Anda di halaman 1dari 9

BENZODIAZEPIN

Secara kualitatif benzodiazepin mempunyai efek yang hampir sama, namun secara kuantitatif spektrum farmakodinamik serta farmakokinetiknya berbeda. Hal ini yang menyebabkan aplikasi terapi golongan ini sangat luas. Benzodiazepin berefek hypnosis, sedasi, relaksasi otot, ansolitik dan antikonvulsi dengan potensi yang berbeda-beda.

KIMIA Rumus benzodiazepin terdiri dari cincin benzene (cincin A) yang melekat pada cincin aromatic diazepin (cincin B). Namun karena benzodiazepin yang penting secara farmakologis selalu mengandung gugus subtitusi 5-aril (cincin C) dan cincin 1,4-benzodiazepin, sehingga rumus bangun kimia golongan ini selalu di identikkan dengan 5-aril-1,4,benzodiazepine.

FARMAKODINAMIK Efek benzodiazepin hampir semua merupakan hasil kerja golongan ini pada SSP dengan efek utama : sedasi, hypnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot dan antikonvulsi. Hanya dua efek saja yang merupakan kerja golongan ini pada jaringan perifer : vasodilatasi koroner setelah pemberian dosis terapi benzodiazepin tertentu secara IV, dan blockade neuromuscular yang hanya terjadi pada pemberian dosis sangat tinggi. SUSUNAN SARAF PUSAT. Walaupun benzodiazepin mempengaruhi aktivitas saraf pada semua tingkatan, namun beberapa derivate benzodiazepine pengaruhnya lebih besar dari derivate yang lain, sedangkan sebagian lagi memiliki efek yang tak langsung. Benzodiazepin bukan suatu depresan umum seperti barbiturate. Semua benzodiazepin mempunyai profil farmakologi yang hampir sama, namun efek utama masing-masing derivate sangat bervariasi, sehingga indikasi kliniknya dapat berbeda. Peningkatan benzodiazepine menyebabkan depresi SSP yang meningkat dari sedasi hypnosis, dan dari hypnosis ke stupor; keadaan ini sering dinyatakan sebagai efek anastesia, tapi obat golongan ini tidak benar-benar memperlihatkan efek anastesi umum yang spesifik, karena kesadaran penderita biasanya tetap bertahan dan relaksasi otot yang di perlukan untuk pembedahan tidak tercapai. Namun pada dosis preanestesik, benzodiazepine menimbulkan amnesia bagi kejadian yang berlansung setelah pemberian obat; jadi hanya menimbulkan ilusi mengenai anesthesia yang baru di alaminya (amnesia anterograd). Bila akan digunakan sebagai anestesi umum untuk pembedahan, benzodiazepine harus di kombinasikan dengan

obat pendepresi SSP lain. Belum dapat dipastikan, apakah efek antiansietas benzodiazepine identik dengan efek hipnotik sedatifnya atau merupakan efek lain. Profil farmakologi benzodiazepine sangat bervariasi pada species yang berbeda; misalnya pada mencit, tikus dan monyet 7-nitrobenzodiazepin dapat menginduksi peningkatan kewaspadaan sebelum timbul depresi SSP, tapi tidak pada spesies yang lain; Efek relaksasi otot pada kucing dan anti konvulsi pada tikus berhubungan lebih erat dengan efek sedasi, hypnosis dan antiansietas pada manusia. Beberapa benzodiazepine menginduksi hiptonia otot tanpa mengganggu gerak otot normal. Obat ini mengurangi kekakuan deserebrasi pada kucing dan kekakuan penderita cerebral palsy. Efek relaksan otot diazepam 10 kali lebih selektif dibandingkan meprobamat, namun tingkat selektifitas ini tidak jelas terlihat pada manusia. Klonazepam dosis nonsedatif pada manusia sudah merelaksasi otot, tapi diazepam dan benzodiazepine lain tidak. Toleransi terjadi terhadap efek relaksasi otot maupun efek ataksia obat ini. Pada hewan coba, benzodiazepine menghambat aktivitas bangkitan yang diinduksi oleh pentilentetrazol atau pikrotoksin, tapi bangkitan yang diinduksi oleh striknin dan elektrosyok maksimal hanya disupresi pada dosis yang mengganggu aktivitas gerakan otot. Flurazepam, triazolam, klonazepam, bromazepam, dan nitrazepam merupakan antikonvulsi yang lebih selektif dibandingkan derivate lain. Adanya toleransi terhadap efek konvulsi membatasi penggunaan benzodiazepine untuk mengobati kelainan bangkitan pada manusia. Walaupun terlihat adanya efek analgetik benzodiazepine pada hewan coba, pada manusia hanya terjadi analgesi selintas setelah pemberian diazepam IV. Belum pernah dilaporkan adanya efek analgetik derivate benzodiazepine lain. Benzodiazepine tidak menimbulkan efek hiperalgesia, hal ini berbeda dengan barbiturate. Mekanisme kerja dan tempat kerja pada SSP. Kerja benzodiazepine terutama merupakan protensiasi inhibisi neuron dengan asam gamma-amino-butirat (GABA) sebagai mediator. Pendapat ini ditunjang oleh hasil elektrofisiologi dan perilaku hewan coba yang menunjukkan adanya pemnghambatan efek benzodiazepine oleh antagonis GABA, seperti bikukulin atau penghambat sisntesis GABA misalnya tiosemikarbasid. GABA dan benzodiazepine yang aktif secara klinik terikat secara selektif dengan reseptor GABA/benzodiazepine/klorida ionofor kompleks. Pengikatan ini akan menyebabkan pembukaan kanal Cl-. Membrane sel saraf secara normal tidak permeable terhadap ion klorida, tapi bila kanal Cl- terbuka, memungkinkan masuknya ion klorida, meningkatkan potensial elektrik sepanjang membrane sel dan menyebabkan sel sukar tereksitasi.

Kemungkinan terbukanya kanal klorida sangat ditingkatkan oleh terikatnya GABA pada reseptor kompleks tersebut. Benzodiazepin sendiri tidak dapat membuka kanal klorida dan menghambat neuron. Sehingga benzodiazepine merupakan depresan yang relative aman, sebab depresi neuron yang memerlukan transmitter bersifat self limiting. Efek sedasi serta antikonvulsi benzodiazepine sebagian besar dapat di terangkan lewat potensiasi GABA, yang mengatur metabolisme neuron dengan berbagai monoamine,(yaitu neuron yang dapat meningkatkan semangat serta penghambat rasa takut ). Namun hipotesis ini masih belum dapat menjelaskan efek benzodiazepine yang tidak diperantarakan GABA serta efek depresi neuron / efek klinik benzodiazepine yang dapat dilawan oleh antagonis reseptor adenosine (misalnya teofilin) dalam kadar yang sangat rendah. PERNAPASAN. Benzodiaszepin hanya berefek sedikit pada pernafasan, dosis hipnotik tidak berefek pada pernafasan orang normal . Diazepam dan midzolam dosis preanastetik mendepresi ringan ventilasi alveolar dan menyebabkan asidosis respiratoar , lebih karena meransang hipoksia dari pada karena peransangan hipoksia dari pada karena penurunan ransangan hiperkapnia. Kecepatan frekuensi ekspirasi hanya menurun pada hipoksia. Pada penderita obstruksi paru kronik, dosis benzodiazepine untuk endoskopi dapat menurunkan ventilasi alveolar dan Po2, serta peningkatan Pco2 dan menyebabkan narcosis CO2. Diazepam yang diberikan sewaktu anastesi atau diberikan diberikan bersama opioid dapat menyebabkan apnea. Gangguan pernafasan yang berat pada intoksikasi benzodiazepine yang hanya terjadi pada penderita yang juga mendapat pendepresi SSP lain terutama alcohol. SISTEM KARDIOVASKULAR. Efek benzodiazepine pada system kardiovaskular umumnya ringan, kecuali pada intoksikasi berat. Pada dosis anastesi semua benzodiazepine dapat menurunkan tekanan darah dan meningkatkan frekuensi denyut jantung SALURAN CERNA. Benzodiazepine diperkirakan dapat menyembuhkan berbagai ganguan saluran cerna yang dihubungan dengan adanya ansietas. Pada tikus, benzodizepin mencegah timbulnya sebagian ulkus akibat adanya stress, dan pada manusia diazepam sacara nyata menurunkan sekresi lambung waktu malam.

FARMAKOKINETIK Sifat fisikokimia dan farmakokinetik benzodiazepine sangat mempengaruhi penerapan klinisnya. Semua benzodiazepine dalam bentuk nonionic memiliki koefisien distribusi lemak: air yang sangat tinggi. Namun sifat liofiliknya dapat bervariasi lebih dari 50 kali, bergantung kepada polaritas dan elektronegativias berbagai senyawa benzodiazepine.

Semua benzodiazepine diabsorpsi secara sempurna, dengan kekecualian klorazepat; senyawa ini baru diabsorpsi sempurna setelah terlebih dahulu di dekarbolisasi dalam cairan lambung menjadi Ndesmetildiazepam (nordazepam). Pada beberapa benzodiazepine (misalnya prazepam dan flurazepam) hanya metabolit aktifnya yang sampai ke aliran sistemik. Setelah pemberian oral, kadar plasma puncak berbagai benzodiazepine dicapai dalam waktu 0,5-0,8 jam. Diantara benzodiazepine yang di gunakan sebagai hipnotik, kadar puncak triazolam tercapai dalam 1,0 jam, termazepam lebih lambat dan lebih bervariasi. Kadar puncak metabolit aktif flurazepam di capai dalam 1,0-3,0 jam. Sedangkan lorazepam dan midazolam absopsinya lewat suntikan IM tidak teratur. Benzodiazepine dan metabolit aktifnya terikat pada protein plasma. Kekuatan ikatannya berhubungan erat dengan sifat lipofiliknya . Berkisar antara 70% pada alprezolam dan 99% pada diazepam . Kadar benzodiazepine pada cairan serebrospinal (CSS) kira kira sama dengan kadar obat bebas dalam darah. Profil kinetik benzodiazepine secara tetap mengikuti model kinetika dua kompartemen, namun bagi benzodiazepine yang sangat larut dalam lemak, profil kinetinya lebih sesuai dengan model kinetika tiga kompartemen. Dengan demikian, sesudah pemberian benzodiazepine IV (atau oral bagi benzodiazepine yang diabsorbsi sangat cepat) ambilan kedalam otak dan organ dengan perfusi tinggi lainnya terjadi dengan cepat, diikuti dengan redistribusi ke jarinag yang kurang baik perfusinya. Redistribusi diazepam dan benzodiazepine yang lipofilik lainnya dipengaruhi oleh sirkulasi enterohepatik.Volume distribusi benzodiazepine adalah besar , dan banyak diantaranya menaik pada penderita usia lanjut. Benzodiazepine dapat melewati sawar uri dan diekskresi ke dalam ASI. Benzodiazepine dimetabolisme secara ekstensif oleh beberapa system enzim mikrosom hati. Beberapa benzodiazepine dimetabolisme menjadi metabolit yang aktif . Metabolit aktif umumnya dimetabolisme lebih lambat dari senyawa asalnya, sehingga lama kerja benzodiazepine tidak sesuai dengan waktu paruh eliminasi obat asalnya, misalnya waktu paruh flurazepam adalah 2,0-3,0 jam, tetapi waktu paruh metabolit aktifnya (N- desalkilflurazepam) adalah 50,0 jam atau lebih. Sebaliknya kecepatan metabolisme benzodiazepine yang diinaktifkan pada reaksi pertama merupakan penentu bagi lama kerjanya, misalnya oksazepam , lorazepam, temazepam, triazolam dan midazolam. Metabolisme benzodiazepine terjadi dalam 3 tahap yaitu: (1) desalkilasi; (2)hidroksilasi; (3)konyugasi. Hipnotik yang ideal haruslah memiliki mula kerja yang cepat, mampu mempertahankan tidur sepanjang malam dan tidak meninggalkan efek residu pada keesokan harinya . Diantara benzodiazepine yang digunakan sebagai hipnotik, flurazepam, triazolam, dan temazepam yang paling umum digunakan, Quazepam, diazepam, oxazepam dan lorazepam juga efektif sebagai hipnotik. Bila obat diindikasikan

untuk menginduksi tidur, trazolam yang paling efektif sebab mula kerjanya yang cepat dan kemampuan mengurangi tidur yang berkepanjangan . Bila diinginkan efek hipnotik yang tidak mengganggu keterampilan di siang hari, dipilih triazolam dan temazepam . Namun penghentian mendadak kedua obat ini , terutama triazolam , dilaporkan dapat menimbulkan rebound insomnia.

EFEK SAMPING Benzodiazepine dengan dosis hipnotik pada saat mencapai kadar plasma puncaknya dapat menimbulkan efek samping sebagai berikut : light headedness, lassitude, lambat bereaksi , inkoordinasi motorik, ataksia, gangguan fungsi mental, dan psikomotor, ganguan coordinator berpikir, bingung,disartria, amnesia anterograd, mulut kering, dan rasa pahit . Kemampuan berpikir sedikit kurang dipengaruhi dibandingkan dengan penampilan gerak. Semua efek tersebut sangat mempengaruhi keterampilan mengemudi dan kemampuan psikomotor lainnya. Interaksi dengan etanol dapat menimbulkan depresi berat. Efek residual terlihat pada beberapa benzodiazepine dengan dosis hipnotik. Misalnya pemberian flurazepam 30 mg setiap malam selama 2 hari , menimbulkan efek residual yang menyerupai efek akut alcohol dengan kadar darah 100 mm/dl, kadar yang resmi dianggap menimbulkan keracunan . Pada keadaan yang sama , temazepam dosis 20 mg tidak menimbulkan efek residual yang berarti. Efek residual ini berhubungan dengan dosis obat. Intensitas dan insidens intoksikasi SSP umumnya meningkat sesuai dengan usia penderita, farmakokinetik, dan farmakodinamik obat. Efek samping lain yang relative umum terjadi adalah lemah badan, sakit kepala, pandaqngan kabur, vertigo, mual, muntah, diare, sakit epigastrik, sakit dada, sakit sendi dan pada beberapa penderita dapat terjadi inkontinensia. Benzodiazepine dengan efek antikonvulsi kadang malah meningkatkan frekuansi bangkitan pada penderita epilepsy. Benzodiaepine dapat menyebabkan efek psikologik paradox. Mimpi buruk sering terjadi dengan pemberian nitrazepam dan kadang kadang terjadi dengan flurazepam , terutama pada minggu pertama penggunaan obat . Flurazepam kadang kadang menyebabkan garrulousness , ansietas, mudah tersinggung, takikardia, dan berkeringat. Pernah dilaporkan adanya gejala euphoria, gelisah, halusinasi dan sikap hipomaniak. Selain itu pernah terjacdi paranoid , depresi, dan keinginan bunuh diri. Namun gejala paradoksal tersebut sangat jarang terjadi. Walaupun penyalahgunaan dan ketergantungan terhadap benzodiazepine jarang terjadi, namun efek samping serta efeknya pada penggunaan secara kronik perlu diperhatikan . Ketergantungan ringan sudah dapat terjadi pada banyak penderita yang menggunakan benzodiazepine dosis terapi secara

teratur dalam waktu yang lama . Gejala putus obat dapat berupa makin hebatnya kelainan yang semula akan diobati , misalnya insomnia dan ansietas, disforia, mudah tersinggung, berkeringat, mimpi buruk, tremor, anoreksia, lemah badan dan pusing kepala. Penghentian pengobatan sebaiknya dilakukan secara bertahap. Pada umumnya selama pengobatan dengan benzodiazepine penderita jarang menaikkan dosis tanpa instruksi dari dokternya. Namun pada sebagian kecil penderita (dengan kebiasaan penyalahgunaan obat atau alcohol),penghentian benzodiazepine dapat menimbulkan ketergantungan obat. Pada penderita tersebut, penggunaan benzodiazepine tidak lebih baik dari barbiturate atau alcohol. Penggunaan benzodiazepine dosis tinggi dalam waktu lama akan mengakibatkan gejala ketergantungan yang lebih parah setelah pemutusan obat yaitu: agitasi, depresi, panic, paranoid, mialgia, kejang otot, dan bahkan konvulsi. Selain efek sampingnya yang luas, secara umum benzodiazepine merupakan obat yang relative aman. Bahkan dosis tinggi jarang menimbulkan kematian kecuali jika digunakan bersama-sama dengan depresan SSP yang lain misalnya alcohol. Walaupun takar lajak benzodiazepine jarang menyebabkan depresi kardiovaskular serta pernafasan yang berat, dosis terapi dapat mempengaruhi pernafasan pada penderita obstruksi paru-paru kronik.

INDIKASI Benzodiazepine digunakan untuk mengobati insomnia, ansietas, kaku otot, medikasi preanestesi dan anestesi

FENOLBARBITAL
FARMAKOKINETIK Fenolbarbital diabsorbsi lambat tapi sempurna (secara oral). Obat ini terkait protein plasma 4060 o/o dan terkait juga (dengan konsentrasi sama) pada jaringan-jaringan termasuk otak. Waktu paro pada orang dewasa 90 jam. Pada anak-anak lebih pendek dan bervariasi. Konsentrasi dalam plasma 10 ug/ml pada dosis 1mg/kg BB. Epilepsy terkontrol pada 10-25 ug/ml.

MEKANISME Bereaksi langsung pada reseptor GABA dengan berikatan pada tempat ikatan barbiturate sehingga memperpanjang durasi pembukaan channel Cl, mengurangi aliran Na dank, mengurangi influks Ca dan menurunkan eksitabilitas glutamate.

INDIKASI Merupakan obat antiepilepsi dengan board spectrum, digunakan pada terapi serangan parsial dan serangan umum sekunder. Meskipun obat ini keefektifannya tidak perlu diragukan terapi karena banyak memberikan efek buruk seperti sedasi dan penurunan daya kognitif maka obat ini digunakan sebagai second-drug. Namun, pada status epileptikus, obat ini masih digunakan sebagai first drug.

PROFIL Indikasi utama Indikasi lain Kontra indikasi Perhatian Sediaan Dosis Frekuensi pemberian Interaksi obat Kadar tetrapetik Efek samping Keunggulan Kerugian Mekanisme aksi Bioavailabilitas oral Waktu sampai kadar puncak. Metabolism dan eksresi Volume distribusi Waktu paro eliminasi Klirens plasma Ikatan protein Metabolit aktif Komentar Epilepsy general (termasuk absence dan miklonus) Status epileptikus & sindrom Lennox-Gastaut Interaksi dengan obat antipsikotik lainnya Tablet 15, 30, 50, 60, 100 mg, cairan :15 mg/ 5 ml, injeksi Dosis awal 30 mg, maintenance : 30 180 mg (dewasa), 3-8mg/hari (anakanak), 3-4 mg/hari (neonates) 1-2 kali/hari Interaksi dengan obat-obat antiepilepsi 15-40 mg/L Sedative,ataksia, dizziness, insomnia, impotensi, menurunkan libido. Efektif dan murah Efek pada susunan saraf pusat Meningkatkan aktivitas GABA dalam menurunkan eksitabilitas glutamate, berefek pada Na, kalium & Ca-channel conductance. 8 100 o/o 1-3 jam Osidasi hepar, glukosidasi dan hidroksilasi, kemudian konjugasi 0,42-0,75 L/kg 75-120 jam 0,006-0,009 L/kg/jam 45-60 o/o Tidak ada Efek antiepilepsi luas, penggunaan terbatas karena efek samping pada anakanak berefek toksisitas susunan saraf pusat Modifikasi Shorvon,2001

Daftar Pustaka
Farmakologi dan Terapi edisi 4, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, Indonesia, 2002. Wibowo, Samekto & Gofir, Abdul. Obat Antiepilepsi. Pustaka Cendikia Press. Yogyakarta, Indonesia, 2006.

TUGAS FARMAKOLOGI

BENZODIAZEPIN & FENOLBARBITAL

Oleh: Anastanio Dwizakhsana Anugrah C11108309 A-7

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar 2009

Anda mungkin juga menyukai