Anda di halaman 1dari 6

Jenis jenis analgesik

1. Analgesik narkotik
a. Agonis opiat, dapat menghilangkan rasa nyeri dengan cara mengikat reseptor opioid
pada sistem saraf. Contoh: morfin, kodein, heroin, metadon, petidin, dan tramadol.
 Morfin
Morfin adalah jenis obat yang masuk ke dalam golongan analgesik opium atau
narkotik. Obat ini digunakan untuk mengatasi rasa sakit yang terbilang parah
dan berkepanjangan atau kronis, seperti misalnya nyeri pada kanker stadium
lanjut. Morfin bekerja pada saraf dan otak sehingga tubuh tidak merasakan
rasa sakit
tentang Morfin
Golongan Analgesik opium
Kategori Obat resep
Manfaat Meredakan rasa sakit yang parah
Dikonsumsi oleh Dewasa dan anak-anak
Kategori kehamilan
Kategori N: Belum dikategorikan.
dan menyusui
Bentuk obat Tablet, kapsul, sirup, rektal (dari dubur), dan suntik

Peringatan:

 Bagi wanita yang sedang merencanakan kehamilan, tengah hamil, atau sedang menyusui,
sebaiknya tidak menggunakan obat ini.
 Harap berhati-hati bagi penderita gangguan jantung, ginjal, pernapasan, prostat, saluran
empedu, tiroid, pankreas, adrenal, penderita tekanan darah rendah, epilepsi, radang usus,
dan myasthenia gravis, yaitu suatu kondisi yang menyebabkan otot melemah.
 Harap waspada bagi yang mengalami sembelit selama lebih dari satu minggu, baru saja
mengalami cedera parah di kepala, dan pernah mengalami ketergantungan terhadap obat-
obatan atau minuman keras.
 Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis, segera temui dokter.

Dosis Morfin

Untuk tahap awal, dosis morfin yang diberikan biasanya berkisar antara 5-20 mg tiap empat jam
sekali. Dosis bisa dinaikkan menjadi 5-20 mg dua kali sehari jika kondisi semakin parah. Untuk
morfin dengan obat suntik, dosis akan diberikan dokter di rumah sakit sesuai dengan kondisi
pasien.

Mengonsumsi Morfin dengan Benar

Ikuti anjuran dokter dengan seksama dan baca informasi yang tertera pada kemasan morfin
sebelum mulai mengonsumsinya. Pengobatan akan efektif jika dilakukan segera setelah gejala
pertama muncul. Jika dilakukan saat kondisi semakin parah, pengobatan ini tidak akan efektif.
Morfin dapat dikonsumsi sebelum atau sesudah makan. Jika dokter memberikan resep berupa
tablet, telanlah tablet tersebut dengan bantuan air minum dan jangan menghancurkannya. Namun
jika morfin yang diresepkan dokter berbentuk kapsul, Anda bisa menelannya secara utuh dengan
air atau dengan mencampurkan isi kapsul pada makanan.

Pastikan ada jarak waktu yang cukup antara satu dosis dengan dosis berikutnya. Bagi pasien
yang lupa mengonsumsi morfin, disarankan untuk melewatkannya. Jangan menggandakan dosis
morfin untuk mengganti dosis yang terlewat. Di samping itu, jangan mengonsumsi morfin
melebihi waktu yang ditetapkan oleh dokter untuk menghindari ketergantungan terhadap obat.

Jika berencana melakukan perjalanan ke luar negeri, mintalah surat keterangan dari dokter
bahwa Anda sedang menjalani pengobatan morfin. Sebab, morfin termasuk obat yang
penggunaannya diawasi, dan beberapa negara menerapkan aturan tersebut demi mencegah
terjadinya penyalahgunaan obat-obatan.

Interaksi Obat

Jika dikonsumsi dengan obat-obatan tertentu, morfin bisa menimbulkan reaksi berupa
peningkatan efek samping atau justru mengurangi efektivitas obat tersebut. Untuk
menghindarinya, jangan mengonsumsi morfin dengan beberapa jenis obat berikut ini:

 Campuran opioid agonist/antagonist (pentazocine, nalbuphine, butorphanol) atau opioid


antagonists (naltrexone).
 Obat pereda nyeri opioid dan batuk (codeine, hydrocodone).
 Obat tidur atau gangguan kecemasan (alprazolam, lorazepam, zolpidem)
 Obat relaksan otot (carisoprodol, cyclobenzaprine).
 Minuman beralkohol karena dapat menimbulkan reaksi dan efek samping, seperti
mengantuk atau pusing.

Kenali Efek Samping dan Bahaya Morfin

Sama seperti obat-obat lainnya, morfin juga berpotensi menyebabkan efek samping. Beberapa
efek samping yang bisa terjadi setelah mengonsumsi morfin antara lain adalah:

 Mengantuk.
 Pusing atau sakit kepala.
 Mual.
 Sembelit.
 Sulit buang air kecil.
 Gangguan tidur.
 Mulut terasa kering.
 Tubuh berkeringat.

Biasanya efek samping akan hilang dengan sendirinya setelah tubuh menyesuaikan diri dengan
obat. Jika efek samping tidak kunjung hilang atau justru memburuk, segera hubungi dokter.
b. Antagonis opiat, bekerja dengan menduduki salah satu reseptor opioid pada sistem
saraf. Contoh: nalokson, nalorfin, pentazosin, buprenorfin dan nalbufin.
c. Kombinasi, berkerja dengan mengikat reseptor opioid, tetapi tidak mengaktivasi
kerjanya dengan sempurna.

2. Analgesik non narkotik

ANALGETIK NON NARKOTIK

ANALGESIK NON NARKOTIK

Tidak seperti obat AINS, analgesic non narkotik mempunyai sedikit atau tidak mempunyai
aktivitas anti inflamasi karena obat ini adalah penghambat prostaglandin yang lemah ada
jaringan perifer. Dibandingkan analgesic non narkotik, maka keuntungan terapi analgesic non
narkotik tidak menimbulkan ketergantungan fisik atau toleransi.

ASETAMINOFEN

Asitaminofen adalah salah satu obat yang terpenting untuk pengobatan nyeri ringan sampai
sedang, bila efek anti inflamasi tidak diperlukan. Fenasetin, suatu produk yang dimetabolisme
menjadi asetaminofen, lebih toksik daripada metabolic aktifnya dan tidak mempunyai indikasi
yang rasional.

Farmakokinetik

Asetaminifen diberikan peroral. Absorpsi tergantung pada kecepatan pegosongan lambung, dan
kadar puncak di dalam darah biasanya tercapai dalam waktu 30 – 60 menit. Asetaminofen sedikit
terikat dengan protein plasma dan sebagian dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati dan diubah
menjadi asetaminofen sulfat dan glukokronida, yang secara farmakologik tidak aktif. Kurang
dari 5% diekskresikan dalam bentuk tidak berubah. Suatu metabolic minor tetapi sangat aktif ( n-
asetil-p-benzo-kuinon ), penting pada dosis besar, karena toksisitasnya terhadap hati dan ginjal.
Waktu paruh asetaminofen 2-3 jam dan relative tidak dipengaruhi oleh fungsi ginjal. Pada
jumlah toksik atau adanya penyakit hati, waktu paruhnya bisa meningkat 2 kai lipat atau lebih.

Indikasi

Walau efek analgesic dan antipiretiknya setara dengan aspirin (Styrt, 1990 ), asetaminofen
berbeda karena tidak adanya efek anti-inflamasi. Obat ini tidak mempengauhi kadar asam urat
dan tidak mempunyai siat menghambat trombosit. Obat ini berguna untuk nyeri ringan sampai
sedang seperti nyeri kepala, mialgia, nyeri pasca persalinan dan keadaan lain, dimana aspirin
efektif sebagai analgesic. Asetaminofen sendiri tidak adekuat untuk terapi keadaan peradangan
seperti arthritis rematoid, walaupun dapat digunakan sebagai analgesic tambahan pada terapi
anti-inflamasi. Untuk analgesia ringan, asetaminofen merupakam obat yang disukai pada
penderita yang alergi dengan aspirin atau jika salisilat tidak dapat di toleransi. Obat ini lebih
disukai daripada aspirin untuk penderita hemophilia atau dengan tukak lambung dan pada
penderita yang mendapat brokospasme yang dicetuskan oleh aspirin. Tidak seperti aspirin,
asetaminofen tidak mengantagonis efek obat urikosurik ; dapat diberikan bersama dengan
probenesid pada pengobatan gout. Pada anak-anak, aspirin lebih di sukai pada infeksi virus.

Efek samping

Pada dosis terapi, kadang-kadang timbuk peningkatan ringan enzim hati tanpa ikterus ; keadaan
ini reversible bila obat di hentikan. Pada dosis yang lebih besar, dapat timbul pusing, mudah
terangsang, disorientasi. Pemakaian 15 gram asetaminofen bisa berakibat fatal ; kematin
disebabkan oleh hepatotoksisitas yang berat dengan nekrosis lobulus sentral, kadag-kadang
berhubungan dengan nekrosis tubulus ginjal akut. Gejala dini kerusakan hati meliputi mual,
muntah, diare, dan nyeri abdomen. Pengobatan sangat tidak memuaskan dibandingkan terapi
kelebihan dosis aspirin. Disamping erapi suportif, tindakan yang terbukti menggembirakan
adalah sifat gugusan sulfhidril yang dapat menetralisasi metabolic toksik. Untuk tujuan ini
digunakan asetilsistein.

Pada dosis terapi normal,asetaminofen bebas dari efek samping bermakna.kemerahan pada kulit
dan reaksi alergi minor sering terjadi.mungkin ada perubahan minor pada jumlah leukosit,tetapi
ini umumnya selintas.nekrosis tubuler ginjal dan,hipoglikemia merupakan komplikasi yang
jarang dari terapi dosis besar jangka lama.asetaminofen dosis besar,menyebabkan persediaan
glutation dihati berkurang dan N-asetil-benzokuinoneimin bereaksi dengan grup sulfhidril
protein hati,membentuk ikatan kovalen.dapat terjadi nekrosis hati,suatu kondisi yang sangat
serius dan berpotensi mengancam kehidupan.nekrosis tubular ginjal dapat juga
terjadi.(catatan:pemberian N-asetilsitein,yang mengandung group sulfhidril yang dapat mengikat
metabolic toksik,dapat menyelamatkan kehidupan jika diberikan dalam waktu 10jam setelah
mendapat dosis takar lajak.

Dosis

Nyeri akut dan demam dapat ditanggulangi dengan 325-500ml 4kali sehari dan untuk anak-anak
dalam dosis lebih kecil yang sebanding.kadar mantap dalam darah dicapai dalam 1hari

PARACETAMOL ( ASETAMINOFEN )

Parasetamol adalah obat pereda demam dan nyeri yang paling banyak dipergunakan. Senyawa
ini dikenal dengan nama lain asetaminofen, merupakan senyawa metabolit aktif fenasetin, namun
tidak memiliki sifat karsinogenik (menyebabkan kanker) seperti halnya fenasetin.

Senyawa berkhasiat obat ini, tidak seperti obat pereda nyeri lainnya (aspirin dan ibuprofen),
tidak digolongkan ke dalam obat anti inflamasi non steroid (NSAID) karena memiliki khasiat
anti inflamasi yang relatif kecil.
Parasetamol umumnya digunakan untuk mengobati demam, sakit kepala, dan rasa nyeri ringan.
Senyawa ini bila dikombinasikan dengan obat anti inflamasi non steroid (NSAID) atau obat
pereda nyeri opioid, dapat digunakan untuk mengobati nyeri yang lebih parah.

Parasetamol relatif aman digunakan, namun pada dosis tinggi dapat menyebabkan kerusakan
hati. Risiko kerusakan hati ini diperparah apabila pasien juga meminum alkohol. Pemberian
parasetamol pada usia bayi dapat meningkatkan risiko terjadinya asma pada usia kanak-kanak

Parasetamol memiliki sebuah cincin benzena, tersubstitusi oleh satu gugus hidroksil dan atom
nitrogen dari gugus amida pada posisi para (1,4). Senyawa ini dapat disintesis dari senyawa asal
fenol yang dinitrasikan menggunakan asam sulfat dan natrium nitrat. Parasetamol dapat pula
terbentuk apabila senyawa 4-aminofenol direaksikan dengan senyawa asetat anhidrat.

Mekanisme kerja Parasetamol adalah menghambat produksi prostaglandin (senyawa penyebab


inflamasi), namun parasetamol hanya sedikit memiliki khasiat anti inflamasi. Parasetamol
mampu mengurangi bentuk teroksidasi enzim siklooksigenase (COX), sehingga menghambatnya
untuk membentuk senyawa penyebab inflamasi . Sebagaimana diketahui bahwa enzim
siklooksigenase ini berperan pada metabolisme asam arakidonat menjadi prostaglandin H2, suatu
molekul yang tidak stabil, yang dapat berubah menjadi berbagai senyawa pro-inflamasi.

Kemungkinan lain mekanisme kerja parasetamol ialah bahwa parasetamol menghambat enzim
siklooksigenase seperti halnya aspirin, namun hal tersebut terjadi pada kondisi inflamasi, dimana
terdapat konsentrasi peroksida yang tinggi. Pada kondisi ini oksidasi parasetamol juga tinggi,
sehingga menghambat aksi anti inflamasi.

Hal ini menyebabkan parasetamol tidak memiliki khasiat langsung pada tempat inflamasi, namun
malah bekerja di sistem syaraf pusat untuk menurunkan temperatur tubuh, dimana kondisinya
tidak oksidatif

Metabolisme parasetamol terjadi di hati. Metabolit utamanya meliputi senyawa sulfat yang tidak
aktif dan konjugat glukoronida yang dikeluarkan lewat ginjal. Hanya sedikit jumlah parasetamol
yang bertanggungjawab terhadap efek toksik (racun) yang diakibatkan oleh metabolit NAPQI
(N-asetil-p-benzo-kuinon imina).

Bila pasien mengkonsumsi parasetamol pada dosis normal, metabolit toksik NAPQI ini segera
didetoksifikasi menjadi konjugat yang tidak toksik dan segera dikeluarkan melalui ginjal .
Namun apabila pasien mengkonsumsi parasetamol pada dosis tinggi, konsentrasi metabolit
beracun ini menjadi jenuh sehingga menyebabkan kerusakan hati.

Asetaminofen ( Paracetamol )

Golongan : obat bebas terbatas

Nama generic : Pamol


Nama dagang : Paracetamol

Indikasi : demam, sakit kepala dan nyeri ringan.

Dosis

ü Dewasa : 3 – 4 kali sehari 15 – 30 ml

ü Anak berusia 7 – 12 thn : 3 – 4 kali sehari 10 15 ml

ü Anak berusia 1 – 6 thn : 3 – 4 kali sehari 5 – 10 ml

ü Anak berusia 3 bln – 1 thn : 3 – 4 kali sehari 2,5 – 5 ml

Bentuk sediaan : tab 100mg, btl 1000 tab

Tab 500mg, btl 1000 tab

Sir 120mg/5ml, btl 60 ml

Sup 120 mg

Sup 240 mg.

Aplikasi : Dosis parasetamol adalah 10-15 mg/kgBB/kali.

Misalnya An. Eky dengan berat badan 10 kg

Memerlukan 100 – 150 mg setiap kali pemberian.

a.

Anda mungkin juga menyukai