THE MANAGEMENT OF IRON DEFICIENCY IN PREGNANCY: A RETROSPECTIVE COHORT STUDY
Pembimbing : dr. Hj. Husna Amelz, Sp.OG
Oleh : AZI BAGUS M.S 2013730018
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA PONDOK KOPI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2017 Pendahuluan • Kekurangan zat besi merupakan penyebab utama anemia selama kehamilan. Anemia diperkirakan mempengaruhi 38% kehamilan di seluruh dunia dan dikaitkan dengan peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas perinatal secara signifikan.
• Perbaikan status hematologis selama kehamilan
dikaitkan dengan penurunan risiko kehilangan darah selama persalinan, kompensasi terhadap kehilangan darah selama persalinan, dan status zat besi yang lebih baik pada masa postpartum. Metode • Studi kohort retrospektif terhadap wanita hamil yang menerima IPM antara 1 Januari 2014 dan 31 Januari 2016 di Flinders Medical Center (FMC) di Adelaide, Australia Selatan. FMC adalah rumah sakit tingkat tersier yang menangani 3000 kelahiran setiap tahunnya. Evaluasi • Pertama, wanita diklasifikasikan menurut ada tidaknya anemia pada saat infus IPM diberikan (Hb <105 g/L setelah trisemester pertama). • Lalu diklasifikasikan menurut tingkat keparahan anemia: ringan (Hb 100-104 g/L), sedang (Hb 90- 99 g/L) atau berat (Hb < 90 g/L). • Adanya defisiensi zat besi dinilai dari kadar feritin <30µg/L atau transferin ≤16%. Keamanan • Reaksi merugikan obat (adverse drug reactions) dapat berupa reaksi lokal dan sistemik. • Reaksi lokal biasanya terjadi pada daerah sekitar lokasi penyuntikan. • Reaksi sistemik biasanya terkait dengan derajat keparahan. Efikasi • Respons terhadap besi IV (intravenous polymaltose) dilihat dari segera sebelum infus besi IV hinggga 2-4 minggu setelah terapi, dan segera saat sebelum melahirkan. • Wanita yang dikatakan terapinya sukses, bila peningkatan Hb 20g/L . • Efikasi besi IV berdasarkan perubahan Hb hanya dinilai pada wanita yang terkonfirmasi anemia defisiensi zat besi. Hasil Penggunaan besi IV Berdasarkan data, tercatat sebanyak 247 perempuan diidentifikasi menerima zat besi. Eksklusi 34 wanita: 31 yang intravenous polymaltose pada pasca persalinan, 2 membatalkan dan akhirnya tidak menerima IPM intravenous polymaltose, dan 1 orang diberikan intravenous polymaltose secara IM. Sehingga hanya terdapat 213 wanita hamil yang menerima intravenous polymaltose. Total 213 wanita hamil yang menerima intravenous polymaltose. 132 wanita diidentifikasi anemia (hemoglobin <105 g / L), dan 81 wanita non anemia.
• Dari 81 wanita non anemia, 75 diantaranya memiliki defisiensi zat
besi. • Diantara wanita yang anemia, penelitian hanya dapat dilakukan pada 124 wanita, dimana 122 wanita diantaranya terkonfirmasi memiliki anemia defisiensi zat besi. • Sebanyak 14 wanita sisanya tidak memiliki data terkait pemberian zat besi sebelumnya. • Rata-rata usia gestasi pada wanita yang menerima terapi IPM 33.5 minggu pada anemia defisiensi zat besi (IDA) dan 32.6 minggu pada non-anemia dengan defisiensi zat besi.
• Median dosis yang diberikan 1000 mg (600-1500 mg) dan
1400mg (range: 800-2000mg) pada wanita non-anemia dengan zat besi kurang dan anemia defisiensi zat besi (IDA). Evaluasi pemberian dosis yang diberikan sesuai berdasarkan panduan dosis klinik lokal tentang anjuran dosis untuk wanita dengan zat besi kurang dan anemia defisiensi zat besi. • Saat dikelompokkan berdasarkan indeks massa tubuh (IMT), pada wanita anemia defisiensi zat besi dengan IMT< 25 kg/m2 (6%), wanita dengan IMT ≥ 25 kg/m2 (31%) menerima dosis lebih rendah dari dosis anjuran. • Tidak tampak adanya perbedaan pada wanita non anemia dengan zat besi kurang, dengan IMT< 25 kg/m2 (12%) dan wanita yang IMT ≥ 25 kg/m2 (15% ). Keamanan • 50/213 mengalami reaksi merugikan obat atau Adverse drug reactions (ADR) , 8 orang mengalami reaksi lokal dan 43 orang lainnya mengalami reaksi sistemik (dengan 1 orang diantaranya mengalami reaksi lokal dan sistemik). • 16/213 dihentikan pemberian besi IV karena adanya intoleransi. Dari 16 wanita, pemberian besi IV dimulai lagi pada pada hari yang sama pada 8 wanita yang mana 1 wanita perlu dimodifikasi laju infusnya. • 2/16 wanita pemberian besi IV dimulai lagi pada hari yang berbeda dengan diberikan premedikasi (setirizin 10mg pada kedua wanita, dan tambah hidrokortison 250mg IV pada satu wanita) dimana pada satu wanita pemberian besi IV dimulai dengan laju yang lebih lambat. • Pada 6/16 wanita sisanya pemberian besi IV dihentikan sepenuhnya. Perbaikan laju infus diperlukan pada satu wanita tanpa perlu dihentikan terlebih dulu pemberian besi IV. • 23/50 wanita mengalami reaksi merugikan obat (adverse drug reactions) memerlukan terapi untuk mengatasi gejala yang dirasakan. • Adverse drug reactions (ADR) atau efek samping obat terbanyak berupa reaksi lokal nyeri dan bengkak di lokasi infus (4%) dan reaksi sistemik berupa sakit kepala dan hipotensi ortostatik. • Satu wanita mengalami reaksi anafilaksis berat disertai mengi, sesak, dan tekanan darah yang meningkat sehingga pemberian besi IV dihentikan sepenuhnya. • Tidak terdapat hubungan statistik yang signifikan antara kejadian efek samping obat dan faktor yang mempengaruhinya, termasuk pengaturan dosis yang diberikan {tinggi (>1000mg; 25%) vs low (≤1000mg; 21%) - Ada tidaknya riwayat alergi (ada alergi; 25% vs tidak alergi; 23%), status anemia (IDA; 26% vs non anemia dengan zat besi kurang; 20%), tingkat keparahan anemia (non anemia dengan zat besi kurang 20%; anemia ringan 24%; anemia sedang 27%; dan anemia berat 24%), indeks masa tubuh (IMT) ibu (underweight 40%; normal weight 21%; overweight 21%; obese 26%). Efikasi • Kadar Hb saat melahirkan yang didapatkan hanya pada 118 wanita (89%) pada kelompok wanita anemia defisiensi zat besi dan 73 wanita (90%) pada kelompok wanita non anemia dengan zat besi kurang. • Peningkatan Hb yang signifikan terlihat jelas pada sebelum pemberian infus besi sampai dengan melahirkan diantara wanita dengan anemia defisiensi zat besi, dengan peningkatan terbesar terlihat pada wanita dengan tingkat anemia berat (gambar 2). • Adanya anemia saat melahirkan sebesar 1% (n=1/73), 7% (n= 2/30) Gambar 2 • Adanya anemia saat melahirkan sebesar 1% (n=1/73), 7% (n= 2/30), 16% (n=9/55) dan 18% (n=6/33) berturut-turut diantara wanita non anemia dengan zat besi kurang, anemia ringan, anemia sedang dan anemia berat yang mendapatkan infus besi IV. • Saat dibatasi hanya pada wanita dengan IDA (n=132) perubahan rata-rata kadar Hb dari sebelum pemberian infus besi IV sampai dengan melahirkan secara signifikan lebih besar pada mereka yang menerima sesuai dosis anjuran dibandingkan dengan wanita yang menerima dosis besi IV yang lebih rendah dari dosis anjuran. • Wanita yang menerima sesuai dosis anjuran pengobatannya lebih mungkin berhasil, yang ditandai dengan peningkatan Hb 20g/L saat sebelum melahirkan (62% vs 28%), tetapi tidak ada perbedaan yang jelas pada kehadiran (ada atau tidaknya anemia) pada saat melahirkan (Hb <105 g/L; 13% vs 16.7%). • Selanjutnya, yang mengalami perdarahan pasca melahirkan dan yang diharuskan untuk transfusi darah pasca melahirkan berturut-turut sebanyak 17% (n=18/107) dan 8% (n=8/107) dibandingkan dengan 16% (n=4/25) dan 4% (n=1/25) pada wanita yang mendapat dosis sesuai anjuran atau lebih dibandingkan dengan mereka yang mendapat dosis lebih rendah. Perinatal outcomes • Satu kehamilan pada kelompok IDA lahir mati, hal ini terjadi tiga bulan setelah pemberian besi IV. • Proporsi kelahiran pervaginam (58% vs 50%), sectio caesar elektif (30% vs 35%) dan emergensi sectio caesar (12% vs 16%) lebih kurang hampir sama antara kelompok wanita IDA dan wanita non anemia dengan zat besi kurang. • Prevalensi kejadian persalinan dengan induksi (27% vs 32%); sectio caesar (42% vs 51%); prematur (15% vs 16%); BBLR (14% vs 9%) dan perdarahan pasca melahirkan (17% vs 16%) lebih kurang hampir sama antara kelompok wanita IDA dan wanita non anemia dengan zat besi kurang. • Rata-rata usia kehamilan 39 minggu dan BBL (3343 gram vs 3420 gram) lebih kurang hampir sama antara kelompok wanita IDA (gestasi 28-41 minggu; BBL 1275-4750 g) dan wanita non anemia dengan zat besi kurang (gestasi 30-41 minggu; BBL 1230-4705 g). • Secara keseluruhan, rata-rata pemberian besi IV dari awal hingga saat melahirkan selama 29 hari. DISKUSI
Walaupun penggunaan besi IV polimaltosa (IPM)
dihubungkan dengan perbaikan parameter hematologi, selain itu juga menyebabkan tingginya prevalensi efek samping yang lebih tinggi dari literatur yang telah ada sebelumnya, terjadi setidaknya pada satu dari empat wanita. • Besi IV efektif untuk meningkatkan kadar Hb pada sat melahirkan, sehingga merupakan solusi bagi sebagian besar wanita hamil. Penemuan ini sesuai dengan studi yang telah dilakukan sebelumnya.
• Keberhasilan terapi terlihat pada wanita yang menerima dosis
sesuai anjuran atau lebih dibandingkan dengan dosis rendah.
• Kadar Hb rendah saat melahirkan dikaitkan dengan
peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal. Oleh karena itu, perbaikan kadar Hb yang adekuat pada saat melahirkan sangat penting untuk mengoptimalkan perinatal outcomes. • Prevalensi efek samping obat pada studi ini 0-5% lebih tinggi (23%) dibandingkan dengan studi yang dilakukan sebelumnya .
• Prevalensi tingkat keparahan anemia, 32 wanita mengalami
efek samping obat perlu dihentikan pemberian obat, modifikasi laju infus atau mendapatkan terapi untuk mengobati gejala.
• Penelitian yang dilakukan Singh et al, tidak didapatkan adanya
efek samping pada 50 wanita yang ditelitinya, tetapi semua wanita tersebut sebelumnya telah diberi premedikasi prometizin 25mg IM. • Penelitian yang dilakukan Sogbanmu, prevalensi efek samping obat 4.5% pada 22 wanita, yang telah diberikan premedikasi prometizin 50mg IM. • Penelitian yang dilakukan oleh Khalafallah et al, pada penggunaan besi IV tanpa premedikasi didapatkan prevalensi efek samping yang rendah 2.2% pada 92 wania. Efek samping yang didapatkan hanya berupa gatal-gatal sehingga pengobatan dihentikan. • Tingginya prevalensi efek samping obat menyebabkan diperlukannya penggunaan alternatif zat besi lainnya, seperti besi karboksimaltose (penggunan pada kehamilan lebih sering dan lebih rendah efek sampingnya). • Tidak ada pada studi klinis sebelumnya yang menjelaskan tingginya prevalensi efek samping besi IV pada wanita non anemia dengan zat besi kurang.
• Kadar zat besi (Hb) yang rendah pada awal kehamilan
berdampak buruk pada perinatal outcomes, dengan BB bayi 192 g lebih rendah dibandingkan dengan yang memiliki kadar Hb normal. • Belum ada studi tentang dosis optimum pemberian besi IV pada kehamilan. • Belum ada studi tentang dosis optimum pemberian besi IV pada wanita overweight/ obesitas. • Keterbatasan studi ini ada pada metode yang dilakukan, yaitu retrospektif. Karena data yang didapat hanya diambil dari rekam medis baik elektronik dan hard copy , dan pengecekan lab rutin yang dilakukan. • Data nilai Hb dapat diperoleh pada 90% saat melahirkan, dibandingkan pada saat 2-4 minggu selama infus besi yang hanya sebesar 54%. • Belum ada data terkait pemberian zat besi secara oral . • Kurangnya dokumentasi merupakan salah satu penyebab yang mempengaruhi. KESIMPULAN
Besi Polimaltose intravena efektif dalam pengobatan anemia
defisiensi besi pada kehamilan; Namun, tingkat reaksi obat yang merugikan lebih tinggi dicatat (23,5%) dalam penelitian ini dibandingkan dengan yang sebelumnya diterbitkan dalam literatur. Meskipun keberhasilan pengobatan, sejumlah besar wanita mendapat dosis lebih rendah dari yang direkomendasikan oleh pedoman klinis lokal, dengan dosis yang diterima terkait dengan perbedaan respon hematologis yang signifikan, yang menyoroti kebutuhan pengoptimalan dosis besi IV, terutama pada wanita dengan kelebihan berat badan atau obesitas. Defisiensi Besi Defisiensi besi merupakan defisiensi nutrisi yang paling sering ditemukan baik di Negara maju maupun di Negara berkembang, resikonya meningkat pada kehamilan dan berkaitan dengan asupan besi yang tidak adekuat dibanding kebutuhan pertumbuhan janin yang cepat. Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi yang paling parah, yang ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum dan saturasi transferrin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun. Pada kehamilan, kehilangan zat besi terjadi akibat pengalihan besi maternal ke janin untuk eritropoesis, kehilangan darah pada saat persalinan, dan laktasi yang jumlah keseluruhanya dapat mencapai 900 mg atau setara dengan 2 liter darah, oleh karena sebagian besar perempuan mengawali kehamilan dengan cadangan besi yang rendah, maka kebutuhan tambahan ini berakibat pada anemia defisiensi besi . Gejala Anemia Defisiensi Besi Gejala anemia pada kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat lelah, sering pusing, palpitasi, mata berkunang kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi hilang, nafas pendek dan keluhan mual muntah lebih hebat daripada hamil muda, perubahan jaringan epitel kuku, lesu, lemah. Dampak Anemia Defisiensi besi pada Ibu Hamil Ibu hamil yang menderita anemia gizi besi tidak akan mampu memenuhi kebutuhan zat zat gizi bagi dirinya dan janin dalam kandungan oleh karena itu, keguguran, kematian bayi dalam kandungan, berat bayi lahir rendah atau kelahiran premature rawan terjadi pada ibu hamil yang menderita anemia gizi besi. Penyebab kekurangan Zat Besi Terjadinya Anemia Defisiensi Besi juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya kurangnya kandungan zat besi dalam makanan sehari hari , penyerapan zat besi dari makanan yang sangat rendah adanya zat zat yang menghambat penyerapan zat besi dan adanya parasit di dalam tubuh seperti cacing tambang atau cacing pita, diare, atau kehilangan banyak darah, akibat kecelakaan atau operasi. Program pencegahan anemia Program pemerintah saat ini, setiap ibu hamil mendapatkan tablet besi 90 tablet selama kehamilan tablet besi yang diberikan mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 0,25 mg program tersebut bertujuan mencegah dan menangani masalah anemia pada ibu hamil. Pedoman gizi pada Anemia Defisiensi Besi Kebutuhan besi pada ibu hamil dapat diketahui dengan mengukur kadar hemoglobin, kadar Hb <11 mg/dl sudah termasuk kategori anemia defisiensi besi • Pemberian supplement Fe untuk anemia berat dosisnya adalah 4-6 mg/kg BB/hari dalam 3 dosis terbagi, untuk anemia ringan sedang 3 mg/kg BB/hari dalam 3 dosis • Mengatur pola diet seimbang berdasarkan piramida makanan sehingga kebutuhan makronutrien dan mikronutrien terpenuhi • Meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber besi terutama dari protein hawani, seperti daging. • Meningkatkan konsumsi bahan makanan yang dapat meningkatkan kelarutan seperti vitamin C yang berasal dari buah buahan bersama sama dengan protein hewani • Membatasi konsumsi bahan makanan yang dapat menghambat absorpsi besi seperti bahan makanan yang mengandung polifenol dan pitat • Mengkomsumsi suplemen besi ferro sebelum kehamilan direncanakan minimal tiga bulan sebelumnya apabila diketahui kadar ferritin rendah