Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat taufik dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Ekologi Serangga. Penyusunan
makalah ini, penulis banyak memperoleh bimbingan, masukkan dan dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih khususnya kepada dosen mata kuliah Ekologi Serangga, Dr.
Amirullah, M.Si yang telah memberikan dasar teori yang berguna. Penulis tak
lupa pula mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu
memberi masukkan serta koreksi selama pembuatan makalah ini berlangsung
serta semua pihak yang telah memberikan bantuan dan motivasinya kepada
penulis hingga makalah ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Kendari, 24 Mei 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................1
KATA PENGANTAR .............................................................................................2
DAFTAR ISI ............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................3
B. Rumusan Masalah ...................................................................................4
C. Tujuan ......................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
1.1 Euthanasia...................................................................................................5
1.2 Jenis-Jenis Euthanasia.................................................................................6
1.3 Euthanasia dalam Aturan Hukum.............................................................10
1.4 Euthanasia dalam Ajaran Islam.................................................................11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah Euthanasia secara etimologis, berasal dari kata Yunani yaitu eu


dan thanatos yang berarti “mati yang baik” atau “mati dalam keadaan tenang
atau senang”. Dalam bahasa inggris sering disebut Marc Killing, sedangkan
menurut “Encyclopedia American mencantumkan Euthanasia ISSN the
practice of ending life in other to give release from incurable sufferering”. Di
Belanda disebutkan bahwa Euthanasia adalah dengan sengaja tidak
melakukan suatu usaha (nalaten) untuk memperpanjang hidup seorang pasien
atau sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpendek atau mengakhiri
hidup seorang pasien, dan semua ini dilakukan khusus untuk kepentingan
pasien itu sendiri.
Euthanasia dalam Oxford English Dictionary dirumuskan sebagai
“kematian yang lembut dan nyaman, dilakukan terutama dalam kasus
penyakit yang penuh penderitaan dan tak tersembuhkan”. Kemudian menurut
kamus Kedokteran Dorland Euthanasia mengandung dua pengertian. Pertama,
suatu kematian yang mudah atau tanpa rasa sakit. Kedua, pembunuhan
dengan kemurahan hati,pengakhiran kehidupan seseorang yang menderita
penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan sangat menyakitkan secara hati-
hati dan disengaja.
Euthanasia dapat juga didefinisikan sebagai tindakan mengakhiri hidup
seorang individu secara tidak menyakitkan, ketika tindakan tersebut dapat
dikatakan sebagai bantuan untuk meringankan penderitaan dari individu yang
akan mengakhiri hidupnya, Euthanasia menunjukan tenaga medis untuk
membantu para pasien supaya dapat meninggal dengan baik, tanpa
penderitaan yang besar.

3
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Bagaimana peran bioetika terhadap euthanasia?
2. Apa saja jenis euthanasia?
3. Bagaimana aturan hukum mengenai masalah euthanasia?
4. Bagaimana euthanasia dalam ajaran islam?

1.3 Tujuan

Tujuan pada makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui peran bioetika terhadap euthanasia.

2. Mengetahui jenis-jenis euthanasia.

3. Mengetahui aturan hukum mengenai masalah euthanasia.

4. Mengetahui euthanasia dalam ajaran islam.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Euthanasia

Kematian bagi sebagian besar umat manusia merupakan suatu hal yang
tidak menyenangkan dan mungkin tidak dike-hendaki sehingga manusia terus
menerus tetap berusaha menunda untuk kematian dengan berbagai cara
sejalan dengan kemajuan teknologi. Adanya penemuan-penemuan teknologi
modern berdampak terjadinya perubahan-perubahan yang sangat cepat di
dalam kehidupan sosial budaya; salah satu kemajuan teknologi itu di dalam
bidang medis. Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani; “Eu” berarti
baik dan “Thanatos” berarti mati. Dengan demikian, istilah Euthanasia dapat
diartikan “mati dengan baik”.3 Istilah tersebut hampir sama dengan pendapat
Djoko Prakoso yang mendefinisi-kan euthanasia sebagai “mati dengan
tenang” atau “a good death”.

2.2 Jenis-Jenis Euthanasia

Menurut Utomo (2009), dalam praktek kedokteran dikenal dua macam


euthanasia yaitu:
a. Euthanasia aktif adalah suatu tindakan dokter yang mempercepat kematian
pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut.
Suntikan dilakukan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah
atau sudah sampai pada stadium akhir yang menurut perkiraan medis
sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama. Alasan yang
lazim dikemukakan dokter adalah bahwa pengobatan yang diberikan hanya
akan memperpanjang penderitaan pasien dan tidak mengurangi keadaan
sakitnya yang memang sudah parah. Contoh kasus euthanasia aktif
misalnya pada orang yang mengalami keadaan koma yang sangat lama,

3
karena bagian otaknya terserang penyakit atau bagian kepalanya
mengalami benturan yang sangat keras.
Keadaan demikian pasien hanya mungkin hidup dengan bantuan alat
pernapasan, sedangkan dokter ahli berkeyakinan bahwa penderita tidak
akan dapat disembuhkan. Alat pernapasan itulah yang memompa udara ke
dalam paru-parunya dan menjadikannya dapat bernapas secara otomatis,
sehingga apabila alat pernapasan itu dihentikan, maka penderita sakit tidak
mungkin dapat melanjutkan pernapasannya sebagai cara aktif yang
kemudian akan memudahkan kematiannya.
b. Euthanasia pasif adalah tindakan dokter berupa pengehentian pengobatan
pasien yang menderita sakit keras yang secara medis sudah tidak mungkin
lagi dapat disembuhkan. Penghentian pemberian obat ini berakibat
mempercepat kematian pasien. Alasan yang lazim dikemukakan adalah
karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas, sementara dana yang
dibutuhkan untuk biaya pengobatan cukup tinggi dan fungsi pengobatan
menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi. Ada lagi upaya lain
yang bisa digolongkan dalam euthanasia pasif, yaitu upaya dokter
menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis
masih mungkin bisa sembuh.

2.3 Euthanasia dalam Aturan Hukum

Aturan hukum mengenai masalah euthanasia sangat berbeda-beda di


seluruh dunia dan seringkali berubah seiring dengan perubahan norma-norma
budaya dan tersediannya perawatan atau tindakan medis. Tindakan ini
dianggap legal dibeberapa negara, sedangakan dinegara lainnya dianggap
melanggar hukum. Menurut Hilman (2006), membiarkan penderita
meninggal secara ilmiah dengan alasan karena menurut logika medik tidak
mungkin lagi dapat disembuhkan, secara etika dapat diterima dan bukan
merupakan pelanggaran. Beberapa negara yang melegalkan tindakan

3
euthanasia diberlakukan beberapa persyaratan dan pertanyaan yang harus
dipenuhi oleh pasien ataupun keluarganya.
Berdasarkan hukum di Indonesi, euthanasia merupakan sesuatu
perbuatan yang melawan hukum, seperti yang dapat dilihat pada peraturan
perundang-undangan Pasal 344 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang
menyatakan bahwa “barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas
permintaan orang itu sendiri yang disebutkan dengan nyata dan sungguh-
sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun”. Pengaturan pasal-pasal
338, 340, 345 dan 359 KUHP yang dapat dikatakan memenuhi unsur-unsir
delik dalam perbuatan euthanasia, dengan demikian secara formal hukum
yang berlaku di negara kita memang tidak mengizinkan tindakan euthanasia
oleh siapa pun.
Para dokter dalam prakteknya tidak mudah melakukan praktek
euthanasia ini, meskipun dari sudut kemanusiaan dibenarkan adanya
euthanasia dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak
dapat disembuhkan. Dokter juga tidak dibenarkan serta merta melakukan
upaya aktif untuk memenuhi keinginan pasien atau keluarganya. Hal ini
disebabkan dua hal, yaitu karena adanya persoalan yang berkaitan dengan
kode etik kedokteran, disatu pihak doter dituntut untuk membantu
meringankan penderitaan pasien, akan tetapi pihak lain menghilangkan nyawa
seseorang merupakan pelanggaran terhadap kode etik itu sendiri dan tindakan
menghilangkan nyawa orang lain dalam perundang-undangan merupakan
tindak pidana yang secara hukum di negara manapun tidak dibenarkan oleh
Undang-Undang.

2.4 Euthanasia dalam Ajaran Islam

Islam mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, namun hak
tersebut merupakan anugerah Allah kepada manusia. Hanya Allah yang dapat
menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati (QS 22: 66; 2: 243).
Euthanasia termasuk bunuh diri yang dilarang dalam islam dan diharamkan

3
dalam hukum islam meskipun tidak ada teks dalam Al-quran maupun hadist
yang secara eksplisit melarang bunuh diri. Kendati demikian, ada sebuah ayat
yang menyiratkan hal tersebut, “janganlah engkau membunuh dirimu
sendiri,” (QS 4: 29), yang makna langsungnya adalah “janganlah kamu daling
berbunuhan” dengan kata lain seorang muslim (dokter) yang membunuh
seorang muslim lainnya (pasien) disetarakan dengan membunuh dirinya
sendiri.
Euthanasia dalam ajaran islam disebut qal ar-rahmah atau taisir al-
maut (euthanasia), yaitu suatu tindakan memudahkan kematian seseorang
dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang dengan tujuan
meringankan penderitaan pasien. Ada suatu alasan yang membenarkan
dilakukannya euthanasia ataupun pembunuhan berdasarkan belas kasihan
(Mercy killing) dalam alasan apapun juga. Euthanasia dapat dilakukan dengan
memberikan obat-obatan tertentu atau dengan menghentikan pengobatan
maupun alat antu hidup yang sedang dilakukan. Pengertian “mempercepat
kematian” dalam terminologi islam tidak dikenal, dalam ajaran islam yang
menentukan kematian adalah Allah (QS. Yunus: 49). Euthanasia sebenarnya
merupakan pembunuhan yang dimintai atau mendapat persetujuan dari pihak
pasien dan keluarganya.
Prinsipnya pembunuhan secara sengaja terhadap orang yang sedang
sakit berarti mendahului takdir. Allah telah menentukan batas akhir usia
manusia. Mempercepat kematian pasien tidak mendapatkan manfaat dari
ujian yang diberikan Allah SWT kepadanya, yakni berupa ketawakalan
kepada-Nya Rasulullah SAW bersabda “tidaklah menimpa kepada seorang
muslim suatu musibah, baik kesulitan, sakit, kesedihan, kesusahan maupun
penyakit, bahkan duri yang menusuknya, kecuali Allah mengahpuskan
kesalahan atau dosanya dengan musibah yang dicobakannya itu”. (HR
Bukhari dan Muslim).

3
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Simpulan pada makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Tiap jenis eutanasia mengandung aspek moral dan etika yang harus
menjadi pertimbangan mendalam, mengingat penentuan hidup dan mati
tidak ditangan manusia semata. Bila kita melihat lebih jauh mengenai hak-
hak pasien untuk me-nentukan nasib sendiri, eutanasia nampak sebagai
pilihan cerdas untuk mengakhiri penderitaan karena pasien tidak
berkeberat-an hidupnya berakhir (eutanasia sukarela).
2. Euthanasia terdiri atas dua jenis yaitu euthanasia pasif dan authanasia
aktif.
3. Euthanasia dalam pandangan hukum tidak sesuai dengan atika yang dianut
oleh bangsa dan melanggar hukum pasif yang masih berlaku yaitu KUHP.
4. Euthanasia dalam ajaran islam haram hukumnya karena yang berhak
mematikan dan menghidupkan manusia hanyalah Allah dan oleh karena
itu manusia dalam hal ini tidak mempunyai hak atau kewenangan untuk
memberi hidup dan atau mematikannya (QS. Yunus: 56, Al-Mulk: 1-2).

B. Saran

1. Makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk itu penuilis

membutuhkan beberapa saran dan kritik yang membangun untuk hasil

yang lebih baik serta bermanfaat bagi seluruh audience.

2. Untuk lebih memahami tentang spesiasi dibutuhkan lebih banyak buku

referensi yang menjelaskan tentang hal ini.

3
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, A.I., 2008, Etika dan Hukum Kesehatan, Pustaka Book Publisher,
Yogyakarta
Hanafiah, M., Amir, A., 2007, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Jakarta,
Buku Kedokteran EGC.
Hilman, I., 2006, MembIARKAN Mati secara Alamiah (Letting Die Naturally)
pada Pasien yang secara Medis Tidak Mungkin Lagi dapat disembuhkan,
Jurnal Persi, 6(1): 3
Muchtadi, T.R., 2007, Perkembangan Bioetika Nasional, Seminar Etika Penelitian
di Bidang Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Airlangga, Surabaya.
Utomo, S.B., 2009, Hukum Euthanasia dan Kode Etik Kedokteran, Fikih
Kontemporer.
Wakiran, M.D.B.I., Tomuka, D.Ch. dan Kristanto, E.G., 2013, Pendekatan
Bioetika tentang Euthanasia, Jurnal Biomedik (JBM), 5(1): 1-4

Anda mungkin juga menyukai