dimulai anggota tubuh sebelah kanan.
d. Setelah bersih seluruh tubuh dikeringkan dengan handuk kering hingga kering.
a. Dilarang memotong rambut, hal ini dihindari karena dianggap menganiaya jenazah dengan
menimbulkan kerusakan atau cacat tubuh.
b. Saat menyiram air pada wajah dan muka tutuplah lubang mata, hidung, mulut dan telinganya agar
tidak kemasukan air.
c. Apabila anggota tubuh terluka dalam menggosok dan membersihkan bagian terluka supaya hati-hati
dilakukan dengan lembut seakan memperlakukan pada waktu masih hidup.
Formalin yang digunakan 70% sebab dapat membunuh bakteri dengan membuat jaringan
dalam bakteri dehidrasi kekurangan air, sehingga sel bakteri akan kering dan membentuk lapisan
baru dipermukaan, hal ini bertujuan untuk melindungi lapisan dibawah, supaya tahan terhadap
serangan bakteri lain.
Formalin digunakan kurang lebih 4 liter supaya tahan lama kurang lebih satu minggu, untuk
tiga hari jumlah 2 liter dimana konsentrasinya sama 70%, untuk penyuntikan formalin dipercayakan
kepada pihak RS atau bidan. Jika di RS penyuntikan ini dipercayakan kepada perawat sedang di luar
RS dipercayakan kepada bidan. Ini disuntikan pada tubuh jenazah. Salah satu tempatnya di bagian
yang banyak mengandung air dan berongga contohnya di bagian sela-sela iga. Formalin juga dapat
dimasukkan ke pembuluh vena saphena magna. Pembuluh ini letaknya di atas persendian kaki
supaya tidak merusak organ tubuh lainnya. Ada juga yang disuntikkan di pelipatan paha. Namun, di
dunia kedokteran sudah menggunakan standar di kaki karena selain mencarinya mudah juga
pembuluh sudah kelihatan.
a. Terlebih dahulu jenazah harus dimandikan dengan air tawar yang bersih dan sedapat mungkin
dicampur dengan wangi- wangian.
b. Setelah itu diberi secarik kain putih untuk menutupi bagian muka wajah dan bagian alat kelaminnya.
c. Kemudian barulah diberi pesalin dengan kain atau baju yang baru (bersih), rambutnya dirapikan
(perempuan : rambutnya digulung sesuai dengan arah jarum jam), posisi tangan dengan sikap
"menyembah" ke bawah. Setelah itu dibungkus dengan kain putih.
d. Pada saat membungkus jenazah tersebut supaya diperhatikan hal-hal sebagai berikut: Bila jenazah
itu laki- laki maka lipatan kainnya: yang kanan menutupi yang kiri, dan bila perempuan maka lipatan
kainnya: yang kiri menutupi yang kanan. Setelah terbungkus rapi ikatlah bagian ujung (kepala dan
kaki) serta bagian tengah jenazah yang bersangkutan dengan benang atau sobekan kain
pembungkus tadi. Setelah selesai perawatan di atas, barulah jenazah tersebut disemayamkan di
tempat yang telah ditetapkan.
f.Sikat gigi
g.Handuk.
2. Mempersiapkan pakaian
a.Pakaian harus bersih dan rapi, dan yang paling penting adalah bahwa baju yang dikenakan pada
jenazah merupakan pakaian yang paling disenanginya sewaktu masih hidup
b.Pakaian yang disesuaikan dengan adat masing-masing, misalnya dengan menggunakan kain putih
b.Setelah itu jenazah diletakkan di atas meja dan ditutupi kain setelah itu baru dibacakan paritta-
paritta atau doa-doa
4. Pelaksanaan Pemandian
a.Jenazah setelah disembahyangkan kemudian diusung ke tempat pemandian yang telah disiapkan
b.Jenazah dimandikan dengan air bersih terlebih dahulu, kemudian air bunga, lalu dibilas dengan air
yang sudah dicampur dengan minyak wangi.
c.Jenazah dikramasi rambutnya dengan sampo, kemudian disabun seluruh badannya dan giginya
disikat dan kukunya dibersihkan, setelah itu dibilas lagi dengan air bersih
pakaian a.Jenazah
laki-laki
Pakaian jenazah laki-laki, baju lengan panjang, celana panjang, dan yang paling disenangi oleh
almarhum sewaktu masih hidup, rambut disisir rapi, bila perlu diberi minyak rambut, lalu kedua
tangannya dikenakan sarung tangan, dan juga kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih.
b.Jenazah Perempuan
Pakaian jenazah perempuan adalah pakaian nasional, misalnya kebaya dan memakai kain (pakaian
adat daerah) dan khuusnya pakaian yang disenangi olehnya sewaktu dia hidup. Mukanya diberi
bedak, rambutnya disisir rapi, bila rambutnya panjang bisa disanggul. Lalu kedua tangannya diberi
sarung tangan, dan kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih.
Pakaian khusus Pandita adalah memakai jubah berwarna kuning dan tangannya diberi sarung
tangan, dan kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih.
Sikap tangan diletakkan di depan dada, tangan kanan di atas tangan kiri, dan sambil memegang
tiga tangkai bunga, satu pasang lilin berwarna merah, tiga batang dupa wangi, yang sudah diikat
dengan benang merah. Sikap kedua kakinya biasa, dengan telapak kaki tetap ke depan.
(Pemuda dan mahasiswa Buddhis.1999. Petunjuk Teknis Perawatan Jenazah bagi Umat Beragama
Buddha di Indonesia. Diakses dari :
http://groups.yahoo.com/group/pemuda_buddhis/message/126.
1. Pakaian
- Pakaian orang mati
Pakaian ini mulai disediakan tatkala seseorang anggota keluarga itu lanjut usia. Biasanya
karena penyakit ketuaan yang diderita bertahun-tahun, sehingga si sakit meminta anak cucunya
untuk menyediakan pakaian itu baginya. Untuk membeli pakaian ini, harus memeilih hari dan bulan
baik yang dibaca melalui buku Thong Su (semacam ensiklopedi Tioinghoa). Nama pakaian itu Sui
I (Baju panjang umur). Mernurut Martin C. Yang, pakaian tersebut dapat segera dikenakan pada si
sakit apabila diperkirakan orang itu sudah hampir menghembuskan nafasnya yang terakhir.
- Pakaian Berkabung
Orang yang berkabung (istilahnya Hao Lam) mengenakan pakaian serba putih, topi putih
yang terbuat dari kain blacu. Mereka yang lebih kental tradisinya lagi memakai pakaian serba hiam.
Selain itu juga dipasang Ha di lengan baju kiri tanda berkabung. Tujuan mereka memakai pakaian
berkabung adalah untuk meringankan penderitaan orang yanag meninggal, semakin kental tradisi itu
dijalankan maka semakin ringan penderitaannya. Sedangkan dampaknya bagi yang berkabung,
mereka akan mendapat pengaruh baik atau Hokky , semakin lama masa berkabung, maka semakin
banyak pengaruh baiknya.
-Peti Mati
Peti mati yang dipakai orang Tionghoa tradisi kelihatannya menyeramkan, sebab selain ukurannya
besar, berat ditambah lagi banyak ukir-ukiran kuno. Merupakan kebanggan tersendiri, apabila sanak
keluarga mampu membeli sendiri peti mati, sebab ada kepercayaan mereka siapa yang yang
membeli, dialah yang akan mendapat banyak rezeki. Bagi mereka peti mati merupakan sarana untuk
menghantar orang mati ke dalam kuburnya, oleh sebab itu semua barang-barang kesayangan
almarhum supaya dimasukkan juga ke dalamnya. Pembelian peti mati yang mahal juga merupakan
salah satu bukti Hao nya anak-anak, dan ada kebiasaan peti tersebut tidak boleh ditawar harganya.
- Tempat Dupa
Tempat dupa (Hio Lo), merupakan sebuah bokor kecil yang fungsinya sebagai tancapan
dupa. Benda ini mempunyai dua buah kuping, sedangakan pada bagian depannya terukir sebuah
kata Hi (bahagia). Lazimnya Hio Lo itu terbuat dari timah, namun sekarang ini tidak jarang kita
lihat Hio Lo yang terbuat dari tanah liat. Hio Lo itu diisi abu dapur yang kemudian dipercayai sebagai
abu leluhur dan harus dipelihara sampai generasi turun-temurun. Dupa (Hio) merupakan alat
sembahyang yang dibakar dan mengeluarkan bau-bau harum. Makna yang terkandung dalam
pembakaran dupa ialah menemukan jalan suci. Dalam konteks kematian seperti ini Hio menyatakan
bahwa yang bersangkutan hadir dalam acara perkabungan. Melalui Hio ini akan terjalin komunikasi
antara hidup dan yang mati.
- Lilin
Lilin merupakan tanda duka-cita, tetapi juga merupakan tanda bahwa para pelayat tidak
membawa sial. Menurut kepercayaan mereka tetesan air lilin ini tidak boleh kena tubuh kita, karena
akan membawa sial seumur hidup.
- Foto Almarhum
Foto Almarhum diletakkan di depan peti mati yang kemudian setelah pemakaman dibawa pulang
oleh putra sulung untuk di sembah. Foto juga dipakai sebagai iklan di Surat Kabar, supaya sanak
famili, handai-taulan mengetahui beliau ini sudah meninggal. Sering terjadi percekcokkan hanya
karena nama seseorang famili lupa dicantumkan, oleh sebab itu memerlukan ketelitian.
Selama persemayaman, jenazah tersebut sudah mulai disembah dengan dipimpin oleh padri (Sai
Kong) atau Bikhu/Bikhuni. Sanak keluarga dikumpulkan dengan mengenakan pakaian berkabung,
mereka diminta untuk membakar dupa, berlutut dan mengelilingi peti mati berulang-ulang sebagai
tanda hormat. Anak sulung (laki-laki) memegang “Tong Huan” sebagai alat sembahyang selama
ritual itu.
Setelah ditetapkan hari dan jamnya, maka jenazah tersebut segera dimasukkan ke dalam peti
sambil diisi barang-barang kesukaan almarhum dan kemudian dipenuhkan dengan uang kertas
sembahyang. Sesudah jenazah dimasukkkan ke dalam peti, maka diadakan sembahyang “memaku
peti jenazah” . Pada saat itu padri mengucapkan kalimat “It thiam teng, po pi kia sai” artinya paku
pertama diberkatilah anak menantu”, dengan demikian seterusnya sampai paku ke empat. Setelah itu
diadakan doa dengan harapan agar meringankan dosa yang diperbuat oleh orang yang meninggal
itu. Selain itu bagi mereka, cara menggeser peti mati itu juga ada syaratnya, tidak boleh menyentuh
kosen pintu rumah, sebab menurut kepercayaan mereka roh almarhum itu akan tinggal di tempat
yang tersenggol dan itu akan mengganggu aktivitas hidup sehari-hari.
Pemberangkatan jenazah ke tempat pemakaman dimulai dengan sembahyang. Kali ini semua
sanak famili mempersembahkan korban berupa daging, buah-buahan atau kue-kue, yang setelah
selesai acaranya boleh dibawa pulang untuk dimakan bersama, supaya mendapat berkat dan rezeki.
Pada saat yang sama menantu laki mengadakan ritualnya dengan mempersembahakan “Leng Ceng”
Bagi mereka yang masih memegang ketat tradisi, untuk menunjukkan rasa cinta anak pada
orang tua, maka mereka diharuskan telanjang kaki berjalan samapi persimpangan jalan barulah boleh
masuk ke mobil jenazah yang mengantar sampai ke kubur. Namun belakangan ini tradisi seperti ini
jarang dilakukan, sebab selain udara yang panas juga mengganggu lalu-lintas jalan.
Selain itu juga diadakan pemecahan guci, semangka dan sebagainya, semua ini tujuannya supaya
mendapatkan berkat.
- Sembahyang di kubur
Ritual penyembahan di kubur (kremasi) dilakukan dengan cara membakar dupa, berlutut,
mengelilingi peti jenazah yang dipimpin kembali oleh padri. Setelah selesai sembahyang, maka
dilakukan secara teratur tabur bunga yang dimulai oleh sanak keluarga dan famili yang diikuti oleh
pelayat. Pada saat ini juga, famili, cucu luar mengambil kesempatan membuang (Ha), dengan
demikian mereka sudah boleh memakai pakaian bebas.
Di kubur juga ada ritual lain seperti pelepasan burung merpati, lalu ada yang meguburkan boneka
di samping kuburan tersebut, dengan tujuan supaya adayang menemani arwah itu, dan tujuan lain
supaya arwah tersebut tidak mengajak pasangannya yang masih hidup.
Perjalanan pulang dari tempat pemakaman (kremasi), dilakukan setelah semua upacaranya
selesai. Pihak berkabung membagi-bagikan Ang Pao kepada para pelayat sebagai tanda ucapan
terima klasih. Sementara itu anak sulung membawa Hio Lo sambil dupanya tetap dinyalahkan dan
anak yang lain memegang foto almarhum.
Dalam sepanjang perjalanan itu, anak-anak almarhum harus memberi komandao, misalnya tatkala
meliwati jembatan. Komando ini diucapkanm serentak kepada roh yang mereka bawa melalui Hio Lo,
supaya roh tersebut tidak tersesat pulang ke rumah. Hio Lo inilah yang kemudian diletakkan di rumah
anak sulung supaya disembah oleh semua sanak keluarga.
Para pelayat yang yang sudah tiba di rumah duka atau rumah almarhum, biasanya
disediakan air bunga untuk cuci wajah dan disediakan makanan ala kadarnya.
Pada dasarnya melalui uraian ini dapatlah kita mengambil kesimpulan bahwa kematian bagi
orang Tionghoa tradisi merupakan sesuatu yang tabu, mengerikan dan penuh misteri. Mereka
percaya ada kehidupan setelah kematian, namun sayang semuanya penuh ketidak-berdayaan dan
penderitaan, sehingga orang-orang yang meninggal justru memerlukan pertolongan dari sanak
keluarga, misalnya dalam memenuhi kebutuhan makanan,pakaian, rumah serta uang. Herannya
dalam ritual yang lain, sanak keluarga menganggap bahwa orang yang mati itu sudah menjadi dewa,
sehingga mereka datang kepada arwah tersebut untuk mohon berkat (rejeki).
BAB III
PENUTUP
III.1. KESIMPULAN
Kehilangan adalah peristiwa dari pengalaman manusia yang bersifat unik secara individual.
Hidup adalah serangkaian kehilangan dan pencapaian. Seorang anak yang mulai belajarKehilangan
mencapai kemandiriannya dengan mobilisasi. Seorang lansia dengan perubahan visual dan
pendengaran mungkin kehilangan keterandalan-dirinya. Penyakit dan perawatan di rumah sakit
sering melibatkan berbagai kehilangan. Kematian merupakan salah satu contoh kehilangan yang
nyata.
Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah,
serta hilangnya respon terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas listrik
otak, atau dapat juga dikatakan terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap atau
terhentinya kerja otak secara menetap.
DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry. Buku Ajar Fundamental keperawatan volume 1. Edisi 4. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran
Karim, H. A. Abdul. 2002. Petunjuk Merawat Jenazah dan Shalat Jenazah. Jakarta : Amzah
Pemuda dan mahasiswa Buddhis.1999. Petunjuk Teknis Perawatan Jenazah bagi Umat Beragama
Buddha di Indonesia. Diakses dari
http://groups.yahoo.com/group/pemuda_buddhis/message/126.
http://sites.google.com/a/saumimansaud.org/www/kematian
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/message/11705
http://groups.yahoo.com/group/debat-alkitab/message/12003?var=1
http://elmanbillonx.blogspot.co.id/2013/04/perawatan-jenajah.html