Anda di halaman 1dari 19

ANTIKOLINERGIK

Antikolinergik merupakan obat alternatif levodopa dalam pengobatan. Prototip kelompok ini
ialah triheksitenidil. Termasuk dalamkelompok ini ialah : biperiden, prosiklidin, benztropin,dan
antihistamin dengan efek antikolinergik difenhidramin dan etopropazin.Mekanisme kerja. Dasar
kerja obat ini ialah mengurangi aktivitas kolinergik yang berlebihan di ganglia basal. Efek
antikolinergik perifernya relatif lemah di bandingkan dengan atropin. Atropin dan alkaloid
beladon lainnya merupakan obat pertama yang dimanfaatkan pada penyakit parkinson, tetapi
telah ditinggalkan karena efek perifernya terlalu mengganggu. TRIHEKSIFENIDIL, SENYAWA
KONGENERIK.NYA DAN BENZTROPIN

FARMAKODINAMIK. Obat-obat ini terutama berefek

sentral. Dibandingkan dengan potensi atropin, tri

heksifenidil memperlihatkan potensi antispasmodik

setengahnya, elek midriatik sepertiganya, elek ter

hadap kelenjar ludah dan vagus sepersepuluhnya.

Seperti atropin, triheksifenidil dosis besar menyebabkan perangsangan otak. Ketiga senyawa kG

ngenerik triheksilenidil yaitu biperiden, sikrimin

dan prosiklidin, pada umumnya serupa triheksifenidil

dalam elek antiparkinson maupun efek sampingnya.

Bifa terjadi toleransi terhadap triheksifenidil,

obat-obat tersebut dapat digunakan sebagai

pengganti. Benztropin tersedia sebagai benztropin mesilat,

yaitu suatu metansullonat dari eter tropinbenzohidril.

Eter ini terdiri atas gugus basa tropin dan

gugus antihistamin (difenhidramin). Masingmasing

bagian telap mempertahankan sifat-sifatnya,

lermasuk elek antiparkinson. Efek sedasi

gugus difenhidramin bermanlaat bagi mereka yang

justru mengalami perangsangan akibat penggunaan

obal lain; khususnya pada pasien yang berusia

lanjut. Sebaliknya bagian basa tropinnya menimbulkan

perangsangan.
FARMAKOKINETIK. Tidak banyak data farmakokinetik

yang diketahui mengenai obat-obat ini. Hal

ini dapat dimengerti sebab saat obat ditemukan,

farmakokinetika belum berkembang, Sekarang

obat ini kurang diperhatikan setelah ada levodopa

dan bromokriptin.

Kadar puncak triheksifenidil, prosiklidin dan

biperiden tercapai setelah 1-2 jam. Masa paruh

eliminasi terminal antara 10 dan 12jam, Jadi sebenarnya

pemberian 2 kali sehari rnencukupi, tidak 3

kali sehari sebagaimana dilakukan saat ini.

EFEK SAMPING. Antiparkinson kelompok antikolinergik

menimbulkan efek samping sentral dan periler.

Efek samping sentral dapat berupa gangguan

neurologik yaitu : ataksia, disartria, hipertermia;

gangguan mental: pikiran kacau, amnesia, delusi,

halusinasi, somnolen dan koma. Efek samping

perifer serupa atropin. Triheksifenidil iuga dapat

menyebabkan kebutaan akibat komplikasi glaukoma

sudut tertulup; terutama terjadi bila dosis harian

15-30 mg sehari. Pada pasien glaukoma sudut terbuka

yang mendapat miotik, antikolinergik cukup

aman untuk digunakan.

Gejala insomnia dan gelisah oleh antikolinergik

sentral dapat dialasi dengan dosis kecil hipnotiksedatil,

atau dengan difenhidramin. Gangguan

daya ingat sering terjadi akibat pemberian antikolinergik


pada pasien yang berumur lebih dari 70

tahun dan pada pasien dengan demensia. Elek

samping ini sangat membatasi penggunaan antikolinergik

sentral, Pada kelompok pasien ini lebih

aman diberikan antihistamin.

Elek samping benztropin umumnya ringan,

jarang memerlukan penghentian terapi; sesekali

dosis perlu diturunkan umpamanya, bila timbul

kelemahan otrot tertentu.

EFEK TEBAPI. Obat antikolinergik khususnya bermanlaat

terhadap parkinsonisme akibat obat. Misalnya

oleh neuroleptik, termasuk juga antiemetik

turunan lenotiazin, yang menimbulkan gangguan

ekstrapiramidal akibat blokade reseptor DA di otak.

Pengalaman di klinik menunjukkan bahwa

pemberian antikolinergik lebih elektil daripada levodopa

untuk mengatasi gejala ini. Penambahan antikolinergik

golongan ini secara rutin pada pemberian

neuroleptik tidak dibenarkan, antara lain disebabkan

kemungkinan timbulnya akinesia tardif.

Belum jelas perbedaan efek terapi antar obat

antikolinergik tetapi jelas ada perbedaan keterterimaan

obat antar individu,

Triheksitenidil juga memperbaiki gejala beser

ludah (sialorrhoea) dan suasana perasaan (mood).

Selain pada penyakit Parkinson, triheksifenidil

dapat pula digunakan pada sindrom atetokoriatik,

tortikolis spaslik dan spasme lasialis; demikian juga

lurunannya. Obat-obat ini digunakan sebagai pengganti


triheksilenidil bila terjadi toleransi. Berbeda

dengan yang lain, prosiklidin masih boleh digunakan

pada pasien glaukoma dan hipertropi prostat

dengan pengawasan ketat. Triheksilenidil terutama

berpengaruh baik terhadap tremor, tetapi bradikinesia/

akinesia dan rigiditas juga membaik. Secara

keseluruhan triheksilenidil tidak seelektif levodopa

pada penyakit Parkinson bukan karena obat.

Efektivitas benztropin bertahan lebih lama dari

antikolinergik lain.
BENZODIAZEPIN

Secara kualitatif benzodiazepin mempunyai

efek yang hampir sama, namun secara kuantitatif

spektrum farmakodinamik serta data farmakokine_

tiknya berbeda. Hal ini yang menyebabkan aplikasi

terapi golongan ini sangat luas. Benzodiazepin ber_

efek hipnosis, sedasi, relaksasi otot, ansiolitik dan

antikonvulsi dengan potensi yang berbeda-beda.

Pembahasan bab ini hanya pada benzodia_

zepin yang terutama diindikasikan untuk hipnosis.

FARMAKODINAMIK

Elek benzodiazepin hampir semua merupakan

hasil kerja golongan ini pada SSP dengan elek

utama : sed'asi, hipnosis, pengurangan terhadap

rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot dan anti'

konvulsi. Hanya dua efek saja yang merupakan

kerja golongan ini padaiaringan perifer: vasodilatasi

koronlr seielah pemberian dosis terapi benzodiazepin

tertentu secara lV, dan blokade neuromus-

Xuiar yang hanya leriadi pada pemberian dosis

sangat tinggi.

SUSUNAN SARAF PUSAT'Walaupun benzodiazepin

mempengaruhi aktivitas saral pada semua

tingkatan, namun beberapa derivat benzodiazepin

pengaruhnya lebih besar dari derivat yang lain' sedangkan

sebagian lagi memiliki elek yang tak lang'

sung. Benzodiazepin bukan suatu depresan umum

seperti barbiturat. Semua benzodiazepin mempu'


nyai prolil larmakologi yang hampir sama , namun

eiek'utama masing- masing derivat sangat borvariasi,

sehingga indikasi kliniknya dapat berbeda'

Peningkatan dosis benzodiazepin menyebabkan

Oepresi SSP yang meningkat dari sedasi ke hipnosis,

dan dari hipnosis ke stupor; Keadaan ini

sering dinyatakan sebagai elek anestesia,tapi obat

golongan ini tidak benar-benar memperlihatkan

eleX inestesi umum yang spesifik, karena kesadaran

penderita biasanya tetap bertahan dan relaksasi

otoi yang diperlukan untuk pembedahan tidak tercapai.

Himun pada dosis preanestelik, benzodiazepin

menimbulkan amnesia bagi kejadian yang

berlangsung setelah pemberian obat; jadi hanya

menimbulkan illusi mengenai anestesia yang baru

dialaminya (amnesia anterograd). Bila akan digunakan

sebagai anestesi umum untuk pembedahan'

benzodiazepin harus dikombinasikan dengan obat

pendepresi SSP lain' Belum dapat dipastikan' apakah

efek antiansietas benzodiazepin identik dengan

efek hipnotik sedatifnya atau merupakan elek lain'

Prolil larmakologi benzodiazepin sangat ber'

variasi pada spesies yang berbeda; misalnya pada

mencit, tikus dan monyet 7- nitrobenzodiazepin

dapat menginduksi peningkatan kewaspadaan sebeium

timbul depresi SSP, tapi tidak pada spesies

yang lain; Elek relaksasi otot pada kucing dan antikonvulsi

pada tikus berhubungan lebih erat dengan

elek sedasi, hipnosis dan antiansietas pada


manusia.

Beberapa benzodiazepin menginduksi hipotonia

otot tanpa mengganggu gerak otot normal' Obal

ini mengurangi kekakuan deserebrasi pada kucing

dan kekakuan penderita cerebral palsy'

Elek relaksan otot diazepam 10 kali lebih

selektil dibandingkan meprobamat, namun tingkat

selehilitas ini tidak ielas terlihat pada manusia'

Klonazepam dosis nonsedatif pada manusia sudah

merelaksasi otot, tapi diazepam dan benzodiazepin

lain tidak. Toleransi terjadi terhadap elek relaksasi

otot maupun elek ataksia obat ini.

Pada hewan coba, benzodiazepin menghambat

aktivitas bangkitan yang diinduksi oleh pentilentetrazol

atau pikrotoksin, tapi bangkitan yang'diinduksi

oleh striknin dan elektrosyok maksimal

hanya disupresi pada dosis yang mengganggu aktivitis

gerakan otot. Flurazepam, triazolam, klonaz"

pam, bromazepam dan nitrazepam merupakan

aniikonvulsi yang lebih selektil dibandingkan derivat

lain. ndanya toleransi terhadap elek konvulsi

membatasi penggunaan benzodiazepin untuk mengobati

kelainan bangkitan pada manusia.

FARMAKOKINETIK

Silat lisikokimia dan larmakokinetik benzodiazepin

sangat mempengaruhi penerapan klinisnya.


Semua benzodiazepin dalam bentuk nonionik memiliki

koelisien distribusi lemak:air yang sangat

tinggi, Namun silat liofiliknya dapat bervariasi lebih

dari 50 kali, bergantung kepada polaritas dan elektronegativitas

berbagai senyawa benzodiazepin.

Semua benzodiazepin diabsorpsi secara

sempurna, dengan kekecualian klorazepat; senyawa

ini baru diabsorpsi sempurna setelah terlebih

dahulu didekarboksilasi dalam cairan lambung

menjadi N-desmetildiazepam (nordazepam). Pada

beberapa benzodiazepin (misalnya prazepam dan

flurazepam) hanya metabolit aktilnya yang sampai

ke aliran sistemik. Setelah pemberian oral, kadar

plasma puncak berbagai benzodiazepin dicapai

dalam waktu 0,5-8,0 jam. Diantara benzodiazepin

yang digunakan sebagai hipnotik, kadar puncak

triazolam tercapai dalam 1 ,0 jam, temazepam lebih

lambat dan lebih bervariasi. Kadar puncak metabolit

aktif flurazepam dicapai dalam 1,0-3,0 jam.

Sedangkan lorazepam dan midazolam absopsinya

lewat suntikan lM tidak teratur.

Benzodiazepin dan metabolit aktifnya terikat

pada protein plasma. Kekuatan ikatannya berhubungan

erat dengan sifat lipofiliknya. Berkisar anlara

70o/o pada alprezolam dan 99% pada diazepam.

Kadar benzodiazepin pada cairan serebrospinal

(CSS) kira-kira sama dengan kadar obat

bebas dalam darah.

Profil kinetik benzodiazepin secara tetap mengikuti


model kinetika dua kompartemen, namun

bagi benzodiazepin yang sangat larul dalam lemak,

prolil kinetiknya lebih sesuai dengan model kinetika

tiga kompartemen. Dengan demikian, sesudah

pemberian benzodiazepin lV (atau oral bagi benzodiazepin

yang diabsorpsi sangat cepat) ambilan ke

dalam otak dan organ dengan perlusi tinggi lainnya

terjadi dengan cepat, diikuti dengan redistribusi ke

jaringan yang kurang baik perfusinya. Redistribusi

diazepam dan benzodiazepin yang lipofilik lainnya

dipengaruhi oleh sirkulasi enterohepatik. Volume

distribusi benzodiazepin adalah besar, dan banyak

diant4ranya menaik pada penderita usia lanjut'

Benzodiazepin dapat melewati sawar uri dan diekskresikan

ke dalam ASl.

Benzodiazepin dimetabolisme secara ekstensil

oleh beberapa sistem enzim mikrosom hati. Beberapa

benzodiazepin dimetabolisme menjadi metabolit

yang aktif. Metabolit aktit umumnya dimetabolisme

lebih lambat dari senyawa asalnya, sehingga

lama kerja benzodiazepin tidak sesuai dengan

waktu paruh eliminasi obat asalnya; misalnya

waktu paruh llurazepam adalah 2,0-3,0 jam, tetapi

waktu paruh metabolit aktifnya (N-desalkilflurazepam)

adalah 50,0 jam atau lebih. Sebaliknya, kecepatan

metabolisme benzodiazepin yang dlinaktifkan

pada reaksi pertama merupakan penentu bagi

lama kerjanya; misalnya oksazepam, lorazepam,

temazepam, triazolam dan midazolam. Metabolisme


benzodiazepin terjadi dalam tiga tahap yaitu: (1)

desalkilasi; (2) hidroksilasi;dan (3) konyugasi. Jalur

metabolisme beberapa benzodiazepin dapat dilihat

pada Tabel 10-1 sedangkan data farmakokinetiknya

dapat dilihat pada Tabel 10-2.

Hipnoiik yang ideal haruslah memiliki mula

kerja yang cepat, mampu mempertahankan tidur

sepanjang malam dan tidak meninggalkan elek

residu pada keesokan harinya. Diantara benzodiazepin

yang digunakan sebagai hipnotik, flurazepam,

triazolam dan temazepam yang paling umum

digunakan. Quazepam, diazepam, oxazepam dan

lorazepam juga elektif sebagai hipnotik. Bila obat

diindikasikan untuk menginduksi tidur, triazolam

yang paling elektil sebab mula kerjanya yang cepat

dan kemampuan mengurangi tidur yang berkepanjangan.

Bila diinginkan elek hipnotik yang tidak

mengganggu keterampilan di siang hari, dipilih tri'

azolam dan temazepam. Namun penghentian mendadak

kedua obat ini, lerutama triazolam, dilaporkan

menimbulkan rebound insomnia.

EFEK SAMPING

Benzodiazepin dengan dosis hipnotik pada

saal mencapai kadar plasma puncaknya dapat menimbulkan

elek samping sebagai berikut :

headednesg lassitude, lambat bereaksi, inkoordF

nasi motorik, ataksia, gangguan lungsi mental dan


psikomotor, gangguan koordinator berpikir, bingung,

disartria, amnesia anterograd, mulut kering

dan rasa pahit. Kemampuan berpikir sedikit kurang

dipengaruhi dibandingkan dengan penampilan

gerak. Semua elek tersebut sangat mempengaruhi

keterampilan mengemudi dan kemampuan psikomotor

lainnya. lnteraksi dengan etanol dapat

menimbulkan depresi berat. Elek residual terlihat

pada beberapa benzodiazepin dengan dosis hipnotik.

Misalnya pemberian llurazepam 30 mg setiap

malam selama dua hari, menimbulkan elek residual

yang menyerupai efek akut alkohol


DAFTAR PUSTAKA

Ganiswarna, S., 2016, Farmakologi dan Terapi, edisi VI, 271-288 dan 800-810, Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
KLORPROMAZTN DAN DERIVAT

FENOTIAZIN

Prototip kelompok ini adalah klorpromazin

(CPZ). Pembahasan terutama mengenai CPZ deniun

t"ng"tukakan tentang lenotiazin lain bila

ada.

KlMlA. Klorpromazin (CPZ) adalah 2-klor-N-

(dimetil-aminopropil)- lenotiazin' Derivat lenotiazin

iain didapat dengan cara substitusi pada tempat 2

dan 10 inti fenotiazin.

FARMAKODTNAMTK. CpZ (Largactit) beretek tar_

makodinamik sangat luas. Largactit diambil dari

kata large action.

Susunan Saraf pusat. CpZ menimbulkan efek

sedasi yang disertai sikap acuh tak acuh terhadap

rangsang dari lingkungan. pada pemakaian lama

dapat timbul toleransi terhadap efek sedasi. Tim_

bulnya sedasi amat tergantung dari status emo_

sional penderita sebelum minum obat.

Klorpromazin berefek antipsikosis terlepas

dari elek sedasinya. Relleks terkondisi yang diajar_

kan pada tikus hilang oleh CpZ. pada rianusia

kepandaian pekerjaan tangan yang memerlukan

kecekatan dan daya pemikiran berkulang. Aktivitas

motorik diganggu antara lain terlihat sebagai efek

kataleptik pada tikus. CpZ menimbulkan eiek me_

nenangkan pada hewan buas. Efek inijuga dimiliki

oleh obat lain, misalnya barbiturat, narkotik, meprobamat,


atau klordiazepoksid.

Berbeda dengan barbiturat, CpZ tidak dapat

mencegah timbulnya konvulsi akibat rangsang lis_

trik maupun rangsang oleh obat. Semua de-rivat

fenotiazin mempengaruhi ganglia basal, sehingga

menimbulkan gejala parkinsonisme (elek

ekstrapiramidal).

CPZ dapat mengurangi atau mencegah mun_

tah yang disebabkan oleh rangsang an padAchemo_

receptot trigger zone. Muntah yang disebabkan

oleh kelainan saluran cerna atau vestibuler, kurang

dipengaruhi, tetapi lenotiazin potensi tinggi, dapat

berguna untuk keadaan tersebut.

Fenotiazin terutama yang potensinya rendah

menurunkan ambang bangkitan sehinggi penggu_

naanny€ pada pasien epilepsi harus sangatberhati_ hati. Derivat piperazin dapat digunak-an
secara

aman pada penderita epilepsi bila dosis diberikan

bertahap dan bersama anti konvulsan.Otot Rangka. CpZ dapat menimbulkan relaksasi

otot skelet yang berada dalam keadaan spastik.

Cara kerja relaksasi ini diduga bersifat sentral,

sebab sambungan saraf-otot dan medula spinalis

tidak dipengaruhi CpZ.

Efek Endokrin. CpZ menghambat ovulasi dan

menstruasi. CPZ juga menghambat sekresi ACTH.

Efek terhadap sistem endokrin ini terjadi berdasar_

kan efeknya terhadap hipotalamus.

Semua lenotiazin, kecuali Klozapin menimbul_

kan hiperprolaktinemia lewat penghambatan elek


sentral dopamin.

Kardiovasku lar. CPZ dapat menimbulkan hipolensi

berdasarkan beberapa hal, yaitu: (1) refleks pre_

sor yang penting untuk mempertahankan tekanan

darah dihambat oleh CpZ; (2) CpZ berelek obloker;

dan (3) CpZ menimbulkan efek inotropik

negatil pada jantung. Toleransi dapat timbul terhadap

efek hipotensif CpZ.


FARMAKOKINETIK. pada umumnya semua fenotiazin

diabsorpsi dengan baik bila diberikan per oral

maupun parenteral. penyebaran luas ke semua

jaringan dengan kadar tertinggi di paru-paru, hati,

kelenjar suprarenal dan limpa. Sebagian fenotiazin

mengalami hidroksilasi dan konyugasi, sebagian

lain diubah menjadisulloksid yang kemudian dieks_

kresi bersama leses dan urin. Setelah pemberian

CPZ dosis besar, maka masih ditemukan ekskresi

CPZ alau metabolitnya selama 6-12 bulan.

EFEK SAMPING. Batas keamanan CpZ cukup

lebar, sehingga obat ini cukup aman. Efek samping

umumnya merupakan perluasan efek farmakodinamiknya.

Gejala idiosinkrasi mungkin timbul, berupa

ikterus, dermatitis dan leukopenia. Reaksi ini disertai

eosinolilia dalam darah perifer.


ANTISEROTONIN

Alkaloid ergot dan turunannya pertama kali

dikenal sebagai penghambat serotonin (S-HT)' terutama

terhadap eleknya pada otot polos' Elek

penghambatan ini paling kuat diperlihatkan oleh

ilsergat dietilamida (LSD), 2-bromo-LSD dan metisergid.

Senyawa indol juga banyak merupakan antagonis

5-HT. Tetapi usaha untuk menyelidiki respons

lang Xompleks terhadap 5-HT dipersulit.oleh tidak

uOuny" antagonis terhadap berbagai jenis reseptor

5-HT yang poten. Misalnya metisergid

Oan siproneptadin yang merupakan antagonis 5- HT,

juga mempunyai efek larmakologik laln yang

kuat. Ketanserin merupakan contoh intagonis 5HT2

yang sangat selektif (walaupun mempunyai

elek penghambatan reseplor alfa adrenergik dll.)

yang mempunyai elek spesifik.

FARMAKOKINETIK. Absorpsi oral lambat, kadar

puncak plasma baru tercapai 6-g jam setelah pem_

berian. Pada pemberian bersama makanan area di

bawah kurva (AUC) meningkat 39% dan Cma<32To

dibanding dengan pemberian pada lambung ko_

song. Kenyataan ini mungkin berhubung berku_

rangnya eliminasi presistemik, bila obat diberi ber_

sama makanan. Obat ini mengalami metabolisme

presistemik.
FARMAKODINAMIK. penghambat

ambilan 5-HT yang sangat selektif dan poten. Efek

ini terlihat pada trombosit dan jaringan otak. Tetapi

hubungannya dengan efek terapi obat tidak jelas.

Obat ini diabsorpsi secara baik pada pemberian

per oral, bioavailabilitasnya tidak dipengaruhi

makanan. Dimetabolisme terutama

dengan N-demetilasi yang

sama potennya. Waktu paruh plasma setelah pem_

berian dosis tunggal ialah 4g-72 jam, sedangkan

bila ditambah metabolit menjadi 7-15 hari. Obat ini

terikat protein sebanyak 80-95%. Tidak ada hubu_

ngan antara kadar'plasma fluoksetin dengan efek

terapinya, Gangguan fungsi ginjal ringan tidak

mempengaruhi kinetik secara bermakna.

pembersihan antoserotonin berkurang

pada pasien dengan gangguan faal hati yang berat.

antiserotonin diekskresi dalam air susu, tetapi belum

diketahui apakah dapat menembus plasenta atau

tidak.

EFEK SAMPING. biasanya ditoleransi

secara baik. Keluhan yang umum ditemukan

ialah konstipasi. Gejala lain dapat berupa sakit

kepala, flushing, mengantuk, gangguan saluran

cerna, dsb. Belum diketahui adanya interaksi dengan

obat SSP lainnya seperti diazepam, alkohol,

morfin atau anti emetik lainnya.

Anda mungkin juga menyukai