Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

“DIAZEPAM DAN MIDAZOLAM”

Pembimbing :
dr. Mukhlis Rudi Prihatno, Sp.An-KNA

Disusun Oleh:
Yudha Taufan Prabowo 1710221056
Nabilah Armalia Iffah 1710221002

SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
Periode 2 Juli – 4 Agustus 2018
HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui referat dengan judul :


“Diazepam dan Midazolam”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian


di Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Program Profesi Dokter
di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun Oleh :
Yudha Taufan Prabowo 1710221056
Nabilah Armalia Iffah 1710221002

Purwokerto, Juli 2018

Mengetahui,
Dokter Pembimbing,

dr. Mukhlis Rudi Prihatno, Sp. An-KNA


BAB I
PENDAHULUAN

Obat-obat hipnotik sedatif adalah istilah untuk obat-obatan yang mampu


mendepresi sistem saraf pusat. Sedatif adalah substansi yang memiliki aktifitas
moderate yang memberikan efek menenangkan, sementara hipnotik adalah
substansi yang dapat memberikan efek mengantuk dan yang dapat memberikan
onset serta mempertahankan tidur.
Secara klinis obat-obatan sedatif-hipnotik digunakan sebagai obat-obatan
yang berhubungan dengan sistem saraf pusat seperti tatalaksana nyeri akut dan
kronik, tindakan anestesia, penatalaksanaan kejang, serta insomnia. Obat- obatan
sedatif hipnotik diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yakni Benzodiazepin,
Barbiturat, dan Golongan obat nonbarbiturat – nonbenzodiazepin.
Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat
(SSP) yang relatif tidak selektif, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan
tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat (kecuali benzodiazepin) yaitu
hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati, bergantung kepada dosis.
Pada dosis terapi obat sedatif menekan aktivitas, menurunkan respons terhadap
merangsangan emosi dan menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan
mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur
fisiologis.
Beberapa obat dalam golongan hipnotik dan sedatif khususnya golongan
benzodiazepin, tetapi selain itu juga berdaya anxiolitis, antikonvulsif, dan
relaksasi otot. Kerja anxiolitis (menghalau rasa takut dan kegelisahan) tidak
tergantung dari daya sedatif, bahkan transquilizer (anxiolitik) yang ideal
hendaknya berefek sedatif seringan mungkin.
Pada hakikatnya, semua senyawa benzodiazepin memiliki empat daya kerja
tersebut di atas, yakni khasiat anxiolitis, sedatif-hipnotis, antikonvulsif dan daya
relaksasi otot. Setiap efek ini dapat berbeda-beda kekuatannya pada setiap derivat,
yang juga memperlihatkan perbedaan jelas mengenai kecepatan resorpsi dan
eliminasinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Benzodiazepin
A. Sifat Umum
Benzodiazepin adalah suatu senyawa yang terdiri dari cincin
benzene dengan 7 sisi cincin diazepin. Pada umumnya preparat
benzodiazepin mengandung 5 subtituen dan cincin 1,4 diazepin.
Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek farmakologi
sekaligus, yaitu anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui
medula spinalis, dan amnesia retrograde. Keunggulan benzodiazepin dari
barbiturat yaitu rendahnya tingkat toleransi obat, potensi penyalahgunaan
yang rendah, margin dosis aman yang lebar, rendahnya toleransi obat dan
tidak menginduksi enzim mikrosom di hati. Dalam masa perioperative,
midazolam telah menggantikan penggunaan diazepam. Selain itu,
benzodiazepin memiliki antagonis khusus yaitu flumazenil.

Gambar 1. Struktur Kimia Benzodiazepine

B. Klasifikasi
Obat golongan benzodiazepin terbagi menjadi 3 jenis berdasarkan
kecepatan metabolismenya, yaitu :
 Aksi lama/Long Acting (durasi 50 menit) : diazepam, flurazepam
 Aksi sedang/Short Acting (durasi 40 menit): lorazepam,
loprazolam
 Aksi pendek/Ultra Short Acting (durasi 15-30 menit) :
midazolam, triazolam.
Tabel 1. Onset, waktu paruh dan indikasi obat golongan
benzodiazepin

C. Farmakokinetik
Kecepatan absorbsi berbeda-beda tergantung pada sejumlah
faktor, termasuk lipofilitas. Kelarutan di dalam lipid memiliki peranan
penting dalam menentukan kecepatan dimana sedatif hipnotika tertentu
memasuki sistem saraf.
Kelarutannya yang besar dalam lemak dapat menjadikan
berkurangnya faktor eliminasi, sehingga menyebabkan durasi kerja
menjadi lama.
Pengikatan benzodiazepin pada reseptornya yang hanya berada
di Susunan Saraf Pusat (SSP) akan memacu afinitas reseptor GABA
sehingga saluran klorida yang berdekatan lebih sering terbuka. Keadaan
tersebut akan memacu hiperpolarisasi dan menghambat letupan neuron.
Efek klinis berbagai benzodiazepin tergantung pada afinitas ikatan obat
pada kompleks saluran ion, yaitu kompleks GABA reseptor dan klorida.
Sebagian besar golongan benzodiazepin diubah dalam bentuk
inaktif metabolit oleh kerja hati. Dua jalur pemecahannya yaitu dengan
proses oksidasi oleh enzim mikrosomal hati dan glukoronidase
konjugasi.
D. Farmakodinamik
Pada hakikatnya, semua senyawa benzodiazepin mempunyai
efek utama, yaitu anxiolitis atau anti anxietas, sedatif-hipnotis, anti
konvulsif, dan daya relaksasi otot.
Setiap efek ini dapat berbeda-beda kekuatannya pada setiap
derivat, hal tersebut memperlihatkan perbedaan yang jelas mengenai
kecepatan resorbsi dan eliminasinya. Di samping itu, distribusi di
jaringan juga sangat berhubungan dengan efek benzodiazepin.
E. Mekanisme Kerja
Efek farmakologi benzodiazepin merupakan akibat aksi gamma-
aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat di
otak. Saat impuls saraf datang menuju presinaptik memicu masuknya ion
Ca sehingga vesikel yang berisi neurotransmitter GABA menepi ke
membran sel plasma sehingga terjadi eksositosis. Pada saat
benzodiazepin dan GABA menempel bersamaan pada reseptornya
masing-masing, memicu perubahan konformasi dari kanal ion Cl
sehingga pembukaan kanal ion Cl semakin besar dan menyebabkan
semakin banyak pula ion Cl yang masuk. Akibat yang terjadi yaitu
hiperpolarisasi sehingga terjadi penghambatan potensial aksi yang
menghasilkan efek antikonvulsan, relaksasi otot skeletal, sedasi dan
ansiolisis.

Gambar 2. Mekanisme kerja obat


golongan benzodiazepin dengan
meningkatkan pembukaan kanal
ion Cl-.
Gambar 3. Perubahan konformasi menyebabkan meningkatnya pembukaan kanal
ion Cl- karena benzodiazepin

2.2 Diazepam
A. Sifat Umum
Diazepam adalah benzodiazepin yang sangat larut lemak dan
memiliki durasi kerja Larutannya pekat dengan pH 6,6-6,9. Injeksi
secara IV atau IM akan menyebabkan nyeri dikarenakan rendahnya pH.

Gambar 4. Struktur Kimia Diazepam

B. Farmakokinetik
Diazepam (N-demethylated) merupakan golongan benzodiazepin
yang larut dalam lemak. Diazepam cepat diabsorbsi dari saluran
gastrointestinal pada saat pemberian secara oral (penyerapan diazepam
lebih dari 90%), dengan konsentrasi puncak sekitar 60-90 menit pada
dewasa tetapi lebih cepat 15- 30 menit pada anak-anak. Masa kerja
diazepam tidak berhubungan dengan reseptor tetapi ditentukan laju
metabolisme dan eliminasi obat. Pada pemberian lewat penyuntikan, di
dalam darah diazepam larut dan plasma menuju ke jaringan lalu
menembus blood brain barrier. Sedasi biasanya terjadi 1-2 menit setelah
penyuntikkan IV dan 1530 menit untuk IM. Efek puncak diazepam adalah
15 menit sampai 1 jam untuk rute pemberian IV dan IM.
Diazepam pada prinsipnya dimetabolisme oleh enzim mikrosom
hati dengan menggunakan jalur N-demethylasi. Dua metabolit utama
diazepam adalah desmethyldiazepam dan oxazepam. Desmethyldiazepam
dimetabolisme lebih lambat dibandingkan oxazepam. Resirkulasi
enterohepatik dapat mengakibatkan terjadinya efek sedasi yang berulang.
Konsentrasi plasma diazepam secara klinis signifikans dan dapat
diperkirakan cepat perubahannya sebagai konjugat asam glukoronat.
Masa paruh eliminasi diazepam lambat sekitar 21 sampai 37 jam.
Sirosis hati berhubungan dengan peningkatan masa paruh eliminasi
diazepam. Masa paruh eliminasi diazepam juga meningkat cepat dengan
penambahan usia karena peningkatan sensitivitas pasien terhadap efek
sedasi obat. Perpanjangan masa paruh eliminasi diazepam dengan sirosis
hati berhubungan dengan penurunan ikatan protein obat dan peningkatan
volume distribution serta penurunan clearance hati akibat aliran darah
hati yang menurun.
Perpanjangan masa paruh eliminasi pada pasien usia tua
merupakan akibat dari peningkatan volume distribution, dimana
peningkatan lemak tubuh berhubungan dengan usia yang mengakibatkan
peningkatan volume distribution obat yang larut dalam lemak. Clearance
hati tidak berubah dengan penuaan. Dibandingkan dengan lorazepam,
diazepam mempunyai masa paruh yang lebih lama tetapi masa kerja yang
lebih singkat daripada lorazepam dan berdisosiasi lebih terhadap reseptor
GABAA. Waktu paruh dan metabolit aktif benzodiazepin dimuat pada
Tabel 2.
Gambar 5: Reseptor Protein Benzodiazepin
Tabel 2: Waktu Paruh dan Metabolit Aktif Benzodiazepin
Secara farmakologi, metabolit yang aktif dapat menumpuk di
plasma dan jaringan pada saat penggunaan diazepam yang kronis. Efek
mengantuk yang berkepanjangan berhubungan dengan dosis diazepam
yang besar dan pemecahan ulang metabolit aktif sehingga kembali
sirkulasi darah.
Pengeluaran/ekskresi lewat urine dalam bentuk glucuronide dan
sulfat, sebagian kecil dikeluarkan lewat empedu, selanjutnya empedua
yang mengandung diazepam dapat masuk ke dalam usus dan diabsorbsi
kembali (sirkulasi eneterohepatik). Diazepam yang diarbsorbsi kembali
dapat menyebabkan penderita kembali tidur. Karena itu menjadi perhatian
bagi penderita yang telah mendapat diazepam agar tidak segere
mengemudi.
C. Farmakodinamik
Farmakodinamik terhadap diazepam akan dibahas dalam hal:
1. Sistem pembuluh darah
Diazepam dengan dosis 0,5-1 mg/kg iv untuk induksi anestesi
memberikan efek minimal terhadap penurunan tekanan darah sistemik,
curah jantung, dan tahanan pembuluh darah sistemik yang dipantau
pada saat pasien tertidur. Meskipun efek hipotensi jarang terjadi,
pemberian diazepam harus hati-hati pada pasien dengan tekanan darah
rendah dan pasien usia tua.
2. Sistem saraf pusat
Diazepam berikatan dengan gamma-amino butyric acid (GABA)
reseptor sehingga menurunkan aktifitas neuron di sistem limbik,
thalamus dan hipotalamus yang mengakibatkan efek sedasi dan anti
cemas.
3. Sistem Pernafasan
Diazepam, sama seperti golongan benzodiazepin yang lain,
memberikan efek minimal terhadap ventilasi dan sirkulasi sistemik.
Diazepam mengakibatkan efek depresan yang minimal pada ventilasi
dengan peningkatan PaCO2. Efek depresan ini tidak terjadi pada
pemakaian obat sampai dosis 0,2 mg/kg intra vena. Kombinasi
diazepam dengan obat depresan CNS lain (opioid, alkohol ) atau pada
pasien dengan penyakit obstruksi saluran nafas kronis dapat
mengakibatkan perpanjangan depresi ventilasi.
D. Mekanisme Kerja
Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi
hambatan neuron GABA. Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem
saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks
otak frontal dan oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada
reseptor ini, benzodiazepin akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi
tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai benzodiazepin dengan
afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya interaksi benzodiazepin,
afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan ini kerja
GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion
klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang
mengalir masuk ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida
menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya,
kemampuan sel untuk dirangsang berkurang.
Diazepam merupakan turunan bezodiazepin. Kerja utama
diazepam yaitu potensiasi inhibisi neuron dengan asam gamma-
aminobutirat (GABA) sebagai mediator pada sistim syaraf pusat.
Dimetabolisme menjadi metabolit aktif yaitu N desmetildiazepam dan
oxazepam.
E. Indikasi
Untuk pengobatan jangka pendek pada gejala ansietas. Sebagai
terapi tambahan untuk meringankan spasme otot rangka karena inflamasi
atau trauma, mengatasi kecemasan, insomnia. Digunakan juga untuk
meringankan gejalagejala pada penghentian alkohol akut dan premidikasi
anestesi.
F. Kontarindikasi
 Penderita yang hipersensitif terhadap diazepam & benzodiazepin lain.
 Bayi dibawah 6 bulan.
 Penderita miastenia gravis, insufisiensi respiratori, insufisiensi hepar
dan sindrom sleep apnoea.
 Penderita glaucoma narrow-angle akut.
 Pasien koma
 Nyeri berat yang tidak terkendali
 Intoleran terhadap alkohol & propilen glikol untuk injeksi
G. Dosis
 Premedikasi: dewasa 10 mg, anak anak di atas 2 tahun 0,1- 0,2 mg/ kg
 Induksi: 0,2 – 0,6 mg/kg
 Ansietas 2 10 mg, 24 kali sehari.
 Terapi tambahan pada spasme otot rangka 2 10 mg, 3 4 kali sehari
dalam dosis terbagi
 Penghentian alkohol akut 10 mg 3 4 kali sehari selama 24 jam pertama,
kemudoan dikurangi menjadi 5 mg 3 4 kali sehari.
 Pada penderita dengan gangguan pulmoner kronik, penderita hati dan
ginjal kronik dosis dikurangi.
 Usia lanjut dan pasien yang lemah : 2 2,5 mg, 1 2 kali sehari dapat
ditingkatkan secara bertahap sesuai kebutuhan.
 Anakanak 0.12 0.8 mg/kg sehari dibagi dalam 3 atau 4 dosis.
H. Efek Samping Obat
Efek samping yang dapat timbul berupa konstipasi, hipotensi,
mual, skin rash, retensi urin, vertigo, dan mata kabur. Intoksikasi susunan
saraf pusat dapat terjadi pada konsentrasi plasma lebih dari 1.000 ng/mL
Overdosis yang massif dapat mengakibatkan koma atau sekuele yang
serius dan pada neonatus dapat mengakibatkan hiperbilirubinemia akibat
defisiensi G6PD karena pemberian diazepam.
I. Interaksi Obat
Cimetidin dapat menghambat P-450 enzim mikrosom hati dan
dapat memperpanjang waktu paruh eliminasi diazepam. Efek sedasi dapat
meningkat pada pemberian cimetidin dengan diazepam dibandingkan
pemberian tunggal diazepam. Cimetidin juga memberikan efek clearance
yang terlambat mencetuskan inhibisi terhadap enzim mikrosomal yang
penting terhadap oksidasi diazepam.

Penggunaan diazepam bersamaan dengan nitrous oxide dapat


mengakibatkan depresi otot jantung dan menurunkan tekanan darah
sistemik. Diazepam juga memperpanjang efek obat anti epilepsi lain
seperti fosfofenitoin.

J. Peringatan dan Pencegahan


 Bagi wanita hamil, merencanakan kehamilan, atau sedang menyusui,
dilarang mengonsumsi obat ini. Obat ini bisa memengaruhi janin
dalam kandungan.
 Jangan mengonsumsi obat ini dalam jangka panjang untuk
menghindari ketagihan, kecanduan, dan juga efek kebal terhadap obat
ini.
 Jangan mengonsumsi minuman keras ketika minum obat ini. Obat ini
ditambah dengan alkohol dapat membuat Anda sangat mengantuk.
 Obat ini mengakibatkan rasa kantuk, pusing, dan penglihatan kabur.
Jangan mengemudi atau mengoperasikan alat berat saat mengonsumsi
obat ini.
 Harap berhati-hati bagi pecandu narkoba dan alkohol, penderita
gangguan pernapasan, gangguan ginjal, gangguan hati, gangguan
mental, kelainan pada darah, dan myasthenia gravis.
 Temui dokter jika mengalami perubahan pola pikir atau perilaku. Obat
ini bisa menyebabkan kebingungan, halusinasi, dan bahkan pikiran
untuk bunuh diri.
 Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis, segera temui dokter.

2.3 Midazolam
A. Sifat Umum
Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan
struktur cincin imidazole yang stabil dalam larutan dan metabolisme yang
cepat. Setiap mL mengandung midazolam hidroklorida yang bersamaan
dengan 1mg atau 5mg midazolam dengan 0.8% NaCl dan 0.01% edetate
disodium beserta 1% benzyl alcohol yang bertindak sebagai preservatif
dan natrium hiroksida atau asam hidroklorida yang bertindak sebagai
penentu pH supaya pHnya antara 2.9 hingga 3.7. Secara kimia midazolam
HCl adalah is 8-chloro-6-(2-fluorophenyl)-1-methyl-4H- imidazo[1,5-a]
[1,4] benzodiazepine hydrochloride yang mempunyai formula molekul
C18H13ClFN3•HC dengan berat molekul 362.25. Obat ini memiliki
potensi 2-3 kali lebih kuat terhadap reseptor GABA dibandingkan
diazepam. Efek amnesia pada obat ini lebih kuat dibanding efek sedasi.

Gambar 6: Struktur Kimia Midazolam

B. Farmakokinetik
Midazolam diserap cepat dari saluran cerna dan dengan cepat
melalui sawar darah otak. Hanya 50% dari obat yang diserap yang akan
masuk ke sirkulasi sistemik karena metabolisme porta hepatik yang tinggi.
Sebagian besar midazolam yang masuk plasma akan berikatan dengan
protein. Waktu durasi yang pendek dikarenakan kelarutan lemak yang
tinggi mempercepat distribusi dari otak ke jaringan yang tidak begitu aktif
juga dengan klirens hepar yang cepat.
Waktu paruh midazolam adalah antara 1-4 jam, lebih pendek daripada
waktu paruh diazepam. Waktu paruh meningkat pada pasien tua dan
gangguan fungsi hati. Pada pasien dengan obesitas, klirens midazolam
akan lebih lambat karena obat banyak berikatan dengan sel lemak. Akibat
eliminasi yang cepat dari midazolam, maka efek pada CNS akan lebih
pendek dibanding diazepam.
 Awitan aksi :
 IV 30 detik-1 menit
 IM 15 menit
 Intranasal < 5 menit
 Efek Puncak
 IV 3-5 menit
 IM 15-30 menit
 PO 30 menit
 Intranasal 10 menit
 Rektal 20-30 menit
 Lama aksi
 IV/IM 15-80 menit
 PO/rectal 2-6 jam
 Interaksi/toksisitas
 Efek depresi SSP dan sirkulasi dipotensiasi oleh alkohol,
narkotik, sedatif, anestesik volatil, menurunkan MAC untuk
anestesik volatil; efeknya diantagonis oleh flumazenil.
Metabolisme
Biotransformasi midazolam dimediasi oleh cytochrome P-450
3A4. Sitokrom ini terdapat di hepar dan traktus gastrointestinal. Metabolit
utama yaitu 1-hidroksimidazolam mencakup 60-70% manakala 4-
hidroksimidazolam hanya sebanyak 5% atau kurang. Derivate dihidroksi
turut ditemukan tetapi kuantitinya sangat kecil. Metabolit ini dengan cepat
dikonjugasi dengan asam glukoronat menjadi 1-hidroksimidazolam
glukoronat yang dieskresikan melalui ginjal.
Metabolisme midazolam akan diperlambat oleh obat-obatan
penghambat enzim sitokrom P-450 3A4 seperti simetidin, eritromisin,
calsium channel blocker, obat anti jamur. Kecepatan klirens hepatic
midazolam lima kali lebih besar daripada lorazepam dan sepuluh kali lebih
besar daripada diazepam.
Farmakokinetik midazolam dapat berubah tergantung kepada
interaksi obat dan variable fisiologis. Pada pasien paediatrik, obesitas,
gagal jantung kongestif, insuffisiensi hepar dan gagal ginjal didapatkan
waktu paruh midazolam lebih lama, klirens plasma berkurang manakala
volume distribusi meningkat berbanding kelompok orang biasa.
C. Farmakodinamik
Midazolam merupakan short-acting benzodiazepine yang bersifat
depresan sistem saraf pusat (SSP). Efek midazolam pada SSP tergantung
pada dosis yang diberikan, rute pemberian, dan ada atau tidak adanya obat
lain. Onset waktu efek penenang (sedative) setelah pemberian IM pada
orang dewasa adalah 15 menit, dengan puncak sedasi terjadi 30 sampai 60
menit setelah injeksi. Dalam satu penelitian dewasa, saat diuji pada hari
berikutnya, 73% dari pasien yang menerima midazolam intramuskular
menunjukkan mereka tidak mempunyai memori tentang 30 menit setelah
pemberian obat manakala 40% tidak mempunyai memori tentang 60 menit
setelah pemberian obat. Onset waktu efek penenang pada populasi anak
dimulai dalam waktu 5 menit dan mencapai puncak pada 15 sampai 30
menit tergantung pada dosis yang diberikan.
Sedasi pada pasien dewasa dan anak-anak dicapai dalam waktu 3
sampai 5 menit setelah injeksi intravena (IV). Waktu onset dipengaruhi
oleh dosis total diberikan dan administrasi bersamaan premedikasi
narkotika. Tujuh puluh satu persen dari pasien dalam penelitian endoskopi
tidak memiliki recall adanya pengenalan endoskopi dan 82% dari pasien
tidak memiliki recall adanya penarikan endoskopi. Dalam studi onkologi
pediatrik, didapatkan 91% dari pasien yang menerima midazolam amnesia
dibandingkan dengan hanya 35% dari pasien yang telah menerima fentanil
saja.
Ketika midazolam diberikan IV sebagai agen induksi anestesi,
induksi anestesi terjadi pada sekitar 1,5 menit apabila adanya pemberian
premedikasi narkotika dan dalam 2 sampai 2,5 menit tanpa premedikasi
narkotika atau premedikasi sedatif lain. Penurunan memori dicatatkan
pada 90% pasien yang diteliti. Pada studi yang dilakukan, didapati pasien
anak yang diberikan premedikasi 1,0 mg / kg intramuskular (IM)
meperidin, hanya 4 dari 6 pasien anak-anak yang menerima 600 mcg / kg
IV midazolam mengalami kehilangan kesadaran dengan penutupan mata
setelah 108 ± 140 detik. Kelompok ini dibandingkan dengan pasien anak-
anak yang diberi thiopental 5 mg / kg IV dan didapati 6 dari 6 menutup
mata mereka pada 20 ± 3,2 detik.
Midazolam apabila digunakan sesuai petunjuk, tidak menunda
pasien dari sadar setelah dilakukan anestesi umum. Pemulihan yang terjadi
setelah pasien sadar (orientasi, kemampuan untuk berdiri dan berjalan,
kesesuaian untuk keluar dari ruang pemulihan, kembali ke dasar
kompetensi Trieger) biasanya terjadi dalam waktu 2 jam, tetapi pemulihan
bisa memakan waktu hingga 6 jam dalam beberapa kasus. Bila
dibandingkan dengan pasien yang menerima thiopental, pasien yang
menerima midazolam umumnya pulih sedikit lebih lambat. Pemulihan dari
anestesi atau sedasi pada pasien anak tergantung pada dosis midazolam
yang diberikan serta adanya obat lain yang menyebabkan depresi SSP.
Dalam studi hemodinamik jantung pada orang dewasa, induksi
anestesi umum dengan midazolam IV dikaitkan dengan penurunan tekanan
arteri rata-rata, curah jantung, stroke volume dan resistensi vaskular
sistemik. Denyut jantung juga menjadi lambat (kurang dari 65/minute)
terutama pada pasien yang memakai propanolol untuk angina. Pada pasien
anak-anak, anak yang menerima midazolam IV (500 mcg / kg)
mencatatkan penurunan 15% rata-rata tekanan darah sistolik manakala
pada anak dengan propofol (2,5 mg / kg) mencatatkan penurunan 25%
rata-rata tekanan darah sistolik. .
D. Dosis
Dosis maximal : 10 mg/kgBB
 Premedikasi
Sebagai premedikasi midazolam 0,25 mg/kg diberikan secara oral
berupa sirup (2 mg/ml) kepada anak-anak untuk memberiksan efek
sedasi dan anxiolisis dengan efek pernapasan yang sangat minimal.
Pemberian 0,5 mg/kg IV 10 menit sebelum operasi dipercaya akan
memberikan keadaan amnesia retrograd yang cukup.
 Sedasi intravena
Midazolam dosis 1-2,5 mg IV (onset 30-60 detik, waktu puncak 3-5
menit, durasi 15-80 menit) efektif sebagai sedasi selama regional
anestesi. Efek samping yang ditakutkan dari midazolam adalah adanya
depresi napas apalagi bila diberikan bersama obat penekan CNS
lainnya.
 Induksi anestesi
Induksi anestesi dapat diberikan midazolam 0,1-0,2 mg/kg IV selama
30-60 detik. Dosis yang digunakan akan semakin kecil apabila
sebelumnya diberikan obat penekan CNS lain seperti golongan opioid.
Pasien tua juga membutuhkan dosis lebih rendah dibanding pasien
muda.
 Rumatan anestesi
Midazolam dapat diberikan sebagai tambahan opioid, propofol dan
anestesi inhalasi selama rumatan anestesi. Pemberian midazolam dapat
menurunkan dosis anestesi inhalasi yang dibutuhkan. Sadar dari post
operasi dengan induksi midazolam akan lebih lama 1-2,5 kali
dibanding penggunaan thiopental sebagai induksi.
 Sedasi post operasi
Pemberian jangka panjang midazolam secara intravena (dosis awal
0,5-4 mg IV dan dosis rumatan 1-7 mg/jam IV) akan mengakibatkan
klirens midazolam dari sirkulasi sistemik lebih bergantung pada
metabolisme hepatik. Efek farmakologis dari metabolit akan
terakumulasi dan berlangsung lebih lama setelah pemberian intravena
dihentikan sehingga waktu bangun pasien menjadi lebih lama.
Penggunaan opioid dapat mengurangi dosis midazolam yang
dibutuhkan sehingga waktu pulih lebih cepat. Waktu pulih akan lebih
lama pada pasien tua, obese dan gangguan fungsi hati berat.
 Gerakan pita suara paradox
Gerakan pita suara paradoks adalah penyebab nonorganik obstruksi
saluran napas atas dan stridor sebagai manifestasi post operasi.
Midazolam 0,5-1 mg IV mungkin efektif untuk mengatasinya.
E. Kontraindikasi
 Sensitif terhadap benzodiazepine
 Sensitivitas silang terjadi dengan benzodiazepin lainnya
 insufisiensi pernapasan akut
 Glaukoma sudut sempit
F. Efek Samping
Fluktuasi tanda-tanda vital adalah temuan yang paling sering
terlihat setelah pemberian parenteral dari midazolam pada orang dewasa.
Selain itu ada juga penurunan volume tidal dan / atau penurunan tingkat
pernapasan dan apnea, serta variasi tekanan darah dan denyut nadi.
Sebagian besar efek samping yang serius, terutama yang berhubungan
dengan oksigenasi dan ventilasi dilaporkan terjadi apabila midazolam
diberikan dengan obat lain yang mampu menekan sistem saraf pusat.
Kejadian peristiwa tersebut lebih tinggi pada pasien yang menjalani
prosedur yang melibatkan jalan napas tanpa perlindungan dari suatu
endotrakeal tube (misalnya endoskopi dan prosedur gigi). Pada pemberian
intramuscular terjadinya reaksi efek samping berikut:
 Efek sistemik: Sakit kepala
 Efek local pada tempat injeksi
 Nyeri
 Indurasi
 Kemerahan
 Kekakuan otot
Pemberian midazolam IM pada pasien yang sudah berusia dan
pada pasien dengan operasi yang berisiko tinggi jarang mencatatkan
kematian walaupun sering ditemukan depresi kardiorespirasi. Pada
pemberian midazolam IV sebagai agen sedatif, ansiolitik, dan amnesia
ditemukan efek samping berikut:
 Efek sistemik
 Hiccoughs
 Nausea
 Vomitus
 Oversedasi
 Nyeri kepala
 Drowsiness
 Efek local pada tempat injeksi
 Nyeri di tempat injeksi
 Nyeri sewaktu injeksi
 Kemerahan
 Indurasi
 Phlebitis
G. Interaksi Obat
Efek sedasi midazolam intravena ditekan oleh setiap obat yang
diberikan serentak yang turut menekan sistem saraf pusat, terutama
narkotika (misalnya, morfin, meperidin dan fentanil) dan juga secobarbital
dan droperidol. Akibatnya, dosis midazolam harus disesuaikan dengan
jenis dan jumlah obat yang diberi bersamaan dan respon klinis yang
diinginkan.
Perhatian harus diberikan bila midazolam diberikan bersamaan
dengan obat yang menghambat sistem enzim P450 3A4 seperti cimetidine
(kecuali ranitidin), eritromisin, diltiazem, verapamil, ketoconazole dan
itraconazole. Interaksi obat ini dapat menyebabkan sedasi berkepanjangan
akibat penurunan klirens plasma midazolam.
Pemberian intravena midazolam menurunkan konsentrasi
minimum alveolar (MAC) dari halotan untuk anestesi umum. Penurunan
ini berkorelasi dengan dosis midazolam yang diberikan. Dosis thiopental
untuk induksi juga lebih rendah apabila digunakan midazolam secara IM
sebagai premedikasi.
Tidak ada interaksi yang merugikan dengan premedikasi yang
umum digunakan atau obat-obatan yang digunakan selama anestesi dan
operasi (termasuk atropin, skopolamin, glycopyrrolate, diazepam,
hidroksizin, d-tubocurarine, succinylcholine dan relaksan otot
nondepolarizing) atau anestesi lokal topikal (termasuk lidokain, dyclonine
HCl dan benzokain) telah diamati pada orang dewasa atau pasien anak.
Pada neonatus, bagaimanapun, hipotensi berat telah dilaporkan dengan
administrasi dengan fentanyl.

H. Peringatan dan Pencegahan


Midazolam harus digunakan dengan hati-hati terutama bila digunakan
dengan obat lain yang mampu menyebabkan depresi sistem saraf pusat.
Sebelum pemberian intravena harus diperhatikan:
 Ketersediaan segera oksigen
 Obat resusitasi
 Peralatan tas / katup / mask ventilasi dan intubasi yang sesuai usia
dan ukuran.
 Karena intravena midazolam menekan respirasi dan karena agonis
opioid dan obat penenang lainnya dapat menambah depresi ini,
midazolam harus diberikan sebagai agen induksi hanya oleh orang
yang terlatih dalam anestesi umum
 Tenaga terampil untuk pemeliharaan jalan napas paten dan
dukungan dari ventilasi.
 Pasien harus terus dipantau dengan cara deteksi tanda-tanda awal
hipoventilasi, obstruksi jalan napas, atau apnea. Hipoventilasi,
obstruksi jalan napas, dan apnea dapat menyebabkan hipoksia dan /
atau serangan jantung kecuali penanggulangan yang efektif diambil
segera.
 Ketersediaan segera agen pembalikan tertentu (flumazenil) sangat
dianjurkan. Tanda-tanda vital harus terus dipantau selama periode
pemulihan.
 Ketika digunakan untuk sedasi / anxiolysis / amnesia, midazolam
harus selalu dititrasi perlahan-lahan pada pasien dewasa atau anak.
 Midazolam IV tidak boleh diberikan kepada pasien dewasa atau
anak shock atau koma, atau intoksikasi alkohol akut dengan
depresi tanda-tanda vital. Perhatian khusus harus dilakukan dalam
penggunaan midazolam intravena pada pasien dewasa atau anak
dengan penyakit akut terkompensasi, seperti dehidrasi berat atau
gangguan elektrolit.
 Injeksi yang cepat harus dihindari pada populasi neonatal.
Midazolam yang diberikan cepat sebagai injeksi intravena (kurang
dari 2 menit) telah dikaitkan dengan hipotensi berat pada neonatus,
terutama ketika pasien juga telah menerima fentanil.
 Midazolam diekskresikan dalam air susu manusia. Perhatian harus
dilakukan ketika midazolam diberikan kepada wanita menyusui.
 Dosis intravena midazolam harus diturunkan untuk orang tua dan
pasien lemah.
BAB II
KESIMPULAN

Obat dalam golongan hipnotik dan sedatif khususnya golongan


benzodiazepin, memiliki empat daya kerja tersebut di atas, yakni khasiat
anxiolitis, sedatif-hipnotis, antikonvulsif dan daya relaksasi otot. Setiap efek ini
dapat berbeda-beda kekuatannya pada setiap derivat, yang juga memperlihatkan
perbedaan jelas mengenai kecepatan resorpsi dan eliminasinya. Obat golongan
benzodiazepin terbagi menjadi 3 jenis berdasarkan kecepatan metabolismenya,
yaitu : 1. Aksi lama/Long Acting (durasi 50 menit) : diazepam, flurazepam, 2.
Aksi sedang/Short Acting (durasi 40 menit): lorazepam, loprazolam, dan 3. Aksi
pendek/Ultra Short Acting (durasi 15-30 menit) : midazolam, triazolam.
Efek diazepam dan midazolam pada SSP tergantung pada dosis yang
diberikan, rute pemberian, dan ada atau tidak adanya obat lain. Diazepam
merupakan benzodiazepine yang tidak larut air sedangkan midazolam larut air.
Kedua obat ini memiiki efek sedasi tetapi pada midazolam, efek amnesia pada
obat ini lebih kuat dibanding efek sedasi. Kedua obat ini digunakan sebagain
premedikasi dan induksi pada bidang anestesi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Craig, R.Craig and Robert E.Stitzel. 2007. Modern Pharmacology With


Clinical Application 6th Ed. Virginia: Lippincott Williams & Wilkin.

2. Kareem, Salman. 2013. Anxiolytics and Hyppnotics.


http://www.slideshare.net/drsalmankareem/anxiolytics-and- hypnotics?
related=2 Diakses tgl 22 Juli 2018.
3. Neal, Michael J. 2012. Medical Pharmacology at a Glance. UK: John Wiley
& Sons Publishing.

4. Nelson, M.H. 2006. Sedative Hypnotic Drugs.


www.pharmacy.wingate.edu/faculty/mnelson/PDF/Sedative_Hypnotics.pdf
Diakses tanggal 22 Juli 2018.
5. Proffesor Ashton, Heather. 2002. Benzodiazepines: How They Work and
How to Withdraw. http://www.benzo.org.uk/manual/bzcha01.htm Diakses
tanggal 22 Juli 2018.
6. Stoelting, R.K, Hillier SC. 2006. Opioid Agonists and Antagonists. In:
Pharmacology & Physiology in Anestetic Practice 4th Edition. Philadelphia:
Lipincott William & Wilkins.
7. Katzung, B.G., 2002, Farmakologi Dasar dan Klinik , Edisi III, 693-694,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
8. Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Farmakologi Ulasan Bergambar.
Jakarta: Widya Medika
9. Latief A. Said, dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi ke 2. Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2001.
10. Midazolam Injection. Last Reviewed 16/6/2017 diunduh dari
http://www.rxlist.com/midazolam-injection-drug/side-effects-interactions.htm
Pada 21/7/2018
11. Midazolam Injection. diunduh dari http://www.medicinenet.com/midazolam-
injection/article.htm Pada 21/7/2018

Anda mungkin juga menyukai