Penulis
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................1
KATA PENGANTAR .............................................................................................2
DAFTAR ISI ............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................3
B. Rumusan Masalah ...................................................................................4
C. Tujuan ......................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
1.1 Euthanasia...................................................................................................5
1.2 Jenis-Jenis Euthanasia.................................................................................6
1.3 Euthanasia dalam Aturan Hukum.............................................................10
1.4 Euthanasia dalam Ajaran Islam.................................................................11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB 1
PENDAHULUAN
3
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Euthanasia
Kematian bagi sebagian besar umat manusia merupakan suatu hal yang
tidak menyenangkan dan mungkin tidak dike-hendaki sehingga manusia terus
menerus tetap berusaha menunda untuk kematian dengan berbagai cara
sejalan dengan kemajuan teknologi. Adanya penemuan-penemuan teknologi
modern berdampak terjadinya perubahan-perubahan yang sangat cepat di
dalam kehidupan sosial budaya; salah satu kemajuan teknologi itu di dalam
bidang medis. Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani; “Eu” berarti
baik dan “Thanatos” berarti mati. Dengan demikian, istilah Euthanasia dapat
diartikan “mati dengan baik”.3 Istilah tersebut hampir sama dengan pendapat
Djoko Prakoso yang mendefinisi-kan euthanasia sebagai “mati dengan
tenang” atau “a good death”.
3
karena bagian otaknya terserang penyakit atau bagian kepalanya
mengalami benturan yang sangat keras.
Keadaan demikian pasien hanya mungkin hidup dengan bantuan alat
pernapasan, sedangkan dokter ahli berkeyakinan bahwa penderita tidak
akan dapat disembuhkan. Alat pernapasan itulah yang memompa udara ke
dalam paru-parunya dan menjadikannya dapat bernapas secara otomatis,
sehingga apabila alat pernapasan itu dihentikan, maka penderita sakit tidak
mungkin dapat melanjutkan pernapasannya sebagai cara aktif yang
kemudian akan memudahkan kematiannya.
b. Euthanasia pasif adalah tindakan dokter berupa pengehentian pengobatan
pasien yang menderita sakit keras yang secara medis sudah tidak mungkin
lagi dapat disembuhkan. Penghentian pemberian obat ini berakibat
mempercepat kematian pasien. Alasan yang lazim dikemukakan adalah
karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas, sementara dana yang
dibutuhkan untuk biaya pengobatan cukup tinggi dan fungsi pengobatan
menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi. Ada lagi upaya lain
yang bisa digolongkan dalam euthanasia pasif, yaitu upaya dokter
menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis
masih mungkin bisa sembuh.
3
euthanasia diberlakukan beberapa persyaratan dan pertanyaan yang harus
dipenuhi oleh pasien ataupun keluarganya.
Berdasarkan hukum di Indonesi, euthanasia merupakan sesuatu
perbuatan yang melawan hukum, seperti yang dapat dilihat pada peraturan
perundang-undangan Pasal 344 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang
menyatakan bahwa “barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas
permintaan orang itu sendiri yang disebutkan dengan nyata dan sungguh-
sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun”. Pengaturan pasal-pasal
338, 340, 345 dan 359 KUHP yang dapat dikatakan memenuhi unsur-unsir
delik dalam perbuatan euthanasia, dengan demikian secara formal hukum
yang berlaku di negara kita memang tidak mengizinkan tindakan euthanasia
oleh siapa pun.
Para dokter dalam prakteknya tidak mudah melakukan praktek
euthanasia ini, meskipun dari sudut kemanusiaan dibenarkan adanya
euthanasia dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak
dapat disembuhkan. Dokter juga tidak dibenarkan serta merta melakukan
upaya aktif untuk memenuhi keinginan pasien atau keluarganya. Hal ini
disebabkan dua hal, yaitu karena adanya persoalan yang berkaitan dengan
kode etik kedokteran, disatu pihak doter dituntut untuk membantu
meringankan penderitaan pasien, akan tetapi pihak lain menghilangkan nyawa
seseorang merupakan pelanggaran terhadap kode etik itu sendiri dan tindakan
menghilangkan nyawa orang lain dalam perundang-undangan merupakan
tindak pidana yang secara hukum di negara manapun tidak dibenarkan oleh
Undang-Undang.
Islam mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, namun hak
tersebut merupakan anugerah Allah kepada manusia. Hanya Allah yang dapat
menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati (QS 22: 66; 2: 243).
Euthanasia termasuk bunuh diri yang dilarang dalam islam dan diharamkan
3
dalam hukum islam meskipun tidak ada teks dalam Al-quran maupun hadist
yang secara eksplisit melarang bunuh diri. Kendati demikian, ada sebuah ayat
yang menyiratkan hal tersebut, “janganlah engkau membunuh dirimu
sendiri,” (QS 4: 29), yang makna langsungnya adalah “janganlah kamu daling
berbunuhan” dengan kata lain seorang muslim (dokter) yang membunuh
seorang muslim lainnya (pasien) disetarakan dengan membunuh dirinya
sendiri.
Euthanasia dalam ajaran islam disebut qal ar-rahmah atau taisir al-
maut (euthanasia), yaitu suatu tindakan memudahkan kematian seseorang
dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang dengan tujuan
meringankan penderitaan pasien. Ada suatu alasan yang membenarkan
dilakukannya euthanasia ataupun pembunuhan berdasarkan belas kasihan
(Mercy killing) dalam alasan apapun juga. Euthanasia dapat dilakukan dengan
memberikan obat-obatan tertentu atau dengan menghentikan pengobatan
maupun alat antu hidup yang sedang dilakukan. Pengertian “mempercepat
kematian” dalam terminologi islam tidak dikenal, dalam ajaran islam yang
menentukan kematian adalah Allah (QS. Yunus: 49). Euthanasia sebenarnya
merupakan pembunuhan yang dimintai atau mendapat persetujuan dari pihak
pasien dan keluarganya.
Prinsipnya pembunuhan secara sengaja terhadap orang yang sedang
sakit berarti mendahului takdir. Allah telah menentukan batas akhir usia
manusia. Mempercepat kematian pasien tidak mendapatkan manfaat dari
ujian yang diberikan Allah SWT kepadanya, yakni berupa ketawakalan
kepada-Nya Rasulullah SAW bersabda “tidaklah menimpa kepada seorang
muslim suatu musibah, baik kesulitan, sakit, kesedihan, kesusahan maupun
penyakit, bahkan duri yang menusuknya, kecuali Allah mengahpuskan
kesalahan atau dosanya dengan musibah yang dicobakannya itu”. (HR
Bukhari dan Muslim).
3
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
3
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, A.I., 2008, Etika dan Hukum Kesehatan, Pustaka Book Publisher,
Yogyakarta
Hanafiah, M., Amir, A., 2007, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Jakarta,
Buku Kedokteran EGC.
Hilman, I., 2006, MembIARKAN Mati secara Alamiah (Letting Die Naturally)
pada Pasien yang secara Medis Tidak Mungkin Lagi dapat disembuhkan,
Jurnal Persi, 6(1): 3
Muchtadi, T.R., 2007, Perkembangan Bioetika Nasional, Seminar Etika Penelitian
di Bidang Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Airlangga, Surabaya.
Utomo, S.B., 2009, Hukum Euthanasia dan Kode Etik Kedokteran, Fikih
Kontemporer.
Wakiran, M.D.B.I., Tomuka, D.Ch. dan Kristanto, E.G., 2013, Pendekatan
Bioetika tentang Euthanasia, Jurnal Biomedik (JBM), 5(1): 1-4