Anda di halaman 1dari 8

Golongan benzodiazepin

Sifat Farmakologis

Pada umumnya, semua efek benzodiazepin dihasilkan oleh kerjanya pada sistem saraf
pusat (SSP). Efek – efek ini yang palin dominan adalah sedasi, hipnosis, penurunan ansietas,
relaksasi otot, anterograde amnesia, dan aktivitas antikonvulsan. Hanya 2 efek obat ini yang
dihasilkan dari kerja perifer: vasodilatasi koroner, tampak setelah pemberian intravena
benzodiazepin tertentu pada dosis terapeutik, dan blokade neuromuskular, hanya tampak pada
dosis yang sangat tinggi.

Sejumlah efek mirip-benzodiazepin diklasifikasikan sebagai efek agonis penuh (yaitu,


obat yang benar-benar menyerupai benzodiazepin, seperti diazepam dengan okupansi fraksional
pada situs ikatan yang relatif rendah ) atau efek agonis parsial ( yakni, menghasilkan efek
maksimal yang kurang kuat dan/atau memrlukan okupansi fraksional yang relatif tinggi
dibandingkan dengan senyawa seperti diazepam). Beberapa senyawa menghasilkan efek yang
berlawanan dengan efek diazepam ketika tidak ada agonis mirip-benzodiazepin dan disebut
sebagai agonis balik; agonis balik parsial juga telah dikeahui. Sebagian besar efek agonis balik
dapat dikembalikan atau dicegah oleh antagonis benzodiazepin flumazenil, yang berkompetisi
dengan agonis dan agonis balik untuk berikatan dengan reseptor GABAA.

SISTEM SARAF PUSAT. Ketika benzodiazepin memengaruhi aktivitas pada semua


tingkat neraksis, beberapa struktur dipengaruhi secara khusus. Benzodiazepin tidak
menyebabkan depresi neuronal pada tingkatan yang sama seperti barbiturat dan anestetik volatil.
Meskipun benzodiazepin mempunyai sifat farmakologis yang mirip, sehingga selektivitas dan
penggunaan obat ini secara klinis berbeda.

Seiring peningkatan dosis benzodiazepin, sedasi berkembang menjadi hipnosis dan


kemudian menjadi keadaan tidak sadar (stupor). Literatur klinis sering menyebut efek “anestetik”
dan penggunaan benzodiazepin tertentu, terapi obat tersebut tidak menyebabkan anestesi umum
yang sesungguhnya karena biasanya masih tetap sadar, dan relaksasi yang memadai untuk
memungkinkan pelaksanaan operasi tidak dapat dicapai. Akan tetapi, pada dosis ‘praanestetik’
terjadi amnesia untuk peristiwa-peristiwa setelah pemberian obat ini, kemungkinan
menimbulkan ilusi akibat anestesi sebelumnya. Pemisahan kerja ansiolitik benzodiazepin dari
efek sedatif-hipnotiknya merupakan suatu masalah; pengukuran ansietas dan sedasi sulit
dilakukan pada manusia, dan validitas pada model hewan untuk ansietas dan sedasi tidak
diketahui.

Toleransi terhadap Benzodiazepin; Selektivitas

Meskipun sebagian besar pasien yang mengonsumsi benzodiazepin secara terus menerus
melaporkan bahwa kantuk berkurang setelah beberapa hari, toleransi terhadap gangguan
beberapa parameter gerakan psikomotorik ( contohnya, mengikuti jejak secara visual)
umumnya tidak terlihat. Berkembangnya toleransi terhadap efek ansiolitik benzodiazepin
masih diperdebatkan. Beberapa benzodiazepin menginduksi hipotonia otot tanpa
menganggu pergerakan normal dan dapat mengurangi kekakuan pada pasien dengan
serebral palsi. Berlawanan dengan efek pada hewan, hanya terdapat selektivitas terbatas
pada manusia. Klonazepam pada dosis nonsedatif memang menyebabkan relaksasi otot,
tetapi diazepam dan kebanyakan benzodiazepin lainnya tidak. Toleransi obat-obat ini
terjadi pada efek relaksan otot dan ataksia.

Melalui eksperimen, benzodiazepin menghambat bebrapa tipe aktivitas seizure.


Klonazepam, nitrzepam, dan nordazepam mempunyai aktivitas antikonvulsan yang lebih
selektif daripada benzodiazepin lain. Benzodiazepin juga menekan seizure akibat reaksi
putus-etanol pada manusia. Akan tetapi, berkembangnya toleransi terhadap efek
antikonvulsan membatasi penggunaan benzodiazepin pada penanganan gangguan seizure
kambuhan.

Hanya analgesia sementara yang tampak nyata pada manusia setelah pemberian
benzodiazepin melalui intravena. Efek tersebut sesungguhnya dapat terlibat dalam
terjadinya amnesia. Tidak seperti barbiturat, benzodiazepin tidak menyebabkan
hiperalgesia.

Efek pada Elektroensefalogram dan Tahapan Tidur

Efek benzodiazepin pada elektroensefalogram (EEG) dalam keadaan terjaga serupa


dengan efek oat sedatif-hipnotik lain. Aktivitas alfa menurun, tetapi terdapat peningkatan
pada aktivitas cepat tegangan-rendah. Toleransi terjadi pada efek-efek ini.

Kebanyakan benzodiazepin mengurangi waktu laten tidur, terutama saat pertama


kali digunakan, dan mengurangi jumlah bangun dan waktu yang dihabiskan pada tahap 0
(tahap bangun sepenuhnya). Waktu pada tahap 1 (kantuk menurun) umumnya menurun
dan terjadi penurunan yang nyata pada waktu yang dihabiskan untuk tidur gelombang-
lambat (tahap 3 dan 4). Sebagian besar benzodiazepin meningkatkan waktu dari onset
spindle sleep (lonjakan aktivitas pada frekuensi sekitar 14 per detik, terlihat pada
elektroensefalogram saat tidur awal dan dangkal) hingga lonjakan tidur rapid-eye-
movement (REM). Waktu yang dihabiskan dalam tidur REM biasanya berkurang, tetapi
jumlah siklus tidur REM biasanya meningkat, kebanyakan di akhir waktu tidur. Zolpidem
dan zaleplon menekan tidur REM ke tingkat lebih rendah sehinffa lebih unggul daripada
benzodiazepin sebagai hipnotik.

Pemberian benzodiazepin biasanya meningkatkan waktu tidur total, kebanyakan


disebabkan oleh peningkatan waktu yang dihabiskan pada tahap 2 (fraksi utama tidur
non-REM). Efek paling kuat terjadi pada subjek dengan waktu tidur awal terpendek.
Walaupun jumlah siklus REM meningkat, jumlah perubahan ke tahapan tidur yang lebih
ringan (1 dan 0) dan jumlah pergerakan tubuh berkurang. Pada waktu malam, puncak
sekresi hormon pertumbuhan, prolaktin, dan hormon lutein tidak dipengaruhi. Selama
penggunaan benzodiazepin secara kronis pada malam hari, efek pada berbagai tahap tidur
umumnya berkurang setelah beberapa malam. Setelah obat dihentikan, pola perubahan
dalam parameter tidur yang diinduksi obat dapat “kembali”, dengan peningkatan jumlah
dan densitas tidur REM. Jika dosis tidak berlebih, pasien biasanya hanya mengalami
pemendekan waktu tidur dan bukan insomnis yang memburuk.

Benzodiazepin umumnya memberikan perasan tidur yang lelap atau


menyegarkan. Efek pada parameter tidur yang memengaruhi perasaan ini belum jelas.
Akibatnya, variasi sifat darmakokinetik tiap benzodiazepin merupakan penentu yang jauh
lebih penting untuk efek senyawa ini pada tidur daripada perbedaan sifat farmakodinamik
yang potensial.

Target Molekuler untuk Kerja Benzodiazepin di SSP

Benzodiazepin umumnya memberikan sebagian besar efeknya dengan berinteraksi dengan


reseptor neurotransmier inhibitori yang diaktivasi secara langsung oleh GABA. Benzodiazepin
bekerja pada reseptor GABAA (tetapi tidak pada reseptor (ionotropik) [metabotropik] GABAB
[GPCR]) dengan berikatan pada situs tertentu yang ebrbeda dengan ikatan GABA. Tidak seperti
barbiturat, benzodiazepin tidak mengaktivasi reseptor GABAA secara langsung, namun
memerlukan GABA untuk mengeluarkan efeknya; dengan kata lain, senyawa benzodiazepin
hanya memodulasi efek GABA. Benzodiazepin dan senyawa sejenis dapat bekerja sebagai
agonis, antagonis, atau agonis balik pada situs pengikatan-benzodiazepin pada reseptor GABAA.
Agonis pada situs pengikatan-benzodiazepin menggeser kurva konsentraasi-respons GABA ke
kiri, menaikkan jumlah arus klorida yang dihasilkan oleh aktivasi reseptor-GBAA; agonis balik
menggeser kurva ke kanan, menurunkan efek GABA pada konsentrasi tertentu. Kedua efek ini
diblok oleh anagonis pada situs pengikaan-benzodiazepin. Antagonis murni (contohnya,
flumazenil) yang bekerja sendiri pada situs ikatan ini tidak memengaruhi fungsi reseptor-
GABAA, tetapi dapat membalikkan efek benzodiazepin dosis tinggi. Efek benzodiazepin pada
perilaku dan elekrofisiologis juga dapat dikurangi atau dicegah dengan penanganan sebelumnya
menggunakan antagonis pada situs pengikatan-GABA (misalnya, bikukulin).

RESPIRASI. Benzodiazepin pada dosis hipnotik tidak berefek pada pernapasan subjek
dewasa normal, tetapi perhatian khusus harus diberikan pada pengobatan anak-anak dan individu
dengan gangguan fungsi hati (contohnya, pecandu alkohol). Pada dosis yang lebih tinggi, seperti
saat digunakan untuk pengobatan pra anestetik atau untuk endoskopi, benzodiazepin sedikit
mendepresi ventilasi alveoli dan menyebabkan asidosis respiratori sebagai akibat penurunan
hipoksik dan bukan hypercapnic driver, efek-efek ini diperparah pada pasien dengan penyakit
pulmoner obstruktif kronis (chronic obstructive pulmonary disease, COPD), dan hipoksia alveoli
dan/atau keracunan CO2 dapat terjadi. Obat-obat ini dapat menyebabkan apnea selama anestesi
atau ketika diberikan bersama opioid. Pasien yang mengalami keracunan benzodiazepin parah
hanya memerlukan bantuan pernapasan ketika mereka juga menelan obat depresan-SSP lain,
umumnya etanol.

Sebaliknya, benzodiazepin pada dosis hipnotik dapat memperburuk gangguan pernapasan


saat tidur dengan memberikan efek berlawanan pada pengaturan otot saluran napas bagian atas
atau dengan menurunkan respons ventilasi terhadap CO2. Efek penurunan respons ventilasi
terhadap CO2 dapat menyebabkan hipoventilasi dan hipoksemia pada beberapa pasien dengan
COPD parah, meskipun benzodiazepin dapat memperbaiki tidur dan struktur tidur dalam
beberapa kejadian. Pada pasien dengan apnea tidur obstruktif, benzodiazepin pada dosis hipnotik
dapat memperburuk episode apnea pada hipoksia alveoli, hipertensi pulmoner, dan beban
ventrikular jantung. Perhatian harus diberikan pada pasien yang sering mendengkur: obstruksi
saluran napas parsial dapat berkembang menjadi obstructive sleep apnea (OSA) di bawah
pengaruh obat-obat ini.

ABSORPSI,NASIB, DAN EKSKRESI. Sifat fisikokimia dan farmakokinetik


benzodiazepin memengaruhi penggunaan klinisnya. Semua senyawa ini memiliki koefisien
distribusi lipid-air yang tinggi dalam bentuk tidak terionisasi; meskipn demikian, lipofilisitas
bervariasi lebih dari 50 kali lipat berdasarkan polaritas dan elekronegativitas berbagai substituen.

Semua benzodiazepin diabsorpsi seluruhnya, kecuali klorazepat, obat ini didekarboksilasi


secara cepat oleh getah lambung menjadi N-desmetildiazepam (nordazepam), yang kemudian
diabsorpsi seluruhnya. Beberapa benzodiazepin (contohnya, prazepam dan flurazepam)
mencapai sirkulasi sistemik hanya dalam bentuk metabolit aktif.

Obat yang aktif pada reseptor benzodiazepin dapat dibagi menjadi 4 kelompok
berdasarkan waktu paruh eliminasinya: (1) kerja sangat pendek; (2) kerja pendek (t1/2 < 6
jam):triazolam, obat nonbenzodiazepin zolpidem (t1/2 ~2 jam), dan zopiklon (t1/2 = 5-6 jam); (3)
kerja-sedang (t1/2 = 6-24 jam): estazolam dan temazepam; dan (4) kerja-panjang (t1/2 >24 jam):
flurazepam, diazepam, dan kuazepam.

Tingkat ikatan benzodiazepin dan metabolitnya dengan protein plasma berhubungan


dengan kelarutan dalam lipid dan dengan rentang dari ~70% (alprazolam) hingga mendekati
99% (diazepam). Konsentrasi pada cairan serebrospinal hampir sama dengan konsentrasi obat
bebas di dalam plasma. Tterjadi ambilan benzodiazepin secara cepat ke dalam otak dan organ
banyak terperfusi lainnya setelah pemberian intravena (atau pemberian oral senyawa yang cepat
terabsorpsi), diikuti oleh redistribusi ke jaringan yang lebih sedikit terperfusi (misalnya, otot dan
lemak). Redistribusi paling cepat pada obat dengan kelarutan dalam lipid yang tinggi. Pada
regimen yang digunakan untuk sedasi pada malam hari, kecepatan redistribusi kadang
mempunyai pengaruh yang lebih besar daripada kecepatan biotransformasi pada durasi efek SSP.
Kinetika redistribusi benzodiazepin lipofilik (contohnya, diazepam) dikomplikasi oleh sirkulasi
enterohepatik. Volume distribusi benzodiazepin besar dan dalam banyak kaasus meningkat pada
pasien lansia. Obat-obat ini dapat menembus sawar plasenta dan disekresikan ke ASI.
Benzodiazepin dimetabolisme secara ekstensif oleh CYP, terutama CYP 3A4 dan 2C19.
Beberapa benzodiazepin (contohnya, oksazepam) dikonjugasi secara langsung. Eritromisin,
klaritromisin, ritonavir, itrakonazol, ketokonazol, nefrazodon, dan jus grapefruit merupakan
inhibitor CYP 3A4 dan dapat memengaruhi metabolisme benzodiazepin. Karena metabolit aktif
beberapa benzodiazepin dibiotransformasi lebih lambat daripada senyawa induknya, durasi kerja
berbagai benzodiazepin hanya sedikit berkaitan dengan t1/2 eliminasi obat yang diberikan
(contohnya, t1/2 flurazepam dalam plasma ~2jam, tetapi t1/2 metabolit aktif utamanya, yaitu N-
desalkilflurazepam, ~50 jam). Sebaliknya, kecepatan biotransformasi senyawa yang diinaktivasi
oleh reaksi awal merupakan penentu yang penting dalam durasi kerjanya; senyawa – senyawa ini
meliputi midazolam. Metabolisme benzodiazepin terjadi dalam 3 tahap utama. Pada umumnya,
substituen pada posisi 1 (atau 2) cincin diazepin diputuskan atau dimodifikasi secara cepat untuk
membentuk metabolit yang umumnya aktif secara biologis; kemudian posisi 3 dihidroksilasi
secara lebih lambat, menghasilkan derivat yang umumnya aktif; akhirnya, senyawa 3-OH
dikonjugasi oleh asam glukoronat menjadi produk inaktif.

Karena benzodiazepin tidak menginduksi sintesis CYP hepatik secara signifikan,


pemberian benzodiazepin secara terus menerus biasanya tidak mengakibatkan percepatan
metabolisme benzodiazepin atau zat lain. Simetidin dan kontrasepsi oral menghambat N-
dealkilasi dan 3-hidroksilasi benzodiazepin, dan juga etanol, isoniazid, dan fenitoin
dalam tingkat yang lebih rendah. Reaksi ini umumnya direduksi ke tingkat yang lebih
tinggi pada pasien lansia dan pada pasien dengan penyakit hati kronis dibandingkan
reaksi yang melibatkan konjugasi.

Senyawa hipnotik yang ideal mempunyai onset kerja cepat ketika diminum pada saat
akan tidur, suatu kerja berkesinambungan yang cukup untuk memudahkan tidur sepanjang
malam, dan tidak ada sisa efek keesokan paginya. Triazolam secara teoritis paling mendekati
deskripsi ini. Triazolam secara teoritis paling mendekati deskripsi ini. Karena kecepatan
eliminasi yang cepat, termasuk insomnia pada pagi hari yang dialami oleh beberapa pasien dan
kecenderungan kambuhnya insomnia yang lebih besar pada saat obat dihentikan. Dengan
pemilihan dosis yang tepat, flurazepam dan benzodiazepin lain yang memiliki kecepatan
eliminasi lebih lambat daripada triazolam dapat digunakan secara efektif.

EFEK YANG TIDAK DIINGINKAN. Pada saat konsentrasi puncak dalam plasma,
dosis hipnotik benzodiazepin menyebabkan berbagai tingkat pusing, lesu, peningkatan waktu
reaksi, inkoordinasi motorik, gangguan fungsi mental dan motorik, kebingunan, dan anterograde
amnesia. Kognitif kurang dipengaruhi dibandingkan kinerja motorik. Semua efek ini dapat
menyebabkan gangguan saat mengemudi dan kemampuan psikomotorik lain, terutama jika
dikombinasi dengan etanol. Efek residual terkait-dosis ini dapat perlahan-lahan membahayakan
karena kebanyakan subjek tidak memperdulikan tingkatan tingkatan gangguannya. Intensitas dan
insiden terjadinya toksisitas SSP umumnya meningkat seiring bertambahnya usia.
Efek samping lain yang cukup umum adalah lemah, sakit kepala, penglihatan kabur,
vertigo, mual dan muntah, distres epigastrik, dan diare; nyeri sendi, nyeri dada dan inkotinensi
sangat jarang terjadi. Antikonvulsan benzodiazepin kadang meningkatkan frekuensi seizure pada
pasien epilepsi.

Efek Fisiologis yang Merugikan

Benzodiazepin dapat menyebabkan efek parodoksal. Flurazepam kadang meningkatkan


insiden insiden mimpi buruk – terutama selama minggu pertama penggunaan – dan kadang
menyebabkan bicara yang tidak jelas, ansietas, mudah tersinggung, takikardia, dan berkeringat.
Amnesia, euforia, gelisah, halusinasi, dan perilaku hipomania telah dilaporkan terjadi selama
penggunaan berbagai benzodiazepin. Perilaku aneh dan ganjil yang tidak terkendali terjadi pada
pengguna lainnya; kebencian dan kemarahan juga dapat timbul pada pengguna lain; ini
diangggap sebagai reaksi disinhibisi atau diskontrol. Paranoid, depresi, dan keinginan bunuh diri
juga kadang menyertai pengunaan senyawa ini. Reaksi paradoksal atau atau disinhibisi tersebut
jarang terjadi dan tampaknya berkaitan dengan dosis. Karena adanya laporan peningkatan
insiden terjadinya kebingunan dan perilaku abnormal, triazolam telah dilarng di Inggris,
meskipun FDA menyatakan bahwa triazolam aman efektif pada dosis rendah 0,125-0,25 mg.
Survei di Inggris setelah pelarangan tersebut ditemukan bahwa efek samping yang terjadi tidak
berkurang meskipun terapi telah diganti.

Penggunaan benzodiazepin secara terus menerus memiliki risiko berkembangnya


ketergantungan dan penyalahgunaan, tetapi tidak seperti yang terlihat pada sedaktif yang lebih
lama dan obat-obat yang disalahgunakan lainnya. Ketergantungan ringan dapat dialami pada
pasien yang telah mengonsumsi benzodiazepin pada dosis terapeutik secara regular untuk
periode yang panjang. Gejala reaksi putus-obat yang terjadi ialah intensifikasi sementara pada
masalah yang terjadi karena penggunaan senyawa ini (misalnya, insomnia atau ansietas).
Disforia, mudah tersinggung, berkeringat, mimpi yang tidak menyenangkan, tremor, anoreksia,
dan pingsan atau pening juga dapat muncul, terutama ketika reaksi putus-obat benzodiazepin
terjadi secara tiba-tiba; akan lebih baik jika dosis diturunkan secara bertahap untuk
menghentikan terapi. Meskipun dmeikian, benzodiazepin merupakan obat yang relatif aman.
Dosis besar obat ini jarang berakibat fatal kecuali jika ada obat lain yang dikonsumsi secara
bersamaan, dan koma jarang terjadi jika tidak ada depresan SSP (misalnya, etanol). Meskipun
overdosis benzodiazepin jarang menyebabkan depresi kardiovaskular atau pernapasan yang
parah, dosis terapeutik dapat membahayakan pernapasan lebih lanju pada pasien dengan COPD
atau OSA. Penyalahgunaan benzodiazepin meliputi pemakaian flunitrazepam sebagai obat
pemerkosaan.

Efek Merugikan dan Interaksi Obat

Berbagai reaksi alergi, hepatotoksik, dan hematologik terhadap benzodiazepin dapat


terjadi, tetapi kejadian insidennya rendah; reaksi ini berkaitan dnegan penggunaan flurazepam
dan triazolam, tetapi tidak dengan temazepam. Dosis besar yang dikonsumi sesaat sebelum atau
selama persalinan dapat menyebabkan hipotermia, hipotonia, dan depresi pernapasan ringan pada
neonatus. Penyalahgunaan oleh ibu hamil dapat menyebabkan sindrom reaksi putus-obat pada
bayi baru lahir.

Kecuali efek adiktif dengan obat sedatif atau hipnotik lain, laporan tentang interaksi
farmakodinamik yang paling penting secara klinis antara benzodiazepin dan obat lain jarang ada.
Etanol meningkatkan kecepatan absorpsi benzodiazepin dan depresi SSP yang terkait.
Kombinasi valproat dan benzodiazepin dapat menyebabkan episode psikotik.

1. Tabel obat golongan benzodiazepine

Obat antianxietas

Nama obat Indikasi u/ Kontraindikasi Efek samping Dosis


Alprazolam Untuk Ibu hamil Kantuk, 3 0,5-10 mg/2-4
pengobatan gastrointestinal, kali sehari
ansietas jangka pusing
panjang
chlordiazepoxide Agitasi,tremor, Ib hamil Dizziness, 10-150 mg/2-4
ansietas ataksia, kali sehari
disorientasi,
amnesia retrogad
Diazepam Agitasi,tremor, Akut gloukoma, Pemberian 2-40 mg/2x
ansietas ibu hamil IVhipotensi, sehari
depresi nafas,
sakitb kepala,
dizziness,
tremor,
konstipasi,
gangguan tidur
Oxazepam Agitasi,tremor, Hepatotoksik, 15-120 mg/2-4
ansietas untuk diskariasis darah kali sehari
pasien penyakit
liver
Triazolam sedasi,insomnia Hamil Amnesia, 0.125 mg
antiansietas ataksia, bingung,
g3 mood
Lorazepam Antikonvulsi, Hamil Lesu, pusing, 1-6/3x hari
hypnosis, ataksia,sedasi
antiansietas
klonazepam Kejang, petit Ibu hamil Dizziness,
mal, anxietas kehilangan
jangka pendek orientasi,
depresi, sakit
kepala

Anda mungkin juga menyukai