Anda di halaman 1dari 16

Tidal volume, pompa oksigen, dan masker pasien

“masker pasien”

Berdasar system aliran udara pernapasan dalam rangkaian alat anastesi, anastesi dibedakan
dalam 4 sistem, yaitu :
1. System open adalah system yang paling sederhana, tidak ada hubungan fisik secara
langsung antara jalan napas penderita dengan alat anastesi.
2. System semi open, alat anastesi dilengkapi dengan reservoir bag selain reservoir bag,
adapula yang masih ditambah dengan klep 1 arah yang mengarahkan udara ekspirasi
keluar, klep ini disebut non-rebreathing valve.

3. System semi closed, udara gas ekspirasi yang mengandung gas anastesi dan oksigen lebih
sedikit disbanding udara inspirasi, tetapi mengandung CO2 yang lebih tinggi , dialirkan
menuju tabung yang berisi sodalime, disini CO2 akan diikat oleh sodalime.selanjutnya
udara ini digabungkan dengan campuran gas anastesi dan oksigen dari sumber gas
(FGF/Fresh Gas Flow) untuk diinspirasi kembali. Kelebihan aliran gas dikeluarkan
melalui klep over flow.
4. System closed, prinsip sama dengan semi closed, tetapi tidak ada udara yang keluar dari
system anastesi menuju udara bebas.
Pada system closed dan semi closed juga disebut system rebreathing, karena udara
ekspirasidiinspirasi kembali, system ini juga perlu sodalime untuk membersihakan CO 2.
Pada system open dan semi open juga disebut system non rebreathing karena tidak boleh
ada udara ekspirasi yang diinspirasi kembali, system ini tidak perlu sodalime.

I. TEKNIK ANESTESIA UMUM DENGAN SUNGKUP MUKA


Indikasi untuk menggunakan teknik anesthesia umum dengan sungkup muka :1
1. Untuk tindakan yang singkat (0,5 jam – 1 jam) tanpa membuka rongga perut
2. Keadaan umum pasien cukup baik (status fisik ASA I atau ASA II)
3. Lambung harus kosong
Kontra indikasi
1. Operasi di daerah kepala dan jalan napas
2. Operasi dengan posisi miring atau tertelungkup
Macam Face mask :
Tatalaksana
1. Pasien telah disiapkan sesuai dengan pedoman
2. Pasang alat pantau yang diperlukan
3. Siapkan alat-alat dan obat resusitasi
4. Siapkan mesin anastesi dengan system sirkuitnya dan gas anastesi yang digunakan
5. Induksi dengan pentothal atau dengan obat hipnotik yang lain
6. Berikan salah satu kombinasi obat inhalasi (N2O+halotan/ enfluran/ isofluran/
sevofluran)
7. Awasi pola napas pasien, bila tampak tanda-tanda hipoventilasi berikan napas
bantuan intermiten secara sinkron sesuai dengan irama napas pasien
8. Pantau denyut nadi dan tekanan darah
9. Apabila operasi sudah selesai, hentikan gas/obat anastesi inhalasi dan berikan oksige
oksigen 100% (4-8 liter/menit) selama 2-5 menit.
OBAT-OBATAN YANG DIPAKAI :

A. PREMEDIKASI
1. Benzodiazepine
Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah
Diazepam (valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan
lorazepam tidak larut dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol.
Golongan benzodiazepine bekerja sebagai hipnotik, sedative, anxiolitik, amnestik,
antikonvulsan, pelumpuh otot yang bekerja di sentral.
Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan muncul
setelah 4 - 8 menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan waktu paruh dari
benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan terjadinya
akumulasi dan pemanjangan efeknya sendiri. Midazolam dan diazepam
didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus, metabolisme mungkin akan tampak
lambat pada pasien tua. 3,4
Efek Benzodiazepine :
 Efek pada sistem saraf pusat.
o Dapat menimbulkan amnesia,anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan
mepunyai efek sedasi, efek analgesik tidak ada,menurunkan aliran darah
otak dan laju metabolisme2,3
 Efek pada sistem kardiovaskuler.
o Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac
out put. Ttidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan
hemodinamik mungkin terjadi pada dosis yang besar atau apabila
dikombinasi dengan opioid2,3
 Efek pada sistem pernafasan
o Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi pusat
nafas mungkin dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien
dengan retardasi mental.2,3
 Efek pada sistem saraf otot
o Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat
supraspinal dan spinal , sehingga sering digunakan pada pasien yang
menderita kekakuan otot rangka.5,7

Diazepam
Obat ini dapat menurunkan tekanan darah arteri. Karena itu, obat ini digunakan
untuk induksi dan suplemen pada pasien dengan gangguan jantung berat.3
Diazepam biasanya digunakan sebagai obat premedikasi, amnesia, sedative, obat
induksi, relaksan otot rangka, antikonvulsan, dan serangan panik. 2,3
Awitan aksi : IV < 2 menit, Rectal < 10 menit, Oral 15 menit-1 jam
Lama aksi : IV 15 menit- 1 jam, PO 2-6 jam 5
Dosis :
 Premedikasi : iv/im/po/rectal 2-10 mg
 Sedasi : 0,04-0,2 mg/kg BB
 Induksi : iv 0,3-0,6 mg/kg
 Antikonvulsan : iv 0,05-0,2 mg/kg BB setiap 5-10 menit dosis maksimal 30 mg,
PO/rectal 2-10 mg 2-4 kali sehari 5

Midazolam
Obat ini mempunyai efek ansiolitik, sedative, anti konvulsif, dan anteretrogad
amnesia. Durasi kerjanya lebih pendek dan kekuatannya 1,5-3x diazepam.
Obat ini menembus plasenta, akan tetapi tidak didapatkan nilai APGAR kurang
dari 7 pada neonatus.3
Dosis :
 Premedikasi : IM 2,5-10 mg, PO 20-40 mg
 Sedasi : IV 0,02-0,05 mg
 Induksi : IV 50-350 µg/kg5
Efek samping obat :
 Takikardi, episode vasovagal, komplek ventrikuler premature, hipotensi
 Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi
 Euphoria, agitasi, hiperaktivitas
 Salivasi, muntah, rasa asam
 Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat suntikan 5

2. Opioid
Morphine, meperidine, fentanyl, sufentanil, alfentanil, and remifentanil
merupakan golongan opioid yang sering digunakan dalam general anestesi. efek
utamanya adalah analgetik. Opioid berbeda dalam potensi, farmakokinetik dan efek
samping.
Absorbsi cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin
intramuskuler, dengan puncak level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat
transmukosal oral merupakan metode efektif menghasilkan analgesia dan sedasi dengan
onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi pada anak-anak (15-20 μg/Kg) dan dewasa
(200-800 μg).
Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang rendah
dan morfin memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat
dan durasi kerja juga Iebih panjang. Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat
dan durasi singkat setelah injeksi bolus. 7
Efek opioid :
 Efek pada sistem kardiovaskuler
o Sistem kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot
jantung maupun tonus otot pembuluh darah. Tahanan pembuluh darah
biasanya akan menurun karena terjadi penurunan aliran simpatis medulla,
tahanan sistemik juga menurun hebat pada pemberian meperidin atau morfin
karena adanya pelepasan histamin. 2,3
 Efek pada sistem pernafasan
o Dapat menyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan
frekuensi nafas, dengan jumlah volume tidal yang menurun . PaCO2
meningkat dan respon terhadap CO2 tumpul sehingga kurve respon CO2
menurun dan bergeser ke kanan, selain itu juga mampu menimbulkan depresi
pusat nafas akibat depresi pusat nafas atau kelenturan otot nafas, opioid juga
bisa merangsang refleks batuk pada dosis tertentu. 2,3
 Efek pada sistem gastrointestinal
o Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan lambung
juga terhambat. 2,3
 Efek pada endokrin
o Fentanyl mampu menekan respon sistem hormonal dan metabolik akibat
stress anesthesia dan pembedahan, sehingga kadar hormon katabolik dalam
darah relatif stabil. 2,3
Hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal karena akan
memperlama kerja dan efek kumulasi opiod, pasien usia lanjut, pada depresi
sistem saraf pusat yg parah, anoreksia, hiperkapnia, depresi pernapasan, aritmia,
kejang, cedera kepala, tumor otak, asma bronchial 2,3

Morfin
Penggunaanya untuk premedikasi, analgesic, anastesi, pengobatan nyeri yang berjaitan
dengan iskemia miokard, dan dipsnea yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dan
edema paru.
Dosis :
 Analgesic : iv 2,5-15 mg, im 2,5-20 mg, Po 10-30 mg, rectal 10-20 mg setiap 4 jam
 Induksi : iv 1 mg/kg
 Awitan aksi : iv < 1 menit, im 1-5 menit
 Lama aksi : 2-7 jam 5
Petidin
Penggunaannya untuk nyeri sedang sampai berat, sebagai suplemen sedasi sebelum
pembedahan, nyeri pada infark miokardium walaupun tidak seefektif morfin sulfat, untuk
menghilangkan ansietas pada pasien dengan dispnea karena acute pulmonary edema dan
acute left ventricular failure. 6
Dosis Oral/ IM/SK :
Dewasa :
 Dosis lazim : 50–150 mg setiap 3-4 jam jika perlu,
 Injeksi intravena lambat : dewasa 15–35 mg/jam.
 Anak-anak oral
 Dosis : 1.1–1.8 mg/kg setiap 3–4 jam jika perlu.
Untuk sebelum pembedahan
 Dosis dewasa : 50 – 100 mg IM/SK
Petidin dimetabolisme terutama di hati
Fentanil
Digunakan sebagai analgesic dan anastesia
Dosis :
 Analgesic : iv/im 25-100 µg atau 1-3 µg/kgbb
 Induksi : iv 5-40 µg/ kg BB
 Suplemen anastesi : iv 2-20 µg/kg BB
 Anastetik tunggal : iv 50-150 µg/ kg BB
Awitan aksi : iv dalam 30 detik, im < 8 menit
Lama aksi : iv 30-60 menit, im 1-2 jam
Efek samping obat :
 Bradikardi, hipotensi
 Depresi saluran pernapasan, apnea
 Pusing, penglihatan kabur, kejang
 Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat
 Miosis 5
“tidal volume”

Volume dan Kapasitas Paru

a. Volume statis paru-paru


1) Volume tidal (VT) = jumlah udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali bernapas
pada saat istirahat. Volume tidal normalnya adalah 350-400 ml.
2) Volume residu (RV) = jumlah gas yang tersisa di paru-paru setelah menghembuskan
napas secara maksimal atau ekspirasi paksa. Nilai normalnya adalah 1200 ml.
3) Kapasitas vital (VC) = jumlah gas yang dapat di ekspirasi setelah inspirasi secara
maksimal. VC = VT + IRV + ERV (seharusnya 80% TLC) Besarnya adalah 4800 ml.
4) Kapasitas total paru-paru (TLC) = yaitu jumlah total udara yang dapat dimasukkan ke
dalam paru-paru setelah inspirasi maksimal. TLC = VT + IRV + ERV + RV. Besarnya
adalah 6000 ml.
5) Kapasitas residu fungsional (FRC) = jumlah gas yang tertinggal di paru-paru setelah
ekspirasi volume tidal normal. FRC = ERV + RV. Besarnya berkisar 2400 ml.
6) Kapasitas inspirasi (IC) = jumlah udara maksimal yang dapat diinspirasi setelah
ekspirasi normal. IC = VT + IRV. Nilai normalnya sekitar 3600 ml.
7) Volume cadangan inspirasi (IRV) = jumlah udara yang dapat diinspirasi secara paksa
sesudah inspirasi volume tidal normal.
8) Volume cadangan ekspirasi (ERV) = jumlah udara yang dapat diekspirasi secara paksa
sesudah ekspirasi volume tidal normal.

b. Volume dinamis paru-paru

1) Force Volume I second (FEV1) atau volume ekspirasi paksa detik pertama adalah
jumlah udara yang dapat dikeluarkan sebanyak - banyaknya dalam 1 detik pertama pada
waktu ekspirasimaksimal setelah inspirasi maksimal.
2) Maximal Voluntary Ventilation (MVV) adalah jumlah udara yang dapat dikeluarkan
secara maksimal dalam 2 menit dengan bernapas cepat dan dalam secara maksimal.
c. Kapasitas Vital Paksa
KVP (Kapasitas Vital Paksa) merupakan volume udara maksimum yang dapat
dihembuskan secara paksa/kapasitas vital paksa yang umumnya dicapai dalam 3 detik,
normalnya 4 liter dan FEV1 (Forced Expired Volume in one second) merupakan volume
udara yang dapat dihembuskan paksa pada satu detik pertama normalnya 3,2 liter adalah
parameter dalam menentukan fungsi paru (Price, 2006). Penilaian tingkat KVP yang
didapatkan dari instrumen ini adalah (Price, 2006):
a) ≥70% : Normal
b) 60-69% : Obstruksi ringan
c) 51-59 : Obstruksi sedang
d) ≤50% : Obstruksi berat

Terapi Oksigen
Terapi oksigen merupakan pemberian oksigen sebagai suatu
intervensi medis, dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding yang
terdapat dalam udara untuk terapi dan pencegahan terhadap gejala dan
menifestasi dari hipoksia. Oksigen sangat penting untuk metabolisme sel, dan
lebih dari itu, oksigenasi jaringan sangat penting untuk semua fungsi
fisiologis normal. Oksigen dapat diberikan secara temporer selama tidur maupun selama
beraktivitas beraktivitas pada penderita penderita dengan hipoksemia. hipoksemia. Selanjutnya
Selanjutnya pemberian pemberian oksigen dikembangkan terus ke arah ventilasi mekanik,
pemakaian oksigen di rumah. Untuk pemberian oksigen dengan aman dan efektif perlu
pemahaman mengenai mekanisme hipoksia, indikasi, efek terapi, dan jenis pemberian oksigen
serta evaluasi penggunaan oksigen tersebut.

2.9.1 Tujuan P Tujuan Pemberian T emberian Terapi Oksige erapi Oksigen


Tujuan pemberian terapi oksigen, yaitu :
a) Meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri sehingga masuk ke jaringan untuk
memfasilitasi metabolisme aerob.
b) Mempertahankan PaO2 > 60 mmhg atau SaO2 >90 % untuk mencegah dan mengatasi
hipoksemia / hipoksia serta mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat. Menurunkan
kerja nafas dan miokard. Menilai fungsi pertukaran gas.

2.9.2 Indikasi Indikasi Pemberia Pemberian Terapi Oksigen Oksigen


Oksigen dalam darah akan berikatan dengan hemoglobin dan akan diedarkan ke seluruh tubuh.
Apabila terjadi gangguan pada system respirasi, maupun pada hemoglobin, mengakibatkan
gangguan pada jaringan. Kekurangan oksigen ditandai dengan keadaan hipoksia yaitu kondisi di
mana berkurangnya suplai oksigen ke jaringan di bawah level normal yang tentunya tidak dapat
memenuhi kebutuhan tubuh. Hipoksia merupakan salah satu masalah gawat darurat karena dapat
merusak organ vital. Selain itu dapat juga mengancam kehidupan. Salah satu cara mencegah
hipoksia dengan memberikan terapi oksigen. Klasifikasi deksriptif macam-macam penyebab
hipoksia, yaitu :
a) Oksigenasi darah di dalam paru yang tidak memadai karena keadaan
ekstrinsik
- Kekurangan oksigen dalam atmosfer.
- Hipoventilasi (gangguan neuromuskular).
b) Penyakit paru
- Hipoventilasi karena peningkatan tahanan saluran napas atau
penurunan komp penurunan komplians paru. lians paru.
- Kelainan rasio ventilasi-perfusi alveolus (termasuk peningkatan ruang
rugi fisiologis atau pintasan fisiologis).
- Berkurangnya difusi membran pernapasan.
c) Pintasan vena ke arteri
d) Transpor oksigen yang tidak memadai oleh darah ke jaringan
- Anemia atau hemoglobin abnormal.
- Penurunan sirkulasi umum.
- Penurunan sirkulasi lokal (perifer, serebral, pembuluh darah koroner).
- Edema jaringan.
e) Kemampuan jaringan untuk menggunakan oksigen tidak memadai
- Keracunan enzim oksidasi selular.
- Penurunan kapasitas metabolik selular untuk meggunakan oksigen,
karena toksisitas, defisiensi vitamin atau faktor-faktor lain.
Pengaruh hipoksia pada tubuh, bila cukup berat, dapat menyebabkan kematian sel-sel seluruh
tubuh, tetapi pada derajat yang kurang berat terutama akan mengakibatkan penekanan aktivitas
mental, kadang-kadang memberat sampai koma, dan menurunkan kapasitas kerja otot.
Keadaan lain yang menandakan kekurangan oksigen dalam tubuh yaitu sianosis. Sianosis berarti
kebiruan pada kulit, penyebabnya adalah hemoglobin yang tidak mengandung oksigen
jumlahnya berlebihan dalam pembuluh pembuluh darah kulit, terutama terutama dalam kapiler.
kapiler. Sianosis Sianosis terjadi terjadi pada apabila darah arteri mengandung > 5 gram
hemoglobin yang tidak mengandung oksigen dalam setiap 100 ml darah. Suatu kondisi lain yang
disebut dengan istilah dispnea, berarti penderitaan mental yang diakibatkan oleh
ketidakmampuan ventilasi untuk
memenuhi kebutuhan udara. Faktor yang menyertai keadaan ini adalah :
a) Kelainan gas-gas pernapasan dalam cairan tubuh, terutama hiperkapnia
dan hipoksia (dengan porsi yang jauh lebih sedikit)
b) Jumlah kerja yang harus dilakukan oleh otot-otot pernapsan untuk
menghasilkan ventilasi yang memadai
c) Orang tersebut dalam keadaan pikiran
Keadaan ini akan menjadi lebih berat karena pembentukan
karbondioksida yang berlebihan dalam cairan tubuh, akan tetapi dalam
suatu waktu kadar karbondioksida dan oksigen dalam cairan tubuh berada
dalam batas normal, namun dibutuhkan usaha bernapas yang kuat.
Keadaan inilah yang sering menimbulkan dispnea pada orang tersebut.
Ada juga suatu keadaan yang mana fungsi pernapasannya sudah kembali
normal, akan tetapi masih mengalami dispnea karena perasaannya yang
masih abnormal, disebut dispnea neurogenik atau dispnea emosional.

ALAT PEMBERIAN OKSIGEN

Sistem pemberian oksigen Kecepatan aliran L/menit FiO2 (% oksigen) Keuntungan


Keuntungan Kerugian Kerugian Lain-lain Lain-lain 1. Nasal Kanula 123456 25 29 33 37 41 45 -
Simpel, nyaman, murah, pasien dapat makan dan minum - Tidak ada resiko menghirup CO2
kembali - Iritasi Iritasi lokal dan kekeringan mukosa (bila kecepatan aliran>4L/menit) pada aliran
tinggi, pasien tidak nyaman dan harus digunakan bersama sistem humidifikasi/pelembaban . -
Tidak efektif untuk oksigen konsentrasi tiggi. - Oksigen Oksigen yang diberikan tidak konsisten. -
Alat dibersihk  an setiap hari. Evaluasi luak akibat tekanan di telinga dan pipi. - Aliran >6 liter
tidak akan menamba h FiO2 2. Sungku p muka sederhana >5 (5-15) 35-50 - Peningkatan aliran ke
10L/menit bisa meningkatkan konsentrasi oksigen 50% - lebih murah dibanding masker lain -
Harus ditutup ditutup ke wajah dengan kuat dan ketat : panas dan terasa mengikat - Tidak
praktis praktis untuk  jangka waktu  jangka waktu lama - Aliran 7 - Meningkatkan Meningkatkan
O2 - Perlu kecepatan kecepatan aliran tinggi untuk mencapai mencapai konsentrasi O2 yang
adekuat dan mencegah penumpukan CO2 - Aliran gas 2-3L/menit 2-3L/menit diperlukan
diperlukan untuk mencegah rebreathing CO 2 7. Continu e Positive airway  pressure(C PAP) 2-10
dengan konsentrasi 21-100% - Pemberian Pemberian O2 dengan sistem tertutup memberikan
tekanan positif pada inspirasi dan ekspirasi

Anda mungkin juga menyukai