Anda di halaman 1dari 41

REFRESHING

ANESTESIA UMUM

Oleh :
Azi Bagus M Saputra
201273018
Pembimbing :
dr. M.F. Susanti Handayani, Sp.An
dr. Dadang Mulyawan, Sp.An
FARMAKOLOGI OBAT-OBATAN
HIPNOTIK SEDATIF
Secara klinis obat-obatan sedatif-hipnotik digunakan sebagai obat-
obatan yang berhubungan dengan sistem saraf pusat seperti
tatalaksana nyeri akut dan kronik, tindakan anestesia,
penatalaksanaan kejang, serta insomnia. Obat-obatan sedatif hipnotik
diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yakni:
 Benzodiazepin
 Barbiturat
 Golongan obat nonbarbiturat – nonbenzodiazepin
 Benzodiazepin
Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek farmakologi
sekaligus, yaitu anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui
medula spinalis, dan amnesia retrograde. Keunggulan benzodiazepine
dari barbiturate yaitu rendahnya tingkat toleransi obat, potensi
penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar,
rendahnya toleransi obat dan tidak menginduksi enzim mikrosom di
hati.
 Mekanisme Kerja (1)
Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-
aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat di
otak. Benzodiazepine tidak mengaktifkan reseptor GABA melainkan
meningkatkan kepekaan reseptor GABA terhadap neurotransmitter
penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi
post sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membran sel
tidak dapat dieksitasi. Hal ini menghasilkan efek anxiolisis, sedasi,
amnesia retrograde, potensiasi alkohol, antikonvulsi dan relaksasi otot
skeletal.
Efek Samping
 Kelelahan dan mengantuk adalah efek samping yang biasa pada
penggunaan lama benzodiazepine. Sedasi akan menggangu
aktivitas setidaknuya selama 2 minggu. Penggunaan yang lama
benzodiazepine tidak akan mengganggu tekanan darah, denyut
jantung, ritme jantung dan ventilasi. Namun penggunaannya
sebaiknya hati-hati pada pasien dengan penyakit paru kronis.
Contoh Preparat Benzodiazepin
 Midazolam
Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan struktur
cincin imidazole yang stabil dalam larutan dan metabolisme yang
cepat. Obat ini telah menggantikan diazepam selama operasi dan
memiliki potensi 2-3 kali lebih kuat. Selain itu affinitas terhadap reseptor
GABA 2 kali lebih kuat dibanding diazepam.
farmakokinetik
 Midazolam diserap cepat dari saluran cerna dan dengan cepat
melalui sawar darah otak. Namun waktu equilibriumnya lebih
lambat dibanding propofol dan thiopental. Waktu paruh
midazolam adalah antara 1-4 jam, lebih pendek daripada waktu
paruh diazepam.
Metabolisme
Midazolam dimetabolisme dengan cepat oleh hepar dan enzim
cytochrome P-450 usus halus menjadi metabolit yang aktif dan tidak
aktif. Metabolisme midazolam akan diperlambat oleh obat-obatan
penghambat enzim sitokrom P-450 seperti simetidin, eritromisin, calsium
channel blocker, obat anti jamur.Kecepatan klirens hepatic
midazolam lima kali lebih besar daripada lorazepam dan sepuluh kali
lebih besar daripada diazepam.
Efek pada Sistem Organ
Midazolam menurunkan kebutuhan metabolik oksigen otak dan aliran
darah ke otak seperti barbiturat dan propofol. Namun terdapat
batasan besarnya penurunan kebutuhan metabolik oksigen otak
dengan penambahan dosis midazolam. Midazolam juga memiliki efek
yang kuat sebagai antikonvulsan untuk menangani status epilepticus.
 Pernapasan
 Sistem kardiovaskular
 Penggunaan Klinik
 Midazolam sering digunakan sebagai premedikasi pada pasien
pediatrik sebagai sedasi dan induksi anestesia. Midazolam juga
memiliki efek antikonvulsan sehingga dapat digunakan untuk
mengatasi kejang grand mal.
Premedikasi
 Sebagai premedikasi midazolam 0,25 mg/kg diberikan secara oral
berupa sirup (2 mg/ml) kepada anak-anak untuk memberiksan efek
sedasi dan anxiolisis dengan efek pernapasan yang sangat minimal.
Pemberian 0,5 mg/kg IV 10 menit sebelum operasi dipercaya akan
memberikan keadaan amnesia retrograd yang cukup.
 Sedasi intravena
Midazolam dosis 1-2,5 mg IV (onset 30-60 detik, waktu puncak 3-5
menit, durasi 15-80 menit) efektif sebagai sedasi selama regional
anestesi. Dibanding dengan diazepam, midazolam memiliki onset
yang lebih cepat, amnesia yang lebih baik dan sedasi post operasi
yang lebih rendah namun waktu pulih sempurna tetap sama. Efek
samping yang ditakutkan dari midazolam adalah adanya depresi
napas apalagi bila diberikan bersama obat penekan CNS lainnya.
 Induksi anestesi
Induksi anestesi dapat diberikan midazolam 0,1-0,2 mg/kg IV selama
30-60 detik. Walaupun thiopental memberikan waktu induksi lebih
cepat 50-100% dibanding midazolam. Dosis yang digunakan akan
semakin kecil apabila sebelumnya diberikan obat penekan CNS lain
seperti golongan opioid. Pasien tua juga membutuhkan lebih sedikit
dosis dibanding pasien muda.
 Rumatan anestesi
Midazolam dapat diberikan sebagai tambahan opioid, propofol dan
anestesi inhalasi selama rumatan anestesi. Pemberian midazolam
dapat menurunkan dosis anestesi inhalasi yang dibutuhkan. Sadar dari
post operasi dengan induksi midazolam akan lebih lama 1-2,5 kali
dibanding penggunaan thiopental sebagai induksi.
 Sedasi post operasi
Pemberian jangka panjang midazolam secara intravena (dosis awal
0,5-4 mg IV dan dosis rumatan 1-7 mg/jam IV) akan mengakibatkan
klirens midazolam dari sirkulasi sistemik lebih bergantung pada
metabolisme hepatik. Efek farmakologis dari metabolit akan
terakumulasi dan berlangsung lebih lama setelah pemberian intravena
dihentikan sehingga waktu bangun pasien menjadi lebih lama.
 Diazepam
 Oxazepam
Oxazepam merupakan metabolit aktif dari diazepam. Durasi kerjanya
lebih pendek dibanding diazepam karena di sirkulasi akan dikonjugasi
dengan asam glukoronat menjadi metabolit inaktif.
Alprazolam
 Alprazolam memiliki efek mengurangi kecemasan pada pasien
dengan kecemasan atau serangan panik. Alprazolam merupakan
alternatif untuk premedikasi pengganti midazolam.
Barbiturat
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif
sebagai hipnotik dan sedatif. Namun sekarang kecuali untuk
beberapa penggunaan yang spesifik, barbiturat telah banyak
digantikan dengan benzodiazepine yang lebih aman, pengecualian
fenobarbital, yang memiliki anti konvulsi yang masih banyak
digunakan.
 Farmakokinetik
Barbiturat secara oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan
usus halus kedalam darah. Secara IV barbiturat digunakan untuk
mengatasi status epilepsi dan menginduksi serta mempertahankan
anastesi umum. Barbiturat didistribusi secara luas dan dapat melewati
plasenta, ikatan dengan protein plasma sesuai dengan kelarutan dalam
lemak; tiopental yang terbesar.
Indikasi
 Penggunaan barbiturat sebagai hipnotik sedatif telah menurun secara
nyata karena efek terhadap SSP kurang spesifik yang telah banyak
digantikan oleh golongan benzodiazepine. Penggunaan pada
anastesi masih banyak obat golongan barbiturat yang digunakan,
umumnya tiopental dan fenobarbital.
 Kontra Indikasi
 Barbiturat tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturat,
penyakit hati atau ginjal, hipoksia, penyakit Parkinson. Barbiturat juga
tidak boleh diberikan pada penderita psikoneurotik tertentu, karena
dapat menambah kebingungan di malam hari yang terjadi pada
penderita usia lanjut.
 Efek Samping
 Hangover, Gejala ini merupakan residu depresi SSP setelah efek hipnotik
berakhir.
 Eksitasi paradoksal,
 Rasa nyeri, Barbiturat sesekali menimbulkan mialgia, neuralgia, artalgia,
terutama pada penderita psikoneurotik yang menderita insomnia.
 Alergi, Reaksi alergi terutama terjadi pada individu alergik. Segala
bentuk hipersensitivitas dapat timbul, terutama dermatosis.
 Interaksi Obat (5)
Reaksi obat, Kombinasi barbiturat dengan depresan SSP lain misal
etanol akan meningkatkan efek depresinya; Antihistamin, isoniasid,
metilfenidat, dan penghambat MAO juga dapat menaikkan efek
depresi barbiturat.
Interaksi obat yang paling sering melibatkan hipnotik-sedatif adalah
interaksi dengan obat depresan susunan saraf pusat lain, yang
menyebabkan efek aditif.
Sediaan obat
 Amobarbital
 Aprobarbital
 Butabarbital
 Pentobarbital
 Sekobarbital
 fenobarbital
Intoksikasi
Intoksikasi barbiturat dapat terjadi karena percobaan bunuh diri,
kelalaian, kecelakaan pada anak-anak atau penyalahgunaan obat.
Dosis letal barbiturat sangan bervariasi. Keracunan berat umumnya
terjadi bila lebih dari 10 kali dosis hipnotik dimakan sekaligus. Dosis fatal
Gejala simtomatik keracunan barbiturat ditunjukan terutama terhadap
SSP dan kardiovaskular.
Contoh Preparat
 Tiopental:
Merupakan obat terlazim yang dipergunakan untuk induksi anestesi
dan banyak dipergunakan dalam bentuk kombinasi dengan anestetik
inhalasi lainnya.
 Mekanisme kerja
Setelah pemberian secara intravena, thiopental akan melewati sawar
darah otak secara cepat dan jika diberikan pada dosis yang
mencukupi akan menyebabkan hypnosis dalam satu waktu sirkulasi.
pada pemakaian thiopental, keseimbangan plasma otak cepat
terjadi (kira-kira 1 menit) karena kelarutan lemak yang tinggi.
Penggunaan theopental
 Di gunakan untuk induksi pada anestesi umum.
 Operasi yang singkat (reposisi fraktur, insisi, jahit luka).
 Sedasi pada analgesik regional
 Mengatasi kejang-kejang pada eklamsia, epilepsi, dan tetanus
 Nonbarbiturat – Nonbenzodiazepin
 Propofol
Propofol adalah zat subsitusi isopropylphenol (2,6 diisopropylphenol)
yang digunakan secara intravena sebagai 1% larutan pada zat aktif
yang terlarut, serta mengandung 10% minyak kedele, 2,25% gliserol,
dan 1,2% purified egg phosphatide. Obat ini secara struktur kimia
berbeda dari obat sedative-hipnotik yang digunakan secara
intravena lainnya. Penggunaan propofol 1,5 – 2,5 mg/kgBB (atau
setara dengan thiopental 4-5 mg/kgBB atau methohexital 1,5
mg/kgBB) dengan penyuntikan cepat (< 15 detik) menimbulkan
turunnya kesadaran dalam waktu 30 detik.
Mekanisme Kerja
 Propofol relatif bersifat selektif dalam mengatur reseptor gamma
aminobutyric acid (GABA) dan tampaknya tidak mengatur ligand-
gate ion channel lainnya. Propofol dianggap memiliki efek sedatif
hipnotik melalui interaksinya dengan reseptor GABA.
 Farmakokinetik
 Propofol didegradasi di hati melalui metabolisme oksidatif hepatik
oleh cytochrome P-450. Namun, metabolisme tidak hanya
dipengaruhi hepatik tetapi juga ekstrahepatik. Metabolisme hepatik
lebih cepat dan lebih banyak menimbulkan inaktivasi obat dan
terlarut air sementara metabolisme asam glukoronat diekskresikan
melalui ginjal.
 Penggunaan Klinis
 Propofol menjadi pilihan obat induksi terutama karena cepat dan efek
mengembalikan kesadaran yang komplit. Infus intravena propofol
dengan atau tanpa obat anestesia lain menjadi metode yang sering
digunakan sebagai sedasi atau sebagai bagian penyeimbang atau
anestesi total iv. Penggunaan propofol melalui infus secara terus
menerus sering digunakan di ruang ICU.
 Induksi Anestesia
 Dosis induksi propofol pada pasien dewasa adalah 1,5 – 2,5 mg/kgBB
intravena dengan kadar obat 2-6 μg/ml menimbulkan turunnya
kesadaran yang bergantung pada usia pasien. Mirip seperti barbiturat,
anak-anak membutuhkan dosis induksi yang lebih besar tiap kilogram
berat badannya yang mungkin disebabkan volum distribusi yang besar
dan kecepatan bersihan yang lebih.
 Sedasi Intravena
Sensitive half time dari propofol walau diberikan melalui infus yang
terus menerus, kombinasi efek singkat setara memberikan efek sedasi.
Pengembalian kesadaran yang cepat tanpa gejala sisa serta insidens
rasa mual dan muntah yang rendah membuat propofol diterima
sebagai metode sadasi. Dosis sedasinya adalah 25-100μg/kgBB/menit
secara intravena dapat menimbulkan efek analgesik dan amnestik.
 Maintenance Anestesia
Dosis tipikal anestesia 100-300 μg/kgBB/menit iv sering dikombinasikan
dengan opioid kerja singkat. Walaupun propofol diterima sebagai
anestesi prosedur bedah yang singkat, tetapi propofol lebih sering
digunakan pada operasi yang lama ( < 2 jam) dipertanyakan
mengingat harga dan efek yang sedikit berbeda pada waktu
kembalinya kesadaran dibandingkan standar teknik anestesi inhalasi.
 Efek Antiemetik
 Insiden mual dan muntah post-operasi menurun pada pasien yang
diberikan propofol. Dosis subhipnotik propofol (10-15 mg iv) mungkin
digunakan untuk mengobati mual dan muntah terutama jika bukan
yang disebabkan rangsangan nervus vagus. Selama masa postoperasi,
keuntungan propofol adalah onset kerja yang cepat dan tidak ada
efek samping obat yang serius.
 Efek Anti Pruritus
 Propofol 10 mg intravena efektif untuk menatalaksana pruritus yang
dihubungkan dengan opioid neuraxis atau kolestasis. Kualitas analgesia
tidak dipengaruhi propofol. Mekanisme efek antipruritus berhubungan
kemampuan obat menekan aktifitas spinal. Terdapat suatu penelitian
yang menunjukan bahwa intratekal opioid menimbulkan pruritus
melalui eksitasi segmental dari sum-sum tulang.
 Aktifitas Antikonvulsan
 Propofol merupakan antiepileptik dengan merefleksi GABA
mediated presinaps dan postsinaps inhibition dari kanal ion klorida.
Dosis propofol > 1 mg/kgBB intravena menurunkan durasi kejang
35%-45% pada pasien yang mengalami terapi elektrokonvulsif.
 Attenuation Bronkokonstriksi
 Dibandingkan thiopental, propofol menurunkan prevalensi wheezing setelah
induksi dengan anestesia dan intubasi trakea pada pasien tanpa riwayat asma
dan pasien dengan riwayat asma. Formula baru propofol yang menggunakan
metabisulfit sebagai pengawet. Metabisulfit menimbulkan bronkokontriksi pada
pasien asma.
 Efek Pada Organ
 Sistem Saraf Pusat
 Propofol menurunkan Cerebral Metabolism Rate terhadap oksigen (CRMO2),
aliran darah, serta tekanan intra kranial (TIK). Penggunaan propofol sebagai
sedasi pada pasien dengan lesi yang mendesak ruang intra kranial tidak akan
meningkatkan TIK. Dosis besaar propofol mungkin menyebabkan penurunan
tekanan darah yang diikuti penurunan tekanan aliran darah ke otak.

 Sistem Kardiovaskular
Propofol lebih menurunkan tekanan darah sistemik daripada thiopental.
Penurunan tekanan darah ini juga dipengaruhi perubahan volume kardiak
dan resistensi pembuluh darah. Relaksasi otot polos pembuluh darah
disebabkan hambatan aktivitaas simpatis vasokontriksi. Suatu efek negatif
inotropik yang disebabkan penurunan avaibilitas kalsium intrasel akibat
penghambatan influks trans sarcolemmal kalsium.
 Bradycardia- Related Death
Ditemukan bradikardia dan asistol setelah pemberian propofol telah pada
pasien dewasa sehat sebagai propilaksis antikolinergik. Risiko bradycardia-
related death selama anestesia propofol sebesar 1,4 / 100.000. Bentuk
bradikardi yang parah dan fatal pada anak di ICU ditemukan pada
pemberian sedasi propofol yang lama. Anestesi propofol dibandingkan
anestesi lain meningkatkan refleks okulokardiak pada pembedahan
strabismus anak selama pemberian antikolonergik.
 Ketamin
Ketamin adalah derivat phencyclidine yang menyebabkan
“disosiative anesthesia” yang ditandai dengan disosiasi EEG pada
talamokortikal dan sistem limbik. Disosiative anesthesia ini menyerupai
kedaan kataleptik dimana mata pasien terbuka dan diikuti nistagmus
yang lambat.
Mekanisme kerja
 Ketamin bersifat non-kompetitif phenycyclidine di reseptor N-Methyl
D Aspartat (NMDA). Ketamin juga memiliki efek pada resetor lain
termasuk reseptor opioid, reseptor muskarinik, reseptor
monoaminergik, kanal kalsium tipe L dan natrium sensitif voltase.
Tidak seperti propofol dan etomidate, katamin memiliki efek lemah
pada reseptor GABA.
 Penggunaan Secara Klinis
Ketamin adalah obat yang memiliki efek analgesia pada pemberian
dengan dosis subanestesia dan menimbulkan induksi pada pemberian
intravena dan dosis yang lebih besar. Ketamin juga memiliki efek
menurunkan refleks batuk, laringospasm yang disebabkan ketamine
induced salivary secretions. Glycopyrrolatr lebih disukai daripada
atropin dan scopolamin karena dapat melewati sawar darah otak
dan meningkatkan insiden delirium emergensi.
 Analgesia
 Intensitas analgesia pada dosis subanestesia yakni 0,2 – 0,5
mg/kgBB secara intravena. Konsentrasi plasma ketamin memiliki
efek analgesia lebih rendah dari pada pemakaian secara oral
daripada intramuskular yang dinilai dari konsentrasi norketamin
akibat metabolisme awal di hati yang terjadi pada pemakaian
secara oral. Efek analgesia ini lebih nyata pada nyeri somatik
dibandingkan nyeri viseral.
 Analgesia Neuraxis
Efek ekstradural analgesia masih dipertanyakan. Walaupun ketamin
pernah dilaporkan memiliki interaksi dengan reseptor opioid, namun
afinitas terhadap reseptor nya 10.000 kali lebih rendah dari pada
morfin. Sehingga efek ekstradural baik efek spinal maupun efek
sistemik saling berinteraksi dengan anestesi lokal yang mempengaruhi
kanal ion sodium.
 Induksi Anestesia
Induksi ketamin didapatkan dari pemakaian ketamin 1-2 mg/kgBB
secara intravena dan 4-8 mg/kgBB pada pemakaian secara
intramuskular. Suntikan ketamin tidak menimbulkan nyeri dan iritasi
pada vena..
 Dextromethorphan (6)
Dextromethorphan (d-isomer dari levophanol) adalah NMDA
antagonis dengan afinitas ringan yang sering digunakan sebagai
penghambat respon batuk di sentral. Obat ini memiliki efek yang
seimbang dengan kodein sebagai antitusif tetapi tidak memiliki efek
analgesik Tidak seperti kodein, obat ini tidak menimbulkan efek sedasi
atau gangguan sistem gastrointestinal.
Hipnotik sedatif adalah istilah untuk obat-obatan yang mampu
mendepresi sistem saraf pusat. Sedatif adalah substansi yang memiliki
aktifitas moderate yang memberikan efek menenangkan, sementara
hipnotik adalah substansi yang dapat memberikan efek mengantuk
dan yang dapat memberikan onset serta mempertahankan tidur.

Anda mungkin juga menyukai