Sifat Farmakologis
Pada umumnya, semua efek benzodiazepin dihasilkan oleh kerjanya pada sistem saraf
pusat (SSP). Efek – efek ini yang palin dominan adalah sedasi, hipnosis, penurunan ansietas,
relaksasi otot, anterograde amnesia, dan aktivitas antikonvulsan. Hanya 2 efek obat ini yang
dihasilkan dari kerja perifer: vasodilatasi koroner, tampak setelah pemberian intravena
benzodiazepin tertentu pada dosis terapeutik, dan blokade neuromuskular, hanya tampak pada
dosis yang sangat tinggi.
Meskipun sebagian besar pasien yang mengonsumsi benzodiazepin secara terus menerus
melaporkan bahwa kantuk berkurang setelah beberapa hari, toleransi terhadap gangguan
beberapa parameter gerakan psikomotorik ( contohnya, mengikuti jejak secara visual)
umumnya tidak terlihat. Berkembangnya toleransi terhadap efek ansiolitik benzodiazepin
masih diperdebatkan. Beberapa benzodiazepin menginduksi hipotonia otot tanpa
menganggu pergerakan normal dan dapat mengurangi kekakuan pada pasien dengan
serebral palsi. Berlawanan dengan efek pada hewan, hanya terdapat selektivitas terbatas
pada manusia. Klonazepam pada dosis nonsedatif memang menyebabkan relaksasi otot,
tetapi diazepam dan kebanyakan benzodiazepin lainnya tidak. Toleransi obat-obat ini
terjadi pada efek relaksan otot dan ataksia.
Hanya analgesia sementara yang tampak nyata pada manusia setelah pemberian
benzodiazepin melalui intravena. Efek tersebut sesungguhnya dapat terlibat dalam
terjadinya amnesia. Tidak seperti barbiturat, benzodiazepin tidak menyebabkan
hiperalgesia.
RESPIRASI. Benzodiazepin pada dosis hipnotik tidak berefek pada pernapasan subjek
dewasa normal, tetapi perhatian khusus harus diberikan pada pengobatan anak-anak dan individu
dengan gangguan fungsi hati (contohnya, pecandu alkohol). Pada dosis yang lebih tinggi, seperti
saat digunakan untuk pengobatan pra anestetik atau untuk endoskopi, benzodiazepin sedikit
mendepresi ventilasi alveoli dan menyebabkan asidosis respiratori sebagai akibat penurunan
hipoksik dan bukan hypercapnic driver, efek-efek ini diperparah pada pasien dengan penyakit
pulmoner obstruktif kronis (chronic obstructive pulmonary disease, COPD), dan hipoksia alveoli
dan/atau keracunan CO2 dapat terjadi. Obat-obat ini dapat menyebabkan apnea selama anestesi
atau ketika diberikan bersama opioid. Pasien yang mengalami keracunan benzodiazepin parah
hanya memerlukan bantuan pernapasan ketika mereka juga menelan obat depresan-SSP lain,
umumnya etanol.
Obat yang aktif pada reseptor benzodiazepin dapat dibagi menjadi 4 kelompok
berdasarkan waktu paruh eliminasinya: (1) kerja sangat pendek; (2) kerja pendek (t1/2 < 6
jam):triazolam, obat nonbenzodiazepin zolpidem (t1/2 ~2 jam), dan zopiklon (t1/2 = 5-6 jam); (3)
kerja-sedang (t1/2 = 6-24 jam): estazolam dan temazepam; dan (4) kerja-panjang (t1/2 >24 jam):
flurazepam, diazepam, dan kuazepam.
Senyawa hipnotik yang ideal mempunyai onset kerja cepat ketika diminum pada saat
akan tidur, suatu kerja berkesinambungan yang cukup untuk memudahkan tidur sepanjang
malam, dan tidak ada sisa efek keesokan paginya. Triazolam secara teoritis paling mendekati
deskripsi ini. Triazolam secara teoritis paling mendekati deskripsi ini. Karena kecepatan
eliminasi yang cepat, termasuk insomnia pada pagi hari yang dialami oleh beberapa pasien dan
kecenderungan kambuhnya insomnia yang lebih besar pada saat obat dihentikan. Dengan
pemilihan dosis yang tepat, flurazepam dan benzodiazepin lain yang memiliki kecepatan
eliminasi lebih lambat daripada triazolam dapat digunakan secara efektif.
EFEK YANG TIDAK DIINGINKAN. Pada saat konsentrasi puncak dalam plasma,
dosis hipnotik benzodiazepin menyebabkan berbagai tingkat pusing, lesu, peningkatan waktu
reaksi, inkoordinasi motorik, gangguan fungsi mental dan motorik, kebingunan, dan anterograde
amnesia. Kognitif kurang dipengaruhi dibandingkan kinerja motorik. Semua efek ini dapat
menyebabkan gangguan saat mengemudi dan kemampuan psikomotorik lain, terutama jika
dikombinasi dengan etanol. Efek residual terkait-dosis ini dapat perlahan-lahan membahayakan
karena kebanyakan subjek tidak memperdulikan tingkatan tingkatan gangguannya. Intensitas dan
insiden terjadinya toksisitas SSP umumnya meningkat seiring bertambahnya usia.
Efek samping lain yang cukup umum adalah lemah, sakit kepala, penglihatan kabur,
vertigo, mual dan muntah, distres epigastrik, dan diare; nyeri sendi, nyeri dada dan inkotinensi
sangat jarang terjadi. Antikonvulsan benzodiazepin kadang meningkatkan frekuensi seizure pada
pasien epilepsi.
Kecuali efek adiktif dengan obat sedatif atau hipnotik lain, laporan tentang interaksi
farmakodinamik yang paling penting secara klinis antara benzodiazepin dan obat lain jarang ada.
Etanol meningkatkan kecepatan absorpsi benzodiazepin dan depresi SSP yang terkait.
Kombinasi valproat dan benzodiazepin dapat menyebabkan episode psikotik.
Obat antianxietas