Anda di halaman 1dari 14

h.

TOKSOPLASMOSIS

Toxsoplasma gondii, suatu protozoa intraseluler obligat, di dapat


per oral, secara transplasenta, atau jarang, secara parenteral pada
kecelakaan laboratorium, melalui transfusi, atau dari organ yang
ditransplantasi. Pada anak dengan imunologis normal, infeksi akut di
dapat, mungkin tidak bergejala, menyebabkan limfadenofati, atau
kerusakan hampir setiap organ. Sekali terkena, organisme berkista laten
selama seumur hidup hospes. Pada bayi atau anak-anak dengan gangguan
imun, perolehan akut atau rekrudesens organisme laten paling sering
menyebabkan tanda-tanda atau gejala-gejala yang dihubungkan dengan
sistem saraf sentral (SSS). Infeksi ynag diperoleh secara kongenital. Jika
tidak diobati, hampir selalu menimbulkan tanda-tanda dan gejala-gejala
pada masa perinatal atau pada kehidupan dikemudian. Tanda-tanda yang
paling sering adalah karena korioretinitis dan lesi SSS. Namun,
manifestasi lain seperti, retardasi pertumbuhan intrauterin, demam,
limfadenopati, ruam, kehilangan pendenfaran, peunomitis, hepatis, dan
trobositooenia, juga terjadi. Toksoplasmosis kongenital pada bayi dengan
infeksi virus imunodefisisensi manusia (HIV) dapat fulminan. (Behrman,
2008)

a. ETIOLOGI

Toxsoplasma gondii adalah protozoa koksidia. Takizoitnya


oval atau seperti bulan sabit, bermutiplikasi hanya dalam sel hidup, dan
berukuran 2,4 X 4-7µm. Kista jaringan, yang berdiameter 10-100µm,
dapat mengandung beribu-ribu parasit dan menetap dalam jaringan,
terutama SSS dan otot skelet serta otot jantung, sepanjang umur hospes
tersebut. Toxoplasma dapat memperbanyak diri dalam semua jaringan
mamalia dan burung, dan spektrum penyakitnya diekspresikan dengan
kesamaan yang luar biasa pada berbagai spesies hospes. (Behrman,
2008)
Kucing yang baru terinfeksi dan felidae lain mengekresi
ookista toxoplasma dalam tinjanya. Ookista adalah infeksius.
Toxoplasma diperoleh kucing yang rentan dengan menelan daging
terinfeksi yang mengandung bradizoit dalam kista atau menelan
ookista atau dengan menelan ookista yang diekskresikan oleh kucing
lain yang baru terinfeksi. Parasit kemudian bermutiplikasi melalui
siklus skizogonik dan gametogonik pada epitel ileum distal usus
kucing. Ookista yang mengandung dua sporokista diekskresi, dan pada
keadaan suhu dan kelembaban yang tepat, setiap sporokista matang
menjadi empat sporozoit. Dalam sekitar 2 minggu kucing

mengekskresikan - ookista setiap hari, yang pada


lingkungan yang cocok, dapat mempertahankan kehidupannya selama
setahun atau lebih. Ookista dapat membentuk spora 1-5 harisesudah
ekskresi dan kemudian infeksius. Ookista mati dalam pengeringan,
pendidihan, dan pemajanan pada beberapa bahan kimia kuat, tapi
pemutih tidak dapat membunuhnya. Ookista telah diisolasi dari tanah
dan pasir yang sering didatangi kucing, dan wabah yang dihubungkan
dengan air yang terkontaminasi telah dilaporkan. Ookista dan kista
jaringan merupakan sumber infeksi binatang dan manusia. (Behrman,
2008)

b. EPIDEMIOLOGI

Infeksi Toxoplasma ada dimana-mana pada binatang dan


merupakan salah satu infeksi laten manusia yang paling lazim
diseluruh dunia. Insidennya sangat bervariasi pada orang-orang dan
binatang pada berbagai daerahgeografis. Titer antibodi yang bermakna
telah dideteksi pada 50-80% penghunibeberapa lokasi dan pada kurang
dari 5% pada yang lain. Prevalesnsi infeksi yang lebih tinggi biasanya
terjadi pada daerah beriklim panas dan basah. (Berhman, 2008)

Infeksi biasanya diperoleh melalui rute oral melalui daging


kurang dimasak atau mentah yang mengandung kista atau dengan
menelan ookista. Daging beku sampai -20˚C atau memanaskannya
sampai 66˚C membuat kista tidak infeksius. Kecuali pada infeksi
transplasenta dari ibu ke janin biasanya jarang, oleh organ transplan
atau transfusi, Toxsoplasma tidak ditularkan dari orang ke orang.
Penularan pada janin biasanya infeksi diperoleh pada ibu yang secara
imunologis normal selama masa kehamilannya. Penularan kongenital
dari ibu yang secara imunologis normal, yang terinfeksi sebelum
kehamilan adalah sangat jarang. Wanita dengan gangguan imun
dengan infeksi kronis menularkan infeksi pada janinnya. Insiden
infeksi kongenital di Amerika Serikat berkisar dari 1/1.000 sampai
1/8.000 kelahiran hidup. Insiden infeksi didapat yang baru pada wanita
hamil tergantung pada resiko menjadi terinfeksi dalam daerah
geografik khusus tersebut dan proporsi populasi yang belum pernah
terinfeksi. (Berhman, 2008)

Resipien transplan seronegatif yang menerima organ


(misalnya, jantung atu ginjal) dari resipien seropositif telah
menimbulkan penyakit yang mengancam jiwa sehingga memerlukan
terapi. Pada resipien seropositif timbul kenaikan titer serologis tanpa
penyakit yang menyertai bila tidak diobati. (Berhman, 2008)

c. PATOLOGI

Pada pembentukan toksoplasmosis kongenital dan di dapat


akut, perubahan histologis dapat terjadi pada hampir semua jaringan.
Pada bentuk kongeital, perubahan demikian terutama sering pada SSS,
retina , dan koroid, rotinokoroiditis terjadi kadang-kadang pada
toksoplasmosis didapat. Selama infeksi laten, Toxoplasma di jaringan
ditemukan sebagai kista dengan sedikit atau tanpa disertai reaksi
jaringan. Pada infeksi akut, intraseluler, dan di daerah nekrosis,
takizoit ekstraseluler mungkin ditemukan. Daerah nekrosis yang
menyeluruh atau mikroskopis terdapat pada banyak jaringan, terutama
jantung, paru-paru, otot skelet, hati, dan limpa. Daerah klasifikasi
terjadi dalam otak penderita dengan toksoplasmosis kengenital.
Sebagai tambahan, vaskulitis periakuaduktus dan periventrikuler, dan
nekrosis dengan pengelupasan jaringan otak dapat menyebabkan
obtruksi akuaduktus Sylvii atau foramen akuaduktus Sylvii dapat juga
terjadi sesudah masa perinatal. (Berhman,2008)

Pada toksoplasmosis limfadenopati akut didapat, perubahan


limfonodi khas meliputi hiperplasia folikuler reaktif dengan kluster
histiosit epiteliolid tidak teratur, yang melampaui dan mengaburkan
batas pusat germinativum. Juga terjadi distensi sinus setempat dengans
sel monosit. Pemerksaan plasenta neonatus yang terinfeksi dapat
menunjukkan radang kronis dan kista. Takozoit dapat dilihat dengan
pewarnaan Wright atau Giemsa, tetapi paling baik ditunjukkan dengan
teknik imunoperiksidase. Pewarnaan kista jaringan baik dengan Acid-
Schift periodik (ASP) dan perak seperti juga dengan teknik
imunoperoksidase. (Berhman, 2008)

d. PATOGENESIS

Toxoplasma gondii biasanya didapat oleh anak dan orang


dewasa karena memakan makanan yang mengandung kista atau yang
terkontaminasi ookista. Pada banyak daerah di dunia, sekitar 5-35%
daging babi, 9-60% dambing, dan 0-9% daging sapi mengandung T.
Gondii. Ookista ditelan pada bahan yang terkontaminasi oleh tinja dari
kucing yang terinfeksi akut. Ookista juga mungkin dipindahkan pada
makanan oleh lalat dan kecoa. Bila organisme tertelan, bradizoit
terlepas dari kista atau sporozoit dari ookista, dan organisme kemudian
masuk sel saluran percernaan. Mereka memperbanyak diri, sel pecah,
dan menginfeksi sel yang berdekatan. Mereka dipindahkan melalui
vasa limfatika dan menyebar secara hematogen ke seluruh tubuh.
Takizoit berproliferasi, menghasilkan fokus nekrotik yang dikelilingi
oleh reaksi seluler. Pada perkembangan respons imun normal (humoral
dan seluler), takizoit menghilang dari jaringan. Pada individu dengan
imunodefisiensi dan beberapa penderita yang tampak secara
imunologis normal, infeksi akut berkembang dan dapat menyebabkan
keterlibatan yang mungkin mematikan seperti pneumonitis,
miokarditis, atau esenfalitis nekrotika. Bentuk kista terjadi secepatnya
7 hari sesudah infeksi dan menetap sepanjang umur hospes. Mereka
sedikit atau tidak menimbulkan respons radang tetapi menyebabkan
penyakit berulang pada penderita dengan gangguan imun atau
kosioretinitis pada anak yang lebih tua yang telah mendapatkan infeksi
secara kongenital. (Berhman, 2008)

Bila ibu mendapat infeksi selama kehamilan, organisme


dapat menyebar secara hematogen ke plasenta. Bila hal ini terjadi,
infeksi dapat ditularkan pada janin secara parenteral atau selama
persalinan pervaginam. Jika infeksi didapat oleh ibu pada trimister
pertama dan tidak diobati, sekitar 17% janin terinfeksi, dan penyakit
pada bayi biasanya berat. Jika infeksi didapat oleh ibu pada trimister
ketiga dan tidak diobati, sekitar 65% janin terinfeksi dan
keterlibatannya ringan atau tidak tampak pada saat lahir. Perbedaan
frekuensi penularan ini paling mungkin akibat aliran darah plasenta,
visulensi dan jumlah T.gondii yang didapat, dan kemampuan
imunologis ibu membatasi parasitemia. (Berhman, 2008)

Hampir semua individu dengan infeksi kongenital


mempunyai tanda-tanda atau gejala-gejala infeksi, seperti koriretinitis,
pada remaja jika mereka tidak diobati pada masa neonatus. Beberapa
bayi yang terlibat infeksi kongenital yang lebih parah, tampak
limfositnya mengalami anergi antigen-spesifik Toxoplasma, yang
mungkin penting dalam patogenesis penyakitnya. Gamopati
monoklonal kelas IgG telah ditemukan pada bayi dengan infeksi
kongenital, dan kadar IgM dapat meningkatkan pada bayi baru lahir
dengan toksoplasmosis kongenital. Glomerulonefritis dengan
pengendapan IgM, fibrinoge, dan antigen Toxoplasma, telah
dilaporkan pada individu dengan infeksi kongenital, namun telah
dilaporkan bukan merupakan predileksi kearah infeksi terkait.
Predileksi kearah keterlibatan utama SSS dan mata pada infeksi
kongenital ini belum sepenuhnya terjelaskan. (Berhman, 2000)
Terdapat perubahan yang mendalam dan berkepanjangan
pada subpopulasi limfosit T selama infeksi T.gondii akut didapat. Hal
ini telah telah dikorelasikan dengan sindrom penyakit, tetapi tidak
dengan hasil akhir (outcome) penyakit. Beberapa penderita dengan
demam dan malaise yang lama mengalami limfositosis, bertambahnya
kadar sel-T supresor, dan menurunnya rasio sel-T helper terhadap sel-T
supresor. Penderita ini mungkin mempunyai lebih sedikit sel helper
walaupun mereka tidak bergejala. Pada beberapa penderita dengan
limfadenopati, jumlah sel helper menurun selama lebih dari 6 bulan
sesudah mulainya infeksi. Penderita asimtomatik juga dapat
mempunyai rasio subpopulasi sel-T yang abnormal. Beberapa
penderita dengan penyakit diseminata mengalami penurunann dengan
jumlah sel T yang sangat mencolok dan depresi yang berat dalam rasia
limfosit-T helper terhadap T-supresor. Pengosongan limfosit T induser
pada penderita dengan sindrom imunodefisiensi didapat (AIDS) dapat
turut menyebabkan manifestasi toksoplasmosis yang berat yang
ditemukan pada penderita ini. (Berhman, 2008)

e. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi Klinis Toksoplasmosis Kongenital : penularan


sekitar 50% wanita yang tidak di obati yang mendapat infeksi selama
kehamilan menularkan parasit pada janinnya, insiden penularan paling
sedikit pada awal kehamilan dan paling besra pada kehamilan akhir,
dan makin awal infeksi yang didapat oleh janin pada kehamilan, makin
lebih mungkin menimbulkan manifestasi janin yang berat. Tanda-tanda
dan gejala-gejala yang terkait dengan infeksi Toxoplasma didapat akut
pada wanita hamil adalah selama sama seperti tanda-tanda dan gejala
pada anak yang secara imunologis normal, paling sering adalah
limfadenopati. Infeksi kongenital dapat juga ditularkan oleh wanita
asimtomatik dengan imunosupresi (misalnya, mereka yang diobati
dengan kortikoseroid dan mereka dengan infeksi HIV). (Berhman,
2000)
Sitem Saraf Sentral : Manifestasi neurologis toksoplasmosis
kongenital bervariasi dari enselopati masif akut ke sindrom neurologis
yang tidak kentara. Toksoplasmosis harus dipikirkan sebagai penyebab
setiap penyakit neurologis yang tidak terdiagnosis pada anak dibawah
umur 1 tahun, terutama jika ada lesi retina. (Berhman, 2000)

Hidrosefalus mungkin merupakan satu-satunya manifestasi


neurologis klinis toksoplasmosis kongenital dan mungkin
terkompensasi atau memerlukan koreksi dengan pemasangan shunt.
Hidrosefalus mungkin muncul pada perinatal, berkembang sesudah
perinatal, atau jarang, muncul dikemudiaan hari. Pola kejang-kejang
berubah-ubah (protean) dan meliputi kejang motorik fokal, kejang-
kejang petit mal dan grand mal, otot menyentak-nyentak (twitching),
opistotonus dan hipsaritmia (yang dapat sembuh dengan terapi hormon
adrenokortikotropik [ACTH]). Keterlibatan spinal dan bulber mungkin
dimanifestasikan oleh paralisis tungkai, kerusakan dalam menelan dan
distres pernapasan. Mikrosefali biasanya menggambarkan kerusakan
otak berat, tetapi beberapa anak dengan mikrosefali karena dengan
toksoplasmosis kongenital, yang telah diobati, tampak berfungsi secara
normal pada umur-umur tahun pertama. Toksoplasmosis kongenital
yang tidak diobati yang bergejala pada umur 1 tahun, dapat
menyebabkan pengurangan yang banyak pada fungsi kognitif dan
keterlambatan perkembangan. Gangguan intelektual juga terjadi pada
beberapa anak dengan infeksi subklinis walaupun dilakukan
pengobatan dengan pirimentamin dan sulfanamid selama 1 bulan.
Kejang-kejang dan cacat motorik fokal dapat menjadi nyata selama
masa neonatus, walaupun infeksi pada saat lahir subklinis. (Berhman,
2008)

Kelainan cairan serebrospinal (CSS) terjadi pada sekurang-


kurangnya sepertiga bayi dengan toksoplasmosis kongenital. Produksi
lokal antibodi spesifik-T.gondii dapat ditunjukkan pada cairan CSS
individu dengan infeksi kongenital. CT scan otak yang diperkuat
dengan kontras berguna untuk mendeteksi kalsifikasi, menentukan
untuk ventrikel, mencitra sel radang aktif, dan menggambarkan
struktur kistik porensepalik. Kalsifikasi terjadi di seluruh otak, teetapi
tampaknya terdapat kecenderungan khusus perkembangan lesi
demikian pada nukleus kaudutus (yaitu, terutama daerah ganglia
basalis), pleksus koroid, dan subependim. Ultrasonografi berguna
untuk memantau ukuran ventrikel pada bayi dengan infeksi kongenital.
Pencitraan resonansi magnetik (MRI), CT dengan penguatan kontras,
dan skenradionukleotid otak dapat berguna untuk mendeteksi lesi
radang aktif. (Berhman, 2008)

Mata : Hampir pada semua individu dengan infeksi


kongenital yang tidak diobati akan berkembang lesi korioretina pada
masa dewasa, dan sekitar 50% akan menderita gangguan penglihatan
berat T.gondii menyebabkan retinitis nekrotisasi setempat pada
individu dengan infeksi kongenital. Kontraktur dapat terjadi dengan
pelepasan retina. Setiap bagian retina dapat terlibat, unilateral atau
bilateral, termasuk makula. Saraf optikus mungkin terlibat, dan lesi
toksoplasma yang melibatkan proyeksi jalur visual dalam otak atau
korteks visual juga dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Dalam
kaitannya dengan lesi retina dan vitritis, uvea anterior dapat sangat
meradang, menyebabkan eritema pada mata luar. Penemuan okuler lain
meliputi sel dan protein dalam ruangan anterior (kamera okuli
anterior), endapan keratin luar, sinekia posterior, nodulus pada iris,
kadang-kadang disertai dengan kenaikan tekanan intraokuler dan
perkembangan glaukoma. Otot-otot ekstraokuler dapat terlihat juga
secaral langsung, bermanifestasi sebagai strabismus, nigtagmus,
gangguan visus dan mikro-oftalmia. Diagnosis banding lesi yang
menyerupai toksoplasmosis okuler meliputi cacat kolobomatosa
kongenital dan lesi radang lain karena sitomegalovirus, Tripenoma
pallidum, Mycobacterium tuberculosis, atau vakulitis. Toksoplasmosis
okuler adalah penyakit yang berulang dan progresif yang memerlukan
pemberian terapi multipel. Couvruer et al mempunyai data terbatas,
yang memberi kesan bahwa kejadian lesi pada tahun-tahun awal
kehidupan dapat dicegah dengan memberi pengobatan antimikroba
(dengan pirimentamin dan sulfonamid selang sebulan dengan
spiramisin) selama tahun pertama kehidupan. (Berhman, 2008)

Infeksi Akut Pada Pasien Imunokompeten. Pada orang


dewasa hanya 10-20% kasus toksoplasmosis yang menunjukkan gejala.
Sisanya asimtomatikdan tidak sampai menimbulkan gejala
konstitusional. Tersering adalah lifadenopati leher, tapi mungkin juga
didapatkan pembesaran getah bening mulut atau pembesaran satu
gugus kelenjar. Kelenjar-kelenjar biasanya terpisah atau tersebar,
ukurannnya jarang lebih besar dari 3 cm, tidak nyeri, kekenyalannya
bervariasi dan tidak bernanah. Adenopati kelenjar mesentrial atau
retroperitoneal dapat menyebabkan nyeri abdomen. (Pohan, 2009)

Gejala dan tanda-tanda berikutnya yang mungkin dijumpai


adalah demam, malaise, keringat malam, nyeri otot, sakit tenggorokan,
eritema makulopapular, hepatomegali, splenomegali. Gambaran klinis
umum seperti yang disebabkan oleh infeksi virus mungkin juga
dijumpai. (Pohan, 2009)

Limfadenopati dapat bertambah atau menyusut atau menetap


dalam waktu lebih dari satu tahun. Pada orang yang kelihatannya sehat,
jarang sekali penyakit ini menjadi terbuka atau meluas mengancam
maut. Karena manifestasi klinis toksoplasmosis tidak khas, diagnosis
banding limfadenopati yang perlu diperhatikan antara lain tuberkulosis,
limfoma, mononukleosis infeksiosa, infeksi virus sitomegalo, penyakit
gigitan kucing (cat bite fever, tularemia), penyakit cakaran kucing (cat
scarth fever), sarkoidosis dan sebagainya. (Pohan, 2009)

Toksoplasmosis yang melibatkan banyak organ tubuh dapat


menyerupai gambaran penyakit hepatitis, miokarditis, polimiositis
dengan penyebabb lain atau demam berkepanjangan yang tidak
diketahui sebabnya (F.U.O). Bahwa limfadenopati kurang banyak
diingat sebagai diagnosis banding, padahal toksoplasmosis merupakan
7-10% dari limfadenopati yang klinis jelas. Titer tes serologi untuk
diagnosis toksoplasmosis akut biasanya didapatkan sesudah biopsi
kelenjar yang dicurigai sebagai toksoplasmosis. (Pohan, 2009)

Infeksi Akut Toksoplasmosis Pada Pasien


Imunokompromais: Pasien imunokompromais mempunyai resiko
tinggi untuk mengidap toksoplasmosis yang berat dan sering fatal
akibat infeksi baru maupun reaktifitas. Penyakitnya dapat berkembang
dalam berbagai bentuk penyakit susunan saraf pusat ensefalitis,
meningoensefalitis atau sapce occupiying lesion (SOL). Selanjutnya
dapat pula miokarditis atau pneumonitis, pada transplantasi jantung
toksoplasmosis timbul pada pasien seronegatif yang menerima jantung
dari donor yang seropositif, dan manifestasinya dapat menyerupai
rejeksi organ seperti yang terbukti dengan biopsi endomiokard.
Penemuan lain ialah bahwa pasien yang menerima jantung dari donor
seropositif menunjukkan titer antibodi IgM dan IgG yang meningkat
sudah transplantai. Pada psien dengan transplantasi sumsusm tulang,
toksoplasmosis timbul sebagai akibat reaktivitas infeksi yang laten.
(Pohan, 2009)

Pada pasien HIV, manifestasi klinis terjadi bila jumlah


limfosit CD4 <1000/ml. Manifestasi klinis tersering pada pasien
HIV/AIDS adalah ensefalitis. Ensefalitis terjadi pada sekitar 80%
kasus. Rebaud et al. Menunjukkan bahwa selain otak terdapat beberapa
lokasi lain yang sering terkena yaitu, mata 50%, paru-paru 26%, darah
tepi 3%, sumsum tulang 3%, dan kandung kemih 1%. (Pohan, 2009)

Pada pasien ET, gejala-gejala yang sering terjadi adalah


gangguan mental 75%, defisit neurologik 70%, sakit kepala 50%,
demam 45%, tubuh terasa lemah seta gangguan nervus kranialis.
Gejala lain juga yang tersering terdapat yaitu gejala perkison, focal
dystonia, rubral tremor, hemikorea-hemibalismus, dan gangguan pada
batang otak. Medula spinalis juga dapat terkena dengan gejala seperti
gangguan motorik dan sensorik didaerah tungkai, gangguan berkemih
dan defekasi. Onset dari gejala ini bisa subakut. (Pohan, 2009)

Peunemonitis akibat toxoplasma gondii juga makin


meningkat akibat kurangnya penggunaan obat antiretroviral seta
profilaksis pengobatan toksoplasma pada penderita HIV/AIDS.
Pneumonitis ini biasanya pada pasien gejala AIDS yang sudah lanjut
dengan gejala demam yang berkepanjangan dengan batuk dan sesak
nafas. Gejala klinis tersebut kadang susah dibedakan dengan peumonia
akibat pneumocytis carinii dengan angka kematian sekitar 35% meski
sudah diterapi dengan baik. ( Pohan, 2009)

f. DIAGNOSIS

Diagnosis toksoplasmosis akut dapat dipastikan bila


menemukan takizoit dalam biopsis otak atau sumsum tulang, cairan
serebrospinal dan ventrikel. Tetapi dengan cara pulasan yang biasa
takizoit sukar ditemukan dalam spesimen ini. Isolaasi parasit dapat
dapat dilakukan dengan inokulasi pada mencit, tetapi hal ini
memerlukan waktu lama. Isolasi parasit dari cairan badan
menunjukkan adanya nfeksi akut, tetapi isolasi dari jaringan hanya
menunjukkan adanya kista dan tidak dapat memastikan adanya infeksi
akut. ( Pohan, 2009)

Tes serologi dapat menunjang diagnosis toksoplasmosis. Tes


yang dapat dipakai adalah tes wana Sabin Feldman (Sabin- Feldman
dye test) dan tes hemaglutinasi tidak langsung (IHA), untuk deteksi
antibodi IgG, tes zat anti fluoresen tidak langsung (IFA), dan tes
ELISA untuk mendeteksi antibodi IgG dan IgM. Tes Sabin-Feldman
didasarkan oleh rupturnya Toxoplasma gondii yang hidup dengan
antibodi spesifik dan komplemen di dalam serum yang diperiksa.
Pemeriksaan ini masih merupakan rujukan pemeriksaan serologi. Hasil
serologi menjadi positif dalam 2 minggu setelah infeksi, dan menurun
setelah 1-2 tahun. ( Pohan, 2009)
Serologi IgG banyak digunakan untuk infeksi lama.
Awalnya IgM muncul terlebih dahulu sebelum IgG, kemudian
menurun cepat, dan merupakan petanda infeksi dini. Pada kasus
limfadenopati toksoplasmosis, 90% diantarnya memiliki IgM positif
saat diperiksa dalam 4 bulan setelah onset limfadenopati. 22%
diantaranya tetap positif saat diperiksa lebih dari 12 tahun setelah
onset. Pada beberapa kasus, IgM reaktif tidak dapat terdeteksi. Anti –
IgE immunosorbent agglutinatiom assay di duga merupakan
pemeriksaan yang lebih akurat untuk mendeteksi toksoplasmosis akut.
Namun pemeriksaan ini masih perlu penelitian lebih lanjut. ( Pohan,
2009)

Pemeriksaan CT scan otak pada pasien dengan ensefalitis


toksoplasma (ET) menunjukkan gambaran menyerupai cincin yang
multipel pada 70-80% kasus. Pada pasien dengan AIDS yang telah
terdeteksi dengan IgG toxoplasma gondii dan gambaran cincin yang
multipel pada CT scan sekitar 80% merupakan TE. Lesi tersebut
terutama berada pada ganglia basal dan corticomedullary juction.
( Pohan, 2009)

Penggunaan polymerase chain reaction (PCR) dala


menddeteksi toxoplasma gondii telah digunakan dewasa ini. Dengan
teknik ini dapat dibuat diagnosis dini yang cepat dan tepat untuk
toksoplasmosis kongenital prenatal dan postnatal dan infeksi
toksoplasmosis akut pada wanita hamil dan penderita
imunokompromais. Spesimen tubuh yang digunakan adalah cairan
tubuh tarmasuk cairan serebrospinal, caairan amnion, dan darah. Jose E
Vidal et al mendapatkan bahwa PCR memiliki sensitivitas yang tinggi
yaitu 100% dengan spesifitas 94.4%. Lamorin J et al menunjukkan
bahwa PCR memiliki spesifitas yang rendah 16% bila bahan yang
diambil berasal dari darah. PCR juga menjadi negatif apabila sebelum
dilakukan PCR pasien telah diberikan pengobatan. ( Pohan, 2009)
MRI merupakan prosedur diagnostik yang lebih baik dari
CT scan dan sering menunjukkan lesi-lesi yang tidak terdeteksi dengan
CT scan. Oleh karena itu MRI merupakan prosedur baku bila
memungkinkan terutama bila pada CT scan tidak patognomik untuk
ET. Salah satu diagnosis banding yang penting adalah limfoma dengan
lesi multipel pada 40% kasus. ( Pohan, 2009)

g. PENATALAKSANAAN

Obat-obat yang dipakai saat ini hanya membunuh bentuk


takizoit Toxoplasma gondii dan tidak membasmi bentuk kistanya,
sehingga obat-obat ini dapat memberantas infeksi akut, tetapi tidak dapat
menghilangkan infeksi menahun, yang dapat menjadi aktif kembali.
( Pohan, 2009)

Pirimetamin dan sulfonamid bekerja secara sinergistik,


maka dipaki sebagai kombinasi selama 3 minggu atau sebulan.
Pirimetamin menekan hemopoiesis dan dapat menyebabkan
trombositopenia dari leukopenia. Untuk mencegah efek samping
ini, dapat ditambahkan asam folinik atau ragi. Pirimetamin bersifat
teratonegik, maka obat ini tidak dianjurkan untuk wanita hamil.
( Pohan, 2009)

Pirimetamin diberikan dengan dosis 50-75 mg sehari


untu dewasa selama 3hari dan kemudian dikurangi menjadi 25 mg
sehari (0,5-1 mg/kgBB/hari) selama beberapa minggu pada
penyakit berat. Karena half-life adalah 4-5 hari, pirimetamin dapat
diberikan 2-4mg sehari. Sulfonamid dapat menyebabkan
trombositopenia dan hematuria, diberikan dengan dosis 50-100
mg/kgBB/hari selama beberapa minggu atau bulan. ( Pohan, 2009)

Spiramisin adalah antibiotika makrolid, yang tidak


menembus plasenta, tetapi ditemukan dengan konsentrasi tinggi di
plasenta. Spiramisin diberikan dengan dosis 100 mg/kgBB/hari
selama 30-45 hari. Obat ini dapat diberikan pada wanita hamil
yang mendapat infeksi primer, sebagai obat profilaktik untuk
mencegah transmisi Toxoplasma gondii ke janin dalam kandungan.
( Pohan, 2009)

Klindamisin efektif untuk pengobatan toksoplasmosis,


tetapi dapat menyebabkan kolitis pseudomembranosa atau kolitis
ulserativa, maka tidak dianjurkan untuk pengobatan rutin pada bayi
dan wanita hamil. Kortikosteroid digunakan untuk mengurangi
peradangan pada ,ata, tetapi tidak dapat diberikan sebagai obat
tunggal. ( Pohan, 2009)

Obat makrolid lain yang efektif terhadap Toxoplasma


gondii adalah klaritromisin dan azitromosin yang diberikan
bersama pirimetamin pada penderia AIDS dengan ensefalitis
toksoplasma. Obat yang baru adalah hidroksinaftokuinon
(atovaquone) yang bila dikombinasi dengan sulfadiazin atau obat
lain yang aktif terhadap Toxoplasma gondii, dapat membunuh kista
jaringan pada mencit. Tetapi hasil penelitian pada manusia masih
ditunggu. Toksoplasmosis akuisita yang asimtomatik tidak perli
diberikan pengobatan. Penderita imunokompromais (AIDS,
keganasan) yang terjangkit toksoplasmosis akut harus diberi
pengobatan. ( Pohan, 2009)

Behrman, Ricardh E. 2008. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Vol-2. Edisi 15. Jakarta
EGC
Pohan, Herdiman T. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. FKUI

Anda mungkin juga menyukai