Makalah
Disusun Oleh
NIDN. 07029202
i
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………..(ii)
DAFTAR ISI………………………………………………………(iii)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah……………………………………….......1
1.2. Rumusan Masalah………………………………………………....2
2.3. Tujuan Makalah…………………………………………………...2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Distribusi Binomial………………………………………………..3
2.2. Mean , Variansi dan Fungsi Pembangkit Momen……….……......5
2.3. MGF Distribusi Normal …………………………………..……...6
2.4. Cara Membaca Tabel Distribusi Normal…………………....…….9
2.5. Kelebihan dan Kelemahan Distribusi Normal…………………..12
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan………………………………….…………………...17
3.2. Saran…………………………………………………………......17
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………...…18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
pengukuran atau percobaan. Oleh sebab itu, kami perlu menyusun makalah
yang berjudul “Distribusi Normal”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipapakan diatas,
adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud distribusi normal ?
2. Bagimana rumus mean, variansi dan fungsi pembangkit momen dalam
distribusi normal?
3. Bagaimana rumus MGF distribusi normal?
4. Bagaimana cara me mbaca tabel distribusi normal?
5. Apa saja kelebihan dan kelemahan distribusi normal?
2
BAB II
PEMBAHASAN
Gambar 2.1
Suatu peubah acak kontinu X yang distribusinya berbentuk lonceng
seperti pada gambar 2.1 disebut peubah acak normal. Persamaan matematika
3
dan yaitu rataan dan simpangan bakunya. Jadi fungsi padat X akan
ialah
2
�x - m �
�1 �
1 -� � � �
n( x; m , s ) = e �2 ��s �
2ps
Fungsi kerapatan probabilitas dari distribusi normal diberikan dalam
rumus berikut:
Keterangan:
π = 3,1416
e = 2,7183
µ = rata-rata
σ = simpangan baku
Beberapa sifat dari kurva fungsi kepadatan peluang (densitas)
distribusi normal umum:
1. Kurvanya berbentuk lonceng dan simetrik di x = µ.
2. Rataan, median, modus dari distribusi berimpitan.
3. Fungsi kepadatan peluang mencapai nilai maksimum di x = µ sebesar
1
2ps 2 .
4. Kurvanya berasimtot sumbu datar x.
5. Kurvanya mempunyai titik infleksi (x, f(x), dengan x = µ ± σ,
1
1 -
f ( x) = e 2
2ps 2
4
2.2. Mean , Variansi dan Fungsi Pembangkit Momen
Mean, variansi dari fungsi pembangkit momen dari distribusi normal
umum adalah:
Mean E ( X ) = m
Variansi Var ( X ) = s
2
�m t + s 2 t 2 �
�
� �
�
� 2
Pembangkit momen Mx(t ) = e
�
Pr oof .
�
E( X ) = m = �
x. f ( x)dx
-�
� - ( x - m )2
1
= �
x.
-� 2ps 2
e 2s 2
dx
(x - m)
Misal z = , maka x = s z dan dx= s dz
s
Batas-batasnya x = 0 maka z = 0, dan x = �maka z = �.
� - z2
1
E( X ) = (s z + m ).
� e 2
z dz
-� 2ps 2
� - z2 � - z2
s m
=
2p �ze
-�
2
dx +
2p �e
-�
2
dx
� - z2
-z2 s
karena f ( x ) = z e merupakan fungsi ganjil, maka �
ze 2
dz = 0
2 2p -�
2
m � -2z
sehingga kita mencari dulu �e dx
2p -�
(x - m)
Misal z = , maka x = s z + m dan dx = s dz
s
Batas-batasnya x = 0 maka z = 0, dan x = �maka z = �
5
� - z2
m
2p �e
-�
2
dx
� - ( x -m )2
1 2s 2 1
=m � e dx
-� 2p
s
� - ( x- m )2
1 2s 2
=m � e dx
-� 2ps
2
= m .(1)
=m
Sehingga
2
- z2
s � -2z m �
E( X ) = �
2p -�
z e dx +
2p �e
-�
2
dx
=0+ m
=m
Pr oof .
Var ( X ) = E ( X - m )2
�
= �( z - m )
2
f ( x)dx
-�
�
= �( z - m )
2
f ( x)dx
-�
� - ( x - m )2
1
= �( z - m )
2 2s 2
e dx
-� 2ps 2
x-m
Misakan p = , maka x - m = s p, dx = s dp
s
Batas-batasnya x = 0 maka p = 0, dan x = �maka p = �
� - p2
2
Var ( X ) = ps
�
2 2
e 2
s dp
2ps 2 0
6
Pembahasan awal dari bagian ini adalah menurunkan persamaan
MGF-nya. Selanjutnya menurunkan momen pertama dan momen kedua
berdasarkan persamaan MGF yang telah diperoleh sebelumnya. Dari momen
pertama dan kedua dapat diketahui rata-rata (mean) dan varian.
p2 dt
misalkan t = maka p 2 = 2t , 2 p dp = 2 dt maka
2 2t
�
2s 2 1
�
-t
Var ( X ) = 2t.e . dt
2p 0 2t
2 � 1
2s
= �
2p 0
t .e- t dt
2
2s 2 �3 �
= G� �
p �2 �
2s 2 1 �1 �
= G� �
p 2 �2 �
s2
= p
p
=s2
Mx (t ) = E (etx )
�
Mx (t ) = �
tx
e f ( x) dx
-�
2
� 1 �x - m �
1 - � �
Mx (t ) = � e 2 �s
tx
e �
dx
-� 2p s
2
� 1 �x - m �
1 - � �
�
2 �s �
Mx (t ) = e e tx
dx
2p s -�
Misalkan , maka
Selanjutnya , sehingga
7
� 1 2
1 - z
Mx (t ) = et ( ts z + m ) e
� 2
s dz
2p s -�
1
� - z2
1 2 + t ( ts z + m )
Mx (t ) =
2p �
e
-�
dz
1
e mt
� - z2
2 +
s tz
Mx (t ) =
2p �
e
-�
dz
1
- z2
e mt
� 2 + 1 1 2 2
s tz - s 2 t 2 + s t
Mx (t ) =
2p �
e
-�
2 2
dz
1
- z2
e mt
� 2 (
z 2 - 2 s tz + s 2t 2 ) 1
s 2t 2
Mx (t ) =
2p �
e
-�
e2 dz
1 2 2
mt + s t 1
- z2
e 2 � 2 (
z 2 +-2 s tz + s 2t 2 )
Mx (t ) =
2p -�
�
e dz
1
m t + s 2t 2 � 1
- z2
e 2 2 ( z -st) 2
Mx (t ) =
2p -�
�
e dz
�1�
mt +
1 2 2
s t G� �
e 2
�2�
Mx (t ) =
2p
1
�1�
2
��
�2�
1 2 2
mt + s t
e 2
Mx (t ) = p 2
2p
1 2 2
mt + s t
Mx (t ) = e 2
Nilai Harapan X
8
Nilai Harapan X2
9
10
Contoh penggunaan tabel:
Hitung P (X<1,25)
Penyelesaian:
11
Pada tabel, carilah angka 1,2 pada kolom paling kiri. Selanjutnya, carilah
angka 0,05 pada baris paling atas. Sel para pertemuan kolom dan baris tersebut
adalah 0,8944.
12
Adapun asumsi yang mendasari metode ini adalah bahwa, secara
statistik, tingkat kinerja karyawan terdistribusi mengikuti pola kurva normal.Jika
berhasil diimplementasikan secara efektif, metode distribusi normal bisa
mendatangkan kelebihan berikut ini:
1. Mengurangi kemungkinan terjadinya bias penilaian.
Dengan memaksa penilai untuk mendistribusikan hasil penilaiannya, bias
yang terjadi akibat penilai terlalu murah hati (dimana semua karyawan dinilai
bagus) atau terlalu pelit (dimana semua karyawan dinilai buruk) bisa
diminimalkan. Melalui penerapan metode ini, Ford —misalnya— berhasil
menurunkan bias kemurahan hati yang terjadi di metode penilaian kinerja
sebelumnya dimana 98% stafnya dinilai “memenuhi harapan” (Olson & Davis,
2003).
2. Meningkatkan objektivitas penilaian.
Karena harus memastikan penempatan setiap karyawan dalam suatu
kategori, pada metode distribusi normal, para penilai perlu mengevaluasi semua
karyawan berdasarkan kriteria yang sama. Dengan demikian, hasil penilaian
mereka akan cenderung lebih objektif dibandingkan jika setiap manajer menilai
anak buah mereka berdasarkan kriteria mereka masing-masing.
3. Memfasilitasi terjadinya komunikasi yang spontan dan terbuka antara atasan
dan bawahan.
Metode ini menuntut para atasan untuk secara berkala memberikan umpan
balik kepada anak buah mereka. Tanpa kesediaan untuk sering menyampaikan
umpan balik secara spontan dan terbuka, sang atasan akan menghadapi kesulitan
pada saat harus menjelaskan kepada anak buahnya mengapa dia menempatkan si
karyawan di kategori “tidak memuaskan”.
4. Membantu menetapkan konsekuensi kinerja yang tepat.
Dengan memaksa para atasan untuk mendistribusikan karyawan ke dalam
kategori tertentu, perusahaan bisa mengenali siapa saja yang berkinerja unggul,
menengah, dan yang berkinerja terendah. Jadi, secara terarah, perusahaan bisa
memutuskan karyawan mana yang harus diganjar dengan kompensasi dan
13
promosi, karyawan mana yang patut dipertahankan dan dikembangkan, serta
karyawan mana yang perlu diputuskan hubungan kerjanya.
Di sisi lain, metode distribusi normal juga tidak lepas dari sejumlah
kelemahan pokok yang mengundang kritik:
1. Metode ini menggunakan sistem distribusi normal yang salah penerapannya.
Menurut Abelson (2001), model kurva lonceng mengasumsikan bahwa
distribusi normal akan terjadi pada sekelompokbesar subjek yang terbentuk secara
acak, dan tidak mengasumsikan hal yang sama untuk kelompok-kelompok kecil.
Adapun yang dimaksud dengan kelompok besar adalah kelompok yang
setidaknya terdiri dari 1.000 – 1.500 anggota.
Pada kenyataannya, sejumlah perusahaan menerapkan model kurva
lonceng ini pada sekelompok kecil karyawan, yang jumlah anggotanya bahkan
tidak lebih dari 50 orang. Akibatnya, sebagian karyawan yang berkinerja bagus
tetapi berada di kelompok unggul mau tidak mau akan menderita karena terpaksa
mendapatkan nilai buruk. Sebaliknya, beberapa karyawan yang sebenarnya
berkinerja biasa-biasa saja tetapi berada di kelompok yang berkinerja lemah, akan
menikmati inflasi nilai dan dianugerahi posisi sebagai 10%-20% karyawan yang
berkinerja terbaik — hanya karena memang harus ada yang dinilai paling tinggi.
Sementara itu, asumsi acak yang digunakan juga dianggap tidak tepat.
Kalau secara statistik dinyatakan bahwa acak adalah situasi dimana setiap anggota
populasi memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi anggota sampel,
maka dengan jelas dapat disimpulkan bahwa kelompok karyawan Anda bukanlah
kelompok yang acak. Anda tidak merekrut mereka secara acak, Anda tidak
menempatkan mereka secara acak, Anda juga tidak melatih dan memperlakukan
mereka secara acak.
2. Ketika diterapkan secara konsisten, metode distribusi normal justru
membangkitkan tantangan baru yang menyulitkan.
Karena mengharuskan perusahaan untuk memecat karyawan yang dinilai
berkinerja paling rendah, setelah diimplementasikan selama beberapa tahun,
metode ini justru semakin mempersulit upaya membedakan karyawan yang
berkinerja memuaskan dengan karyawan yang berkinerja istimewa. Perbedaan di
14
antara keduanya semakin menipis dan semakin tidak kasat mata. Di sisi lain,
karena standar kinerja karyawan yang semakin lama semakin meningkat,
perusahaan juga semakin sulit mendapatkan calon karyawan yang memenuhi
standar tersebut, yaitu karyawan yang kualifikasinya harus melebihi karyawan
yang sebelumnya dipecat.
3. Kategori yang digunakan tidak menunjukkan kinerja yang sebenarnya.
Pemaksaan nilai dan pengkategorian yang dipersyaratkan dalam metode
distribusi normal membuat karyawan diberi nilai dan ditempatkan di kategori
yang belum tentu sesuai dengan tingkat kinerja aktual mereka. Perusahaan yang
berhasil mencapai target bisnisnya, misalnya, dimana semua karyawannya
memang berprestasi bagus dan berhasil mencapai target perorangan mereka,
dengan terpaksa harus tetap menempatkan 10% karyawannya di kategori “tidak
memuaskan”. Situasi semacam ini tentu tidak bisa dianggap objektif. Akibatnya,
seperti yang dikemukakan oleh Olson dan Davis, karyawan lebih sering merasa
bahwa nilai yang mereka terima sesungguhnya hanyalah nilai yang dibuat untuk
memuaskan distribusi yang telah ditetapkan perusahaan. Bukan merupakan
refleksi dari kinerja aktual mereka.
4. Dipersepsi lebih sulit dan kurang fair dibandingkan metode penilaian
konvensional.
Persepsi yang timbul di kalangan mereka yang terlibat dalam
implementasi metode distribusi normal ini ditemukan dalam penelitian Schleicher,
Bull dan Green (2008). Dengan adanya persepsi semacam itu, tidak
mengherankan jika kemudian teridentifikasi bahwa para manajer umumnya
kurang bereaksi positif terhadap metode tersebut (Lawler, 2002). Mereka sering
mengungkapkan komentar miring tentang metode itu, sehingga akhirnya para
karyawan pun berpandangan bahwa metode tersebut kurang fair dan dengan
demikian tidak mereka terima.
15
Pertanyaannya adalah: Bagaimana Anda akan secara fair dan objektif
membandingkan kinerja seorang kepala departemen dengan kinerja seorang
petugas administrasi? Atau kinerja Kepala Departemen Pemasaran dengan Kepala
Departemen SDM? Kriteria apa yang akan Anda gunakan? Selain tidak mudah
untuk dijawab dan diimplementasikan, pertanyaan itu jelas mengusik rasa
keadilan para pengemban jabatan yang diperbandingkan.
6. Merangsang tumbuhnya lingkungan kerja yang kompetitif sekaligus
destruktif.
Upaya membandingkan tingkat kinerja, dan memasukkan karyawan ke
dalam kategori yang proporsinya sudah dibatasi dengan persentase tertentu, jelas
membuat karyawan terperangkap dalam situasi persaingan. Selalu mencoba
menampilkan kinerja yang tidak hanya sebaik mungkin, tetapi juga harus lebih
baik dibandingkan kinerja rekan-rekan yang lain, agar bisa masuk dalam kategori
penilaian yang lebih tinggi dan terhindar dari kemungkinan menjadi penghuni
kategori terbawah.
Situasi semacam ini jelas menghambat terjadinya kerja sama di kalangan
anggota kelompok kerja. Apalagi jika karyawan mengetahui bahwa perusahaan
memberikan perlakuan dan kompensasi yang berbeda untuk setiap kategori
penilaian.
16
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah penyusun uraikan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa distribusi peluang kontinu yang terpenting dalam seluruh
bidang statistika adalah distribusi normal. Distribusi normal merupakan suatu alat
statistik yang sangat penting untuk menaksir dan meramalkan peristiwa-peristiwa
yang lebih luas. Grafiknya disebut kurva normal terbentuk lonceng yang
menggambarkan dengan cukup baik banyak gejala yang muncul di alam, industri,
dan penelitian. Abraham de Moivre adalah yang pertama kali memperkenalkan
distribusi normal ini dan kemudian dipopulerkan oleh Carl Fredreich Gauss.
Sehingga nama lain distribusi ini adalah distribusi Gauss.
3.2. Saran
Dalam penulisan makalah ini kami meyadari bahwa masih banyak
kekeliruan dan kesalahan dalam hal penulisan dan penyusunannya. Oleh karena
itu, kami menantikan saran dan kritikan yang sifatnya membangun untuk
perbaikan selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat
menambah pustaka keilmuan mahasiswa.
17
DAFTAR PUSTAKA
18