Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

MENENTUKAN ED50 ( EFFECTIVE DOSE ) DIAZEPAM PADA TIKUS

Kelompok 1

B2 2019

1. Habib Saleh 201910330311097


2. Adelia Vina Larasati 201910330311125
3. Annisa Hafsari Palupi 201910330311086
4. Dimas Aulia Rahman Putra 201910330311078
5. Hanum Salsabiila Ifayanti 201910330311092
6. Agustya Elya Risnanda 201910330311130
7. Uswatun Hasanah 201910330311135
8. Rizki Ananda Putra 201910330311141

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
I. PENDAHULUAN

Diazepam merupakan obat golongan Benzodizepine. Golongan obat ini bekerja pada
system saraf pusat dengan efek utama : sedasi, hypnosis, pengurangan terhadap rangsangan
emosi/ansietas, relaksasi otot dan antikonvulasi. Diazepam menyebabkan tidur dan penurunan
kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesic. Juga tidak
menimbulkan potensiasi terhadap efek penghambat neuromuskuler dan efek analgesic obat
narkotik. Diazepam digunakan untuk menimbulkan sedasi basal pada anastesi regional,
endoskopi dan prosedur dental, juga untuk induksi anastesia terutama pada penyakit
kardiovaskuler.

Benzodiazepine tidak mampu menghasilkan tingkat depresi saraf sekuat golongan


barbiturate atau anastesi umum. Peningkatan dosis benzodiazepine menyebabkan depresi SSP
yang meningkat dari sedasi ke hypnosis, dan dari hypnosis ke stupor. Keadaan ini sering
dinyatakan sebagai efek anastesia, tetapi obat golongan ini tidak benar-benar memperlihatkan
efek anastesi umum yang spesifik. Namun pada dosis pre-anastetik, benzodiazepine
menimbulkan amnesia anterograd terhadap kejadian yang berlangsung setelah pemberian obat.
Profil farmakologi benzodiazepine sangat berbeda pada spesies yang berbeda. Pada spesies
tertentu, hewAn coba dapat meningkatkan kewaspadaannya sebelum timbul depresi SSP.
Walaupun terlihat adanya efek analgetik benzodiazepine pada hewan coba, pada manusia anya
terjadi analgesi selintas setelah pemberian diazepam. Belum pernah dilaporkan adanya efek
analgetik derivate benzodiazepine lain. Benzodiazepine tidak memperlihatkan efek analgesia
dan efek hiperalgesia.

Salah satu obat golongan benzodiazepine adalah diazepam (obat penenang), digunakan
sebagai anksiolitik agen antipanik, sedative, relaxan otot rangka, antikonvulsan, dan dalam
penatalaksanaan gejala-gejala akibat penghentian pemakaian alcohol. Benzodiazepine yang
digunakan sebagai anastetik ialah diazepam, iorazepam, dan midazolam. Golongan obat ini
bekerja pada system saraf pusat dengan efek utama: sedasi, hypnosis, pengurangan terhadap
rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot, dan antikonvulasi. Jadi dalam praktikum kali ini
ditentukan dosis berapa yang memberikan efek tidur pada 50% individu atau separuh dari
jumlah individu yang diamati memberi respon tidur. Dengan menentukan ED50 dari diazepam,
maka kita dapat mengetahui dosis terapi yang efektif dari diazepam untuk menimbulkan efek
tidur. Bermanfaat juga untuk pengobatan kecanduan, susah tidur, gangguan pernapasan, dan
kejang otot. Diazepam juga digunakan untuk perawatan peradangan, gemetaran, dan halusinasi
sebagai hasil dari kerja alcohol.

ED50 ( Effective Dose 50 ) adalah dosis yang menimbulkan efek terapi pada 50%
individu. Pemberian fenobarbital dan diazepam secara intraperitoneal digunakan untuk
menentukan ED50 yaitu dosis yang memberikan efek tidur pada 50% individu atau separuh dari
jumlah individu yang diamati memberi respon tidur. Dosis yang menimbulkan efek terapi pada
50% individu disebut dosis terapi median atau dosis efektif median (ED50). Dosis ltal median
(TD50) ialah dosis yang menimbulkan kematian pada 50% individu, sedangkan TD50 ialah
dosis toksik 50%.
ED50 ini biasa digunakan untuk menentukan indeks terapi. Dalam suatu
farmakodinamik, indeks terapi suatu obat dinyatakan dalam rasio sebagai berikut
Indeks terapi= TD 50 atau LD 50

Distribusi
Transpor hipnotik sedatif di dalam darah adalah proses dinamik dimana banyaknya
molekul obat masuk dan meninggalkan jaring tergantung pada aliran darah, tingginya
konsentrasi dan permeabilitas. Kelarutan dalam dalam lemak memegang peranan penting
dalam menentukan berapa banyak hipnotik-sedatif yang khusus masuk ke susunan saraf pusat.
(Katzung, 1997)

Indikasi
Diazepam berfungsi untuk memperpendek mengatasi gejala yang timbul seperti gelisah
yang berlebihan, diazepam juga dapat mengatasi gemetaran, kegilaan, dan halusinasi sebagai
akibat mengkonsumsi alcohol. Diazepam juga dapat dignakan untuk kejang otot. Kejang otot
merupakan penyakit neurology. Diazepam digunakan sebagai obat penenang dan dapat juga
dikombinasikan dengan obat lain.

Efek samping
Sebagaimana obat, selain memiliki efek yang menguntungkan, diazepam juga memiliki
efek samping yang perlu diperhatikan dengan seksama. Efek samping diazepam memiliki tiga
kategori efek samping yaitu:
1. Efek samping yang sering terjadi: pusing, mengantuk.
2. Efek samping yang jarang terjadi: depresi, impaired cognition.
3. Efek samping yang jarang sekali terjadi: reaksi alergi, amnesia, anemia, angiodema,
behavioral disorders, blood dyscrasias, blurred vision, kehilangan keseimbangan, konstipasi,
coordination changes, diarrhea, disease of liver, drug dependence, dysuria, extrapyramidal
disease, false sense of well-being, fatigue, general weakness, headache disorders, hipotensi,
increased bronchial secretion, leucopenia, libido changes, muscle spasm, muscle weakness,
nausea, neutropenia disorder, polydipsia, pruritus of skin, seizure disorder, sialorrhea, skin
rash, sleep automatism, tachyarrhytmia, trombositopeni, tremors, visual changes, vomiting,
xerostomia.

Farmakokinetik
Benzodiazepine bersifat lipofilik dan diabsorbsi secara cepat dan sempurna setelah
pemberian oral dan didistribusikan ke seluruh tubuh. Waktu paruh benzodiazepine penting
secara klinis karena lama kerja dapat menentukan penggunaan dalam terapi. Benzodiazepine
dibagi atas kelompok kerja jangka pendek, sedang, dan panjang. Dan diazepam masuk ke
dalam kelompok kerja lama. Obat dengan jangka panjang membentuk metabolit aktif dengan
waktu paruh panjang.

Kebanyakan benzodiazepine termasuk klordiazepoksid dan diazepam dimetabolisme


oleh system metabolit mikrosomal hati menjadi senyawa yang juga aktif untuk benzodiazepine
ini, waktu paruh menunjukkan kerja kombinasi dari obat asli dan metabolitnya. Benzodiazepin
dikeluarkan dalam urin sebagai metabolit glukuronat atau metabolit oksidasi. t½ : Diazepam
20-40 jam, DMDZ 40-100 jam. Tergantung pada variasi subyek. t½ meningkat pada mereka
yang lanjut usia dan bayi neonatus serta penderita gangguan liver. Perbedaan jenis kelamin
juga harus dipertimbangkan. Volume Distribusi : Diazepam dan DMDZ 0,3-0,5 mL/menit/Kg.
Juga meningkat pada mereka yang lanjut usia. Waktu untuk mencapai plasma puncak : 0,5 – 2
jam.

Untuk diazepam, nitrazepam, bromazepam memiliki PP yang tinggi (80-90%) yang


diantaranya memiliki siklus enterohepatik. Distribusinya juga dalam tubuh cukup baik,
terutama di otak, jantung, hati, dan lemak. Apabila diberikan dalam bentuk suppositoria,
resorpsinya agak lama, kurang lebih 2 jam bereaksi setelah pemberian dibandingkan dengan
pemberian oral yang hanya membutuhkan waktu kurang lebih setengan jam saja. Namun
apabila diberikan dalam bentuk larutan khusus rektal (rektiole), penyerapannya lebih cepat
sekitar 10 menitan. Oleh karena itu rektiole lebih banyak diberikan dalam keadaan darurat,
misalnya pada pasien kejang.

Farmakodinamik
Pengikatan GABA (asam gama aminobutirat) ke reseptornya pada membrane sel akan
membuka saluran klorida, meningkatkan efek konduksi klorida. Aliran ion klorida yang masuk
menyebabkan hiperpolarisasi lemah menurunkan potensi postsinaptik dari ambang letup dan
meniadakan pembentukan kerja potensial. Benzodiazepine terikat pada sisi spesifik dan
berafinitas tinggi dari membran sel yang terpisah tetapi dekat reseptor GABA. Reseptor
benzodiazepine terdapat hany pada SSP dan lokasinya sejajar dengan neuron GABA.
Pengikatan benzodiazepine memacu afinitas resptor GABA untuk neurotransmitter yang
bersangkutan sehingga sluran klorida yang berdekatan lebih sering terbuka. Keadaan tersebut
akan memacu hiperpolarisasi dan menghambat letupan neuron (catatan: benzodiazepine dan
GABA secara bersama-sama akan meningkatkan afinitas terhadap sisi ikatannya tanpa
perubahan jumlah total sisi tersebut).

Lama pemberian
Obat diazepam ini tidak boleh digunakan dalam jangka waktu yang panjang, karena
dapat berakibat buruk bagi tubuh penderita. Diazepam segera didistribusi ke otak, tetapi
efeknya baru tampak setelah beberapa menit. Obat ini menyebabkan tidur dan penurunan
kesadaran disertai nistagmus dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesic, juga tidak
menimbulkan potensiasi terhadap efek penghambat neuromuscular dan efek analgesic obat
narkotik. Diazepam digunakan untuk menimbulkan sedasi basal pada anastesia regional,
endoskopi, dan prosedur dental, juga untuk induksi anastesia terutama pada penderita dengan
penyakit kardiovaskuler. Dibandingkan dengan ultra short acting barbiturate, efek anastesia
diazepam kurang memuaskan karena mula kerjanya lambat dan masa pemulihannya lama.
Kadarnya segera turun karena adanya redistribusi, tetapi sedasi sering muncul lagi setelah 6-8
jam akibat adanya penyerapan ulang diazepam yang dibuang melalui empedu. Karena itu
diazepam jangka lama tidak memerlukan koreksi dosis.
II. TUJUAN INTRUKSIONAL KHUSUS
1. Mengamati perubahan aktivitas perilaku setelah pemberian diazepam secara intraperitoneal
2. Menentukan ED50 (dosis yang memberikan efek tidur) Diazepam

III. ALAT & BAHAN


1. Kapas, Kain, Spuit, Kasa
2. Kandang, Tikus 3 ekor
3. Alkohol
4. Diazepam ( dosis 1mg/kgBB, 2.5mg/kgBB, 5mg/kgBB )

IV. PROSEDUR KERJA


1. Bersihkan permukann abdomen tikus dengan kapas alcohol
2. Suntikan pada masing masing tikus : diazepam dengan dosis dosis 1mg/kgBB,
2.5mg/kgBB, 5mg/kgBB secara intraperitoneal
3. Amati perubahan perilaku tikus dengan seksama

V.HASIL PENGAMATAN

1. Berat Tikus
Berat Tikus I : 120 gram
Berat Tikus II : 133 gram
Berat Tikus III : 123 gram

2. Dosis

Tikus I : 120 g
5mg/kgBB = X/0,12kgBB X = 0,088mg
10ml/2ml = 0,088 mg/X X = = 0,0176ml

Tikus II : 102 g
2,5mg/1000g = X/102g X = 0,255mg
10mg/2ml = 0,255mg/X X = 0.051ml

Tikus III : 123 g


5mg/1000g = X/98g X = 0.49mg
10mg/2ml = 0.49mg/X X = 0,098ml
3. Tabel Pengamatan
4. - No Postu Aktifit Ataxi Rightin Test Analge Ptosi Mat
Me eksperim r as a g reflex kasa si s i
nit en tubu motor
h
5 1 + ++ ++ + + + + -
2 ++ + + + +++ + + -
3 + ++ ++ + + + + -
10 1 + ++ ++ ++ + + + -
2 ++ +++ + ++ +++ ++ + -
+
3 ++ ++ ++ +++ ++ + + -
15 1 +++ +++ ++ ++ ++ + + -
2 ++ +++ + ++ +++ ++ ++ -
+
3 +++ +++ ++ +++ +++ ++ ++ -
20 1 +++ +++ + ++ +++ + + -
2 ++ +++ +++ ++ +++ ++ +++ -
+
3 +++ +++ ++ +++ +++ ++ ++ -
25 1 +++ +++ +++ ++ + ++ + -
2 ++ +++ ++ ++ +++ ++ ++ -
3 +++ +++ ++ ++ + ++ + -
1 +++ +++ +++ ++ + ++ + -
30 2 ++ +++ ++ ++ +++ ++ ++ -
3 ++ +++ ++ ++ + ++ + -
1 +++ +++ +++ ++ + ++ + -
35 2 ++ +++ ++ ++ +++ ++ ++ -
3 +++ +++ ++ ++ + ++ + -
1 +++ +++ +++ ++ + ++ + -
40 2 ++ ++ ++ ++ +++ ++ ++ -
3 +++ +++ ++ ++ + ++ + -
1 +++ +++ +++ ++ + ++ + -
45 2 ++ ++ ++ + +++ ++ ++ -
3 +++ +++ ++ ++ + ++ + -
1 + +++ +++ ++ + ++ + -
50 2 ++ ++ + + +++ + ++ -
3 +++ +++ + ++ + + + -
1 +++ +++ ++ + + ++ + -
55 2 ++ ++ + + +++ + ++ -
3 +++ +++ + + + + + -
1 +++ +++ ++ + + + + -
60 2 ++ ++ + + +++ + ++ -
3 +++ +++ + + + + + -
5.

KETERANGAN
1. Postur Tubuh
+ = jaga = kepala dan punggung tegak
++ = ngantuk = kepala tegak, punggung mulai datar
+++ = tidur = kepala dan punggung datar

2. Aktivitas motor
+ = gerak spontan
++ = gerak spontan bila dipegang
+++ = gerakan menurun saat dipegang
++++ = tidak ada gerak spontan pada saat dipegang

3. Ataksia : gerakan berjalan inkoordinasi


+ = inkoordinasi terlihat kadang-kadang
++ = inkoordinasi jelas terlihat
+++ = tidak dapat berjalan lurus

4. Righting reflex
+ = diam pada satu posisi miring
++ = diam pada dua posisi miring
+++ = diam pada waktu terlentang

5. Test Kasa
+ = tidak jatuh apabila kasa dibalik dan digoyang
++ = jatuh apabila kasa dibalik
+++ = jatuh apabila posisi kasa 90o
++++ = jatuh apabila posisi kasa 45o

6. Analgesia
+ = respon berkurang pada saat telapak kaki dijepit
++ = tidak ada respon pada saat telapak kaki dijepit

7. Ptosis
+ = ptosis kurang dari ½
++ =½
+++ = seluruh palpebra tertutup

6. Tabel ED50
Dosis Respon tidur (+/-) tikus pada kelompok % Indikasi yang berespon
1 2 3 4 5 6
1 mg - - - - + - 16,67%
2,5 mg + + - - + - 50%
5 mg + + + + + - 83.33%

5. Grafik % efek vs Dosis

Dari tabel ED diatas dapat diperoleh data berdasarkan persamaan regresi


sebagai berikut :

a = 3,7461 b = 16,3249 r = 0,9897

Maka, Y = a+bx

50 = 3,7461+16,3249 X

50 – 3,7461= 16,3249X X = 2,83 mg

Jadi, dosis yang menyebabkan efek tidur dari diazepam pada 50% populasi adalah
2,83mg

90.00%
80.00%
70.00%
60.00%
50.00%
40.00% ED50
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
1 2.5 5
VII. PEMBAHASAN

Pada praktikum ini dilakukan beberapa test untuk mengetahui efek diazepam,
diantaranya test postur tubuh, aktivitas motorik, ataksia, righting refleks, tes kasa, analgesia,
ptosis yang masing-masing perlakuan memiliki tujuan.

1. Test Postur Tubuh

Test postur tubuh ini bertujuan untuk melihat tingkat kesadaran dari hewan coba
(tikus). Pada tikus pertama dosis yang diberikan adalah 1mg/kg BB yang dimulai dari
menit ke-5 sampai menit ke-60 tidak menunjukkan reaksi mengantuk dan lain
sebagainya, dalam arti tikus masih terjaga, sedangkan pada tikus kedua dosis yang
diberikan adalah 2,5mg/kg BB yang dimulai dari menit ke-5 sampai menit ke-60
menunjukkan bahwa adanya perubahan dari terjaga hingga pada posisi tidur dan pada
tikus ketiga dosisi yang diberikan yaitu sebanyak 5mg/kg BB yang dimulai dari menit
ke-5 sampai menit ke-60 hanya menunjukkan bahwa tikus dalam keadaan mengantuk,
dan berada pada posisi tidur.

2. Test Aktivitas Motorik

Test aktivitas motorik ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan hewan coba
dalam merespon suatu rangsangan. Pada tikus pertama, dari menit ke-5 sampai menit
ke-60 tidak menunjukkan adanya perubahan motorik, itu artinya tikus ketika dipegang
masih memperlihatkan gerak spontan. Pada tikus kedua, tidak menunjukkan adanya
perubahan motorik, itu artinya tikus ketika dipegang masih memperlihatkan gerak
spontan, sedangkan pada tikus ketiga, sama sekali tidak ada gerak spontan saat
dipegang dari menit pertama hingga menit ke-60.

3. Ataksia

Test ketiga ini bertujuan untuk melihat gerakan berjalan yang inkoordinasi.
Pada tikus pertama dan tikus kedua, tidak terlihat gerak inkoordinasi tikus dari awal
pemberian hingga menit ke-60, sedangkan pada tikus ketiga, gerak inkoordinasi hanya
terlihat kadang-kadang dari awal pemberian sedangakan pada menit ke 10 sudah ridak
dapat berjalan lurus.

4. Righting Refleks

Righting refleks ini bertujuan untuk melihat gerak refleks tubuh dari tikus
apabila dimiringkan baik secara telentang maupun miring. Pada tikus pertama, tikus
kedua, dari awal pemberian diazepam hingga menit ke-60 masing-masing tikus tidak
memperlihatkan refleks apapun, artinya refleks dari tikus ini masih dalam keadaan
normal. Sedangkan pada tikus ke tiga memberikan efek diam pada satu posisi miring.
5. Test Kasa

Test ini bertujuan untuk melihat efek kantuk dari tikus akibat pemberian obat
yang menyebabkan tubuh tikus itu sendiri tidak seimbang bila kasa dibalikkan. Pada
tikus pertama, dari awal pemberian obat hingga menit ke-60 tikus tidak jatuh saat kasa
dibalik, artinya bahwa tikus pertama masih dalam keadaan normal. Pada tikus kedua,
tikus baru akan memperlihatkan reaksi jatuh saat menit ke-60, sedangkan pada tikus
ketiga, tikus sudah jatuh dari menit pertama hingga menit ke-60, hal ini menunjukkan
bahwa obat yang diberikan pada tikus sudah bereaksi.

6. Analgesia

Test ini bertujuan untuk melihat efek analgesik yang ditimbulkan dari
pemberian diazepam ini. Pada tikus pertama dan tikus kedua, masih memperlihatkan
respon yang aktif dari menit kepertama hingga menit ke-60, sedangkan pada tikus
ketiga, dari awal pemberian hingga menit ke-60 tikus sudah tidak memperlihatkan
respon nyeri pada kakinya saat dijepit. Hal ini memnuktikan bahwa obat yang
duiberikan pada tikus ketiga sudah mulai bereaksi.

7. Ptosis

Test ini bertujuan untuk melihat palpebra tikus yang mulai bereaksi. Pada tikus
pertama dan ke dua, palpebra masih dalam keadaan normal dari awal pemberian hingga
menit ke-60, sedangkan pada tikus ketiga, palpebra mulai terlihat ½ saat menit ke-15
hinngga menit ke-60.

Perubahan perilaku pada hewan coba seperti diatas dapat terjai karena diazepam
mengakibatkan inhibisi aktivitas sistem retikuler mesensefalik. Sistem retikuler ini
bertanggung jawab sebagai penggalak kesadaran. Jika ada inhibisi pada sistem ini,
maka akan timbul efek penurunan kesadaran yang dapat dilihat dari keadaan yang
awalnya compos mentis menjadi somnolen. Keadaan somnolen ditunjukkan dengan
ptosis, menurunnya aktivitas motorik, menurunnya kewaspadaan, perubahan postur
tubuh, dan berkurangnya respon saat dirangsang nyeri.

Dari ketiga hewan coba, yang memeprlihatkan efek tidur hanya tikus ketiga,
sedangkan pada tikus kdua yang menunjukkan efek sedasi, dan pada tikus pertama
hanya mengalami penurunan aktivitas motor karena diazepam dapat menghambat
perkembangan dan penyebaran aktifitas epileptic di dalam system saraf pusat. Selain
itu juga menunjukkan efek hipnosis yang ditandai dengan penurunan reflex- reflex dan
ptosis yaitu menutupnya palpebra. Efek utama dari golongan benzodiazepine adalah
sedasi, hypnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi atau ansieta, relaksasi otot
dan antikonvulsi.

Dari data kelas yang kami peroleh, dengan pemberian dosis 1mg/kg BB ;
2,5mg/kgBB dan 5 mg/ kg BB, dari ketiga dosis tersebut dosis 1 mg/kg BB tidak dapat
menimbulkan efek tidur pada tikus hal ini disebabkan oleh dosis yang diberikan terlalu
kecil, sehingga tidak dapat memberikan efek terapetik pada hewan coba, sedangkan
pada dosis 2,5 mg diperoleh 50%. Pada dosis 5mg/kgBB sudah memberikan efek
keadaan tidur,persen yang diperoleh 83.3%

VII.PENUTUP

A. Kesimpulan
 Efek utama dari golongan benzodiazepine adalah sedasi, hypnosis, pengurangan
terhadap rangsangan emosi, relaksasi otot dan antikonvulsi.
 Pemberian diazepam dapat menurunkan reflex, aktivitas motor, hypnosis dan sedasi.
 Obat akan bekerja maksimal tergantung pada kadar dosis yang masuk sesuai dengan
berat badan
 Berdasarkan hasil praktikum, pada dosis 1mg/kgBB ; 2,5mg/KgBB dan 5mg/kg BB
hanya pemberian dosis dengan kadar 2.5mg/kgBB dan 5mg/kgBB sudah mencapai
mencapai ED50 dengan persen indikasi sebanyak 50% dan 83.3%.

B. Saran

Sebelum praktikum dilaksanakan, diharapkan praktikan dapat memahami tujuan dan


materi praktikum agar dapat mengerjakan pembahasan tanpa kesulitan. Diperlukan keahlian
dalam menyuntik, penguasan dan ketelitian dalam melakukan percobaan, agar tahapan-tahapn
yang dilakukan benar dan hasil yang diharapkan pun tercapai.

DAFTAR PUSTAKA
o Farmakologi dan terapi Universitas Indonesia; edisi 5

o Tan Hoan Tjay,Drs, Kirana Rahardja, Drs, Obat-Obat Penting; Edisi Keenam, Elex
Media Komputindo, Jakarta

o Katzung, BG. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi 6. EGC : Jakarta,

o Gilman,Alfred Goodman.2012.Dasar Farmakologi Terapi vol 1. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai