Pembimbing:
Disusun oleh:
Maximillian Justin
Irawan 112022076
Status asthmaticus
Porphyri
Pericarditis constrictiva
Syok
Golongan benzodiazepine
Golongan Benzodiazepin merupakan obat yang masuk dalam kelompok tranquilliser
minor. Tergantung dosis yang dipakai, obat ini dapat dipakai sebagai tranquilliser, sedatif
atau hipnotik. Golongan Benzodiazepin mempengaruhi transmisi interneural pada medulla
spinalis, diduga hal inilah yang menyebabkan relaksasi otot skelet yang mengalami spasme.
Benzodiazepin juga mempengaruhi reticular fadlitatory system dan mendepresi sistem lymbic
seperti hypocampus, amygdala, thalamus, fornix dan gyrus angulatus. Aksi pada sistem
lymbic dari obat ini, diduga yang menyebabkan obat ini mempunyai sifat anti konvulsi. Obat
ini juga menimbulkan efek amnesia. Golongan Brenzodiazepin yang biasa dipakai untuk intra
vena antara lain Diazepam, Lorazépam, Flunitrazepam dan Midazolam. Di sini yang akan
diuraikan hanya Midazolam.2
Kurangnya depresi hemodinamik adalah karakteristik benzodiazepin yang disambut
baik, dan akibatnya, penggunaannya untuk menenangkan pasien yang sakit kritis telah umum
selama beberapa dekade. Sementara midazolam telah menggantikan lorazepam dan diazepam
di ICU, awalnya dianggap lebih rendah dari propofol.86 Infus midazolam di ICU mungkin
terkait dengan pemulihan yang lambat, mungkin karena perubahan kinetika atau akumulasi
metabolit aktif. Toleransi dan takifilaksis terhadap sedasi midazolam sudah diketahui dengan
baik.3
Jika dibandingkan dengan midazolam, propofol memberikan titrasi sedasi ICU yang
lebih baik dan pemulihan yang lebih cepat saat sedasi dihentikan. Namun, kekhawatiran atas
hipotensi, akumulasi lipid, dan sindrom infus propofol membatasi penerapannya pada pasien
yang tidak stabil dan mereka yang membutuhkan sedasi jangka panjang.3
Midazolam
Mempunyai rumus kimia 8 Chloro -6- (2-flurophenyl-l-methyl)-4H imidazo (l,5a)
(1,4) benzodiazepin maleat, merupakan obat yang larut dan stabil dalam air, tidak
menimbulkan nyeri di tempat suntikan, mempunyai sifat ansiolitik, sedative, anti konvulsif
dan anterograde amnesia. Metabolisme terjadi di dalam hepar dan ekskresi lewat ginjal,
sebagian besar dalam bentuk glucoronid, kurang dari 1 % dalam bentuk asli.2
Dosis Untuk sedasi dan axiolitik 0,1 mg/kg BB im. Onset sekitar 15 menit, puncaknya
tercapai dalam 30-45 menit. Dengan dosis 1-2,5 mg iv efektif untuk sedasi pada anestesi
regional. Untuk induksi 10-15 mg (0,1-0,4 mg/kgBB) iv, penderita akan tertidur sesudah 2-3
menit. Untuk premedikasi dewasa: 0,07-0,1 mg/kgBB.2
Propofol
Suatu obat anestesi umum yang mempunyai rumus kimia 2,6 diisoprophyl phenol
untuk suntikan intravena. Obat ini merupakan cairan emulsi isotonikyang berwarna putih.
Emulsi ini antara lain terdiri dari gliserol, phospatid dari telur, sodium hidroksida, minyak
kedelai dan air. Propofol memiliki onset yang cepat kurang dari 1 menit dan duration of
action sekitar 10 menit. Propofol mempunyai sifat sangat larut dalam lemak, sesudah
disuntikkan intra vena, dengan cepat didistribusikan menuju jaringan, dengan mudah obat ini
menembus bloodbrain barier dan didistribusikan di jaringan otak. Obat ini dengan cepat juga
dieliminasi, metabolisme terutama terjadi di dalam hati. Propofol glucoronide merupakan
hasil metabolisme yang utama. Sebagian besar diekskresi lewat ginjal.2
Seperti kebanyakan agen anestesi umum, mekanisme aksi propofol kurang dipahami
tetapi dianggap terkait dengan efek pada saluran klorida yang dimediasi GABA di otak.
Propofol dapat bekerja dengan mengurangi disosiasi GABA dari reseptor GABA di otak dan
mempotensiasi efek penghambatan neurotransmitter. Ini, pada gilirannya, membuat saluran
tetap aktif untuk durasi yang lebih lama yang menghasilkan peningkatan konduktansi klorida
di seluruh neuron, menyebabkan hiperpolarisasi membran sel, mempersulit potensi aksi yang
berhasil untuk menyala.4
Pada ibu hamil propofol dapat menembus placenta dan dengan cepat masuk ke dalam
janin dan menyebabkan depresi janin. Pada sistem kardiovaskuler menyebabkan turunnya
tekanan darah dan sedikit perubahan pada nadi. Obat ini tidak mempunyai efek vagolitik.
Propofol menimbulkan depresi pada sistem respirasi, sering menimbulkan apnea. Pada
pemakaian secara intravena kontinyu dapat mengurangi tidal volume dan laju nafas. Propofol
juga mengurangi reflek jalan nafas atas. Propofol menurunkan aliran darah otak, tekanan intra
kranial dan metabolisme otak. Obat ini juga menurunkan tekanan intra okuli.2,4
Obat ini menimbulkan rasa nyeri di tempat suntikan, terutama bila disuntikkan pada
vena kecil, untuk mengurangi rasa nyeri, dapat disuntikkan bersama obat lokal anestesi atau
memilih vena besar. Bila obat lokal anestesi yang dipakai Lidocain 1%, maka volume
lidokain yang digunakan adalah seper dua puluh volume Propofol. Kontraindikasi pada
penderita yang alergi terhadap propofol. Dosis untuk induksi iv 1-2,5 mg/kgbb dengan dosis
maintenance 4- 12 mg/kgbb/jam.2
Ketamin
Adalah derivat pencyclidin dengan rumus kimia 2-0-chlorophenyl-2- metyl amino
cyclohexanon HCL. Merupakan kristal putih yang larut dalam air, mempunyai pH 3,5 -5,5.
Pada sistem saraf pusat ketamin menimbulkan anestesi disosiasi, disini setiap rangsang yang
diterima akan diinterpretasikan berbeda. Hal ini oleh karena ketamin menimbulkan gangguan
fungsi dan gangguan elektro fisiologi, antara thalamokortical dan sistem limbik. Dalam hal
ini pasien mengalami katalepsi, mendapat analgesi yang kuat dan amnesia, tetapi hanya
mengalami sedasi yang ringan. Pasien dapat mengalami halusinasi dan mimpi buruk, kejadian
ini lebih sering terjadi pada wanita dan orang dewasa. Kadang-kadang pasien mengalami
diplopia atau gangguan penglihatan lain, yang bertahan sampai beberapa saat, setelah
pemulihan kesadaran.2
Mekanisme kerjanya terutama oleh antagonisme nonkompetitif dari reseptor N-
methyl D-aspartic acid (NMDA). Ini juga berinteraksi dengan reseptor opioid, monoamine,
kolinergik, sistem purinergik dan adrenoreseptor serta memiliki efek anestesi lokal.4
Ketamin meningkatkan aliran darah ke otak, konsumsi oksigen otak dan tekanan intra
kranial, karena itu berbahaya memberikan ketamin pada penderita dengan tekanan intra
kranial yang tinggi. Ketamin juga meningkatkan terjadinya kejang pada pasien-pasien
epilepsi. Sesudah mendapatkan dosis anestesi secara intravena, 10-60 detik kemudian,
penderita menjadi tidak sadar. Reflek-reflek bulu mata, korneal dan laringeal agak terdepresi.
Tonus otot meningkat, sering terjadi gerakan otot involunter dan kadang-kadang bersuara,
meskipun pasien mengalami amnesia.2
Pada sistem kardiovaskuler, ketamin meningkatkan tekanan darah, laju jantung dan
curah jantung. Peningkatan maksimal terjadi 2-4 menit sesudah pemberian intra vena,
kemudian dengan perlahan-lahan antara 10-20 menit akan kembali normal. Dengan adanya
efek stimulasi cardiovaskuler, maka ketamin dipakai untuk induksi pasien syok.2
Pada sistem respirasi, ketamin hanya sedikit mengurangi respiratory rate. Kadang-
kadang menyebabkan apnoe pada penyuntikan iv cepat, atau pada pasien yang mendapat
narkotik. Ketamin mempunyai sifat melebarkan bronkus dan dapat menjadi antagonis
broncho konstriktor akibat histamin. Karena itu ketamin dapat dipakai untuk penderita
asthma bronchiale. Obat ini tidak menaikkan kadar histamin plasma, karena itu jarang
menimbulkan hipersensitifitas. Pada mata ketamin meningkatkan tekanan intra okuli
sebentar, menyebabkan gerakan bola mata dan nystagmus.2
Metabolisme terjadi di dalam sistem microsomal P450 hati. Di sini mengalami
demetilasi menjadi nor ketamin. Zat ini kemudian mengalami dehidrasi atau hidroksilasi.
Semua hasil metabolisme ini kemudian mengalami konjungasi dan diekskresi melalui urin
dan feces. Dosis induksi ketamine secara iv adalah 1-2 mg/kgbb dengan dosis pemeliharaan
10-20 mcg/kgbb/menit dan dosis untuk analgesia atau sedasi sebesar 2,5-15 mcg/kgbb/menit.2
Muscle relaxant
Walaupum bukan obat tidur dan tidak berkhasiat analgesi, tetapi dalam praktek
anestesi modern maupun terapi intensif, obat ini telah digunakan secara luas. Pada saat ini,
hampir semua tindakan anestesi umum, menggunakan obat pelumpuh otot. Pada dosis
tertentu obat ini menimbulkan relaksasi atau kelumpuhan otot termasuk otot-otot pernafasan
sehingga penderita tidak dapat bernafas.
Karena itu, pelumpuh otot harus diberikan oleh orang yang terlatih mengelola jalan
nafas. Selama kelumpuhan otot-otot pernafasan, pita suara juga membuka sehingga
memudahkan untuk tindakan intubasi, peristaltik dan gerakan usus juga berhenti sehingga
memudahkan operasi pada rongga perut. Mekanisme kerja obat golongan ini menghambat
transmisi neuro muskuler.
Narkotik Analgetik
NARKOTIK yang sudah dikenal sejak jaman dulu adalah OPIUM. Zat ini adalah
getah papaver somniferum kering. Dari getah ini dapat diisolasi berbagai macam alkaloid
antara lain morfin, kodein, dan thebaine. Alkaloid ini dibedakan menjadi 2 golongan yaitu
derivat fenantren dan derivat benzil iso kinolin dimana derivat fenantren seperti morfin,
kodein dan thebaine mempunyai sifat narkotik analgetic sedangkan derivat benzil iso seperti
kinolin papaverin dan noskapin tidak mempunyai sifat narkotik.
Narkotik analgetik mempunyai sifat analgetik yang kuat sehingga dipakai untuk
menghilangkan nyeri. Di dalam anestesi obat-obat ini dipakai untuk premedikasi, analgetik
durante operasi maupun pasca operasi. Salah satu kekurangan obat ini adalah timbulnya
adiksi pada pasien, karena itu terus dilakukan penelitian-penelitian untuk mencari obat yang
kekuatannya setara narkotik tetapi tidak menimbulkan adiksi.2
Morfin
Sejak dulu dipakai untuk mengurangi nyeri dan membebaskan dari rasa cemas. Obat
ini umumnya diberikan secara subkutan, intra muskular, atau intra vena. Dosisnya harus
mempertimbangkan umur dan faktor yang mempengaruhi metabolismenya. Umumnya tidak
melebihi 0,2 mg/kgBB. Untuk mengatasi nyeri pada orang dewasa dengan berat badan 70 kg
dosisnya 10 mg. Pemberian morfin sebelum timbul rasa nyeri lebih efektif dibandingkan
sesudah terjadi nyeri. Pemberian sebelum anestesi dapat menunda timbul-nya nyeri post
operatif.2
Dosis yang digunakan untuk pembedahan adalah:
- Pria dewasa (70 kg): 10 mg
- Wanita dewasa (60Kg): 8 mg (kira-kira 75% pria)
Jika dosis melebihi 15 mg jangan diberikan sekaligus.
Absorbsi morfin dalam traktus digestivus jelek dan sulit diprediksi, karena itu dosis
oral 4-6 kali dosis sub kutan (dosis oral 40-60 mg setara dengan lOmg subkutan). Morfin
dapat diberikan per rektal secara suppositoria. Absorbsi setelah pemberian subkutan
bervariasi karena tergantung dari sirkulasi setempat. Pemberian morfin yang terpilih adalah
secara intravena. Morfin dimetabolisir hampir sempurna di dalam hepar oleh enzim
glucoronil transferase menjadi bentuk glucoronid yang mudah larut dalam air. Sekitar 10%
mengalami demetilasi membentuk nor morfin yang inaktif. Eliminasi melalui urin 85% dalam
bentuk glucoronid, 5% nor morfin dan 5% dalam bentuk morfin yang tidak berubah. Sekitar
8% morfin glucoronid tereliminasi lewat empedu. Metabolisme ekstra hepatal sering terjadi
di dalam ginjal. Eliminasi pada bayi berjalan lambat, bayi yang lebih muda lebih lambat
eliminasinya dibanding dengan bayi yang lebih tua.2
Pada SSP morfin meningkatkan ambang batas nyeri, menyebabkan euforia dan
mengantuk, lebih efektif untuk mengurangi nyeri tumpul dan terus-menerus dibandingkan
nyeri tajam dan terputus-putus, analgesi lebih efisien jika diberikan sebelum timbul nyeri.
Obat ini menimbulkan adiksi serta depresi nafas.2
Pada mata obat ini menyebabkan konstriksi pupil. Pada sistem respirasi obat ini
menurunkan sensitivitas respirasi pada CO2. Terjadi penurunan respirasi rate yang lebih
nyata dibandingkan volume tidal. Atropin tidak bisa melawan efek depresi respirasi akibat
morfin. Dapat terjadi bronkokonstriksi akibat efek anti kolinesterase dan pelepasan histamin.
Depresi respirasi terjadi 30 menit sesudah pemberian intra muskuler. Refleks batuk juga
mengalami depresi.2
Pada sistem gastro intestinal, morfin menimbulkan konstriksi spinchter usus,
konstriksi pylorus dan gerakan lambung berkurang. Tonus otot usus meningkat tetapi
peristaltik menurun sehingga dapat timbul konstipasi. Morfin menimbulkan konstriksi pada
sphincter oddi sehingga mengganggu ekskresi empedu. Atrofin tidak bisa melawan aksi ini
dengan sempurna. Mual dan muntah dapat terjadi akibat stimulasi morfin pada kemoreseptor
trigger zone.2
Pada sistem kardiovaskuler menyebabkan menurunnya frekuensi nadi dan tekanan
darah khususnya bila diberikan secara intravena. Morfin menurunkan kerja jantung dan
menurunkan kebutuhan oksigen pada otot jantung.2
Fentanyl
Merupakan opioid agonis turunan fenil piperidin. Potensi analgesinya antara 75-125
kali lebih kuat dibanding morfin. Dosis untuk premedikasi ialah 50-100 mcg/dosis IM atau
IV lambat 30-60 menit sebelum operasi. Pada anestesi umum untuk bedah minor diberikan
dosis 0.5-2 mcg/kg/dosis IV sedangkan pada bedah mayor dosis awal 2-20 mcg/kg/dosis
selanjutnya 1-2 mcg/kg/jam untuk pemeliharaan secara IV.2
Fentanyl mirip dengan obat opioid lainnya. Molekul fentanyl menargetkan subkelas
sistem reseptor opioid dalam tubuh, banyak di antaranya terlokalisasi di otak dalam struktur
neuroanatomi khusus, terutama yang melibatkan kontrol emosi, rasa sakit, dan berbicara
sampai sifat adiktifnya yang terkenal, hadiah. Secara biokimia, itu adalah agonis opioid Mu-
selektif. Namun, ia memiliki kemampuan untuk mengaktifkan reseptor sistem opioid lainnya
seperti delta dan kemungkinan reseptor kappa. Akibatnya, aktivasi reseptor ini, khususnya
reseptor Mu, menghasilkan analgesia. Juga, neurotransmitter dopamin (Da) meningkat di area
otak, yang memunculkan efek kegembiraan dan relaksasi stereotip, dan biasanya dikaitkan
dengan kecanduan obat.6
Pada pemberian intravena, mula kerja 30 detik dan mencapai puncak dalam waktu 5
menit, kemudian menurun dengan cepat dalam waktu 5 menit pertama kadarnya berkurang
sampai 20%, selanjutnya relatif menurun dengan lambat selama 10 sampai 20 menit.
Kelarutannya dalam lemak tinggi sehingga mudah melewati sawar otak.2
Fentanil dimetabolisir di hepar dengan cara dealkilasi hidroksilasi dan hidrolisa amida
menjadi metabolit tidak aktif meliputi nor fentanil dan des propionil nor fentanil. Kemudian
diekskresi melalui empedu dan urin. Di dalam feses dan urin, 72 jam sesudah pemberian
sebagian besar di dapat dalam bentuk metabolit dan 8% dalam bentuk asli. Fentanil
menyebabkan ketergantungan, euforia, perlambatan EKG, miosis, mual dan muntah. Efek
terhadap jantung minimal meskipun laju jantung dapat menurun akibat efek vagal dan depresi
nodus SA dan AV. Pemberian atropin sulfat dapat menurunkan kejadian bradikardi, karena
itu dianjurkan pemberiannya pada penggunaan dosis tinggi.2
Fentanil menyebabkan depresi respirasi dan kekakuan otot rangka khususnya otot
thorak, abdomen dan ekstremitas terutama pada pemberian intravena cepat. Fentanil tidak
menyebabkan pelepasan histamin.2
DAFTAR PUSTAKA
1. H M, Satoto H, Budiono U. Anestesiologi. 2nd ed. Semarang: Perhimpunan
Dokter Spesialis Anestesi Dan Terapi Intensif (PERDATIN); 2013.
2. Sneyd JR, Gambus PL, Rigby-Jones AE. Current status of perioperative hypnotics,
role of benzodiazepines, and the case for Remimazolam: A narrative review.
British Journal of Anaesthesia. 2021;127(1):41–55
3. Folino TB, Erind Muco, Safadi AO, Parks LJ. Propofol [Internet]. Nih.gov.
StatPearls Publishing; 2022. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430884/
4. Kurdi M, Theerth K, Deva R. Ketamine: Current applications in anesthesia, pain,
and critical care. Anesthesia: Essays and Researches. 2014;8(3):283.
5. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. Edisi XI. Philadel-phia. W.
B. Saunders Company. 2006.
6. Ramos-Matos CF, Bistas KG, Lopez-Ojeda W. Fentanyl [Internet]. Nih.gov.
StatPearls Publishing; 2023. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459275/