Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PBL 2

BLOK 7.1 FORENSIC AND HEALTH LAW

Kelompok 1 :

1. Nur Muhammad Mumtaz G1A016108


2. MUHAMMAD AL ROFI INTERNA D G1A016113
3. APRILIA GISKA DEVIEANTY G1A016114
4. RADEN ALVIN RENALDI N G1A016115
5. DEUIS GUSTIANI RAHAYU G1A016116
6. CINDY LORENZA DARWIS G1A016117
7. RADITYA IRFAN PRADHANA G1A016118
8. VANNY PRANANDA G1A016119
9. RIZKY PRATAMA SANTOSO G1A016120

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................................2
BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................................3
A. Latar Belakang.......................................................................................................3
BAB II. ISI........................................................................................................................6
BAB III. PEMBAHASAN..................................................................................................10
A. KASUS 1 :..............................................................................................................10
B. KASUS 2................................................................................................................14
C. KASUS 3................................................................................................................16
D. KASUS 4................................................................................................................17
BAB IV. KESIMPULAN....................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................20

2
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bagi sebagian besar umat manusia kematian merupakan suatu hal


yang tidak menyenangkan. Manusia merupakan salah satu ciptaan Tuhan
yang dilengkapi dengan akal, pikiran, dan rasa. Dengan hal ini manusia
mampu menciptakan teknologi untuk mempermudah dalam hal
menjalankan aktifitas sehari-hari. Hal ini disebabkan oleh makin
banyaknya penemuan teknologi modern yang bertujuan untuk
kemanfaatan kehidupan dan kepentingan umat manusia dengan segala
konsekuensinya. Diantara penemuan teknologi yang tidak kalah penting
adalah penemuan dalam bidang kedokteran. Dengan adanya
perkembangan ini maka mempermudah diagnosa suatu penyakit yang
diderita seseorang secara akurat sehingga pengobatannya dapat dilakukan
dan diberikan secara efektif. Salah satu di bidang kedokteran ini
mengikutsertakan perihal mengenai kehidupan serta juga kematian
manusia yang merupakan suatu hal yang mempunyai kedudukan dalam
nilai moral, sehingga setiap perlakuan terhadap kehidupan dan kematian
seseorang dapat menimbulkan penyataan-pernyataan dari segi moral
(Muhammad, 2009).

Kematian pada umumnya dianggap sebagai salah satu hal yang


paling ditakutkan oleh berbagai masyarakat, namun hal itu akan dialami
oleh setiap orang. Kematian adalah hal yang tidak dapat ditunda maupun
dihindari, namun tidak sedikit masyarakat yang menghendaki kematian
tersebut datang dengan segera terlepas dari kesiapan atau tidaknya dalam
menghadapi kehidupan setelah kematian. Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, yang berada
pada pasal 117 menyatakan “Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi
sistem jantung, sirkulasi dan sistem pernafasan terbukti telah berhenti
secara permanen, atau apabila kematian batang otak telah dapat
dibuktikan.” Kematian yang diinginkan banyak orang adalah kematian

3
yang jauh dari rasa sakit, sehingga kematian inilah yang ada dalam istilah
medis disebut dengan euthanasia yang dimana diartikannya dengan
pembunuhan terhadap pasien yang kecil harapannya untuk dapat
disembuhkan (Leden, 2012).

Menurut cara terjadinya, kematian dibagi menjadi tiga jenis yaitu


Orthonasia adalah kematian yang terjadi karena suatu proses alamiah,
Dysthanasia adalah kematian yang terjadi karena sesuatu yang wajar dan
Euthanasia adalah kematian yang terjadi dengan pertolongan dokter atau
tidak, dan euthanasia ini menjadi permasalahan. Euthanasia berasalah dari
bahasa Yunani yaitu Eu artinya baik dan Thanatos artinya mati dengan
artian kematian yang baik tanpa penderitaan. Masalah ini biasanya
dilakukan oleh pasien dalam keadaan merana ataupun sekarat dan juga
pada pasien yang sudah tidak sadar, keluarga yang merasa tidak tega
melihat penderitaan menjelang kematiannya meminta kepada dokter untuk
tidak meneruskan pemakaian obat untuk mempercepat kematian (Hayati,
2004).

Euthanasia dibagi menjadi aktif dan pasir, untuk yang aktif sendiri
merupakan seorang dokter yang lebih berperan aktif dalam melakukan
suatu tindakan untuk memperpendek hidup seseorang, sedangkan untuk
yang pasif adalah suatu keadaan dimana seorang doter atau tenaga medis
lainnya dengan sengaja tidak memberikan bantuan medis terhadap pasien
yang dapat memperpanjang hidupnya (Anni, 2011).

Perbuatan ini merupakan perbuatan yang bertentangan dengan


hukum karena dapat mengakhiri hidup pasien yang sudah tidak bisa
disembuhkan atau menghentikan pengobbatan dan penangan kepada
pasien yang sedang menderita, dalam hal ini dokter mempunyai peranan
dan sekaligus dapat dikenakan sebagai tindak pidana. Dalam KUHP Bab
XIX tentang Kjahatan terhadap Nyawa pada pasal 338 yang berbunyi
“Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena
pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun” pasal
ini merupakan penghalang dokter yang akan melakukan euthanasia aktif.

4
KUHP Bab XV tentang Meninggalkan Orang yang Perlu Ditolong dala hal
ini pasal 304 dan 306 ayat 2 akan menghadapkan dokter pada kedudukan
yang sulit karena pasal tersebut dapat dikaitkan dengan euthanasia pasif
(Mun’im, 2009).

Berdasarkan peraturan dan pasal tersebut dapat dipahami bahwa


setiap dokter dimanapun ia berada berkewajiban untuk mempertahankan
dan memelihara kehidupan manusia. Dalam keadaan atau kondisi
gawatnya seorang pasien, dokter harus melindungi dan mempertahankan
hidup pasien tersebut meskipun keadaan dari pasien tersebut sudah tidak
dapat disembuhkan lagi atau sudah dalam keadaan sekarat dalam hitungan
yang lama, namun seorang dokter tidak boleh melepaskan diri dari
kewajiban melindungi pasien (Anni, 2011).

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari Euthanasia dalam bidang


Kedokteran.

2. Untuk mengetahui klasifikasi Euthanasia.

3. Untuk mengetahui hukum dalam perbuatan Euthanasia berdasarkan


ilmu kedokteran.

C. Manfaat

1. Mahasiswa dapat mengetahui mengenai Euthanasia dalam bidang


Kedokteran.

2. Mahasiswa dapat mengetahui mengenai klasifikasi Euthanasia.

3. Mahasiswa dapat memahami dan mempelajari hukum dalam perbuatan


Euthanasia berdasarkan ilmu Kedokteran.

5
BAB II. ISI

1. Klarifikasi istilah
Euthanasia : Eu artinya baik, thanatos artinya kematian, merupakan upaya
yang dilakukan untuk membantu seseorang dala mempercepat
kematiannya secara mudah akibat ketidakmampuan menanggung derita
yang panjang dan tidak ada lagi harapan hidup untuk disembuhkan.
Aktif :
Tindakan dokter yang mempercepat kematian pasien dengan memberikan
suntikan kedalam tubuh pasien dengan syarat pasien sudah dalam stadium
akhir.
Pasif :
Tindakan dokter berupa penghentian pengobatan pasien yg menderita sakit
keras dan secara medis tidak dapat disembuhkan dan biasanya di dukung
karena adanya ekonomi pasien itu sendiri.
2. Brainstorming
a. Mengapa medical license dr. Jack dicabut secara sepihak ketika setelah
menulis di surat kabar
b. Mengapa dr. Jack tetap dapat membuka praktik setelah Medical
Licensenya telah dicabut
c. Apakah ketika melakukan praktiknya dr.Jack berniat membantu atau
memenuhi finansialnya ?
d. Adakah kriteria yang harus dipenuhi oleh pasien agar dr. Jack dapat
melakukan euthanasia ?
e. Mengapa dr. Jack tidak merasa bersalah ketika melakukan euthanasia?
Dan tindakan tersebut dr. Jack menganggap bahwa tindakan tersebut
adalah tindakan yang benar
f. Sebagai dokter, apakah baik apabila seorang dokter berempathy secara
berlebihan
g. Apakah keputusan untuk dilakukannya euthanasia diberikan
sepenuhnya kepada pasien?

6
3. Moral Reasoning
a. Alasan moralnya karena melanggar autonomy, karena setiap orang
berhak untuk mengemukakan pendapat, kemudian secara sepihak
medical license dr. Jack dicabut kemudian dr. Jack bersikeras untuk
melakukan tindakan tersebut dan menganggap tindakan tersebut adalah
benar namun tidak diindahkan, kemudian tidak ada hukum/aturan yg
mengatur tindakan tersebut.
b. Alasan moralnya karena melanggar justice, karena dr.jack sudah
dicabut medical licensenya tetapi tetap membuka praktiknya, hal
tersebut dapat menimbulkan rasa iri hati kepada dokter yang lainnya.
Karena secara aturan apabila ingin membuka praktik, harus ada
medical licensenya.
c. Tidak termasuk moral etik
d. Tidak termasuk moral etik
Syarat euthanasia :
1. Pasien harus masih dapat membuat keputusan dan mengajukan
permintaan tsb secara serius
2. Ia harus menderita penyakit yang tak terobati pada stadium akhir
atau dekat dengan kematian
3. Ia harus menderita nyeri yang tak tertahankan
4. Tujuannya adalah sekedar melepas diri dari rasa nyeri
5. Dilakukan oleh dokter yang berwenang atau atas penunjuknya
6. Kematian harus melalui cara kedokteran dan manusia
e. Alasan moralnya karena melanggar non-maleficence, disatu sisi
memang memberikan benefit terhadap pasien karena menghentikan
penderitaan pasien, namun disatu sisi merugikan keluarga yg
ditinggalkan apabila pasien tsb seorang kepala keluarga, dan tulang
punggung keluarga
f. Melanggar profesionalitas karena empathy berlebihan.
g. Tidak termasuk moral etik
4. Different Perspective

7
1. Pemerintah : dapat menimbulkan keresahan publik dikarenakan
masyarakat ada yg pro dan kontra terhadap tindakan tersebut.
Dokter : dr. Jack beranggapan bahwa setiap orang memiliki hak untuk
melanjutkan hidupnya atau menghentikan hidupnya
Masyarakat : apabila terdapat seseorang yang menderita sakit yang
hebat atau tidak ada harapan untuk hidup, setelah membaca surat kabar
yang ditulis oleh dr. Jack pasien merasa memiliki harapan untuk
menghentikan penderitaannya
Beberapa masyarakat lain, menganggap tindakan tersebut adalah
pembunuhan.
Pasien : apabila seorang pasien yang seharusnya memiliki harapan
hidup ketika mendengar berita tsb menjadi kehilangan harapan untuk
hidup
2. Dr. Jack : karena dr. Jack menganggap bahwa tindakan tersebut adalah
benar, dr. Jack bersikeras tetap membuka praktiknya.
Dokter lainnya : menganggap bahwa apabila seorang dokter yang ingin
membuka praktik harus memiliki medical licensenya.
3. –
4. –
5. Dr. Jack : menganggap tindakan tersebut adalah benar dan melakukan
tindakan tersebut atas dasar keinginan pasien.
Keluarga : disatu sisi keluarga merasa lega karena penderitaan yang
sudah di derita oleh pasien berakhir, tetapi disisi lain keluarga merasa
kehilangan
Pasien : merasa diuntungkan karena penderitaan yang dialaminya
berakhir
6. Dokter : tidak baik karena menimbulkan subjektifitas terhadap profesi.
7. -
5. Legal Aspect

KODEKI pasal 7c tentang kewajiban dokter terhadap diri sendiri


Menjaga kepercayaan pasien dilakukan dengan cara melakukan segala
sesuatu dengan ramah, sopan, penuh empati dan belas kasihan. Tentu saja

8
tanpa melupakan sikap etis, bertindak sesuai standar profesi dan tidak
melakukan tindakan yang tercela atau melanggar hukum.

6. Problem Solving

Seharusnya seorang dokter bisa menempatkan diri pada profesi nya


sehingga tidak terlibat dalam emosi tertentu

7. Lesson Learn
Jadi seorang dokter harus menempatkan diri dalam profesi tidak terseret
emosi

9
BAB III. PEMBAHASAN

10
BAB IV. KESIMPULAN

11
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad, Kartono, 2009. Teknologi Kedokteran dan Tantangannya terhadap Bioetika,


Cet. I,Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Nur, Hayati. 2004. Euthanasia Dalam Prespektif Hak Asasi Manusia dan
Kaitannya Dengan Hukum Pidana. Lex Jurnalica. Vol 1(2): 90-99

Marpaung. Leden. 2012, Asas, Teori, Praktik Hukum Pidana. Jakarta: Sinar
Grafika

Anni Isfandyarie. 2011. Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter Buku I.


Cetakan Ke-6, Jakarta, Penerbit Prestasi Pustaka, hlm. 98
Mun’im Abdul, Idries. 2009. Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara
Publisher

12

Anda mungkin juga menyukai