Anda di halaman 1dari 11

makalah farmakologi obat sedativ hipnotik

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Obat-obat yang berkerja pada sistem saraf pusat (SSP) merupakan salah satu obat yang pertama
ditemukan manusia primitif dan masih digunakan secara luas sebagai zat farmakologi sampai sekarang.
Disamping penggunaannya dalam terapi, obat-obat SSP dipakai walaupun tanpa resep untuk
meningkatkan kesejahteraan seseorang.

Cara kerja berbagai obat pada SSP tidak selalu dapat dijelaskan. Walaupun demikian,dalam 30 tahun
terakhir, banyak kemajuaan yang diperoleh dalam bidang metodologi farmakologi SSP. Saat ini telah
dapat diteliti cara kerja suatu obat pada sel-sel tertentu atau bahkan pada kanal ion tunggal didalam
sinaps. Informasi yang diperoleh dalam studi studi semacam ini merupakan dasar dari sejumlah
perkembangan yang utama dalam penelitian SSP.

Pertama, telah jelas bahwa hampir semua obat SSP, bekerja pada reseptor khusus yang mengatur
transmisi sinaps. Sejumlah kecil obat seperti anastesi umum dan alkhol dapat bekerja secara non spesifik
pada membran (meskipun perkecualian ini tidak sepenuhnya diterima), tetapi bahkan kerja yang tidak
diperantarai oleh reseptor inipun akan menghasilkan perubahan dalam transmisi sinaps yang dapat
dibuktikan.

Kedua, obat-obatan merupakan salah satu alat terpenting untuk mempelajari seluruh aspek fisiologi SSP,
mulai dari terjadinya bangkitan sampai penyimpanan memori jangka panjang.

Ketiga, penguraian kerja obat-obat yang efikasi klinisnya diketahui telah menghasilkan beberapa
hipotesis yang sangat berguna berkaitan dengan berbagai mekanisme penyakit. Misalnya, informasi
tentang kerja obat antipsikotik pada reseptor dopamin memberikan dasar hipotesis yang penting
mengenai patofisiologi skizoprenia.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1) Apa pengertian sedatif dan hipnotik?


2) Apa saja obat – obat yang termasuk golongan sedatif dan hipnotik?

3) Bagaimana mekanisme kerja, farmakokinetik, dan farmakodinamik obat sedatif dan hipnotik?

1.3 TUJUAN

Tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain :

1) Untuk memahami pengertian sedatif dan hipnotik.

2) Untuk mengetahui obat – obat yang termasuk golongan sedatif dan hipnotik.

3) Untuk mengetahui mekanisme kerja, farmakokinetik, dan farmakodinamik obat sedatif dan
hipnotik.

4) Untuk menambah pengetahuan penulis.

5) Untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi II.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN

Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan syaraf pusat (SSP). Efeknya
bergantung kepada dosis, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan,
hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesia, koma dan mati.

Pada dosis terapi, obat sedatif menekan aktivitas mental, menurunkan respons terhadap rangsangan
emosi sehingga menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta
mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis.

Efek sedasi juga merupakan efek samping beberapa golongan obat lain yang tidak termasuk obat
golongan depresab SSP. Walaupun obat tersebut memperkuat penekanan SSP, secara tersendiri obat
tersebut memperlihatkan efek yang lebih spesifik pada dosis yang jauh lebih kecil daripada dosis yang
dibutuhkan untuk mendepresi SSP secara umum.

Beberapa obat dalam golongan hipnotik dan sedatif, khususnya golongan benzodiazepin diindikasikan
juga sebagai pelemas otot, antiepilepsi, antiansietas (anticemas), dan sebagai penginduksi anestesia.

2.2 PENGGOLONGAN OBAT SEDATIF-HIPNOTIK

1) Benzodiazepin: alprazopam, klordiazepoksid, klorazepat, diazepam, flurazepam, lorazepam

2) Barbiturat: amobarbital, pentobarbital, fenobarbital, sekobarbital, tiopental


3) Lain-lain: Propofol, Ketamin, Dekstromethorpan

2.3 BENZODIAZEPIN

Pengertian dan Sejarah

Benzodiazepin adalah sekelompok obat golongan psikotropika yang mempunyai efek antiansietas atau
dikenal sebagai minor tranquilizer, dan psikoleptika. Benzodiazepin memiliki lima efek farmakologi
sekaligus, yaitu anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui medula spinalis, dan amnesia
retrograde.

Benzodiazepin dikembangkan pertama kali pada akhir tahun 1940-an dengan derivat pertama kali yang
dipasarkan adalah klordiazepoksid (semula dinamakan methaminodiazepokside) pada tahun 1960,
kemudian dilakukan biotransformasi menjadi diazepam (1963), nitrazepam (1965), oksazepam (1966),
medazepam (1971), lorazepam (1972), klorazepat (1973), flurazepam (1974), temazepam (1977),
triazolam dan clobazam (1979), ketazolam (1980), lormetazepam (1981), flunirazepam, bromazepam,
prazepam (1982), dan alprazolam (1983).

Golongan Benzodiazepin menggantikan penggunaan golongan Barbiturat yang mulai ditinggalkan,


Keunggulan benzodiazepine dari barbiturate yaitu rendahnya tingkat toleransi obat, potensi
penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar, dan tidak menginduksi enzim mikrosom di
hati. Benzodiazepin telah banyak digunakan sebagai pengganti barbiturat sebagai premedikasi dan
menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitorng anestesi.

Penggolongan Benzodiazepin

Berdasarkan kecepatan metabolismenya dapat dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu short acting, long
acting, ultra short acting.

1) Long acting.

Obat-obat ini dirombak dengan jalan demetilasi dan hidroksilasi menjadi metabolit aktif (sehingga
memperpanjang waktu kerja) yang kemudian dirombak kembali menjadi oksazepam yang dikonjugasi
menjadi glukoronida tak aktif.

2) Short acting

Obat-obat ini dimetabolisme tanpa menghasilkan zat aktif. Sehingga waktu kerjanya tidak diperpanjang.
Obat-obat ini jarang menghasilkan efek sisa karena tidak terakumulasi pada penggunaan berulang.

3) Ultra short acting


Lama kerjanya sangat kurang dari short acting. Hanya kurang dari 5,5 jam. Efek abstinensia lebih besar
terjadi pada obat-obatan jenis ini. Selain sisa metabolit aktif menentukan untuk perpanjangan waktu
kerja, afinitas terhadap reseptor juga sangant menentukan lamanya efek yang terjadi saat penggunaan

Rumus Kimia Benzodiazepin

Benzodiazepin adalah obat hipnotik-sedatif terpenting. Semua struktur yang ada pada benzodiazepine
menunjukkan 1,4-benzodiazepin. Kebanyakan mengandung gugusan karboksamid dalam dalam struktur
cincin heterosiklik beranggota 7. Substituen pada posisi 7 ini sangat penting dalam aktivitas hipnotik-
sedatif.

Mekanisme Kerja Golongan Benzodiazepin

Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-aminobutyric acid (GABA) sebagai
neurotransmitter penghambat di otak. Benzodiazepine tidak mengaktifkan reseptor GABA A melainkan
meningkatkan kepekaan reseptor GABA A terhadap neurotransmitter penghambat sehingga kanal
klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membran
sel tidak dapat dieksitasi. BDZs tidak menggantikan GABA, yang mengikat pada alpha sub-unit, tetapi
meningkatkan frekuensi pembukaan saluran yang mengarah ke peningkatan konduktansi ion klorida dan
penghambatan potensial aksi. Hal ini menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde,
potensiasi alkohol, antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal.

Farmakodinamik

Hampir semua efek benzodiazepine merupakan hasil kerja golongan ini pada SSP dengan efek utama :
sedasi, hypnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot, dan anti konvulsi.
Hanya dua efek saja yang merupakan kerja golongan ini pada jaringan perifer : vasodilatasi koroner
(setelah pemberian dosis terapi golongan benzodiazepine tertentu secara iv), dan blokade
neuromuskular (yang hanya terjadi pada pemberian dosis tinggi).

Farmakokinetik

Sifat fisikokimia dan farmakokinetik benzodiazepine sangat mempengaruhi penggunaannya dalam klinik
karena menentukan lama kerjanya. Semua benzodiazepine dalam bentuk nonionic memiliki koefesien
distribusi lemak : air yang tinggi; namun sifat lipofiliknya daoat bervariasi lebih dari 50 kali, bergantung
kepada polaritas dan elektronegativitas berbagai senyawa benzodiazepine.
Semua benzodiazepin pada dasarnya diabsorpsi sempurna, kecuali klorazepat; obat ini cepat mengalami
dekarboksilasi dalam cairan lambung menjadi N-desmetil-diazepam (nordazepam), yang kemudian
diabsorpsi sempurna. Setelah pemberian per oral, kadar puncak benzodiazepin plasma dapat dicapai
dalam waktu 0,5-8 jam. Kecuali lorazepam, absorbsi benzodiazepin melalui suntikan IM tidak tratur.

Secara umum penggunaan terapi benzodiazepine bergantung kepada waktu paruhnya, dan tidak selalu
sesuia dengan indikasi yang dipasarkan. Benzodiazepin yang bermanfaat sebagai antikonvulsi harus
memiliki waktu paruh yang panjang, dan dibutuhkan cepat masuk ke dalam otak agar dapat mengatasi
status epilepsi secara cepat. Benzodiazepin dengan waktu paruh yang pendek diperlukan sebagai
hipnotik, walaupun memiliki kelemahan yaitu peningkatan penyalahgunaan dan dan berat gejala putus
obat setelah penggunaannya secara kronik. Sebagai ansietas, benzodiazepine harus memiliki waktu
paruh yang panjang, meskipun disertai risiko neuropsikologik disebabkan akumulasi obat.

Gambar tabel

2.4 BARBITURAT

Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik dan sedative. Namun
sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang spesifik, barbiturate telah banyak digantikan dengan
benzodiazepine yang lebih aman, pengecualian fenobarbital yang memiliki anti konvulsi yang masih
sama banyak digunakan.

Secara kimia, barbiturate merupakan derivate asam barbiturate. Asam barbiturate (2,4,4-
trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara ureum dengan asam malonat.

Efek utama barbiturate ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari sedasi,
hypnosis, koma sampai dengan kematian. Efek antisietas barbiturate berhubungan dengan tingkat
sedasi yang dihasilkan. Efek hipnotik barbiturate dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis
hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu. Efek anastesi
umumnya diperlihatkan oleh golongan tiobarbital dan beberapa oksibarbital untuk anastesi umum.
Untuk efek antikonvulsi umumnya diberikan oleh barbiturate yang mengandung substitusi 5- fenil
misalnya fenobarbital. Fase tidur REM dipersingkat. Barbiturat sedikit menyebabkan sikap masa bodoh
terhadap rangsangan luar.

Barbiturat tidak dapat mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pemberian obat barbiturat
yang hampir menyebabkan tidur, dapat meningkatkan 20% ambang nyeri, sedangkan ambang rasa
lainnya (raba, vibrasi dan sebagainya) tidak dipengaruhi. Pada beberapa individu dan dalam keadaan
tertentu, misalnya adanya rasa nyeri, barbiturat tidak menyebabkan sedasi melainkan malah
menimbulkan eksitasi (kegelisahan dan delirium). Hal ini mungkin disebabkan adanya depresi pusat
penghambatan.

Farmakokinetik

Barbiturat secarra oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan usus halus ke dalam darah.
Secra IV barbiturate digunakan untuk mengatasi status epilepsy dan menginduksi serta
mempertahankan anestesi umum. Barbiturate didistribusi secra luas dan dapat melewati plasenta,
ikatan dengan protein plasma sesuai dengan kalarutan dalam lemak.

Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya thiopental dan metoheksital, setelah
pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan lemak dan otot. Hal ini akan menyebabkan kadarnya
dalam plasma dan otak turun dengan cepat. Barbiturate yang kurang lipofilik misalnya aprobarbital dan
fenobarbital, dimetabolisme hampir sempurna di dalam hati sebelum diekskresi di ginjal. Pada
kebanyakan kasus, perubahan pada fungsi ginjal tidak mempengaruhi eliminasi obat. Fenobarbital
diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk tidak berubah sampai jumlah tertentu (20-30%) pada
manusia.

Faktor yang mempengatuhi biodisposisi hipnotik dan sedatif dapat dipengaruhi oleh berbagai hal
terutama perubahan pada fungsi hati sebagai akibat dari penyakit, usia tua yang mengakibatkan
penurunan kecepatan pembersihan obat yang dimetabolisme yang terjadi hampir pada semua obat
golongan barbiturat.

Kontraindikasi

Barbiturate tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturate, penyakit hati atau ginjal, hipoksia,
penyakit Parkinson. Barbiturate juga tidak boleh diberikan pada penderita psikoneurotik tertentu,
karena dapat menambah kebingungan di malam hari yang terjadi pada penderita usia lanjut.

Gambar tabel

2.5 LAIN - LAIN

1) Propofol

Propofol adalah substitusi isopropylphenol yang digunakan secara intravena sebagai 1% larutan pada zat
aktif yang terlarut, serta mengandung 10% minyak kedele, 2,25% gliserol dan 1,2% purified egg
phosphatide. Obat ini secara struktur kimia berbeda dari sedative-hipnotik yang digunakan secara
intravena lainnya. Penggunaan propofol 1,5-2,5 mg/kg BB (atau setara dengan thiopental 4-5 mg/kg BB
atau methohexital 1,5 mg/kgBB) dengan penyuntikan cepat (<15 detik) menimbulkan turunnya
kesadaran dalam waktu 30 detik. Propofol lebih cepat dan sempurna mengembalikan kesadaran
dibandingkan obat anesthesia lain yang disuntikkan secra cepat. Selain cepat mengembalikan kesadaran,
propofol memberikan gejala sisa yang minimal pada SSP. Nyeri pada tempat suntikan lebih sering
apabila obat disuntikkan pada pembuluh darah vena yang kecil. Rasa nyeri ini dapat dikurangi dengan
pemilihan tempat masuk obat di daerah vena yang lebih besar dan penggunaan lidokain 1%.

Mekanisme Kerja

Propol relative selektif dalam mengatur reseptor GABA dan tampaknya tidak mengatur ligand-gate ion
channel lainnya. Propofol dianggap memiliki efek sedative hipnotik melalui interaksinya denghan
reseptor GABA. GABA adalah salah satu neurotransmitter penghambat di SSP. Ketika reseptor GABA
diaktivasi, penghantar klorida transmembran meningkat dan menimbulkan hiperpolarisasi di membran
sel post sinaps dan menghambat fungsi neuron post sinaps. Interaksi propofol (termasuk barbiturate
dan etomidate) dengan reseptor komponen spesifik reseptor GABA menurunkan neurotransmitter
penghambat. Ikatan GABA meningkatkan durasi pembukaan GABA yang teraktifasi melalui chloride
channel sehingga terjadi hiperpolarisasi dari membrane sel.

Farmakokinetik

Propofol didegradasi di hati melalui metabolism oksidatif hepatic oleh cytochrome P-450. Namun,
metabolismenya tidak hanya dipengaruhi hepatic tetapi juga ekstrahepatik. Metabolism hepatic lebih
cepat dan lebih banyak menimbulkan inaktivasi obat dan terlarut air sementara metabolism asam
glukoronat diekskresikan melalui ginjal. Propofol membentuk 4-hydroxypropofol oleh sitokrom P450.
Propofol yang berkonjugasi dengan sulfat dan glukoronide menjadi tidak aktif dan bentuk 4
hydroxypropofol yang memiliki 1/3 efek hipnotik. Kurang dari 0,3% dosis obat diekskresikan melalui
urin. Waktu paruh propofol adalah 0,5-1,5 jam.

2) Ketamin

Ketamin adalah derivate phencyclidine yang meyebabkan disosiative anesthesia yang ditandai dengan
disosiasi EEG pada talamokortikal dan sistem limbik. Ketamin memiliki keuntungan dimana tidak seperti
propofol dan etomidate, ketamine larut dalam air dan dapat menyebabkan analgesic pada dosis
subanestetik. Namun ketamin sering hanya menyebabkan delirium.

Mekanisme Kerja

Ketamin bersifat non-kompetitif phenycyclidine di reseptor N-Methyl D Aspartat (NMDA). Ketamin juga
memiliki efek pada reseptor lain termasuk reseptor opioid, reseptor muskarinik, reseptor
monoaminergik, kanal kalsium tipe L dan natrium sensitive voltase. Tidak seperti propofol dan etomide,
katamin memiliki efek lemah pada reseptor GABA. Mediasi inflamasi juga dihasilkan local melalui
penekanan pada ujung saraf yang dapat mengaktifasi netrofil dan mempengaruhi aliran darah. Ketamin
mensupresi produksi netrofil sebagai mediator radang dan peningkatan aliran darah. Hambatan
langsung sekresi sitokin inilah yang menimbulkan efek analgesia.

Farmakokinetik
Farmakokinetik ketamin mirip seperti thiopental yang memiliki aksi kerja singkat, memiliki aksi kerja
yang relatif singkat, kelarutan lemak yang tinggi, pK ketamin adalah 7,5 pada pH fisiologik. Konsentrasi
puncak ketamin terjadi pada 1 menit post injeksi ketamin secara intravena dan 5 menit setelah injeksi
intramuscular. Ketamin tidak terlalu berikatan kuat dengan protein plasma namun secara cepat
dilepaskan ke jaringan misalnya ke otak dimana konsentrasinya 4-5 kali dari pada konsentrasi di plasma.

3) Dekstromethorpan

Dekstromethorphan adalah NMDA antagonis dengan afinitas ringan yang paling sering digunakan
sebagai penghambat respon batuk di sentral. Obat ini memiliki efek yang seimbang dengan kodein
sebagai antitusif tetapi tidak memiliki efek analgesic. Tidak seperti kodein, obat ini tidak menimbulkan
efek sedasi atau gangguan sistem gastrointestinal. DMP memiliki efek euphoria sehingga sering
disalahkan. Tanda dan gejala penggunaan berlebihan DMP adalah hipertensi sistemik, takikardia,
somnolen, agitasi, ataxia, diaphoresis, kaku otot, kejang, koma, penurunan suhu tubuh. Hepatotoksisitas
meningkat pada pasien yang mendapat DMP dan asetaminofen.

4) PARALDEHID

Paraldehid merupakan polimer dari asetaldehid. Secara oral, paraldehid diabsorbsi cepat dan didistribusi
secara meluas; tidur dapat dicapai 10 – 15 menit setelah pemberian dosis hipnotik. Cara pemberiannya
oral dan rectal. Nama dagang Paral untuk pengobatan delirium tremens pada pasien yang dirawat di
rumah sakit; eliminasi lewat metabolisme di hati (75%) dan lewat pernafasan (25%), gejala toksik
meliputi asidosis, hepatitis, dan nefrosis.

5) KLORALHIDRAT

Kloralhidrat merupakan derivat monohidrat dari kloral. Trokloroetanol terutama dikonjugasi oleh asam
glukuronat dan konjugatnya(asam uroklorat) di ekskresikan sebagian besar lewat urin. Cara
pemberiannya oral, rectal. Cepat diubah jadi trikloroetanol oleh alcohol dehidrogenase di hati.
Penggunaan kronik menyebabkan kerusakan di hati, gejala putus obatnya berat. Efek samping dan
intoksikasi, kloralhidrat mengiritasi kulit dan mukosa membrane. Efek iritasi ini menimbulkan rasa tidak
enak, nyeri epigantrik, mual, dan kadang – kadang muntah. Efek samping pada SSP meliputi pusing, lesu,
ataksia, dan mimpi buruk. Hang over juga dapat terjadi, keracunan akut obat ini dapat menyebabkan
ikterus. Penghentian mendadak dari penggunaan kronik dpat mengakibatkan delirium dan bangkitan,
yang sering fatal.

6) ETKLORVINOL

Digunakan sebagai hipnotik jangka pendek, untuk mengatasi insomnia. Secara oral, diabsorbsi cepat
(bekerja dalam waktu 15 -30 menit), kadar puncak dalam darah dicapai dalam 1- 1,5 jam, dan
didistribusi secra meluas. Waktu paruh eliminasi 10 -20 jm. Sekitar 90% obat dirusak di hati. Etklorfvinol
dapat memacu metabolism hati obat – obat seperti antikoagulan oral. Efek samping yang paling umum
adalah aftertaste sperti mint, pusing, mual, mntah, hipotensi, dan rasa kebal (numbness) di daerah
muka. Reaksi idiosinkrasi dpat merupakan rangsangan ringan hingga sampai kuat, dan hysteria. Reaksi
hipersensitifitas meliputi urikaria. Intoksikasi akut menyerupai barbiturate.

7) MEPROBAMAT

Obat ini pertama kali diperkenalkan sebagai antiansietas, namun saat ini juga dipakai sebgai hipnotik
sedative, dan digunakan pada pasien insomnia usia lanjut. Sifat farmakologi obat ini dlam bebrapa hal
menyerupai benzodiazepine. Tidak dpat menimbulkan anestesi umum. Konsumsi obat ini secra tunggal
dengan dosis yang sangat besar dapat menyebabkan depresi nafas yang berat hingga fatal, hipetensi,
syok, dan gagal jamtung. Meprobamat tampaknya memiliki efek analgesic ringan pada pasien nyeri
tulang otot, dan meningkatkan efek obat analgetik yang lain. Absorbsi peroral baik. Kadar puncak dalam
plasma, tercapai 1 - 3 jam. Sedikit terikat protein plasma. Sebagian besar dimetabolisme di hati,
terutama secra hidroksilasi, kinetika eliminasi, dapat bergantung kepada dosis. Waktu paro miprobamat
dapat diperpanjang selama penggunaaan kronis, sebagian kecil obat diekskreikan lewat urin. Pada dosis
sedatif, efek samping utama ialah ngantuk dan ataksia. Pada dosis yang lebih besar, sangat mengurangi
kemampuan belajar dan koordinasi gerak, dan memperlambat waktu reaksi. Miprobamat meningkatkan
efek depresi depresan SSP lain. Gejala efek samping lain yang mugkin timbul antara lain : hipotensi,
alergi pada kulit, purpura nontrombositopenik akut, angioedema, dan bronkospasme. Penyalahgunaaan
meprobamat tetap terjadi walaupun penggunaannya secara klinik telah menurun. Carisoprodol(SOMA),
suatu perelaksasi otot yang menghasilkan meprobamat sebagai metabolit aktifnya, juga banyak
disalahgunakan. Gejala putus obat terjadi bila obat dihentikan secara mendadak setelah pemberian
meprobamat jangka lama. Gejala yang timbul meliputi : ansietas, insomnia, tremor, ganguan saluran
cerna, dan sering kali timbul halusinasi. Bangkitan umum sering terjadi pada kira – kira 10 % kasus.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Obat-obatan jenis hipnotik-sedatif adalah berbagai macam jenis obat-obatan yang diproduksi untuk
keperluan dunia medis untuk pengobatan.

Obat-obatan jenis hipnotik-sedatif dalam penggunaannya harus dengan pengawasan dokter karena daya
kerjanya obat-obatan jenis tersebut sangatlah keras dan menimbulkan kematian apabila terdapat
penyalahgunaan.

3.2 Saran

Karena daya kerjanya obat-obatan tersebu sangatlah keras, sehingga penggunaannyapun harus melalui
resep dokter dan harus dalam pengawasan dokter. Obat-obatan yang dimaksud tersebut jika disalah
gunakan akan berpengaruh dan merusak psikis maupun fisik dari si pemakai dan mengakibatkan
ketergantungan, jadi hindari penyalahgunaan obat-obatan jenis hipnotik sedatif karena termasuk obat-
obatan narkotik atau psikotropik.

DAFTAR PUSTAKA
Harvey, Richard A., Pamela C. Champe. 2013. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta: EGC.

Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC.

Syarif, Amir, Ari Estuningtyas, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Windy.2011. “MAKALAH FARMAKOLOGI sedatif hipnotik dan psikotropi”

file:///I:/windy%20%20MAKALAH%20FARMAKOLOGI%20sedatif%20hipnotik%20dan%20psikotropi.htm
(diakses tanggal 8 maret 2015)

Anda mungkin juga menyukai