Anda di halaman 1dari 18

INTERAKSI OBAT SSP

KELOMPOK 6
ANGGOTA :

SITI SARTINAH
SULFIANTI
NURISMAYANI
ASTRI NUGRAHYANI PUTRI
SUCI ADE FITRI
ANDI SAIFUL MACHMUD AMIN
POKOK PEMBAHASAN

Dedinisi ssp penggolo interaksi obat manajemen


ngan obat
DEFINISI SISTEM SARAF PUSAT (SSP)

Stimulan sistem saraf pusat (SSP) adalah


obat yang dapat merangsang serebrum
medula dan sumsum tulang belakang.
Stimulasi daerah korteks otak-depan oleh
se-nyawa stimulan SSP akan meningkatkan
kewaspadaan, pengurangan kelelahan
pikiran dan semangat bertambah. Contoh
senyawa stimulan SSP yaitu kafein dan
amfetamin.
PENGGOLONGAN OBAT –OBAT
 SISTEM SARAF PUSAT

Obat
Anastesi Obat Anastesi sistemik adalah obat yang digunakan untuk
menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-macam tindakan
sistemik
operasi.

Penggolongannya yaitu :
 Golongan hidantoin, Contoh fenitoin.
Obat  Golongan barbiturat, Contoh fenobarbital dan piramidon.
Hipnotik  Golongan karbamazepin, senyawa trisiklis ini berkhasiat antidepresif
dan Sedatif dan anti konvulsif.
 Golongan benzodiazepine, contoh ,klorazepam, klobazepam.
 Golongan asam valproat, terutama efektif untuk terapi epilepsy
umum tetapi kurang efektif terhadap serangan psikomotor. Efek anti
konvulsi asam valproat didasarkan meningkatkan kadar asam gama
amino butirat acid.
Obat antipsikotik bekerja sebagai
antagonis pada reseptor dopamine,
anti .
psikotik memblok dopamin sehingga tidak
berinteraksi dengan reseptor.

Relaksasi Senyawa kimia yang dapat menekan fungsi


pusat sistem saraf pusat dan menimbulkan
relaksasi otot rangka (otot bergaris).
 

Mekanisme kerja obat antikejang termasuk obat


anti berstruktur tidak khas, yang efek farmakologisnya
dipengaruhi oleh sifat kimia, fisika dan tidak oleh
kejang pembentukan kompleks dengan reseptor khas
Interaksi Obat sistem saraf Pusat

interaksi obat anastesi sitemik


contoh :  
Fentanyl (opioid) + Diazepam (mayor)
Mekanisme :
Penggunaan bersama opioid dengan benzodiazepin atau depresan sistem saraf pusat (SSP) lainnya
(misalnya, obat penenang/hipnotik dapat menyebabkan sedasi berat, depresi pernapasan, koma, dan
kematian. Risiko hipotensi juga dapat meningkat dengan beberapa depresan SSP (misalnya, alkohol,
benzodiazepin, fenotiazin).
Monitor :
Obat batuk yang mengandung opioid (misalnya, kodein, hidrokodon) tidak boleh diresepkan untuk
pasien yang menggunakan benzodiazepin atau depresan SSP lainnya termasuk alkohol.
enatalaksanaan :
Pasien harus dipantau secara ketat untuk tanda dan gejala depresi pernapasan dan sedasi, dan
disarankan untuk menghindari mengemudi atau mengoperasikan mesin berbahaya sampai mereka
tahu bagaimana obat ini mempengaruhi mereka
Interaksi obat Hipnotik sedativ
contoh : Cimetidin + Diazepam (moderat)

Mekanisme :
Menggunakan diazepam bersama dengan cimetidine dapat meningkatkan atau memperpanjang efek diazepam.
Efek sampingnya : mengalami pusing, kantuk, kebingungan, dan sulit berkonsentrasi.

Monitor :
Pemberian simetidin dengan benzodiazepin dapat meningkatkan paparan sistemik terhadap benzodiazepin.
Mekanismenya mungkin terkait dengan penghambatan metabolisme hati CYP450 3A4 oleh simetidin,
penghambat moderat isoenzim ini.

Penatalaksanaan :
Produsen alprazolam, estazolam, dan triazolam AS merekomendasikan pertimbangan pengurangan dosis ketika
obat-obatan ini diberikan bersama dengan simetidin. Penggunaan antagonis H2 dan benzodiazepin yang tidak
dilaporkan berinteraksi juga dapat dipertimbangkan. Pasien disarankan untuk menghindari aktivitas berbahaya
yang memerlukan kewaspadaan mental dan koordinasi motorik
RELAKSAN PUSAT
Contoh : Atracurim besilat + Gentamisin (mayor)
Mekanisme :
Aminoglikosida memiliki aktivitas penghambatan neuromuskular, yang mungkin aditif dengan relaksan otot
depolarisasi dan nondepolarisasi, berpotensi mengakibatkan depresi pernapasan yang parah dan/atau

berkepanjangan selama penggunaan bersamaan.

Manajemen:
penggunaan obat yang bersamaan dengan atracurium besilate perlu diawasi oleh dokter untuk mencegah
kejadian yang tidak diinginkan

Penatalaksanaan :
Penggunaan aminoglikosida umumnya harus dihindari segera setelah operasi yang menggunakan penghambat
neuromuskular. Jika digunakan secara bersamaan, tanda-tanda vital harus dipantau secara ketat dan dosis obat
disesuaikan. Dukungan ventilasi harus tersedia jika terjadi henti napas.
Antipsikotik
Chlorpromazine + trifluoperazine (moderat)
Mekanisme :
Menggunakan chlorpromazine bersama dengan trifluoperazine dapat meningkatkan efek samping seperti kantuk,
penglihatan kabur, mulut kering, intoleransi panas, pembilasan, penurunan keringat, kesulitan buang air kecil,
kram perut, sembelit , detak jantung tidak teratur, kebingungan, dan masalah memori.
Monitor :
Agen dengan sifat antikolinergik (misalnya, antihistamin penenang; antispasmodik; neuroleptik; fenotiazin;
relaksan otot rangka; antidepresan trisiklik; disopyramide) mungkin memiliki efek aditif bila digunakan dalam
kombinasi
Penatalaksanaan :
Pasien harus disarankan memberitahu jika mengalami gejala potensial keracunan antikolinergik (sakit perut,
demam, intoleransi panas, penglihatan kabur, kebingungan, dan/atau halusinasi). Pasien rawat jalan harus
dikonseling untuk menghindari aktivitas yang membutuhkan kewaspadaan
Antikejang
contohnya : Amiodaron + Fenitoin (mayor)
Mekanisme :
Menggunakan amiodarone bersama dengan fenitoin dapat mengubah kadar kedua obat
dalam darah. Kadar fenitoin dalam darah dapat meningkat, yang menyebabkan peningkatan
efek samping. Kadar amiodaron dapat menurun, yang membuat obat kurang efektif dalam
mengobati penyakit
Monitor :
Pemberian bersama amiodaron dan fenitoin dapat mengubah konsentrasi plasma kedua obat
Penatalaksanaan :
Kadar serum fenitoin dan efek farmakologis harus dipantau secara ketat dan dosis
disesuaikan, terutama setelah inisiasi, penghentian, atau perubahan dosis amiodaron. Karena
waktu paruh amiodarone dan N-desethylamiodarone yang panjang, kadar fenitoin dapat
terpengaruh untuk waktu yang lama setelah penghentian amiodaron.

.
Interaksi obat Anti Epilepsi

Fenitoin + Amiodaron
Kadar plasma fenitoin meningkat sehingga terjadi toksisitas bila dosis fenitoin tidak dikurangi.Sebaliknya kadar
plasma amiodaron menurun.
 Kasus klinis :
3 pasien menunjukkan peningkatan kadar fenitoin saat mendapat amiodaron (400-1200mg/hari). Satu pasien
mengalami intoksikasi fenitoin (ataxia, lesu dan vertigo) selama 4 minggu pemakaian amiodaron. Kadar fenitoin
meningkat 3x lipat. Kondisinya kembalinormal setelah dosis fenitoin dikurangi dari 400 menjadi 200 mg/hari.
Studi terhadap 5 pasien yang mendapat 200 mg amiodaron/hari, setelah 5 minggu terjadi peningkatan kadar
plasma. Saat diberikan fenitoin (3-4mg/ kg/hari) selama 2 minggu kadar amiodaron 32-48%.
 Mekanisme :
Amiodaron menghambat enzim yang terlibat dalam metabolisme fenitoin sehingga terjadi peningkatan kadar
plasma. Amiodaron juga terikat plasma sehingga terjadi pergeseran ikatan dengan protein. Fenitoin adalah
penginduksi enzim  meningkatkan metabolisme  menurunkan kadar amiodaron.

Fenitoin + Antikoagulan
Kadar serum fenitoin ditingkatkan oleh dikoumarol dan warfarin.
Fenitoin mengurangi efek antikoagulan dikoumarol tapi meningkatkan efek warfarin.
 Kasus klinis :
6 subjek mendapat 300 mg fenitoin/hari setelah ditambah dikoumarol kadar fenitoin
meningkat. Intoksikasi fenitoin tampak setelah hari ke-6 pemakaian dikoumarol.
Seorang pasien yang mendapat 300mg fenitoin/hari menunjukkan intoksikasi segera setelah
mendapat warfarin 6 subjek yang diterapi konstan dikoumarol (40-160mg/hari) diberikan
300mg fenitoin/hr selama 1 minggu. Kadar dikoumarol turun pada hari ke-5 & meningkat lagi
setelah warfarin dihentikan.
Waktu pembekuan darah seorang pasien yang mendapat warfarin meningkat setelah diterapi
fenitoin 300mg/hari, sehingga perlu penurunan dosis warfarin hingga 25%.

 Mekanisme :
Mekanisme interaksi kompleks.
Dikoumarol menghambat metabolisme fenitoin di hati  mengurangi ekskresi.
Fenitoin meningkatkan metabolisme dikoumarol, mengurangi metabolisme warfarin.
Fenitoin juga mempunyai efek depresi pada hati yang menurunkan produksi faktor
pembekuan darah.
Fenitoin + Barbiturat
Perubahan kadar plasma fenitoin (meningkat atau menurun) dapat terjadi bila digunakan fenobarbital, tapi kontrol kejang
baisanya tidak terlalu terpengaruh.
Intoksikasi fenitoin tampak setelah pemutusan fenobarbital.
Peningkatan kadar fenobarbital dapat terjadi bila ditambahkan fenitoin pada terapi dengan fenobarbital.
Data klinis :
Terapi fenitoin bila ditambahkan fenobarbital :
Pada 12 pasien epilepsi yang diterapi dengan fenitoin, saat mendapat fenobarbital kadar plasma fenitoin urun.Pada hampir
semua kasus, kadar fenitoin kembali meningkat setelah fenobarbital dihentikan. Terapi fenobarbital bila ditambahkan
fenitoin : Peningkatan kadar fenobarbital terjadi pada 40 pasien epilepsi saat ditambah fenitoin. Pada 5 pasien peningkatan
kadar plasma fenobarbital hingga 2x lipat.
Mekanisme :
Fenobarbital mempunyai 2 efek terhadap metabolisme fenitoin : Menginduksi enzim sehingga meningkatkan klirens fenitoin
Pada dosis tinggi dapat menghambat metabolisme melalui kompetisi sistem enzim. Total efek yang terjadi tergantung
keseimbangan antara kedua mekanisme ini.

Fenitoin + H2 Bloker
Kadar plasma fenitoin meningkat oleh simetidin. Toksisitas bisa terjadi kalau dosis fenitoin tidak diturunkan.
Mekanisme :
Simetidin adalah inhibitor enzim yang poten  akumulasi kadar fenitoin  mencapai MTC. Tapi famotidin, ranitidin dan
nizatidin tidak. Simetidin juga menunda disolusi tablet fenitoin karena peningkatan pH lambung.
Manifestasi : aganulositosis & trombositopenia (karena depresi sumsum tulang).
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai