Anda di halaman 1dari 22

1

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Essa, karena atas

berkat dan Rahmat-Nya penulis dapat menulis makalah ini yang berjudul

“Euthanasia” hingga selesai. Meskipun dalam makalah ini penulis mendapat

banyak yang menghalangi, namun mendapat pula bantuan dari beberapa pihak

baik secara moril, materil maupun spiritual.

Oleh karena itu, kami menghanturkan terimah kasih kepada dosen pembimbing

serta semua pihak yang telah memberikan sumbangan dan saran atas selesainya

penulis makalah ini. Di dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa

masih ada kekurangan-kekurangan meningat keterbatasannya pengetahuan dan

pengalaman penulis.Oleh sebab itu, sangat di harapkan kritik dan saran dari

semua pihak yang bersifat membangun untuk melengkapkan makalah ini dan

berikutnya.

Pekanbaru, 10 Oktober 2019

Kelompok Empat
2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………..………. .. ..1

DAFTAR ISI……………………………………………………………… . .2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang……………………………………………. . . . ……. . 3-5

B. Perumusan masalah ………………………………………. . . . .…….5

C. Tujuan……………………………………………………………. . . . 5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Sejarah Euthanasia ……………………………….. . . . . .6-9

2.2 Jenis Jenis Euthanasia…………………………………… . . . . .………10-12

2.3 Pandangan Etika Mengenai Euthanasia………………………………..12-16

2.4 Pandangan Kesehatan Masyarakat Mengenai Euthanasia …..16-18

2.5 Hukum Mengenai Euthanasia……………………………………….. . .18-20

BAB lll PENUTUP

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………. . .… 21

3.2 Saran…………………………………………………………………. . . .21

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. .22


3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Ada dua masalah dalam bidang kedokteran atau kesehatan yang berkaitan

dengan aspek hukum yang selalu aktual dibicarakan dari waktu ke waktu,

sehingga dapat digolongkan ke dalam masalah klasik dalam bidang

kedokteran yaitu tentang abortus provokatus dan euthanasia.Dlam lafal

sumpah dokter yang disusun oleh Hippokrates (460-377 SM), kedua

masalah ini telah ditulis dan telah diingatkan.Sampai kini tetap saja

persoalan yang timbul berkaitan dengan masalah ini tidak dapat diatasi atau

diselesaikan dengan baik, atau dicapainya kesepakatan yangdapat diteroma

oleh semua pihak. Di satu pihak tindakan abortus provokatus dan euthanasia

pada beberapa kasus dan keadaan memang diperlukan sementara di lain

pihak tindakan ini tidak dapat diterima, bertentangan dengan hukum, moral

dan agama.

Mengenai masalah euthanasia bila ditarik ke belakang boleh dikatakan

masalahnya sudah ada sejak kalangan kesehatan menghadapi penyakit yang

tak tersembuhkan, sementara pasien sudah dalam keadaan merana dan

sekarat. Dalam situasi demikian tidak jarang pasien memohon agar

dibebaskan dari penderitaan ini dan tidak ingin diperpanjang hidupnya lagi

atau di lain keadaan pada pasien yang sudah tidak sadar, keluarga orang

sakit yang tidak tega melihat pasien yang penuh penderitaan menjelang

ajalnya dan minta kepada dokter untuk tidak meneruskan pengobatan atau

bila perlu memberikan obat yang mempercepat kematian. Dari sinilah


4

istilah euthanasia muncul, yaitu melepas kehidupan seseorang agar terbebas

dari penderitaan atau mati secara baik.

Masalah makin sering dibicarakan dan menarik banyak perhatian karena

semakin banyak kasus yang dihadapi kalangan kedokteran dan masyarakat

terutama setelah ditemukannya tindakan didalam dunia pengobatan dengan

mempergunakan tegnologi canggih dalam menghadapi keadaan-keadaan

gawat dan mengancam kelangsungan hidup. Banyak kasus-kasus di pusat

pelayanan kesehatanterurtama di bagian gawat darurat dan di bagian unit

perawatan intensif yang pada masa lalu sudah merupakn kasus yang sudah

tidak dapat dibantu lagi.

Ada tiga petunjuk yang dapat digunakan untuk menentukan syarat prasarana

luar biasa.Pertama, dari segi medis ada kepastian bahwa penyakit sudah

tidak dapat disembuhkan lagi.Kedua, harga obat dan biaya tindakan medis

sudah terlalu mahal.Ketiga, dibutuhkan usaha ekstra untuk mendapatkan

obat atau tindakan medis tersebut.Dalam kasus-kasus seperti inilah orang

sudah tidak diwajibkan lagi untuk mengusahakan obat atau tindakan

medis.Bahkan, euthanasia dengan menyuntik mati disamakan dengan

tindakan pidana pembunuhan.Alternatif terakhir yang mungkin bisa diambil

adalah penggunaan sarana via extraordinaria.

Di Indonesia masalah euthanasia masih belum mandapatkan tempat yang

diakui secara yuridis dan mungkinkah dalam perkembangan Hukum Positif

Indonesia, euthanasia akan mendapatkan tempat yang diakui secara yuridis.

Kasus yang terakhir yang pengajuan permohonan euthanasia oleh suami

Again ke Pengadilan Negeri Jakarta, belum dikabulkan.Dan akhirnya


5

korban yang mengalami koma dan ganguan permanen pada otaknya sempat

dimintakan untuk dilakukan euthanasia, dan sebelum permohonan

dikabulkan korban sembuh dari komanya dan dinyatakan sehat oleh dokter.

Apabila hukum di Indonesia kelak mau menjadikan persoalan euthanasia

sebagai salah satu materi pembahasan, semoga tetap diperhatikan dan

dipertimbangkan sisi nilai-nilainya, baik sosial, etika, maupun moral.

B. Rumusan masalah

a. Apa pengertian dari Euthanasia ?

b. Apa saja jenis-jenis Euthanasia?

c. Bagaimana pandangan Etis terhadap Euthanasia?

d. bagaimana hukum mengenai Euthanasia?

C. Tujuan

a. mengetahui pengertian dari Euthanasiai Euthanisi

b. mengetahui jenis dari Euthanasia

c. mengetahui pandangan etis terhadap Euthanasia

d. mengetahui pandangan kesehtan masyarakat terhadap Euthanasia

BAB II
6

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Sejarah Euthanasia

Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu dan thanatos. Kata

eu berarti baik, tanpa penderitaan dan thanatos berarti mati. Dengan demikian

euthanasia dapat diartikan mati dengan baik tanpa penderitaan.Ada yang

menerjemahkan mati cepat tanpa derita.

Secara etimologis euthanasia berarti kematian dengan baik tanpa penderitaan, maka

dari itu dalam mengadakan euthanasia arti sebenarnya bukan untuk menyebabkan

kematian, namun untuk mengurangi atau meringankan penderitaan orang yang

sedang menghadapi kematiannya.Dalam arti yang demikian itu euthanasia tidaklah

bertentangan dengan panggilan manusia untuk mempertahankan dan

memperkembangkan hidupnya, sehingga tidak menjadi persoalan dari segi

kesusilaan.Artinya dari segi kesusilaan dapat dipertanggungjawabkan bila orang

yang bersangkutan menghendakinya.

Dewasa ini orang menilai eutanasia terarah pada campur tangan ilmu kedokteran

yang meringankan penderitaan orang sakit atau orang yang berada di sakratul maut.

Kadang-kadang proses “meringankan penderitaan” ini disertai dengan bahaya

mengakhiri hidup sebelum waktunya. Dalam arti yang lebih sempit, eutanasia

dipahami sebagai mercy killing, membunuh karena belas kasihan, entah untuk

mengurangi penderitaan, entah terhadap anak tak normal, orang sakit jiwa, atau

orang sakit tak tersembuhkan. Tindakan itu dilakukan agar janganlah hidup yang

dianggap tak bahagia itu diperpanjang dan menjadi beban bagi keluarga serta

masyarakat.
7

Dari perjalanan arti eutanasia sendiri kelihatan adanya suatu pergeseran

arti.Eutanasia yang pada awalnya berarti kematian yang baik, dewasa ini diartikan

sebagai tindakan untuk mempercepat kematian.Kiranya penting memahami arti

eutanasia itu sendiri sebelum dinilai secara etis maupun moral.Oleh karena itu,

kiranya perlu dilihat arti eutanasia menurut Gereja. Dalam arti tertentu, kalau

Gereja menyerukan arti eutanasia, kita tahu dengan pasti apa yang dimaksud

dengan eutanasia itu sendiri. Gereja sendiri yang dalam hal ini diwakili oleh

kongregasi suci untuk ajaran iman mendefinisikan eutanasia sebagai sebuah

tindakan atau tidak bertindak yang menurut hakikatnya atau dengan maksud

sengaja mendatangkan kematian, untuk dengan demikian menghentikan rasa sakit.

unsur-unsur euthanasia adalah sebagai berikut:

a. Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu

b. Mengakhiri hidup, mempercepat kematian, atau tidak memperpanjang hidup

pasien.

c. Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan kembali.

d. Atas atau tanpa permintaan pasien atau keluarganya.

e. Demi kepentingan pasien dan keluarganya.

Sejarah Euthanasia
8

Sebenarnya, persoalan euthanasia bukanlah hal yang baru.Sepanjang sejarah

manusia, euthanasia sudah diperdebatkan dan dipraktekkan. Sejarah euthanasia

dapat dilihat antara lain sebagai berikut :

1. Lingkup Budaya Yunani-Romawi Kuno

Perdebatan euthanasia dalam era ini dapat dilihat dari pandangan beberapa tokoh

kuno. Posidippos, seorang pujangga yang hidup sekitar tahun 300-an sebelum

Masehi, menulis, “Dari apa yang diminta manusia kepada para dewa, tiada sesuatu

yang lebih baik daripada kematian yang baik (Fr. 18)”. Philo, seorang filsuf Yahudi

yang hidup sekitar tahun 20 BC – 50 AD, mengatakan bahwa euthanasia adalah

‘kematian tenang dan baik’.

Suetonius, seorang ahli sejarah yang hidup sekitar tahun 70-140 Masehi

memberitakan kematian Kaisar Agustus sebagai berikut: “Ia mendapat kematian

yang mudah seperti yang selalu diinginkannya. Karena ia hampir selalu biasa

mohon kepada dewa-dewa bagi dirinya dan bagi keluarganya ‘euthanasia’ bila

mendengar bahwa seseorang dapat meninggal dengan cepat dan tanpa penderitaan.

Itulah kata yang dipakainya” (Divus Augustus 99).Cicero, seorang sastrawan, hidup

sekitar tahun 106 BC, memakai istilah euthanasia dalam arti ‘kematian penuh

kehormatan, kemuliaan dan kelayakan’ (Surat kepada Atticus 16.7.3).Seneca, yang

bunuh diri tahun 65 M malah menganjurkan, “lebih baik mati daripada sengsara

merana“.

2. Zaman Renaissance

Pada zaman renaissance, pandangan tentang euthanasia diutarakan oleh Thomas

More dan Francis Bacon.Francis Bacon dalam Nova Atlantis, mengajukan gagasan

euthanasia medica, yaitu bahwa dokter hendaknya memanfaatkan kepandaiannya


9

bukan hanya untuk menyembuhkan, melainkan juga untuk meringankan

penderitaan menjelang kematian.Ilmu kedokteran saat itu dimasuki gagasan

euthanasia untuk membantu orang yang menderita waktu mau meninggal dunia.

Thomas More dalam “the Best Form of Government and The New Island of Utopia”

yang diterbitkan tahun 1516 menguraikan gagasan untuk mengakhiri kehidupan

yang penuh sengsara secara bebas dengan cara berhenti makan atau dengan racun

yang membiuskan.

3. Abad XVII-XX

David Hume (1711-1776) yang melawan argumentasi tradisional tentang menolak

bunuh diri (Essays on the suicide and the immortality of the soul etc. ascribed to

the late of David Hume, London 1785), rupanya mempengaruhi dan membuka jalan

menuju gagasan euthanasia.

Tahun 20-30-an abad XX dianggap penting karena mempersiapkan jalan masalah

euthanasia zaman nasional-sosialisme Hittler.Karl Binding (ahli hukum pidana)

dan Alfred Hoche (psikiater) membenarkan euthanasia sebagai pembunuhan atas

hidup yang dianggap tak pantas hidup. Gagasan ini terdapat dalam bukunya yang

berjudul : Die Freigabe der Vernichtung lebnesunwerten Lebens, Leipzig 1920.

Dengan demikian, terbuka jalan menuju teori dan praktek Nazi di zaman

Hittler.Propaganda agar negara mengakhiri hidup yang tidak berguna (orang cacat,

sakit, gila, jompo) ternyata sungguh dilaksanakan dengan sebutan Aktion T4

dengan dasar hukum Oktober 1939 yang ditandatangani Hitler.

2.2 Jenis- Jenis Euthanasia


10

Euthanasia bisa ditinjau dari berbagai sudut, seperti cara pelaksanaanya,

dari mana datang permintaan, sadar tidaknya pasien dan lain-lain. Secara garis

besar euthanasia dikelompokan dalam dua kelompok, yaitu euthanasia aktif dan

euthanasia pasif. Di bawah ini dikemukakan beberapa jenis euthanasia:

1. Euthanasia aktif

Euthanasia aktif adalah perbuatan yang dilakukan secara aktif oleh dokter untuk

mengakhiri hidup seorang (pasien) yang dilakukan secara medis.Biasanya

dilakukan dengan penggunaan obat-obatan yang bekerja cepat dan mematikan.

Euthanasia aktif terbagi menjadi dua golongan

a. Euthanasia aktif langsung, yaitu cara pengakhiran kehidupan melalui

tindakan medis yang diperhitungkan akan langsung mengakhiri hidup pasien.

Misalnya dengan memberi tablet sianida atau suntikan zat yang segera mematikan

b. Euthanasia aktif tidak langsung, yang menunjukkan bahwa tindakan medis

yang dilakukan tidak akan langsung mengakhiri hidup pasien, tetapi diketahui

bahwa risiko tindakan tersebut dapat mengakhiri hidup pasien. Misalnya, mencabut

oksigen atau alat bantu kehidupan lainnya.

2. Euthanasia pasif

Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan

atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia, sehingga

pasien diperkirakan akan meninggal setelah tindakan pertolongan dihentikan.

3. Euthanasia volunter

Euthanasia jenis ini adalah Penghentian tindakan pengobatan atau mempercepat

kematian atas permintaan sendiri.


11

4. Euthanasia involunter

Euthanasia involunter adalah jenis euthanasia yang dilakukan pada pasien dalam

keadaan tidak sadar yang tidak mungkin untuk menyampaikan

keinginannya.Dalam hal ini dianggap famili pasien yang bertanggung jawab atas

penghentian bantuan pengobatan.Perbuatan ini sulit dibedakan dengan perbuatan

kriminal.

Selain kategori empat macam euthanasia di atas, euthanasia juga mempunyai

macam yang lain, hal ini diungkapkan oleh beberapa tokoh, diantaranya Frans

magnis suseno dan Yezzi seperti dikutip Petrus Yoyo Karyadi, mereka

menambahkan macam-macam euthanasia selain euthanasia secara garis besarnya,

yaitu:

1. Euthanasia murni, yaitu usaha untuk memperingan kematian seseorang tanpa

memperpendek kehidupannya. Kedalamnya termasuk semua usaha perawatan agar

yang bersangkutan dapat mati dengan "baik".

2. Euthanasia tidak langsung, yaitu usaha untuk memperingan kematian dengan

efek samping, bahwa pasien mungkin mati dengan lebih cepat. Di sini ke dalamnya

termasuk pemberian segala macam obat narkotik, hipnotik dan analgetika yang

mungkin "de fakto" dapat memperpendek kehidupan walaupun hal itu tidak

disengaja

3. Euthanasia sukarela, yaitu mempercepat kematian atas persetujuan atau

permintaan pasien. Adakalanya hal itu tidak harus dibuktikan dengan pernyataan

tertulis dari pasien atau bahkan bertentangan dengan pasien.


12

4. Euthanasia nonvoluntary, yaitu mempercepat kematian sesuai dengan

keinginan pasien yang disampaikan oleh atau melalui pihak ketiga (misalnya

keluarga), atau atas keputusan

2.3 Pandangan Etika Mengenai Euthanasia

Etik berasal dari kata Yunani ethos, yang berarti ”yang baik, yang

layak”. Etik merupakan morma-norma, nilai-nilai atau pola tingkah laku kelompok

profesi terentu dalam memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat.

Etik merupakan prinsip yang menyangkut benar dan salah, baik dan buruk dalam

hubungan dengan orang lain.

Etik merupakan studi tentang perilaku, karakter dan motif yang baik serta

ditekankan pada penetapan apa yang baik dan berharga bagi semua orang. Secara

umum, terminologi etik dan moral adalah sama. Etik memiliki terminologi yang

berbeda dengan moral bila istilah etik mengarahkan terminologinya untuk

penyelidikan filosofis atau kajian tentang masalah atau dilema tertentu.Moral

mendeskripsikan perilaku aktual, kebiasaan dan kepercayaan sekelompok orang

atau kelompok tertentu.

Etik juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan suatu pola atau cara hidup,

sehingga etik merefleksikan sifat, prinsip dan standar seseorang yang

mempengaruhi perilaku profesional. Cara hidup moral perawat telah dideskripsikan

sebagai etik perawatan.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa etik merupakan istilah yang

digunakan untuk merefleksikan bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa

yang seharusnya dilakukan seseorang terhadap orang lain.


13

Dari sudut pandang etika, euthanasia dan aborsi menghadapi kesulitan yang sama.

Suatu prinsip etika yang sangat mendasar ialah kita harus menghormati kehidupan

manusia.Bahkan kita harus menghormatinya dengan mutlak. Tidak pernah boleh

kita mengorbankan manusia kepada suatu tujuan lain.

Dalam etika, prinsip ini sudah lama dirumuskan sebagai "kesucian kehidupan" (The

Sanctity Of Life). Kehidupan manusia adalah suci karena mempunyai nilai absolut,

karena itu di mana-mana harus selalu dihormati.Jika kita dengan konsekuen

mengakui kehidupan manusia sebagai suci, menjadi sulit untuk membenarkan

eksperimentasi laboratorium dengan embrio muda, meski usianya baru beberapa

hari, dan menjadi sulit pula untuk menerima praktik euthanasia dan aborsi, yang

dengan sengaja mengakhiri kehidupan manusia.Prinsip kesucian kehidupan ini

bukan saja menandai suatu tradisi etika yang sudah lama, tetapi dalam salah satu

bentuk dicantumkan juga dalam sistem hukum beberapa Negara.

(PVS=Persistent Vegetative Status). Hidup manusia adalah dasar dari

segala sesuatu.Tanpa hidup, manusia tidak punya apapun, termasuk hak-

haknya.Karena itu, hidup manusia adalah hak dasar dan sumber segala

kebaikan.Martabat manusia tidak berubah meskipun dia dalam keadaan koma.Ia

tetap manusia yang bermartabat. Dia bukan “vegetatif”=tumbuh-tumbuhan. Oleh

karena itu, ia tetap harus dihormati.

Penilaian etika euthanasia telah diperdebatkan tentang kebenarannya dalam decade

sekarang ini. Larangan untuk membunuh merupakan suatu norma moral yang

sangat fundamental untuk umat manusia. Tidak mengherankan, kalau dalam segala

aspek kebudayaan diberi tekanan besar pada norma ini, termasuk dalam bidang

agama. Malah boleh dikatakan, ini norma moral yang paling penting, sebagaimana
14

pelanggarannya juga merupakan kejahatan paling besar. Namun demikian norma

moral ini pun tidak bersifat absolute. Rasanya dalam etika tidak ada norma moral

yang sama sekali absolute. Karena itu disekitar norma ini pun selalu masih ada hal-

hal yang dipermasalahkan. Dizaman sekarang menyangkut hukuman mati dan

euthanasia, tetapi berlawanan.Apakah pantas Hukuman mati dipertahankan sebagai

pengecualian atas larangan untuk membunuh sedangkan tentang euthanasia

dipersoalkan tidak perlu diakui adanya pengecualian atas larangan untuk

membunuh.

Di dalam Kode Etik Kedokteran yang ditetapkan Mentri Kesehatan

Nomor: 434/Men.Kes./SK/X/1983 disebutkan pada pasal 10: “Setiap dokter harus

senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup makhluk insani.”

Kemudian di dalam penjelasan pasal 10 itu dengan tegas disebutkan bahwa naluri

yang kuat pada setiap makhluk yang bernyawa, termasuk manusia ialah

mempertahankan hidupnya.Usaha untuk itu merupakan tugas seorang dokter.

Dokter harus berusaha memelihara dan mempertahankan hidup makhluk insani,

berarti bahwa baik menurut agama dan undang-undang Negara, maupun menurut

Etika Kedokteran, seorang dokter tidak dibolehkan:

a. Menggugurkan kandungan (abortus provocatus).

b. Mengakhiri hidup seseorang penderita, yang menurut ilmu dan pengalaman

tidak mungkin akan sembuh lagi (euthanasia).

Jadi sangat tegas, para dokter di Indinesia dilarang melakukan euthanasia.Di dalam

kode etika itu tersirat suatu pengertian, bahwa seorang dokter harus mengerahkan

segala kepandaiannya dan kemampuannya untuk meringankan penderitaan dan

memelihara hidup manusia (pasien), tetapi tidak untuk mengakhirinya.


15

Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal Moeloek

dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo Selasa 5 Oktober

2004 menyatakan bahwa : Eutanasia atau “pembunuhan tanpa penderitaan” hingga

saat ini belum dapat diterima dalam nilai dan norma yang berkembang dalam

masyarakat Indonesia. “Eutanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang

dianut oleh bangsa dan melanggar hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP

(Wikipedia, 2012).

Utomo (2009) mengutarakan bahwa dalam prakteknya, para dokter tidak mudah

melakukan eutanasia ini, meskipun dari sudut kemanusiaan dibenarkan adanya

eutanasia dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat

disembuhkan (sesuai dengan Deklarasi Lisboa 1981).Akan tetapi dokter tidak

dibenarkan serta merta melakukan upaya aktif untuk memenuhi keinginan pasien

atau keluarganya tersebut. Hal ini disebabkan oleh dua hal, pertama, karena adanya

persoalan yang berkaitan dengan kode etik kedokteran, disatu pihak dokter dituntut

untuk membantu meringankan penderitaan pasien, akan tetapi dipihak lain

menghilangkan nyawa orang merupakan pelanggaran terhadap kode etik itu sendiri.

Kedua, tindakan menghilangkan nyawa orang lain dalam perundng-undangan

merupakan tindak pidana, yang secara hukum di negara manapun, tidak dibenarkan

oleh Undang-undang.

Di dalam Wikipedia (2009) dinyatakan bahwa di dunia ini terdapat beberapa negara

yang telah melegalkan tindakan eutanasia dengan beberapa persyaratan dan

pertanyaan yang harus dipenuhi oleh pasien ataupun keluarganya, diantaranya

Belgia, Belanda dan negara bagian Oregon di Amerika.Di dalamnya juga

disebutkan bahwa Senator Philippe Mahoux, dari partai sosialis yang merupakan
16

salah satu penyusun rancangan undang-undang tersebut menyatakan bahwa seorang

pasien yang menderita secara jasmani dan psikologis adalah merupakan orang yang

memiliki hak penuh untuk memutuskan kelangsungan hidupnya dan penentuan

saat-saat akhir hidupnya.

2.4 Pandangan Kesehatan Masyarakat Mengenai Euthanasia

Banyak pakar etika menolak euthanasia dan assisted suicide. Salah satu

argumentasinya menekankan bahaya euthanasia disalahgunakan. Jika kita

mengizinkan pengecualian atas larangan membunuh, sebentar lagi cara ini bisa

dipakai juga terhadap orang cacat, orang berusia lanjut, atau orang lain yang

dianggap tidak berguna lagi. Ada suatu prinsip etika yang sangat mendasar yaitu

kita harus menghormati kehidupan manusia.Tidak pernah boleh kita mengorbankan

manusia kepada suatu tujuan tertentu.Prinsip ini dirumuskan sebagai “kesucian

kehidupan” (the sanctity of life).Kehidupan manusia adalah suci karena mempunyai

nilai absolut dan karena itu dimana-mana harus dihormati.

Masing-masing orang memiliki martabat (nilai) sendiri-sendiri yang ada secara

intrinsik (ada bersama dengan adanya manusia dan berakhir bersama dengan

berakhirnya manusia). Keberadaan martabat manusia ini terlepas dari pengakuan

orang, artinya ia ada entah diakui atau tidak oleh orang lain. Masing-masing orang

harus mempertanggungjawabkan hidupnya sendiri-sendiri dan oleh karena itu

masing-masing orang memiliki tujuan hidupnya sendiri. Karena itu, manusia tidak

pernah boleh dipakai hanya sebagai alat/instrumen untuk mencapai suatu tujuan

tertentu oleh orang lain.

Meski demikian, tidak sedikit juga yang mendukung euthanasia. Argumentasi yang

banyak dipakai adalah hak pasien terminal: the right to die. Menurut mereka, jika
17

pasien sudah sampai akhir hidupnya, ia berhak meminta agar penderitaannya segera

diakhiri. Beberapa hari yang tersisa lagi pasti penuh penderitaan.Euthanasia atau

bunuh diri dengan bantuan hanya sekedar mempercepat kematiannya, sekaligus

memungkinkan “kematian yang baik”, tanpa penderitaan yang tidak perlu.

Sedangkan menurut pakar kesehatan mengenai pengertian kematian :

Apabila nadi tidak bergerak, maka jantung sudah tidak berfungsi, karena jantung

merupakan alat pemompa darah ke seluruh tubuh.bahwa jantung ternyata

digerakkan oleh pusat saraf penggerak yang terletak pada bagian batang otak

kepala.

Apabila terjadi perdarahan pada batang otak, maka denyut jantung terganggu.Tetap

perdarahan pada otak yang bersangkutan tidak mati, kata Prof. Dr. Mahar Mardjono

(eks Rektor UI).Jadi, kalau hanya terjadi perdarahan pada otak, penderita tidak

mati, jika batang otak betul-betul mati, maka harapan hidup seseorang sudah

terputus.

Menurut Dr. Yusuf Misbach (ahli saraf) terdapat 2 macam kematian otak yaitu

kematian korteks otak yang merupakan pusat kegiatan intelektual dan kematian

batang otak. Kerusakan batang otak lebih fatal karena terdapat pusat saraf

penggerak motor semua saraf tubuh.

Menurut Dr. Kartono Muhammad (wakil ketua Ikatan Dokter Indonesia)

mengatakan seseorang mati bila batang otak menggerakkan jantung dan paru-paru

tidak berfungsi lagi.

Para fuqaha menurut Dr. Peunoh Daly menentukan ukuran hidup matinya

seseorang dengan empat fenomena.Pertama, adanya gerak/nafas, gerakan

sedikit/banyak.Kedua, adanya suara maupun bunyi, yang terdapat pada mulut,


18

jeritan tangis, dan rasa haus.Ketiga, mempunyai kemampuan berfikir terutama bagi

orang dewasa. Keempat, mempunyai kemampuan merasakan lewat panca indra dan

hati.

2.5 Hukum Mengenai Euthanasia

Di Indonesia dilihat dari perundang-undangan dewasa ini, memang belum ada

pengaturan (dalam bentuk undang-undang) yang khusus dan lengkap tentang

euthanasia.Tetapi bagaimanapun karena masalah euthanasia menyangkut soal

keamanan dan keselamatan nyawa manusia, maka harus dicari pengaturan atau

pasal yang sekurang-kurangnya sedikit mendekati unsur-unsur euthanasia itu.

Maka satu-satunya yang dapat dipakai sebagai landasan hukum, adalah apa yang

terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.

Kitab undang-undang Hukum Pidana mengatur sesorang dapat dipidana atau

dihukum jika ia menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja ataupun karena

kurang hati-hati. Ketentuan pelangaran pidana yang berkaitan langsung dengan

euthanasia aktif tedapat padapasal 344 KUHP.

Pasal 344 KUHP:

Barangsiapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang

disebutnya dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-

lamanya dua belas tahun.

Ketentuan ini harus diingat kalangan kedokteran sebab walaupun terdapat beberapa

alasan kuat untuk membantu pasien atau keluarga pasien mengakhiri hidup atau

memperpendek hidup pasien, ancaman hukuman ini harus dihadapinya.


19

Untuk jenis euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan, beberapa pasal

dibawah ini perlu diketahui oleh dokter, yaitu:

Pasal 338 KUHP:

Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena

makar mati, dengan penjara selama-lamanya lima belas tahun.

Pasal 340 KUHP:

Barangsiapa dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa

orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (moord) dengan hukuman

mati atau penjara selama-lamanya seumur hidup atau penjara selama-lamanya dua

puluh tahun.

Pasal 359 KUHP:

Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara

selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.

Selanjutnya di bawah ini dikemukakan sebuah ketentuan hukum yang

mengingatkan kalangan kesehatan untuk berhati-hati menghadapi kasus euthanasia,

yaitu:

Pasal 345 KUHP:

Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain unutk membunuh diri,

menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri,

dihukum penjara selama-lamanya empat tahun.

Kalau diperhatikan bunyi pasal-pasal mengenai kejahatan terhadap nyawa manusia

dalam KUHP tersebut, maka dapatlah kita dimengerti betapa sebenarnya

pembentuk undang-undang pada saat itu (zaman Hindia Belanda) telah


20

menganggap bahwa nyawa manusia sebagai miliknya yang paling berharga. Oleh

sebab itu setiap perbuatan apapun motif dan macamnya sepanjang perbuatan

tersebut mengancam keamanan dan keselamatan nyawa manusia, maka hal ini

dianggap sebagai suatu kejahatan yang besar oleh negara.

Adalah suatu kenyataan sampai sekarang bahwa tanpa membedakan agama, ras,

warna kulit dan ideologi, tentang keamanan dan keselamatan nyawa manusia

Indonesia dijamin oleh undang-undang.Demikian halnya terhadap masalah

euthanasia ini.

Surat Yang Membahas Tentang Euthanasia

QS. Al-Isra Ayat 33


َ ْ َ َ ْ َ َ ً ُ ْ َ َ ُ ْ َ َ ِّ َ ْ َّ ُ َّ َ َّ َ َّ َ ْ َّ ُُ ْ َ ََ
‫اال َو ِل ِّي ِها‬
ِ ‫لاتقتلوااالنفساال ِ يتاحرمااَّلل ِاإل ِابالحقاۗاومناق ِتلامظلوماافقداجعلن‬ ‫وا‬
َ َ ُ َّ ْ َ ْ
ً ‫ان َام ْن ُص‬ ْ ْ ُ ََ ً َ ْ ُ
‫ورا ا‬ ‫افاالقت ِلا ِۖاإنهاك‬
‫ْس ِ ي‬
‫ف‬ ِ ‫سلطاناافَلاي‬
Terjemah Arti : Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa
dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada
ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh.
Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Di Indonesia masalah euthanasia masih belum mandapatkan tempat

yang diakui secara yuridis dan mungkinkah dalam perkembangan Hukum


21

Positif Indonesia, euthanasia akan mendapatkan tempat yang diakui secara

yuridis.

Munculnya permintaan tindakan medis euthanasia hakikatnya menjadi

indikasi, betapa masyarakat sedang mengalami pergeseran nilai

kultural.Disini Penulis menentang dilakukannya euthanasia atas dasar

etika, agama, moral dan legal, dan juga dengan pandangan bahwa apabila

dilegalisir, euthanasia dapat disalahgunakan. Kelompok pro-euthanasia

mungkin akan menentang pendapat ini dengan menggunakan argumen

quality of life, dan hukum. Namun demikian, pernyataan yang telah

dikemukakan, pertama secara etika, tugas seorang dokter adalah untuk

menyembuhkan, bukan membunuh; untuk mempertahankan hidup, bukan

untuk mengakhirinya.

3.2 Saran

Apabila hukum di Indonesia kelak mau menjadikan persoalan eutanasia

sebagai salah satu materi pembahasan, semoga tetap diperhatikan dan

dipertimbangkan sisi nilai-nilainya, baik sosial, etika, maupun moral.

DAFTAR PUSTAKA

http:/Pandangan Etika Dan Perundang-Undangan Tentang Euthanasia ” _

Fatmanadia.Htm

http://wimuliasih.blogspot.com/2013/05/euthanasia.html
22

http://bebenta.blogspot.com/2012/06/etika-euthanasia.html

Anda mungkin juga menyukai