Anda di halaman 1dari 16

KERAGAMAN SISTEM PENGUBURAN Dl PAPUA

(KAJIAN ETNOARKEOLOGI)
(Variation of Burial System in Papua: Ethnoarchaeology Study)

Rini Maryona
Balai Arkeologi Papua Jalan lsele, Kampung Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura 99358
Telepon (0967) 572467, Faksimile (0967) 572467e-mail: maryonerini@gmail.com

INFO ARTIKEL ABSTRACT

Histori artikal Papua has a diverse traditions including burial system. The purpose of this
paper to know the diversity of burial system in Papua and values contained
Diterima: 12 Februari 2016
therein. Ethnoarchaeology approach used in this paper. The results of the
Diravisi: 4 Maret 2016 research contained burials systems in Supiori, Sorong, Merauke, Yalimo
Disetujui: 17 Mei 2016 and Pegunungan Bintang. The values contained in burial systems in
Papua namely: religious values, honesty, tolerance, discipline, hard work,
independent, democratic, curios;ty, the spirit of nationalism, patriotism,
Keywords: respect for the achievements, friends I communicative, peace-loving,
caring social, and environmental care.
variation,
burial system, ABSTRAK
culture values,
Papua Papua memiliki tradisi yang beragam termasuk sistem penguburan.
Tujuan penulisan ini untuk mengetahui keragaman sistem penguburan
di Papua dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Pendekatan
Kata kunci: etnoarkeologi digunakan dalam penulisan ini. Hasil penelitian terdapat
sistem penguburan di Supiori, Sarong, Merauke, Yalimo dan Pegunungan
ragam, Bintang. Nilai-nilai yang terdapat pada sistem penguburan di Papua yaitu:
nilai religius, jujur, toleransi, disiplin, ke~a keras, mandiri, demokratis, rasa
sistem penguburan,
ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
nilai-nilai budaya, bersahabatlkomunikatif, cinta damai, peduli sosial, dan peduli lingkungan.

Papua

PENDAHULUAN sistem penguburan di Papua tidak


terlepas dengan nilai-nilai budaya
Sudah kita ketahui bersama leluhur yang perlu dilestarikan karena
bahwa kebudayaan Indonesia sangat mengandung nilai-nilai yang dapat
banyakdan beragam. Keanekaragaman mendorong, dan membangkitkan
merupakan satu kesatuan yang utuh semangat kebersamaan dan semangat
dalam wadah kebudayaan nasional. kedaerahan dalam suatu bangsa.
Guna melestarikan warisan nilai-nilai Tulisan ini diharapkan melengkapi
budaya leluhur bangsa kita, maka koleksi keberagaman kebudayaan
perlu adanya usaha pemeliharaan yang terdapat di Indonesia khususnya
kemurnian dan keaslian budaya di Papua, guna menjaga semangat
bangsa. Adanya usaha yang telah dan kebersamaan dalam mempertahankan
sedang dilaksanakan dengan cara keutuhan negara kesatuan Republik
melakukan penelitian yang benafaskan Indonesia.
keberagaman kebudayaan di tanah air. Terkait dengan judul mengenai
Dalam rangka menggali, melestarikan keragaman sistem penguburan di
dan mengembangkan nilai-nilai budaya Papua mulai dari daerah pesisir, dataran
leluhur bangsa kita rendah dan pegunungan merupakan
Berkaitan dengan judul yang suatu tradisi yang unik dan langka
diangkat mengenai keragaman

Keragaman Sistem Penguburan di Papua, Rini Maryone 17


yang tidak dapat ditemukan di tempat membuat perubahan-perubahan
lain. Keunikan dan keragaman tradisi dalam corak kehidupan mereka. Salah
penguburan tersebut merupakan tradisi satu kehidupan yang menonjol adalah
budaya yang sarat akan makna religus berkembangnya kepercayaan adanya
yang juga memperkaya khasanah kehidupan sesudah kematian yang
budaya di tanah air sehingga dapat melahirkan sikapdan prilaku khusus
mempererat persatuan dan kesatuan dalam menangani mayat, dilingkungan
berbangsa dan bernegara. Walaupun anggota kelompok mereka (Sulistyanto,
berbeda-berbeda tetapi satu dalam 2004: 1).
bingkai kebinekaan. Keragaman tradisi Seperti uraian tersebut di atas
penguburan di Papua mulai dari pesisir, bahwa kepercayaan terhadap alam
dataran rendah dan pegunungan kehidupan sesudah mati telah dianut
mempunyai persamaan-persamaan oleh masyarakat Indonesia sejak
mendasar yaitu pemujaan terhadap masa prasejarah. Bahkan di beberapa
roh leluhur atau roh orang mati. daerah di Indonesia termasukdi Papua.
Berbicara mengenai sistem Konsepsi kepercayaan ini telah melatar
penguburan tidak terlepas dari belakangi adat istiadat penguburan,
kematian. Dalam konsepsi masyarakat penempatan pos1s1 dan orientasi
tradisional di berbagai tempat di mayat, pemberian bekal kubur dan
dunia, termasuk di wilayah Papua, upacara penguburan (Sudiono, 2002 :
melihat suatu kematian sebagai awal 40). Kehidupan prasejarah masih tetap
dari suatu kehidupan yang harus berlangsung, bahkan sampai saat ini
dipersiapkan. Sedangkan kematian pun kehidupan tersebut masih tersisa
itu sendiri tidak dapat terlepas dengan di beberapa tempat sebagai tradisi.
religi. Hubungan antara kematian dan Sebagian besar suku-suku yang
religi memang sangat erat sekali, yaitu berada di Papua masih menjalankan
religi mampu menerangi suatu misteri tradisi dan adat istiadat yang mereka
kematian. Secara umum, pengetahuan pegang secara turun temurun.
tentang kematian hanyalah sebatas Kematian dalam pandangan
pengetahuan yang dapat diamati oleh masyarakat prasejarah merupakan
akal manusia melalui kebudayaannya. fenomena alam yang merupakan
Pada saat sakratul maut menjemput, suatu goncangan bagi keluarga yang
nafas mulai tersendat-sendat tidak mengalaminya. Kematian dipandang
teratur dan akhirnya berhenti, maka sebagai awal untuk menuju pada suatu
berakhirlah kehidupan (Sulistyanto, kehidupan alam roh di tempat yang
2004: 1). agung. Di sisi lain, sistem penguburan
Konsepsi kematian mulai merupakan tanggapan yang mampu
dikenal manusia prasejarah pada mereka lakukan guna menangani
masa berburu dan mengumpulkan fenomena alam yang merupakan
makanan. Tingkat lanjut dan semakin goncangan tersebut dan upaya
berkembang pesat pad amasa bercocok memanajemen fenomena tersebut
tanam. Pada masa itu, nilai-nilai sehingga tercipta keselarasan akan
kehidupan berkembang seiring dengan tercipta suatu keselarasan kembali
peningkatan kemampuan manusia seperti semula.
yang tidak lagi tergantung sepenuhnya Umumnya mereka meyakini
pada lingkungan alam. Perlahan-lahan bahwa keselarasan akan tercipta
manusia mulai mampumenguasai jika roh telah berhasil menempuh
lingkungan alam dan secara aktif perjalanan hingga sampai ke

18 Jurnal Papua, Volume 8, No.1, Juni 2016: 17-32


tujuannya. Jika sudah demikian, pegunungan dan untuk mengetahui
maka mereka yang ditinggalkan telah nilai-nilai yang terkandung dari
berhasil melakukan pengantaran keberagaman tradisi penguburan di
roh. Selanjutnya langkah yang Papua.
mereka tempuh untuk kesejahteraan, Metode yang digunakan
perlindungan, dan kedamaian hidup dalam penelitian ini adalah metode
adalah dengan menjalin hubungan pendekatan etnoarkeologi. Dengan
atau komunikasi dengan roh tersebut. memanfaatkan data etnografi sebagai
Hal-hal seperti inilah yang mendasari analogi untuk memperoleh model
terciptanya kosep kematian dan sistem kebudayaan masyarakat yang
penguburan prasejarah (Wasita, 2004 diteliti yang pada akhirnya dapat
: 39). diproyeksikan pada kebudayaan masa
Fenomena tradisi penguburan lampau yang telah punah sehingga
masa prasejarah yang masih berlanjut dapat membantu memecahkan
pada masa kini di Papua, sudah tentu masalah-masalah arkeologi.
dilandasi oleh konsep pemikiran yang Penelitian ini dilakukan dengan dua
berlatar belakang sistem kepercayaan tahap yaitu pengumpulan data dan
yang mereka percayai. Kepercayaan pengolahan data. Pengumpulan data
tentang konsep kematian yang dilakukan dengan beberapa cara yaitu
menjelaskan bahwa terdapat kehidupan survei dengan pengamatan langsung
sesudah kematian, yang muaranya terhadap objekyang diteliti. Wawancara
dari masa megalitik yang berorientasi dengan beberapa tokoh-tokoh guna
pada pemujaan leluhur. Demikian mendapatkan informasi tentang objek
pula yang terjadi, dalam konsep yang diteliti. Melakukan studi pustaka
kepercayaan masyarakat Papua yang dengan menelaah bebarapa pustaka
yang berkaitan dengan objek penelitian
hidup baik, di daerah pegunungan,
setelah semua data yang dibutuhkan
dataran rendah dan pesisir. Menjiwai
terkumpul. Tahap akhir adalah
berbagai aspek kehidupan yang pada
pengolahan data, setelah semua data
hakekatnya adalah menekankan pada terkumpul kemudian dideskripsikan,
penghormatan terhadap roh leluhur. dianalisis dan di interpretasikan.
Secara umum tradisi yang
sampai sekarang di berbagai tempat PEMBAHASAN
masih berlanjut khususnya lagi di
Tulisan ini sebagai bagian dari
Papua, berdasarkan pada uraian di
upaya pemahaman keragaman system
atas terdapat masalah subsentatif yang
penguburan khususnya di daerah
perlu segera diungkapkan. Masalah
Papua, baik di daerah pesisir, dataran
tersebut adalah upaya pengenalan
rendah dan daerah pegunungan.
pada keberagaman sistem penguburan
Dalam kesempatan ini akan diuraikan
dan nilai-nilai yang terkandung dalam
berbagai prosesi sistem penguburan
keberagaman tersebut, sehingga dari
di Papua, bagaimana nilai-nilai yang
nilai-nilai keberagaman dapat menjadi
sama yang terkandung di dalam tradisi
perekat persatuan dan kesatuan di
penguburan tersebut yang berguna
Indonesia terutama di tanah Papua.
bagi karakter bangsa untuk menjaga
Tujuan penulisan ini untuk
keutuhan persatuan dan kesatuan
menjawab permasalahan yang
berbangsa dan bernegara.
diungkapkan yaitu untuk mengetahui
keragaman tradisi penguburan di
daerah pesisir, dataran rendah dan

Keragaman Sistem Penguburan di Papua, Rini Maryone 19


P£TA LOKASl PENWTIAH penguburan yang dihadapi oleh
masyarakat Biak pada umumnya. Bila
kematian sudah dekat (denfarwar),
orang yang sekarat yang akan mati,
akan diberi makan banyak. Ia akan
makan dan makan sampai mati.
Apabila pada waktu terakhir (sebelum
kematian menjemput), saudaranya
yang hidup yang memberi makan,
makanan terakhir yang diberikan
kepada saudaranya tersebut tidak akan
pemah dimakan lagi oleh saudaranya
yang hidup seumur hidupnya. Maka
saudara si mati tersebut akan membuat
...
- "" sumpah bahwa dia tidak akan makan
makanan tersebut dengan memotong
bambu (sumpah bambu mata ka/awat)
Sistem Penguburan di Supiori atau ambawer.
Supiori secara geografis tertetak Pada saat kematian terjadi
di sebelah barat Biak. Pada umumnya di tengah-tengah keluarga maka
kebudayaan masyakat Biak dan keluarga akan menyanyikan lagu-
Supiori adalah satu kebudayaan yaitu lagu ratapan yang disebut kankakes
kebudayaan Biak, begitu pula dengan Jcayap. Ratapan tersebut mengisahkan
tradisi penguburan memilikl kesamaan segala sesuatu yang berkaitan
dengan tradisi penguburan dengan dengan masa hidup si mati. Ratapan
orang Biak pada umumnya. Orang terus dinyanyikan berulang-ulang
Biak percaya juga kepada roh-roh oleh kerabat si mati dengan tujuan
yang berada di alam semesta, mereka menghanghantar jiwa si mati kepada
juga percaya kepada roh orang mati. penciptanya. Proses selanjutnya mulut
Roh-roh orang mali tersebut berada dan telinga si mati akan disumbat
di dalam sebuah patung yang dibuat, dengan tembakau. Sedangkan lubang
patung tersebut disebut patung arwah pelepasan tidak disumbat karena
(amflanir kotwal). Roh orang mati lubang tersebut dianggap sebagai
mendapat tempat yang istimewa dalam jalan keluar roh si mali. Mala si mati
kehidupan orang Biak sehingga dipuja harus ditutup dan waktu melakukan
dan disembah. Pemujaan tersebut hal tersebut harus memalingkan muka,
dilakukan karena mereka percaya hal ini disebabkan karena adanya
bahwa roh tersebut dapat menolong, kepercayaan bila orang yang menutup
melindungi, dan menjaga mereka. mata si mati melihat alau menatap
Sehingga peris1iwa kematian dan mala si mati, maka ia akan jatuh sakit
penguburan pada masyarakat Biak atau bahkan ikut menyusul ke alam
mendapat perhatian penuh . baka. Dalam acara pembungkusan sl
Dalam penelitian yang pemah rnati, apabila si mati adalah seorang
dilakukan di Kampung Yedongker laki-laki, maka yang membungkus
dan Pasir Bambu, ditemukan dan mengurus jenazahnya adalah
situs penguburan masa lalu yaitu saudara perempuan yang tertua.
situs Panapasyem. Berlkut tradlsl Sedangkan apabila si mati, seorang
perempuan maka yang membungkus

20 Jurnal Papua, Volume 8, No.1, Juni 2016: 17-32


dan mengurus jenasah tersebut adalah status sosialnya semakin banyak pula
saudara laki-laki yang tertua. barang-barang berharga di atas kubur,
Dalam upacara perkabungan, kubur si mati seperti perahu pecah.
kaum laki-laki yang datang menjengguk Di atas kubur tersebut diletakan juga
tidak boleh berbicara, dan harus bandera dan lampu yang dipasang
mencukur rambutnya sampai pendek untuk beberapa waktu lamanya.
atau sampai botak. Kaum perempuan Selama 30 hari, kaum keluarga
menutup kepala dan bahu dengan si mati berada dalam keadaan frur
menggunakan tikar atau kulit kayu, sarop (sangat berduka). Mereka
sebagai tanda perkabungan. Biasanya harus tinggal di dalam rumah dengan
bila yang meninggal adalah orang menutup tubuh mereka dengan tikar
terpandang maka, mereka harus kokoya, dengan berjalan berbungkuk
menghancurkan harta miliknya, karena supaya tidak menarik perhatian roh
mereka percaya bahwa barang-barang yang meninggal. Penduduk desa yang
yang dihancurkan tersebut menyertai si lain menghantarkan makanan kepada
mati dialamnya dan pecahan-pecahan keluarga yang berduka. Dalam masa
tersebut akan diletakan diatas kubur itu mereka tidak boleh makan-makanan
si mati. Barang-barang yang tidak yang keras dan tidak boleh berbicara
dihancurkan merupakan barang- yang keras. Masa frur sarop dianggap
barang pusakalwarisan yang tidak selesai pada saat air pasang surut.
dapat dijual dan dilepaskan, pada saat Konsep tentang kematian dan
itu orang-orang yang berkabung akan penguburan masa prasejarah pada
mengenang dan berjaga-jaga sambil masyarakat Supiori sebelum mengenal
makan bersama (nanwark). Acara lnjil, mereka masih melakukan tradisi
selanjutnya adalah membungkus persemayam jenazah yang diwariskan
mayat (s'pangun bemarya) dengan oleh nenek moyang. Dimana mereka
menggunakan peti atau batang masih memegang kepercayaan asli
pohon menyurupai perahu (aba1) yang mengakui kekuasaan alam,
dan tikar sebanyak empat lapis.Si yakni Tuhan langit. Mereka percaya
mati dibungkus dengan keadaan kaki bila orang meninggal lalu dikuburkan,
yang dilipat dan terikat. Dalam acara maka anggota keluarga dari si mati
ini biasanya disertakan pinang dan akan ada yang sakit. Oleh karena hal
tembakau. Setelah acara ini selesai tersebut, maka orang-orang Supiori
maka akan dilakukan penguburan umumnya hanya meletakan si mati
(s'erak1), penguburan dilakukan dengan yang dibungkus dengan tikar diatas
meletakan mayat di gua maupun ceruk panggung atau diletakan di gua-
karang dan juga ada yang dikuburkan gua atau ceruk-ceruk alam sampai
di dalam tanah. Upacara penguburan daging seluruhnya hancur, cara ini
selalu dilakukan pada waktu pasang disebut penguburan primer, setelah
surut. Setelah acara penguburan hancur biasanya tulang-tulang si mati
semua anggota keret melangkah di kembali dibungkus dan dijahitkan
atas kuburan si mati. Biasanya di atas dalam sebuah tikar, ataupun peti yang
kuburan si mati dibangun sebuah arpor menyerupai perahu (abal), cara ini
(rumah kecil) diatas kuburan tersebut disebut pengubuan sekunder.
diletakan rumah dan senjata si mati
semasa hidupnya Oika laki-laki), dan Prosesi penguburan di daerah
barang-barang pecah belah yang Supiori biasanya dilengkapi dengan
sudah dihancurkan. Semakin tinggi bekal kubur berupa keramik yang

Keragaman Sistem Penguburan di Papua, Rini Maryone 21


dipecahkan oleh kerabatyang dianggap mengantar roh menuju penciptanya.
lebih tua, serta juga bekal kubur Pembayaran hutang harta si mati juga
berupa gelang dari kulit bial kerang, merupakan upaya bagi keluarga agar
gelang dari logam dan juga terdapat dapat menaruh harapan pada roh
manik-manik, benda kesayangan dari untuk mendapatkan keselamatan dan
si mati sewaktu masih hidup serta ketenangan. Dengan demikian upacara
senjata. Bekal kubur tersebut dapat kematian pembayaran hutang harta si
menunjukan kemampuan si mati, mati merupakan upaya manusia untuk
berdasarkan kekayaan dan pangkat. meciptakan keharmonisan hidup.
Bentuk wadah yang ditemukan dari Pentingnya upacara-upacara
beberapa situs pada umumnya terdiri kematian dalam proses hidup manusia
dari beragam bentuk dan beragam telah menyebabkan berkembangnya
bahan, baik dari kayu, tanah liat, logam sistem-sistem penguburan yang
dan keramik. berlangsung pada masa itu. Tradisi
Pada umumya masyarakat seperti ini bahkan sekarang masih
Biak, meletakan si mati pada posisi dijumpai di beberapa tempat di
bagian kepala mengarah ke arah Indonesia seperti di Toba Batak, Nias,
barat sesuai dengan posisi matahari Toraja, Sumba, Babar, Buru, Sulawesi
terbenam. Tetapi di daerah Supiori dan beberapa pulau lainnya di bagian
khususnya di Kampung Sauyas, Distrik timur Indonesia.
Supiori limur, posisi si mati kepalanya Pada umumnya upacara
membelakangi laut dan mukanya kematian pembayaran harta si mati
menghadap ke hutan, yang artinya masih dilakukan pada suku-suku yang
walaupun ia sudah mati, rohnya berada di Papua, namun upacara
akan selalu hidup untuk menjaga dan tersebut sudah mengalami penurunan
melindungi hutan tempat kerabatnya dikarenakan perkembangan zaman
mencari makan/hidup. dan kehidupan modern saat ini.
Bentuk penguburan yang Melihat hal tersebut penelitian
ditemukan pada Situs Panapasyem mengenai penguburan masa lalu dan
di Kampung Yedongker dan Kampung upacara pembayaran hutang harta si
Pasir Bambu, Distrik Supiori Timur mati menarik untuk dikaji dan teliti,
adalah jenis penguburan di ceruk karena sejauh ini belum pernah ada
dengan sistem penguburan langsung yang meneliti dan menulis tentang
tanpa wadah. Diletakan di atas tanah penguburan masa lalu di daerah
dialasi dengan tikar, setelah menjadi tersebut.
tulang belulang mereka meletakan di Setiap daerah memiliki tata
celah-celah batu dengan posisi tulang cara tersendiri dalam hal penanganan
tengkorak terpisah dengan badan mayat termasuk di dalamnya cara-
(Maryone 2011 : 105-109). cara penguburan meskipun mereka
Sistem Penguburan Suku Moi sama-sama berasal dari satu suku
atau satu wilayah. Bagi masyarakat
Upacara kematian pembayar- di Kampung Baingkete secara umum,
an hutang harta si mati pada kematian bukan sekedar berakhirnya
masyarakat Baingkete, Distrik Makbon, suatu kehidupan melainkan dianggap
Kabupaten Sarong, dalam pandangan sebagai perpindahan dari dunia fana
masyarakatnya, upacara tersebut wajib ke dunia baka. Dengan demikian
dilaksanakan karena merupakan cara kematian merupakan awal dari suatu

22 Jurnal Papua, Volume 8, No.1, Juni 2016: 17-32


kehidupan di dunianya yang baru. Oleh kematian serta upacara penguburan.
karena itu, upacara kematian yang Upacara kematian dalam kehidupan
diselenggarakan, pada hakekatnya masyarakat Baingkete yang masih
adalah suatu penghormatan arwah dilaksanakan sampai saat ini yaitu
orang yang sudah meninggal pembayaran hutang harta dari keluarga
dan sekaligus sebagai upacara si mati kepada yang dihutangi. Apabila
menghantarkan roh orang yang ada keluarga yang meninggal dan ia
meninggal tersebut ketempat yang masih mempunyai hutang harta, maka
ditujunya, yakni dunia para arwah mayat tersebut tidak boleh keluar
(Sulistyanto, 2004 : 22). dari rumah, sampai keluarga si mati
Demikian pula yang terjadi membayar lunas hutang harta. Hutang
pada masyarakat di Kampung harta tersebut berupa piring keramik
Baingkete, secara substantif konsep dan kain Timor.
kematian tidak jauh berbeda dengan Bertolak dari tradisi masyarakat
konsep kebanyakan masyarakat pada Kampung Baingkete mengenai
umumnya. upacara kematian pembayaran hutang
Secara garis besar upacara kematian harta dilakukan berhubungan dengan
masyarakat Kampung Baingkete lingkaran hidup manusia. Upacara
yang dapat disarikan dari beberapa kematian pembayaran hutang harta
narasumber dalam menangani mayat merupakan salah satu upacara yang
hingga dikuburkan. dianggap panting dalam masyarakat
Pada masyarakat di Kampung Kampung Baingkete.
Baingketetradisi penguburan mengenai Prosesi pengeluaran jenazah
pembayaran hutang harta masih dari dalam rumah, apabila si mati
berlangsung sampai saat ini, walaupun dalam hidupnya mempunyai masalah,
sudah mengalami penurunan kama pemah membunuh, atau membuat
perkembangan zaman dewasa ini. kekacauan, maka anak-anak dari si
Masyarakat Kampung Baingkete dan mati harus duduk di bawah jenazah
umumnya masyarakat yang berada tersebut. Selanjutnya pihak keluarga
di Papua, baik yang berada di pesisir si mati dan pihak yang dihutangi
sampai pegunungan menanggapi akan disumpah dengan memecahkan
kematian bukan kama gejala alam, piring putih. Piring putih yang telah
tetapi selalu dikaitkan dengan suatu pecah tersebut ditancapkan ke tanah,
kekuatan magis atau perbuatan sebagai tanda, bahwa tidak ada lagi
tangan manusia. Hal ini disebabkan hutang harta sehingga tidak terjadi
oleh adanya pelanggaran terhadap kutukan kepada keluarga si mati yang
beberapa pantangan yang berasal ditinggalkan.
dari nenek moyang. Kematian dalam Pihak yang dihutangi berhak
kehidupan masyarakat Baingkete menghalangi jalannya si mati untuk
tidak saja melibatkan seluruh anggota keluar dari rumah. Pihak tersebut
keluarga, tetapi dapat melibatkan membawa dua buah kayu kemudian
seisi kampung bahkan pada beberapa ditanam menyilang di depan pintu.
kampung terdekat. Pihak si mati dan keluarga yang
Kepercayaan akan rohdan alam dihutangi mereka bertukar kain. Pihak
kehidupan sesudah mati menyebabkan keluarga dari si mati memberikan
berkembangnya tatacara dan aturan kain putih, (kain putih melambangkan
mengenai perawatan mayat dalam bahwa keluarga si mati, hati mereka

Keragaman Sistem Penguburan di Papua, Rini Maryone 23


sudah tidak menyimpan dendam, Cara pemakaman dengan dikubur
hati mereka suci). Sedangkan pihak di dalam tanah merupakan yang
yang dihutangi memberi kain merah lazim dilakukan oleh masyarakat di
sebagian tanda hutang telah diterima Papua setelah mengenal lnjil, yang
dan sebagai tanda perdamaian dan dilakukan sampai saat ini. Setelah
dua buah kayu menyilang di depan orang meninggal maka diadakan
pintu dibuka. upacara seperlunya, dan kemudian
Selanjutnya jenazah diangkat jenazah dimasukan ke dalam peti
melewati kepala anak-anak dari si mati mati, lalu dikuburkan.
dan di angkat keluar dari dalam rumah 2. Diletakan di atas para-para
diiring dengan tiupan suling bambu. Cara ini sudah lama ditinggalkan,
Tiupan suling bambu terus dimainkan tetapi cerita tentang cara penguburan
dari rumah duka sampai kepekuburan tersebut dapat didengar melalui
{Aroy, 2011 : 20-22). Setelah tibanya orang-orang tua. Jenazah diletakan
dipekuburan, keluarga terdekat dan di atas para-para di tengah hutan,
kepala suku membuka kain adatl tinggi para-para tersebut kurang
kain pusaka di atas tanah yang digali, lebih 1-3 meter, ditutupi dengan
atau di atas para-para yang sudah tikar. Di sekitar para-para dibuatkan
dibuatkan untuk meletakan jenazah si pagar untuk melindungi jenazah dari
mati, kemudian selanjutnya dilakukan gangguan binatang (wawancara
penguburan. dengan Yunus Pupela).
Lokasi penguburan biasanya 3. Dikuburkan dengan posisi duduk
ditempatkan pada tempat-tempat yang sampai sebatas leher
dianggap/ dihubungkan dengan asal- Cara 1m juga sudah lama
usul anggota masyarakat atau tempat ditinggalkan, tetapi cerita tentang
yang dianggap sebagai tempat tinggal cara penguburan tersebut dapat
roh dan arwah nenek moyang mereka, didengar melalui orang-orang tua.
lokasi penguburan masyarakat Cara penguburan yang ketiga
Baingkete pada masa lalu dilakukan adalah di buatkan lubang kemudian
di dalam hutan, lokasi penguburan mayat ditanam dengan posisi
tersebut merupakan tempat yang tidak duduk, sampai sebatas leher.
dapat dilalui oleh orang, dan dianggap Untuk melindungi jenazah tersebut
keramat. dari gangguan binatang dibuatkan
Secara konkrit masyarakat pula pagar di sekililingnya, dan di
Baingkete mengenal tiga Jenls atas kepala si mati ditutupi dengan
penguburan tradisional yaitu ditanam sebuah gong untuk melindungi dari
di tanah, sedangkan yang lainnya yaitu gangguan binatang (wawancara
mayat diletakan di atas sebuah para- Frans Ulimpa).
para, dan mayat di tanam dengan posisi Bentuk wadah penguburan yang
duduk, sampai sebatas leher, dua digunakan oleh masyarakat Baingkete
jenis penguburan ini, tidak ditemukan pada masa lampau. Tiga jenis
lagi, tetapi cerita tentang penguburan penguburan yang terdapat di dalam
tersebut masih dapat didengar melalui kehidupan masyarakat Baingkete
orang-orang tua. termasuk penguburan primer tanpa
Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan menggunakan wadah. gong adalah
sebagai berikut: wadah yang di pergunakan untuk
1. Dikubur di dalam tanah
menutup kepala dari si mati, fungsi

24 Jurnal Papua, Volume 8, No. 1, Juni 2016: 17-32


gong tersabut hanya sabagai pelindung Pada hari kedua setalah
dari gangguan binatang (Maryone penguburan, akan dilakukan acara
2012, :8-9). upacara makan bersama oleh para
kerabat, dan pada malam harinya
Slstem Penguburan Orang Marld· meraka akan menyanyikan nyanyian-
Anlm Merauke nyanyian suci. Setelah itu beberapa
Manurut kapercayaan orang minggu kamudian dilakukan lagi
Marind-Anim manganai tradisi upacara pasta yang lebih besar dengan
penguburan, dikatakan bahwa sakit mangundang seluruh kerabat dan
dan kematian juga tarjadi karena sihir tatangga, bahkan seluruh kampung
atau kambara, bahkan banyaknya atau kampung lain.
penyakit juga sabagai kambara. Tidak Satalah kamatian, daarah-
semua orang yang mati di masa lalu daarah hutan sagu, kebun kelapa, dan
dipelihara dengan upacara-upacara ladang-ladang milik si mati dijadikan
berkabung dan upacara-upacara sabagai wilayah tertutup dan pantang
penguburan. Bayi, anak-anak atau dimasuki olah siapapun (sar), demikian
orang yang maninggal pada umur yang pula rumah tam pat diletakanya jenazah
amat tua, umumnya tidak diperlakukan si mati. Sasudah beberapa bulan sar
dalam upacara kamatian yang langkap. tarhadap rumah si mati dihapuskan
Lain halnya dangan orang-orang melalui suatu upacara kecil, sedangkan
yang maninggal pada usia muda atau sar, tarhadap hutan sagu, ladang-
pada usia lanjut kalau maraka masih ladang kalapa serta kebun miliki mati
dianggap panting dalam masyarakat. baru bisa dihapuskan sesudah satu
Apabila ada karabat yang tahun yang juga dilakukan upacara.
dalam kaadaan sakarat, maka maraka Salama masa sar, di atas pintu
akan mangumpulkan karabat-kerabat rumah si mati digantungkan sabuah
lainnya untuk manyaksikan saat-saat dapa, yaitu barupa sapotong kulit
tarakhir manjamput ajalnya. Karabat- kayu yang ukurannya agak panjang
kerabat yang datang diharuskan dan bagian atasnya digambari muka
mananggalkan samua parhiasan yang manusia. Sasudah satu tahun, tulang-
maraka pakai, dan kamudian tubuh belulang dari si mati di gali, kamudian
maraka dilumuri dangan lumpur putih diwama marah dan dikuburkan kambali
sebagai tanda berkabung. Si mati untuk salama-lamanya. Upacara
didudukan, dan tubuh si mati diwamai tarakhir dari saluruh rangkaian
hitam, kamudian muka si mati diwarna upacara kamatian tarsabut adalah
dengan warna kuning dan marah si upacara makan hawin, dimana orang-
mati dibari pakaian pasta. Pada saat orang bararak-arak dalam pakaian
kamatian tarsabut biasanya maraka pesta. Satiap malakukan pasta, untuk
akan manyanyikan nyanyian-nyanyian mangingatsi mati, biasanya kerabatnya
berkabung yang maraka anggap suci. akan mangambil salah satu tongkat
Satalah prosasi di rumah duka salesai, yang tardapat di atas kuburan si mati.
kemudian simati dikuburkan di dalam Lama-kalamaan tongkat tersabut
tanah. Hal ini dilakukan di malam hari, akan berkurang dan kemudian habis.
dan kuburannya dibari tanda dangan Pada saat itulah para kerabat sudah
tongkat-tongkat kayu. Babarapa milik dapat malapaskan hubungan atau
si mati, barupa sanjata, gandarang, kewajibannya dengan si mati (Tim
alat-alat lain, makanan dan api ikut Panalitian 2005: 28-30).
dikuburkan.

Keragaman Sistem Penguburan di Papua, Rini Maryone 25


System Penguburan Suku Ngalum godaan dan gangguan dari roh jahat.
di Pegunungan Bintang Agar si mati tidak diganggu oleh roh-
Kematian pada suku Ngalum di roh jahat selama perjalanannya, maka
daerah Pegunungan Bintang, bukan si mati harus diantarkan dengan lagu-
sebagai suatu gejala alam, tetapi lagu. Lagu-lagu tersebut mempunyai
dikaitan dengan suatu kekuatan magis arti dimana kepada penciptanya
atau perbuatan tangan manusia. dimohon supaya datang menjemput
Hal ini menurut mereka disebabkan roh si mati kedalam citaannya kembali,
oleh adanya pelanggaran terhadap agar si mati tidak meninggalkan
beberapa pantangan yang berasal kesedihan dan kemalangan bagi
dari nenek moyang. Kematian dalam keluarganya dan seluruh kampung.
kehidupan mereka tidaksaja melibatkan Ada pula beberapa upacara
seluruh anggota kerabat, tetapi dapat kematian dalam kehidupan orang
melibatkan seluruh kampung bahkan Ngalum, yaitu: dibedakan berdasarkan
sampai pada beberapa kampung kedudukan sosial seseorang yang
terdekat. disebutngo/kidan dibedakan bagi orang
Kematian seseorang harus biasa dalam masyarakat. Ngolki, yang
diikuti dengan ratap tangis diiringi telah meninggal diletakan di bokam
dengan lagu-lagu pengantar kematian iwol (rumah adat laki-laki} yang diratapi
yang sungguh menyentuh perasaan oleh orang-orang tertentu saja, seperti
bagi semua orang yang hadir dalam kepala suku dan pemimpin perang
perkabungan tersebut. Lagu-lagu maupun orang tua sebaya (yang dapat
yang dinyanyikan sebagai pengantar menyimpan rahasia rumah bokam
perjalanan seseorang yang telah iwol). Bokam iwol tidak boleh dimasuki
meninggal menuju suatu tempat yang oleh perempuan dan anak-anak
oleh penduduk setempat menyebutnya perempuan dan laki-laki yang belum
dunia atas. diinisiasi. Para kerabat dan orang dari
kampung lain datang melayat, hanya
Lagu-lagu kematian duduk di depan bokam iwol, sambil
mengandung kata-kata perpisahan, menagis dan meratap. Sedangkan istri
yang mengingatkan mereka kembali dan anak-anak mereka yang belum
kepada segala kebaikan dan kenangan inisiasi akan menagis dan merap di
yang telah dilakukan oleh seseorang rumah abib (rumah perempuan dan
semasa hidupnya. Lagu-lagu kematian anak-anak laki-laki/perempuan yang
dinyanyikan dalam irama dan tanda belum diinisiasi) (Maryone, 2012 : 13).
dinamika lagu. Sungguh menarik,
seolah-olah suatu paduan suara yang Peristiwa terse but diikuti dengan
sedang mengikuti Iomba. Mereka suatu upacara. Pihak keluarga dan
menyanyikan lagu-lagu tersebut tanpa warga masyarakat akan menyediakan
seorang pemimpin, tetapi tanda dimulai beberapa ekor babi yang akan dibunuh
dan berakhirnya sebuah lagu duka dan dimakan bersama-sama, setelah
secara serempak dan seragam tiba- pemakaman. Salah satu dari beberapa
tiba terhenti. Sepanjang malam sampai ekor babi diambil kepalanya dan
pagi mereka meratap. diletakan dalam sebuah wadah, dan
disertai pula dengan beberapa umbi
Dunia atas digambarkan sebagai pohon keladi (discorea esculanta}.
tempat yang penuh dengan rahasia Kepala babi diletakan di sisi kanan dari
kehidupan. Sepanjang perjalanan si mati dan buah keladi pada sisi kirinya.
menuju dunia atas penuh dengan

26 Jurnal Papua, Volume 8, No.1, Juni 2016: 17-32


Babi dan umbi keladi mempunyai yaitu pada sisi jenazah tidak diletakan
lambang dan arti bagi suku Ngalum. babi dan umbi keladi. Dua makanan
Keladi diibaratkan dengan jantung ini dimasak dan disediakan untuk
manusia atau dengan kata lain sumber dimakan bersama setelah upacara
kehidupan manusia. Babi diibaratkan pemakaman selesai. Tanda kedukaan
dengan tubuh manusia. Jika tidak ada dinyatakan dengan cara mencukur atau
jantung maka tubuh manusia tidak mengambil beberapa helai rambut dari
berfungsi. Dengan demikian bila babi orang yang telah meninggal, kemudian
dan keladi tidak ada maka kehidupan disimpan pada sebuah tempat khusus.
manusia Ngalum tidak sempurna. Perkabungan berlangsung selama
Apabila kedua jenis makanan tersebut tiga hari setelah pemakaman. Pada
telah diletakkan di sisi si mati, maka hari keempat mereka bekerja seperti
pemimpin upacara akan segera biasa. Upacara dan cara pemakaman
memulai acara pemakaman. seperti itu lambat laun ditinggalkan
Si mati akan dibalut dengan (walaupun sisa penguburan seperti
sejenis kulit kayu yang telah dirajut ini masih ada dan tetap dipelihara),
terambil dari serat pohon kayu yang setelah ada pengaruh dari pihak gereja
disebut dalam bahasa Ngalum tabu/kat dan pemerintah pada tahun 1950-an
atau jangalkal,atau kulemkal, setelah (Roembiak, 1987 : 28-29).
itu si mati dikeluarkan dari bokam Sistem Penguburan Suku Yali
iwol. Seluruh kerebat yang hadir
dalam upacara pemakan membentuk Suku Yali merupakan suku
suatu iring-iringan menuju tempat yang berada di Pegunungan Papua
penguburan. Di sepanjang pe~alanan yang menanggapi fenomena kematian
mereka meratap, dan menangis diikuti sebagai nasib sial, oleh sebab itu
dengan lagu-lagu kematian. mereka harus menyelenggarakan
upacara kematian supaya roh tersebut
Simati dimakamkan dalam tidak akan mengganggu manusia
pohon yang dilubangi, dalam posisi yang hidup. Kematian hanyalah
berdiri atau jongkok, tergantung dari perubahan dalam wujud fisik, tetapi
besamya lubang kayu, bagian luarnya roh akan terus hidup, sehingga yang
ditutupi dengan kulit kayu, kemudian hidup harus melaksanakan upacara
diikat dengan tali rotan. Selain kematian tersebut didalam kehidupan
dikuburkan di pohon yang dilubangi, komunitasnya.
mereka juga mengubur si mati di dalam
Dalam tradisi orang Yali, pada
gua-gua dan batu-batu besar.
saat ada kerabat yang meninggal, hal
Setelah acara penguburan di yang biasa dilakukan adalah sanak
gua-gua alam dan batu-batu besar saudara akan melayat ke rumah duka
dilakukan, sehari setelah pemakaman, dengan membawaberbagaisumbangan
bibit umbi keladi ditanam di kebun milik dalam bentuk makanan (ubi, daging
keluarga inti. Penanaman dilakukan babi, sayuran dan sebagainya). Si
oleh pihak keluarga, saudara laki-laki mati akan dibaringkan di honai selama
tertua atau anak laki-laki yang tertua. dua sampai tiga hari dengan maksud
Pemakaman orang biasa tidak dapat dilihat oleh sanak keluarganya,
diikuti dengan upacara tetapi cara-cara dan pada hari terakhir akan dikremasi.
yang sama tetap dilakukan. Seperti Jika si mati orang yang paling dikasihi,
suami tetap terpisah dari istri dan anak- biasanya ada sebagian kaum wanita
anak. Hanya terdapat suatu perbedaan yang memotong jari tangan sebagai

Keragaman Sistem Penguburan di Papua, Rini Maryone 27


lambang kesedihan yang paling laki-laki secara beriringan ke tempat
dalam, biasanya juga ada sebagian pembakaran yang sebelumnya sudah
kaum laki-laki juga melakukan tradisi ditentukan. Biasanya pembakaran
pemotongan jari, tetapi tidak sebanyak jenasah dilakukan di halaman rumah,
kaum wanita. Keluarga si mati juga di tempat tersebut mereka menggali
akan melaksanakan puasa dengan lubang kira-kira satu meter garis
cara menggosok wajah dengan becek tengah yang disebut dengan bahasa
atau lumpur putih selama satu setengah Yali amig, yang artinya dada. Di dalam
bulan, mereka tidak akan mandi sampai lubang tersebut dinyalakan api, lalu
selesai masa perkabungan tersebut. kayu-kayu disusun di atas api tersebut,
Di rumahdukabiasanya keluarga mereka meletakan si mati di atasnya.
si mati dan tetangga terdekat akan Kaki si mati diikat dalam posisi jongkok.
mempersiapkan diri, untuk menyambut Kemudian potongan-potongan kayu
upacara perkabungan (pemakaman, yang sisa disusun di atas si mati,
penguburan pengkremasian atau sehingga si mati tidak kelihatan
pembakaran). Ketika kerabatyang lagi. Lalu mereka menaruh api lagi
datang untuk menyatakan perasaan dibeberapa sudut tumpukan kayu, agar
duka, keluarga si mati akan menangis kayu terbakar secara teratur. Setelah
dan menceritakan kisah hidup si mati. itu keluarga si mati {ayah atau kerabat
Hal tersebut akan mempengaruhi para si mati lainnya) akan berdiri dekat
tamu sehingga mereka semua akan pembakaran si mati dan menjelaskan
bersedih dan ikut menangis bersama kronologis kematian dari si mati kepada
keluarga si mati, setelah itu mereka kerabatnya. Biasanya mereka juga
akan menyerahkan sumbangan memberikan bekal kubur bagi si mati,
kepada keluarga si mati. yang merupakan benda kesayangan si
mati sebagai bekal bagi kehidupannya
Seseorang yang mendekati di dunia roh. Setelah selesai proses
ajalnya, akan dibaringkan di yowi atau pembakaran selesai, abu si mati
rumah keluarga, kerabatnya akan dikumpulkan dan dikuburkan kembali.
duduk mengelilinginya. Si mati akan
dibungkus ditidurkan kadang juga ada Saat penghantar si mati ke
yang didudukan di atas henelheari tempat pembakaran, para kerabat
(tikar kulit kayu). Biasanya kalau si akan menangis dan meratap. Bahkan
mati tersebut masih mudah ia akan setiap malam mereka terus menangis
diberikan perhiasan pesta agar ia dan meratap dengan menggosok dada,
dapat hidup seperti itu di dunia roh. punggung, tangan dan muka dengan
tanah liat berwarna putih sebagai
Setelah kematiannya, mereka tanda duka yang mendalam {Phuhili,
akan mengadakan ritual penguburan. 2012 :25-26).
Proses yang pertama-tama dilakukan
adalah laki-laki dari rumah yowi, Keragaman Sistem Penguburan Di
pagi-pagi sekali akan pergi ke hutan Papua
untuk menebang satu pohon untuk Sistem penguburan di Papua,
mendapatkan kayu api. Pohon yang memiliki tatacara tersendiri dalam
dipilih adalah pohon pangge, karena hal penanganan mayat termasuk
kayunya yang lembut dan mudah di dalamnya cara-cara penguburan
untuk dikelola dengan kampak batu. meskipun mereka sama-sama berasal
Kayu dipotong-potong dengan panjang dari satu suku atau satu wilayah.
satu meter, kemudian dipikul oleh Walaupun ada perbedaan tetapi ada

28 Jurnal Papua, Volume 8, No.1, Juni 2016: 17-32


pula persamaan-permasaan mendasar menyatuan sebagai suatu bangsa
yaitu: 1. mengadakan pemujaan yang utuh, yaitu:
kepada leluhur, 2. kebersamaan dalam 1. Religius: suatu sikap dan perilaku
menangani mayat, baik keluarga yang patuh dalam melaksanakan
dan tetangga, 3. kebersamaan ajaran agama yang dianutnya,
dalam menyanyikan kidung-kidung toleran, serta hidup rukun dengan
ratapan, 4. kebersamaan dalam kerabat yang lain. Berkaitan
mengadakan upacara penguburan, dengan penguburan, mereka
baik yang dikuburkan, di dalam tanah, beranggapan kekuatan gaib yang
diletakan dalam gua atau ceruk, di harus ditakuti dan dihormati karena
atas para-para, dikuburkan dengan mengontrol kehidupan. Sehingga
posisi duduk sampai sebatas leher, timbul nilai budaya yang aktif
diletakan di dalam pohon yang terhadap kehidupan.
dilubangi, dibakar, 5. memberikan 2. Jujur: perilaku yang didasarkan
bekal kubur, 6. mengadakan sasi duka, pada kebenaran, menghindari
7. mengadakan pesta pengucapan perilakuyang salah, dan menjadikan
syukur, 8. membayar denda adat. dirinya menjadi orang yang selalu
Meskipun penduduk Papua dapat dipercaya dalam perkataan,
tergolong sangat sedikit jumlahnya, tindakan, dan pekerjaan.
namun memperlihatkan suatu 3. Toleransi: suatu tindakan dan
kebinekaan yang amat besar, sikap yang menghargai pendapat,
kebinekaan suku bangsa tercermin sikap dan tindakan orang lain yang
dalam berbagai unsur budaya, berbeda dari pendapat, sikap, dan
salah satunya adalah sistem tindakan dirinya.
4. Disiplin: suatu tindakan tertib
penguburannya. Masyarakat yang
bersifat plural societies yang multi danpatuh pada berbagai ketentuan
etnik, multi kultural, multi kedaerahan, dan peraturan yang harus
dan multi keragaman itu membawa dilaksanakannya.
5. Kerja keras: suatu upaya yang
implikasi beragam dan spesifiknya
institusi menyebabkan hubungan diperlihatkan untuk selalu
dan Janngan social kelompok- menggunakan waktu yang
kelompok masyarakat lebih banyak tersedia untuk suatu pekerjaan
bersifat homophily dibandingkan dengan sebaik-baiknya sehingga
peke~aan yang dilakukan selesai
heterophily. Penduduknya diklasifikasi
sesuai spesifikasi geografis, ekologi, pada waktunya.
6. Mandiri: kemampuan melakukan
kewilayahan, sosial, budaya, dan
peke~aan sendiri dengan
ekonomi (Dumatubun, 2012 : xi-xii).
kemampuan yang telah dimilikinya.
Nilai-Nilai Keberagaman dalam 7. Demokratis: sikap dan tindakan
Sistem Penguburan yang menilai tinggi hak dan
Posisi budaya yang demikian kewajiban dirinya dan orang lain
panting dalam kehidupan masyarakat dalam kedudukan yang sama.
8. Rasa ingin tahu: suatu sikap dan
mengharuskan budaya menjadi sumber
nilai-nilai dari pendidikan budaya dan tindakan yang selalu berupaya untuk
karakter bangsa. Terkait hal tersebut mengetahui apa yang dipelajarinya
terdapat sumber nilai yang dihasilkan secara lebih mendalam dan meluas
dapat digunakan untuk pendidikan dalam berbagai aspek terkait.
9. Semangat kebangsaan: suatu cara
budaya dan karakter bangsa, dan

Keragaman Sistem Penguburan di Papua, Rini Maryone 29


berpikir, bertindak, dan wawasan Papua baik daerah pes1s1r, dataran
yang menempatkan kepentingan rendah bahkan di daerah pegunungan
orang lain di atas kepentingan hidup dan berkembang mengidupi nilai
dirinya sendiri. budaya dan aktivitas tradisinya, yang
10. Cinta tanah air: suatu sikap merupakan titik awal pembentukan jati
yang menunjukkan kesetiaan, diri, identitas, kepribadian dan karakter
kepedulian, dan penghargaan sebagai etnik yang berbudaya,
yang tinggi terhadap lingkungan bermasyarakat dan berbangsa.
fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan Nilai-nilai khas yang dalam
politik bangsanya. kajian tradisi penguburan dipandang
11. Menghargai prestasi: suatu sikap penting karena bertolak dari sanalah
dan tindakan yang mendorong dapat dijadikan sebagai cermin hidup
dirinya untuk menghasilkan sesuatu dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
yang berguna bagi masyarakat, Diyakini teguh nilai kebenaran dan
dan mengakui dan menghormati kesakralannya, yang diwariskan secara
keberhasilan orang lain. turun-temurun.Kajian keragaman
12. Bersahabat/komunikatif: suatu sistem penguburan ini penting untuk
tindakan yang memperlihatkan dijadikan sebagai kekayaan bangsa
rasa senang berbicara, bergaul, untuk menjag a kesatuan dan persatuan
dan bekerjasama dengan orang bangsa.
lain. Keragaman sistem penguburan
13. Cinta damai: suatu sikap dan sangat sarat bahkan kental dengan
tindakan yang selalu menyebabkan pesan moral dan nilai budaya
orang lain senang dan dirinya yang dipakai sebagai pola dasar
diterima dengan baik oleh orang pembentukan watak dan karakter
lain, masyarakat dan bangsa makluk manusia sebagai ciptaan
14. Peduli sosial: suatu sikap dan
manusia sebagai ciptaan Tuhan yang
tindakan yang selalu ingin mulia diantara makluk lainnya.
memberikan bantuan untuk
membantu orang lain dan Ide atau pandangan 1m
masyarakat dalam meringankan merupakan warisan dari nenek
kesulitan yang mereka hadapi. moyang (founding fathers) masyarakat
15. Peduli lingkungan: suatu sikap dan Papuadalam bentuk sistem
tindakan yang selalu berupaya penguburan yang sarat akan tata nilai
mencegah kerusakan pada budaya serta pesan moral, yang telah
lingkungan alam di sekitarnya, dan menyatukan dalam masyarakat baik di
mengembangkan upaya-upaya pesisir, dataran rendah bahkan sampai
untuk memperbaiki kerusakan daerah pegunungan Papua. Dinilai
alam yang sudah te~adi (http:// sebagai suatu manivestasi/perwujudan
teguhimanprasetya.wordpress. dari nilai religi dan adat istiadat.
com). Kearifan lokal yang membentuk
Bangsa Indonesia dibangun nilai komunal sekaligus sebagai
didalam multi kultural (keberagaman hasil dari dinamikastrategi adat-
budaya), yang sarat akan nilai-nilai. istiadat komunitas di Papua terhadap
Salah satu keragaman terwujud di lingkungannya dalam mengembangkan
dalamsistem penguburanyang terdapat pengetahuannya, ide, norma, nilai,
dalam kehidupan komunitas budaya serta peralatan teknologi untuk
masyarakat di Papua.Masyarakat di beraktivitas mempertahankan diri atau

30 Jurnal Papua, Volume 8, No.1, Juni 2016: 17-32


melangsungkan hidup dari generasi ke Papua dipandang perlu dilindung dan
generasi. dilestarikan.
Berbagai tekstur atau ben- Bentuk perlindungan dan
tuk kearifan lokal seperti sistem penyelamatan yang dimaksudkan
penguburan pada masyarakat Papua adalah perlindungan terhadap budaya
ini merupakan keragaman budaya, tak benda yang sangat sarat dengan
sekaligus sebagai penguat karakter nilai budaya dan pesan moral dalam
jati diri bangsa. Oleh karena itu, kehidupan dan masyarakat Papua yang
tindakan penyelamatan kajian sistem dinilai telah mengalami pergeseran
penguburan yang keberadaannya nilai bahkan hampir punah. Hal itu,
pada komunitas budaya dan komunitas disebabkan karena pendukungnya
adat di masyarakat yang berada di relatif kurang.

PENUTUP
Keragaman tradisi menguburan Masyarakat Papua baik daerah
di Papua mulai dari daerah pesisir, pesisir, dataran rendah bahkan di daerah
dataran rendah dan pegunungan yang pegunungan, hidup dan berkembang
meliputi Supiori, Sarong, Merauke, mengidupi nilai budaya dan aktivitas
Yalimo dan Pegunungan Bintang, tradisinya, yang merupakan titik
merupakan suatu tradisi yang unik awal pembentukan jati diri, identitas,
dan langka. Nilai-nilai terkandung kepribadian dan karakter sebagai etnik
dari keberagaman tradisi penguburan yang berbudaya, bermasyarakat dan
di Papua adalah nilai religius, jujur, berbangsa. Kajian keragaman sistem
toleransi, disiplin, ke~a keras,mandiri, penguburan ini penting untuk dijadikan
demokratis, rasa ingin tahu, sebagai kekayaan bangsa untuk
semangat kebangsaan, cinta tanah menjaga kesatuan dan persatuan
air, menghargai prestasi, bersahabat/ Indonesia.
komunikatif, cinta damai, peduli sosial,
dan peduli lingkungan.

Keragaman Sistem Penguburan di Papua, Rini Maryone 31


DAFTAR PUSTAKA

Aroy, S. T. 2011. "Etnografi Papua Suku Moi", Karya Tulis pada Diklat Prajabatan
Golongan Ill Kabupaten Sorong.
Dumatubun, EAgapitus. 2012. PerspektifBudaya Papua. Balai Pelestarian Sejarah
dan Nilai Tradisional Jayapura.
Maryone, Rini. 2011. "Penguburan Masa Lalu Pada Masyarakat Supiori di Kabupaten
Supiori". Jumal Arkeologi Papua TH. Ill No.2 November. Balai Arkeologi
Jayapura.
Maryone, Rini. 2012. "Tradisi Penguburan Prasejarah Suku Ngalum". Jumal
Arkeologi Papua TH. IV No.1 Juni. Balai Arkeologi Jayapura.
Maryone, Rini. 2013. "Penguburan Masa Lalu di Kampung Baingkete". Jumal
Arkeo/ogi Papua Vol. V. No. 1 Juni. Balai Arkeologi Jayapura.
Puhili, Ishak S dkk. 2012. Upacara Kematian Suku Yali di Kabupaten Ya/imo.Balai
Pelestarian Nilai Budaya Jayapura.
Roembiak, Mientje dkk.1986/1987. Tradisi dan Perubahan Orang Ngalum: Suatu
Studi Penelitian Tentang Perubahan Kebudayaan. Antropologi Universitas
Cenderawasih.
Sudiono. 2002. "Tradisi Penguburan Mayat Masa Perudagian di Tejakula, Bali".
Jumal Walennae. Balai Arkeologi Makassar.
Sulistyanto, Bambang. 2004. "Upacara Tiwah Masyarakat Dayak Ngaju di
Pendahara". Berita PenelitianArkeologi No 13. BalaiArkeologi Banjarmasin.
Tim Penelitian. 2005. Laporan Penelitian Suku Marind-Anim Kabupaten Merauke.
Balai Arkeologi Jayapura.
Tim Penelitian. 2011. Laporan Penelitian Pegunungan Bintang. Balai Arkeologi
Jayapura.
Wasita, Sunamingsih. 2004. Sistem Penguburan dan Upacara ljambe pada
Masyarakat Barito Timur Kalimantan Tengah. Berita Penelitian No 15. Balai
Arkeologi Banjarmasin.

INTERNET
http://teguhimanprasetya.wordpress.com diakses pada 21 Mei 2015

32 Jurnal Papua, Volume 8, No.1, Juni 2016: 17-32

Anda mungkin juga menyukai