Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ANEMIA

LIANI SUMARNI
NIM : 0433131420118174

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN STRATA I


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KHARISMA KARAWANG
Jl. Pangkal Perjuangan Km 1 By Pass Karawang 41316
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
ANEMIA

A. Pengertian
Anemia adalah suatu keadaan dimana seseorang ibu sehabis melahirkan sampai
dengan kira-kira 5 minggu dalam kondisi pucat, lemah dan kurang bertenaga.

B. Penyebab
 Adanya perdarahan sewaktu / sehabis melahirkan.
 Adanya anemia sejak dalam kehamilan yang disebabkan oleh factor nutrisi
dan hipervolemi.
 Adanya gangguan pembekuan darah.
 Kurangnya intake zat besi ke dalam tubuh
 Kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan
 Adanya gagguan absorbsi di usus
 Pendarahan akut maupun kronis

Anemia defisiensi besi merupakan penyebab paling sering dari anemia


postpartum yang disebabkan oleh intake zat besi yang tidak cukup serta
kehilangan darah selama kehamilan dan persalinan. Anemia postpartum
behubungan dengan lamanya perawatan dirumah sakit, depresi, kecemasan, dan
pertumbuhan janin terhambat.

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan karena kurangnya


defisiensi zat besi dalam tubuh, sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk
eritropoesis tidak cukup yang ditandai dengan gambaran sel darah merah
hipokrom-mikrositer, kadar besi serum (serum iron), dan jenuh transferin
menurun, kapasitas besi total meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang
serta ditempat yang lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali. Kehilangan
darah adalah penyebab lain dari anemia. Kehilangan darah yang signifikan
setelah melahirkan dapat meningkatkan risiko terjadinya anemia postpartum.
Banyaknya cadangan hemoglobin dan besi selama persalinan dapat menurunkan
risiko terjadinya anemia berat dan mempercepat pemulihan.

C. Patofisiologi

Perdarahan pasca melahirkan

Leukosit meningkat
trauma
Resiko tinggi terhadap infeksi

Kehilangan banyak volume cairan

Kebutuhan zat besi meningkat

Intake nutrisi kurang

Kurang nya pengetahuan

D. Gejala Klinis
         Anemia ringan Hb   : 8 – 10gr%
         Anemia sedang Hb : 6 – 8 gr%
         Anemia berat Hb      : Kurang dari 6 gr%

Tergantung dari derajat berat atau tidaknya anemia, hal ini dapat berdampak
negative bagi ibu selama masa nifas, kemampuan untuk menyusui, masa
perawatan di rumah sakit bertambah,dan perasaan sehat dari ibu. Masalah yang
muncul kemudian seperti pusing, lemas, tidak mampu menjaga dan merawat
bayinya selama masa nifas umumnya terjadi. Penelitian menunjukkan bahwa
wanita dengan anemia postpartum memiliki gejala yang dapat mengganggu
kesehatan ibu dan meningkatkan risiko terjadinya anemia postpartum jika
dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia. Dampak buruk dari perubahan
emosi dan perilaku ibu dangat mengkhawatirkan karena interaksi ibu dan bayi
akan terganggu selama periode ini dan akhirnya akan berdampak negative
terhadap perkembangan bayinya.

Kebanyakan penelitian untuk mengetahui hubungan antara defisiensi besi


dengan kognitif yang difokuskan pada bayi dan anak-anak, dimana ditemukan
fakta yang kuat bahwa defisiensi besi berisiko terjadinya gangguan
perkembangan kognitif sekarang dan yang akan datang. Namun data terbaru
menunjukkan defisiensi bsi juga berdampa buruk pada otak orang dewasa.
Berbeda dengan penurunan hemoglobin, defisiensi besi berpengaruh pada
kognitif melalui penurunan aktifitas enzim yang mengandung besi diotak. Hal
ini kemudian mempengaruhi fungsi neurotransmitter, sel, dan proses oksidatif,
juga metabolism hormone tyroid.

Para ibu yang masih menderita kekurangan zat besi sepuluh minggu setelah
melahirkan kurang responsive dalam mengasuh bayinya sehingga berdampak
pada keterlambatan perkembangan bayi yang dapat bersifat ireversibel.
Untungnya, anemia postpartum bersifat dapat diobati dan dapat dicegah.

Defisiensi besi dapat menurunkan fungsi limfosit, netrofil, dan fungsi makrofag.
Hal ini kemudian akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi yang
merupakan akibat fungsional defisiensi besi. Memperbaiki status besi tubuh
dengan adekuat akan memperbaiki system imun. Meskipun demikian,
keseimbangan besi tubuh penting. Meskipun besi yang dibutuhkan untuk respon
imun yang efektif, jika suplai besi terlalu banyak daripada yang dibutuhkan,
invasi mikroba dapat terjadi karena mikroba dapat menggunakan besi untuk
tubuh dan menyebabkan eksaserbasi infeksi.

E. Diagnosis
Besi merupakan salah satu komponen kunci dari hemoglobin, oleh karena itu
tubuh yang kekurangan besi akan berdampak pada system transformasi oksigen
yang akan mengakibatkan gejala sepert nafas pendek dan lemas yang merupakan
dua gejala klasik dari anemia. Normal kadar hemoglobin pada hari keempat
postpartum adalah lebih dari 10 g/dl dengan kadar eritrosit paling sedikit 3,5
juta/ml. ketika kadar hemoglobin di bawah 10g/dl dan akadar eritrosit kurang
dari 3,5 juta/ml maka dapat didiagnosis anemia, jika kadar hemoglobin diatas 8
g/dl disebut anemia ringan dan jika berada pada level dibawahnya maka disebut
anemia berat.

F. Pencegahan
Banyak jenis anemia tidak dapat dicegah. Namun, anda dapat membantu
menghindari anemia kekurangan zat besi dan anemia kekurangan vitamin
dengan makan yang sehat, variasi makanan, termasuk:
a. Besi. Sumber terbaik zat besi adalah daging sapi dan daging lainnya.
Makanan lain yang kaya zat besi, termasuk kacang-kacangan, lentil, sereal
kaya zat besi, sayuran berdaun hijau tua, buah kering, selai kacang.
b. Folat dapat ditemukan di jus jeruk dan buah-buahan, pisang, sayuran
berdaun hijau tua, kacang polong ,roti, sereal dan pasta.
c. Vitamin B-12. Vitamin ini banyak dalam daging dan produk susu.
d. Vitamin C. Makanan yang mengandung vitamin C, seperti jeruk, melon dan
beri, membantu meningkatkan penyerapan zat besi.
Makan banyak makanan yang mengandung zat besi sangat penting bagi
orang-orang yang memiliki kebutuhan besi yang tinggi, seperti anak-anak -
besi yang diperlukan selama ledakan pertumbuhan - dan perempuan hamil
dan menstruasi.

G. Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap anemia postpartum tergantung dari derajat anemia dan
faktor risiko maternal atau faktor komorbiditas. Wanita muda yang sehat dapat
mengkompensasi kehilangan darah yang banyak lebih baik dibandingkan wanita
nifas dengan gangguan jantung meskipun dengan kehilangan darah yang tidak
terlalu banyak. Sebagai tambahan, kehilangan darah perlu dilihat dalam
hubungannya dengan IMT dan estimasi total blood volume (TBV).
Pertimbangan yang lain yaitu kesalahan yang dilakukan ketika melakukan
estimasi jumlah kehilangan darah. Kehilangan darah selalu sulit untuk
diprediksi, yang mana bisa dibuktikan dengan membandingkan Hb pre-partum
dan Hb postpartum.

Pengobatan terhadap anemia meliputi pemberian preparat besi secara oral, besi
parenteral, transfusi darah, dan pilihan lain yaitu rHuEPO (rekombinan human
erythropoietin). Prinsip penatalaksanaan anemia adalah jika di dapatkan
hemoglobin kurang dari 10 pertimbangkan adanya defisiensi zat pembentuk
hemoglobin, periksa sepintas apakah ada hemoglobinopati sebelum
disingkirkan. Pemberian preparat besi oral sebagai pengobatan lini pertama
untuk anemia akibat defisiensi besi. Besi parenteral diindikasikan jika preparat
besi oral tidak dapat ditolerransi, gangguan absorbsi, dan kebutuhan besi pasien
tidak dapat terpenuhi dengan preparat besi oral.

Penggunaan terapi parenteral biasanya lebih cepat mendapatkan respon


dibandingkan dengan terapi oral. Namun, bagaimanapun hal ini bersifat lebih
invasive dan lebih mahal. Rekombinan Human Eritropoietin (rHuEPO) paling
banyak digunakan untuk anemia dengan penyakit gagal ginjal kronis. Namun
rHuEPO tetap dapat diberikan pada anemia dalam kehamilan maupun
postpartum tanpa adanya penyakit gagal ginjal kronis tanpa ada efek samping
pada maternal, fetal ataupun neonatus. Anemia yang terjadi bukan karena
defisiensi (misalnya akibat hemoglobinopati dan sindrom kegagalan sum-sum
tulang) harus diatasi dengan transfusi darah secara tepat dan bekerja sama
dengan seorang ahli hematologi.

H. Transfusi Darah
Pada dekade sebelumnya, terjadi perubahan metode terapi terhadap transfusi
darah, kecuali pada kondisi kritis, karena pasien kurang dapat menerima.
Transfusi jarang diberikan dan indikasi transfusi sangat dibatasi. Jika Hb kurang
dari 7-8 g/dl pada periode postpartum, dimana sudah tidak ada lagi perdarahan,
keputusan untuk melakukan transfusi harus diambil tergantung keadaan individu
tersebut. Pada wanita yang sehat, dan tidak ada gejala, pemberian transfusi darah
kurang bermanfaat.

I. Rekombinan Human Erythropoietin (rHuEPO)


Suatu terapi alternative baru yang menjanjikan yaitu dengan peningkatan proses
eritropoiesis melalui penggunaan human erythropoietin (rHuEPO). Eritropietin,
sebuah hormon glikoprotein, yang merupakan salah satu regulator humoral
utama dari proses eritropoiesis. Pada orang dewasa, hormon ini terutama
diproduksi di sel intersisiel peritubular dari parenkim ginjal. Setelah penyaringan
dan identifikasi dari asam amino pembentuk eritropoietin, gen manusia di klon
dan diisolasi, agar dapat memproduksi rHuEPO dalam jumlah besar dengan
teknik mesin genetik. Laporan pertama kali tentang aplikasi terapi ini pada tahun
1986. Sejak saat itu terjadi peningkatan percobaan klinis dengan rHuEPO untuk
koreksi anemia. Pada banyak kasus, terapi ini memiliki efek samping yang
minimal.

Pada pasien tanpa defisiensi produksi eritropoietin, eritropoiesis yang normal,


atau anemia akibat penyebab lainnya tetap dapat diobati dengan rHuEPO.
Sebelumnya telah dilaporkan dengan hasil yang positif lima wanita postpartum
yang diobati dengan rHuEPO jangka pendek.vKarena kontradiksi hasil yang
telah dilaporkan terhadap transfer plasenta pada hewan percobaan dan belum ada
penelitian sistematis pada manusia, penggunaan rHuEPO masih terbatas untuk
anemia postpartum. (2)

J. Besi Intravena
Saat ini secara internasional telah terjadi pergeseran mode terapi untuk anemia
dari transfusi darah kepada besi intravena. Transfusi darah secara logis akan
segera mengatasi kekurangan darah terutama akibat perdarahan yang sifatnya
akut, namun efek samping transfusi yang dahulu tidak terlalu diperhitungkan
kini makin menjadi perhatian penting seiring dengan perkembangan konsep baru
di dunia kedokteran yakni patient safety.
Risiko transfusi darah yang tinggi diantaranya reaksi transfusi, berupa: reaksi
alergi; urtikaria; demam; dan lain sebagainya, penularan berbagai jenis penyakit
infeksius, semisal: hepatitis B; hepatitis C; HIV; CMV; toxoplasma; malaria;
dan lain sebagainya, ketidakcocokan darah (ABO-Rh mismatch), hemolisis
baik tipe cepat maupun lambat, alloimunisasi, hingga transfusion related acute
lung injury (TRALI) yang dapat berakibat pada kematian. Dengan meningkatnya
kekhawatiran ini maka beralihlah mode terapi transfusi darah menjadi terapi besi
intravena.

Kegagalan terapi sering terjadi dengan penggunaan preparat besi oral. Kondisi
ini terjadi ketika intake besi sudah adekuat tetapi bermasalah pada proses
absorbsi, dan distribusi besi ke sumsum tulang untuk pembentukan hemoglobin.
Untuk pasien seperti ini pemberian besi intravena merupakan terapi yang lebih
disukai.
Contoh-contoh preparat besi intravena :
a. High molecular weight iron dextran, dulu bertahun-tahun digunakan sebagai
preparat besi intravena. Kelebihannya memungkinkan pemberian besi dengan
dosis penuh. Bagaimanapun, karena sifat antigenitas dari makromolekul
dextran yang menyebabkan reaksi alergi yang berat, para klinisi membatasi
penggunaannya.
b. Low molecular weight iron dextran,merupakan besi intravena dengan risiko
terjadinya alergi jarang. Pada beberapa penelitian pada wanita hamil dan
gagal ginjal kronis menunjukkan keberhasilan dan keamanan penggunaannya.
c. Iron sucrose, merupakan preparat besi intravena yang paling populer
khususnya untuk mengobati anemia ginjal. Hal ini juga diteliti dalam bidang
ginekologi, khususnya untuk anemia postpartum, anemia dengan
inflammatory bowel disease, dan pada operasi elektif orthopedi.
Pemberiannya dengan dosis 5-300 mg/perfusi dengan dosis maksimum 900
mg/ minggu (=3x300mg). besi ini diencerkan dalam 1 ml NaCl 0,9% per mg
besi dan diberikan secara infuse 15-45 menit. Produk ini sangat aman, dan
reaksi alergi kurang dari 1/100.000 infus.
d. Ferric gluconate merupakan besi intravena yang lain yang digunakan untuk
pasien-pasien hemodialisa, anemia akibat kanker, dan pasien anemia yang
dirawat di ICU. Karena stabilitas molekulnya, hanya membutuhkan sedikit
yang diinfuskan tanpa risiko efek yang serius
e. Ferric carboxymaltose, merupakan besi intravena yang paling banyak beredar
di Eropa. Percobaan klinis pada gagal ginjal kronis, pengobatan anemia
postpartum dan inflammatory bowel disease memperlihatkan keberhasilan
dan keamanannya. Yang paling penting pada pemberian preparat ini adalah
dapat diberikan sampai 1000 mg besi, dengan hampir tidak ada risiko efek
samping dengan waktu pemberian yang singkat (15 menit).
f. Ferumoxytol merupakan besi oksida nanopartikel yang dilapisi polyglucose
sorbitol carboxymethylether untuk meminimalkan sensitivitas imun sehingga
dapat diberikan dosis tinggi. Percobaan menunjukkan keberhasilan dari obat
baru ini untuk anemia dengan gagal ginjal kronis.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian yang
benar dan terarah akan mempermudah dalam merencanakan tinfakan dan
evaluasi dari tidakan yang dilakasanakan. Pengkajian dilakukan secara
sistematis, berisikan informasi subjektif dan objektif dari klien yang diperoleh
dari wawancara dan pemeriksaan fisik.
Pengkajian terhadap klien post meliputi :
 Identitas klien : Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan,
pendidikan, alamat, medical record dan lain – lain
 Riwayat Kesehatan :
 Riwayat Kesehatan Dahulu, Riwayat penyakit jantung, hipertensi,
penyakit ginjal kronik, hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma
jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi
plasenta, retensi sisa plasenta.
 Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam
jumlah banyak (>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah,
haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah, ekstremitas
dingin, dan mual.
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita
hipertensi, penyakit jantung, dan pre eklampsia, penyakit keturunan
hemopilia dan penyakit menular.
 Riwayat Obstetrik :
 Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus,
banyaknya, baunya , keluhan waktu haid, HPHT.
 Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang
keberapa, Usia mulai hamil.
 Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu.
Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah
ada abortus, retensi plasenta.
Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan,
penolong, tempat bersalin, apakah ada kesulitan dalam
persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir,
panjang waktu lahir.
Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada
pendarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas,
tinggi fundus uteri dan kontraksi.
 Riwayat Kehamilan Sekarang
 Hamil muda, keluhan selama hamil muda.
 Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat
badan, tinggi badan, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan
tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain.
 Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan,
beberapa kali, perawatan serta pengobatannya yang didapat.
 Pola aktifitas sehari-hari.
 Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi, baik
sebelum dirawat maupun selama dirawat. Adapun makan dan minum
pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup kalori, makanan yang
mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah – buahan.
 Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi.
Adanya perubahan pola miksi dan defeksi.
 Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan peran
dan melaporkan kelelahan yang berlebihan.
 Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi,
keramas, baik sebelum dan selama dirawat serta perawatan mengganti
balutan atau duk.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler yang
berlebihan.
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovelemia.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, Stasis
cairan tubuh, penurunan Hb.
4. Nyeri berhubungan dengan trauma/ distensi jaringan.
C. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Nursing Outcome Classification (NOC) Nursing Intervention Classification (NIC)

Kekurangan volume cairan  Fluid balance Fluid Management


Definisi : Penurunan cairan intravaskuler,  Hydration 1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
interstisial, dan/atau intrasellular. Ini  Nutritional status: 2. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
mengarah ke dehidrasi, kehilangan cairan Food and fluid intake 3. Monitor status hidrasi (kelembaban membran
dengan pengeluaran sodium mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik),
Batasan karakteristik Kriteria Hasil : jika diperlukan
Mempertahankan urine output sesuai dengan usia 4. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan
 Kelemahan dan BB, BJ urine normal, HT normal (BUN , Hmt , osmolalitas urin
 Haus Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas 5. Monitor vital sign
 Penurunan turgor kulit/lidah normal 6. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake
 Membran mukosa/kulit kering  Tidak ada tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit kalori harian
 Peningkatan denyut nadi, penurunan TD, baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa 7. Kolaborasi pemberian cairan IVKolaborasi
penurunan volume/tekanan nadi haus yang berlebihan pemberian cairan IV
 Pengisian vena menurun 8. Monitor status nutrisi
 Konsistensi urine meningkat 9. Berikan cairan
10. Dorong masukan oral
 Hematokrit meninggi
11. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
Kehilangan berat badan seketika (kecuali
12. Tawarkan snack (jus buah, buah segar)
pada third spacing)
13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
Faktor-faktor yang berhubungan :
meburuk
 Kehilangan volume cairan secara aktif
14. Atur kemungkinan tranfusi
 Kegagalan mekanisme pengaturan 15. Persiapan untuk tranfusi

Gangguan perfusi jaringan perifer b/d Tissue perfusion Circulatory care : venous insufficiency
perubahan kerusakan integritas tulang peripheral (1-5) a.  Lakukan pemeriksaan komprehensif pada sirkulasi
karakteristik kulit (warna, elastisitas, a. CRT tangan. perifer (cek nadi perifer, edema, CRT, warna dan
kelembaban, sensasi, temperatur), penurunan b. CRT kaki. temperatur).
tekanan darah pada ekstremitas, penurunan c. Temperatur kulit ekstremitas. b.  Lakukan perawatan luka (debridement,terapi
nadi perifer, warna kulit pucat disertai d. Kekuatan nadi karotis kanan/kiri. antimikrobial) bila diperlukan.
elevasi anggota tubuh, edema, CRT>3 detik, e. Kekuatan nadi brakialis kanan/kiri. c.  Berikan dressing yang tepat sesuai ukuran dan tipe
ABI<0.90. f. Kekuatan nadi radialis kanan/kiri. luka.
g. Kekuatan nadi femoralis kanan/kiri. d.  Monitor derajat ketidaknyamanan atau nyeri.
h. Tekanan darah sistolik. e.  Berikan terapi modalitas kompresi (short-strech atau
i. Tekanan darah diastolic. long-strech bandages) bila diperlukan.
j. Bruit ekstremitas. f.   Elevasikan ekstremitas yang sakit 200 lebih tinggi
k. Edema perifer. dari posisi jantung.
l. Nyeri hebat terlokalisir. g.  Kolaborasikan pemberian antiplatelet atau
m. Kebas. antikoagulan bila diperlukan.
n. Nekrosis. h.  Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk menurunkan
o. Pucat. viskositas darah.
p. Kelemahan otot. i.   Monitor status cairan, termasuk intake dan output.
q. Rubor.
r. Parestesi.
s. Kram otot.

Resiko Infeksi  Imune status Infection Control (kontrol infeksi)


Definisi : Peningkatan resiko masuknya  Knowledge : infection control 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
organisme patogen  Risk control 2. Pertahankan teknik isolasi
3. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan
Faktor resiko : Kriteria Hasil : alat
Prosedur infasif Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 4. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing
Ketidakcukupan pengetahuan untuk Mendeskripsikan proses penularan penyakit, sesuai dengan petunjuk umum
menghindari paparan patogen factor yang mempengaruhi penularan serta 5. Tingktkan intake nutrisi
Trauma penatalaksanaannya 6. Berikan terapi antibiotik bila perlu
Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan Menunjukkan kemampuan untuk mencegah 7. Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
lingkungan timbulnya infeksi 8. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
Agen farmasi (imunosupresan) Jumlah leukosit dalam batas normal 9. Monitor hitung granulosit, WBC
Malnutrisi Menunjukkan perilaku hidup sehat 10. Batasi pengunjung
Peningkatan paparan lingkungan patogen 11. Partahankan teknik aspesis pada pasien yang
Ketidakadekuatan imum buatan beresiko
Tidak adekuat pertahanan sekunder 12. Pertahankan teknik isolasi k/p
(penurunan Hb, Leukopenia, penekanan 13. Inspeksi kulit dan
respon inflamasi) 14. membran mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi

Nyeri akut b/d agen injuri fisik (trauma) Pain control (1-5) Pain management
Karakteristik : ekspresi wajah meringis, Indikator : a.  Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pasien melaporkan nyeri, berperilaku a.   Mampu mengenali onset nyeri ekspresi nyeri dan penyampaian respon nyeri pasien.
protektif, perubahan TTV b.   Mampu mendeskripsikan penyebab nyeri b.  Kaji pengetahuan dan kepercayaan pasien tentang
c.    Mampu menggunakan pereda nyeri analgesik nyeri.
sesuai rekomendasi c.  Kaji pengetahuan pasien tentang faktor yang dapat
d.   Mampu melaporkan kontrol nyeri meringankan atau memperberat nyeri.
2.   Pain level (1-5) d.  Berikan informasi tentang nyeri yang dialami
Indikator : meliputi penyebab, kapan akan berakhir, dan
a.   Melaporkan nyeri prosedur antisipasi ketidaknyamanan.
b.   Panjang episode nyeri e.  Kontrol lingkungan dari faktor yang dapat
c.   Agitasi meningkatkan ketidaknyamanan.
d.   Iritabilitas f.  Ajarkan prinsip dalam pain management.
e.   Diaphoresis g.  Ajarkan pasien untuk memonitor nyeri yang dialami.
h.  Ajarkan teknik non farmakologi (hypnosis, relaksasi,
distraksi, terapi music).
i.   Ajarkan metode farmakologi pereda nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

Wolf JR, Rosner MA.( 2009). Postpartum anemia. Obstetrics and Gynecology. Jakarta:
EGC

Saifudin, A.B. (2002). Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. YBP-SP, Jakarta.

Diakses dari http://biechan.wordpress.com/anemia-dalam-masa-nifas/ [ 27 januari


2018.

Y, Anggraeni. (2010). Asuhan Kebidanan Nifas. Cendekia Press. Yogyakarta

Nurarif, huda A. (2015). Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda.
Jogjakarta: Medication

Anda mungkin juga menyukai